Perusahaan: Bloomberg

  • Bank of Englad Pangkas Bunga Acuan ke 4%, Level Terendah 2 Tahun Terakhir

    Bank of Englad Pangkas Bunga Acuan ke 4%, Level Terendah 2 Tahun Terakhir

    Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Inggris (The Bank of England/BoE) memangkas suku bunga acuan ke level paling rendah dalam dua tahun.

    Keputusan tersebut telah diprediksi seiring dengan inflasi yang menyentuh angka 4% di saat pasar tenaga kerja melemah.

    Dilansir Bloomberg pada Kamis (7/8/2025), lima anggota dari Komite Kebijakan Moneter BoE memilih penurunan sebanyak 0,25 poin ke level 4%, sedangkan empat lainnya memilih bertahan.

    Hal itu menyusul perpecahan tiga pihak sebelumnya yang gagal mencapai mayoritas. Ini pun menjadi pertama kalinya dalam 28 tahun sejarah panel di mana dua putaran pemungutan suara diperlukan untuk mencapai hasil yang dapat diterima terkait suku bunga.

    Poundsterling melonjak terhadap dolar setelah keputusan tersebut, naik 0,5% menjadi $1,3428. Obligasi pemerintah Inggris (gilts) melemah, mendorong imbal hasil obligasi dua tahun naik enam basis poin menjadi 3,88% karena pasar uang mengurangi taruhan terhadap besarnya pemotongan suku bunga dari Bank of England (BoE) tahun depan.

    “Itu adalah keputusan yang sangat seimbang,” kata Gubernur Andrew Bailey dalam sebuah pernyataan tertulis. Menurutnya, suku bunga masih berada di jalur penurunan, tetapi setiap pemotongan suku bunga di masa mendatang perlu dilakukan secara bertahap dan hati-hati.

    Sebelum keputusan tersebut, para ekonom memperkirakan akan ada lebih sedikit ruang untuk tidak adanya perubahan. Pemungutan suara yang terpecah-pecah ini menggambarkan besarnya perbedaan pendapat di bank sentral Inggris tentang bagaimana menanggapi tanda-tanda pertumbuhan ekonomi yang melemah, disandingkan dengan lonjakan inflasi yang mengkhawatirkan.

    Sebaliknya, Federal Reserve AS sejauh ini menghindari pemotongan suku bunga tahun ini untuk mengukur tekanan harga prospektif, yang menuai ejekan dari Presiden Donald Trump.

    BOE tetap berpegang pada panduan keseluruhan yang mengarahkan pasar menuju pelonggaran yang lebih bertahap dan hati-hati, serta memperingatkan munculnya kelesuan dalam perekonomian dan menurunnya permintaan tenaga kerja.

    Data pajak menunjukkan bahwa perekonomian Inggris telah kehilangan 185.000 lapangan kerja sejak pemerintahan Partai Buruh mengumumkan rencana untuk menaikkan pajak gaji dan upah minimum bagi para pengusaha.

    Namun, MPC juga menyatakan bahwa risiko kenaikan inflasi telah bergerak sedikit lebih tinggi sejak Mei, khususnya merujuk pada kenaikan tagihan pangan. Para regulator kini memperkirakan inflasi akan mencapai 4% pada September, naik dari puncak yang diprediksi sebelumnya sebesar 3,7%.

  • Takluk pada Trump, Apple Umumkan Tambah Investasi Rp1.600 Triliun di AS

    Takluk pada Trump, Apple Umumkan Tambah Investasi Rp1.600 Triliun di AS

    Bisnis.com, JAKARTA —  Apple Inc. mengumumkan rencana investasi tambahan senilai US$100 miliar atau sekitar Rp1.600 triliun untuk memperluas produksi di Amerika Serikat (AS). 

    Melansir laman Bloomberg pada Kamis (7/8/2025) langkah ini disebut merupakan bagian dari upaya Apple untuk memperkuat produksi dalam negeri sekaligus menghindari ancaman tarif tinggi atas produk utamanya seperti iPhone.

    Dalam program bertajuk American Manufacturing Program (AMP), Apple berkomitmen membawa lebih banyak rantai pasok dan teknologi manufaktur canggih ke dalam negeri. Beberapa mitra AMP Apple antara lain Corning Inc., Applied Materials Inc., dan Texas Instruments Inc.

    Apple menyebut Corning yang merupakan produsen kaca yang sejak awal sudah menjadi pemasok iPhone akan mengalokasikan satu pabrik penuh di Kentucky khusus untuk produksi kaca Apple. 

    Pembangunan pabrik ini akan menambah jumlah tenaga kerja Corning di negara bagian tersebut hingga 50%. Menurut seorang pejabat Gedung Putih, langkah ini merupakan bagian dari dorongan untuk memproduksi lebih banyak komponen penting di AS. 

    “Agenda ekonomi America First Presiden Trump telah menarik investasi triliunan dolar untuk mendukung lapangan kerja dan bisnis AS. Pengumuman Apple hari ini menjadi kemenangan lain bagi industri manufaktur kita sekaligus memperkuat keamanan ekonomi dan nasional negara,” kata juru bicara Gedung Putih, Taylor Rogers.

    Sebelumnya, Apple sudah mengumumkan rencana investasi US$500 miliar (sekitar Rp8.000 triliun) di AS dalam empat tahun ke depan. Rencana ini mencakup pembangunan fasilitas server di Houston, akademi pemasok di Michigan, dan peningkatan belanja dengan mitra lokal.

    Dengan pengumuman baru ini, total komitmen Apple di AS menjadi US$600 miliar atau sekitar Rp9.600 triliun.

    Analis Bloomberg Intelligence, Anurag Rana dan Andrew Girard, menyebut langkah ini bisa meredakan tekanan dari Gedung Putih atas ketergantungan Apple pada India untuk merakit iPhone. 

    Mereka memprediksi Apple akan lebih fokus mengembangkan produk premium, laboratorium kecerdasan buatan (AI), dan rekayasa semikonduktor di AS, bukan produksi massal perangkat murah.

    Langkah ini muncul setelah Presiden Trump menandatangani kebijakan kenaikan tarif sebesar 25% terhadap barang dari India, menyusul pembelian minyak Rusia oleh India. Kenaikan ini berlaku di atas tarif negara khusus yang juga akan mulai berlaku Kamis ini.

    Meski nilai investasi Apple besar, tapi langkah tersebut masih belum sepenuhnya memenuhi harapan Trump yang menginginkan produksi iPhone dipindah ke AS. Awal tahun ini, Trump bahkan mengancam akan mengenakan tarif 25% pada Apple jika tidak memindahkan produksinya.

    Pekan lalu, CEO Apple Tim Cook menyebut sebagian besar iPhone yang dijual di AS saat ini dirakit di India, sedangkan produk lain seperti MacBook, iPad, dan Apple Watch banyak diproduksi di Vietnam.

    “Kami berusaha mengoptimalkan rantai pasok. Dan ke depan, kami memang akan meningkatkan kegiatan di Amerika Serikat,” kata Cook. 

    Namun, memindahkan manufaktur iPhone ke AS bukan hal mudah, mengingat fasilitas produksi Apple di Cina dan India melibatkan ratusan ribu pekerja dan sistem produksi yang sangat kompleks. Karena itu, Apple lebih memilih untuk melobi agar produk-produknya dikecualikan dari tarif impor.

    Trump diketahui tengah menyusun kebijakan tarif baru terhadap semua produk yang mengandung chip semikonduktor, dan akan mengumumkannya pekan depan. Sementara itu, kebijakan tarif terhadap puluhan negara mitra dagang akan berlaku mulai Kamis 7 Agustus 2025.

    Sebelumnya, Apple pernah berhasil membujuk Trump agar mengecualikan produknya dari pajak impor selama masa jabatan pertama. Jika berhasil lagi, hal ini bisa melindungi margin keuntungan Apple dan menekan kenaikan harga produk di AS bahkan bisa menjadi keuntungan kompetitif dibanding pesaing seperti Samsung Electronics.

    Cook juga diketahui memiliki hubungan baik dengan Trump, termasuk menghadiri pelantikan presiden periode kedua bersama sejumlah petinggi teknologi seperti Elon Musk, Sundar Pichai (Alphabet), Mark Zuckerberg (Meta), dan Jeff Bezos (Amazon).

    Meski begitu, janji awal Apple pada Februari lalu untuk menciptakan 20.000 pekerjaan dan investasi US$500 miliar dinilai hanya sedikit lebih tinggi dibanding rencana sebelumnya, dengan tambahan sekitar 1.000 pekerjaan per tahun dan belanja tambahan senilai US$39 miliar.

    Pengumuman Apple ini melengkapi serangkaian kabar investasi yang disampaikan Trump bersama pemimpin perusahaan besar. 

    Pada awal tahun ini, Trump mengumumkan investasi US$100 miliar dari Oracle, SoftBank, dan OpenAI untuk membangun pusat data kecerdasan buatan (AI) di AS, dengan target jangka panjang hingga US$500 miliar.

    Trump juga menggandeng Nvidia Corp., produsen chip AI terbesar, untuk membangun infrastruktur AI senilai setengah triliun dolar (sekitar Rp8.000 triliun) dalam empat tahun ke depan di AS.

    Trump kini menjadikan investasi sebagai alat diplomasi perdagangan, termasuk dalam kesepakatan dengan Uni Eropa dan Jepang. 

    Kesepakatan dengan UE mencakup pembelian energi AS senilai US$750 miliar dan investasi US$600 miliar. Sementara Jepang sepakat membentuk dana US$550 miliar untuk berinvestasi di AS.

  • Ekspor Vietnam Melesat jelang Pemberlakuan Tarif Trump

    Ekspor Vietnam Melesat jelang Pemberlakuan Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekspor Vietnam melonjak di atas ekspektasi pada Juli 2025, seiring dengan langkah para pembeli di Amerika Serikat mempercepat pengiriman barang untuk menghindari tarif 20% yang akan berlaku mulai 7 Agustus 2025.

    Berdasarkan laporan Kantor Statistik Umum Vietnam pada Rabu (6/8/2025), ekspor Vietnam tumbuh 16% secara year on year (yoy) menjadi US$42,3 miliar pada Juli 2025, melampaui proyeksi pasar sebesar 14% YoY.

    Sementara itu, impor naik 17,8% menjadi US$40 miliar, lebih tinggi dari estimasi 15,2%. Dengan demikian, surplus dagang Vietnam tercatat sebesar US$2,27 miliar, turun dari US$2,83 miliar pada Juni.

    Vietnam, yang dikenal sebagai pusat manufaktur di Asia Tenggara dengan produk ekspor mulai dari kopi, pakaian, hingga suku cadang mesin, mengalami lonjakan pengiriman ke AS tahun ini. Hal ini dipicu oleh kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. 

    Awalnya, Vietnam dihadapkan pada ancaman tarif impor sebesar 46%, tetapi kemudian diturunkan menjadi 20%, atau hanya satu poin persentase lebih tinggi dibandingkan tarif untuk Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand.

    “Vietnam membukukan lonjakan ekspor yang impresif pada Juli, terutama karena banyak perusahaan yang mempercepat pengiriman ke AS sebelum tarif Trump diberlakukan,” ujar Tran Tuan Minh, CEO TVI, dikutip dari Bloomberg.

    Namun, dia memperingatkan ekspor kemungkinan akan melambat secara signifikan pada paruh kedua tahun ini, terutama akibat tarif 20%, serta tambahan tarif 40% untuk barang transshipment yang hingga kini masih belum jelas detail implementasinya.

    Dalam pernyataan resmi pada Rabu (6/8/2025), pemerintah Vietnam mengatakan bahwa negosiator perdagangan terus melanjutkan dialog aktif dengan Washington. 

    Di sisi lain, Vietnam juga mempercepat upaya diversifikasi pasar melalui perjanjian dagang dengan kawasan Timur Tengah dan India, sekaligus mendorong konsumsi dalam negeri terhadap produk lokal.

    Adapun, ekspor ke AS tercatat melonjak 26% secara tahunan menjadi US$14,2 miliar pada Juli, berdasarkan data bea cukai yang dirilis secara terpisah. Sementara itu, impor dari China meningkat 30,5% menjadi sekitar US$16,7 miliar.

    Ekspor bersih ke AS menyumbang sekitar seperlima dari produk domestik bruto (PDB) Vietnam. Dengan demikian, kebijakan tarif AS menjadi ancaman serius bagi pabrik-pabrik Vietnam yang berkembang pesat seiring dengan relokasi rantai pasok global dari China.

    Secara keseluruhan, data ekonomi Vietnam terpantau positif. Inflasi konsumen tercatat 3,19% secara tahunan, lebih rendah dari estimasi ekonom sebesar 3,40% dan capaian Juni sebesar 3,57%. Produksi industri tumbuh 8,5% secara tahunan dan naik 0,5% dibandingkan Juni.

    Ekspor komoditas juga meningkat, termasuk ekspor kopi yang naik 34,6% secara tahunan menjadi 103.000 ton.

    Perekonomian Vietnam terus menunjukkan kekuatan sepanjang 2025, dengan pertumbuhan PDB kuartal II tercatat 7,96% secara tahunan. Pemerintah menargetkan pertumbuhan 8% tahun ini, meskipun masih belum jelas apakah kebijakan tarif baru AS akan menghambat pencapaian tersebut.

  • Sederet Fakta Kinerja Ekonomi Kuartal II/2025 yang Bikin Ekonom dan Pasar Terkejut

    Sederet Fakta Kinerja Ekonomi Kuartal II/2025 yang Bikin Ekonom dan Pasar Terkejut

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 di luar ekspektasi pasar yakni di angka 5,12%. Banyak pihak menyoroti data tersebut, meskipun kalau dilihat secara historis beda proyeksi pasar dengan BPS sudah beberapa kali terjadi. 

    Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Moh. Edy Mahmud, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 ditopang oleh sejumlah komponen baik dari sisi lapangan usaha maupun pengeluaran. Pada dasarnya dari sisi pengeluaran seluruh komponen masih tumbuh positif, kecuali konsumsi pemerintah yang kontraksi. 

    “Komponen pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB adalah konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sebesar 54,25% dan tumbuh 4,37% [YoY],” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (5/8/2025). 

    Edy melanjutkan, konsumsi rumah tangga juga menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi dengan andil sebesar 2,64% dari total 5,12% pertumbuhan ekonomi nasional.

    Menyusul dibelakangnya adalah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi dengan porsi sebesar 27,83% terhadap pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan 6,99% yoy. Adapun, andil PMTB terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II/2025 adalah 2,06%.

    Kontributor lain terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II/2025 adalah net ekspor sebesar 0,22%, dan sektor lain sebesar 0,22%. Komponen lain, yaitu konsumsi pemerintah tercatat masih terkontraksi 0,22%.

    Sumber data: BPS

    Edy menjelaskan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga terjadi seiring dengan meningkatnya belanja kebutuhan primer dan mobilitas rumah tangga. Dia menjelaskan, kebutuhan bahan makanan dan makanan meningkat karena aktivitas pariwisata selama periode libur hari besar keagamaan nasional dan juga hari libur sekolah.

    “Mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong peningkatan konsumsi untuk transportasi dan restoran,” lanjutnya.

    Sementara itu, pertumbuhan PMTB didorong oleh investasi swasta dan pemerintah. Dia menjelaskan, belanja modal pemerintah pada kuartal II/2025 tumbuh 30,37% secara year on year terutama pada komponen mesin dan peralatan.

    “Sementara itu, impor barang modal jenis mesin tumbuh 28,16% secara year on year,” ujarnya. 

    Beda Data Bukan Hal Baru 

    Perbedaan antara proyeksi ekonom dan realisasi pertumbuhan ekonomi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sejatinya bukan hal baru. Fenomena anomali data antara konsensus ekonom dengan BPS pernah terjadi pada kuartal II tahun-tahun sebelumnya.

    Dalam catatan Bisnis, pada kuartal II/2021 misalnya, kalangan ekonom meramalkan perekonomian Indonesia berada di angka 5,5%. Namun demikian BPS kemudian merilis data bahwa pertumbuhan ekonomi selama kuartal II/2021 tembus di angka 7,07%.

    Tren serupa juga terjadi pada kuartal II/2022. Waktu itu rata-rata ekonom memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh di median angka 5,01% dan yang paling optimistik di kisaran 5,17%. Menariknya, BPS kemudian merilis pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2022 tembus di angka 5,44%. 

    Pada kuartal II/2023, BPS merilis pertumbuhan ekonomi 5,17%. Padahal kalangan pasar pada waktu itu memprediksi ekonomi akan tumbuh di kisaran 5%. Namun pada kuartal II/2024, gap antara proyeksi ekonom dengan realisasi agak menciut. Proyeksi ekonom waktu itu pertumbuhan ekonomi di angka 5%, sedangkan realisasi versi BPS 5,05%. 

    Sementara itu pada kuartal 2025, terjadi polemik karena deviasi antara proyeksi ekonom dengan realisasi pertumbuhan ekonomi mencapai 0,3%. Kalau menilik data Bloomberg, konsensus ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi di angka 4,8%. Namun demikian, BPS merilis data pertumbuhan ekonomi 5,12%.

    Pasar Terkejut

    Adapun kalangan ekonom menyebut pasar cukup terkejut dengan pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kinerja ekonomi kuartal II/2025 yang tumbuh mencapai 5,12%. Estimasi optimistik mereka sebelumnya, pertumbuhan ekonomi hanya di angka 5%.

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, proyeksi dari 30 ekonom maupun lembaga yang dihimpun Bloomberg menunjukkan, median atau nilai tengah pertumbuhan PDB kuartal II/2025 adalah adalah 4,8% yoy. Estimasi tertinggi yakni pertumbuhan hingga 5% sedangkan terendah 4,6% yoy.

    Proyeksi pertumbuhan tertinggi 5% diramalkan oleh Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd. dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia, sedangkan terendah oleh Moody’s Analytics Singapore, Jeemin Bang sebesar 4,6%. 

    Bank-bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,79% atau setara dengan nilai rata-rata konsensus para ekonom tersebut. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) meramalkan pertumbuhan lebih tinggi 4,9%. 

    Ilustrasi bursa

    Salah satu ekonom yang proyeksinya dihimpun oleh Bloomberg, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede sebelumnya memperkirakan PDB kuartal II/2025 hanya tumbuh 4,76% yoy. Dia menyebut, data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis hari ini mengejutkan pasar. 

    “Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 sebesar 5,12% (yoy) yang diumumkan oleh BPS memang mengejutkan pasar, terutama karena seluruh estimasi konsensus Bloomberg berada di bawah angka tersebut—bahkan estimasi tertingginya hanya menyentuh 5,0%,” terang Josua kepada Bisnis, Selasa (5/8/2025). 

    Josua menuturkan data pertumbuhan yang dirilis BPS itu tidak hanya melampaui ekspektasi pasar, tetapi juga terjadi di tengah narasi yang kontras. Salah satunya adalah Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang masih berada di zona kontraksi selama kuartal tersebut, yakni berkisar 49.

    Tidak hanya itu, persepsi umum menunjukkan konsumsi rumah tangga belum sepenuhnya pulih. “Maka, muncul pertanyaan fundamental: dari mana sebenarnya sumber pertumbuhan yang mengejutkan ini?,” ungkap Josua. 

    Pada sisi konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi terbesar kepada PDB, pertumbuhannya secara tahunan hanya naik tipis dari 4,95% ke 4,97%. Namun, Josua melihat karakteristik pemulihannya cukup berbeda dari kuartal sebelumnya yakni kuartal I/2025. 

    BPS, terangnya, bersama-sama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sama-sama menyoroti pergeseran preferensi konsumsi dari belanja offline ke online. Data transaksi online dari e-commerce dan marketplace tumbuh sebesar 7,55% secara kuartalan, dan konsumsi elektronik (uang elektronik, kartu debit, kredit) tumbuh 6,26% secara tahunan, pada kuartal II/2025.

    Josua mengatakan, data-data itu menunjukkan bahwa meskipun indeks penjualan eceran secara riil masih lemah, masyarakat mulai kembali aktif berbelanja melalui kanal digital, terutama saat momentum Idulfitri maupun libur sekolah. 

    Dia menilai kenaikan konsumsi itu lebih banyak karena faktor musiman dan pola belanja digital ketimbang karena kenaikan pendapatan yang merata.

    “Namun, apakah ini berarti daya beli telah benar-benar pulih? Jawabannya masih relatif. Pertumbuhan konsumsi belum sepenuhnya solid di semua lapisan masyarakat, terlihat dari masih terbatasnya pertumbuhan konsumsi makanan pokok dan inflasi yang tetap rendah (1,87% yoy), yang bisa mencerminkan lemahnya pricing power produsen dan konsumen yang masih berhati-hati,” terangnya. 

  • Ekonomi Kuartal II/2025 Naik 5,12%, Indef: Apakah Data Ini Valid?

    Ekonomi Kuartal II/2025 Naik 5,12%, Indef: Apakah Data Ini Valid?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) tetap mempertanyakan data yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) terkait dengan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025. 

    Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, BPS mencatat pertumbuhan PDB kuartal II/2025 sebesar 5,12% secara tahunan atau year on year (YoY) dari periode yang sama tahun sebelumnya. 

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho mengatakan bakal tetap mempertanyakan data-data yang disampaikan oleh BPS mengenai pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua 2025 itu. 

    “Kita tetap mempertanyakan kepada BPS apakah data-data ini valid dan mencerminkan kondisi di lapangan,” ujarnya pada diskusi yang diselenggarakan secara daring, Rabu (6/8/2025). 

    Senada, Ekonom Senior Indef, M. Fadhil Hasan juga masih mempertanyakan data itu karena indikator utama perekonomian RI justru menunjukkan pelemahan. 

    Misalnya, penjualan motor dan mobil, PMI manufaktur dalam fase kontraksi di bawah 50, konsumsi rumah tangga turun, serta investasi. 

    Padahal, investasi atau PMTB dilaporkan BPS tumbuh 6,99% yoy pada kuartal II/2025 atau tertinggi sejak kuartal II/2021. Investasi dan konsumsi rumah tangga menjadi dua motor terbesar pertumbuhan kuartal II/2025. 

    Fadhil lalu merujuk pada data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, yang menunjukkan turunnya perolehan penanaman modal asing atau PMA (foreign direct investment/FDI). 

    “FDI asing, ini keterangan dari Pak Rosan sendiri [Menteri Investasi] menyatakan bahwa turun Rp202,2 triliun dari periode tahun lalu triwulan II/2024 Rp217,3 triliun,” kata Fadhil pada acara yang sama. 

    Kemudian terdapat indikator lain seperti pertumbuhan kredit yang disebut memiliki korelasi tinggi dengan situasi perekonomian. 

    Selanjutnya, ada peningkatan PHK selama semester I/2025, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang turun, serta pesimisme terhadap penghasilan masyarakat. 

    Lalu, ada net capital outflow di pasar keuangan Indonesia serta turunnya penerimaan pajak, khususnya PPN dan PPnBM. Pajak, kata Fadhil, seharusnya seiring dengan pertumbuhan ekonomi. 

    “Jadi saya kira ini sesuatu yang juga menyebabkan atau  mendorong seharusnya pemerintah itu lebih transparan lagi lebih terbuka lagi, lebih akuntabel lagi dalam hal pendataan tentang pertumbuhan ekonomi tersebut,” ujarnya.

    Fadhil menyebut ekonomi kuartal II/2025 sebelumnya diperkirakan tumbuh di bawah 5% yoy, atau seperti halnya konsensus 30 analis yang dihimpun Bloomberg sebelumnya. Analis-analis tersebut mengestimasi nilai median pertumbuhan hanya 4,8% yoy. 

    “Tapi karena pengumuman pemerintah merupakan sesuatu yang official, yang menjadi rujukan resmi, ya kita mendorong pemerintah untuk memberikan penjelasan dan komunikasi lebih lanjut. Dan mendorong pemerintah agar melihat secara lebih mendasar lagi mungkin dari sisi metodologinya,” ucapnya.

  • Modus eks CEO eFishery Gibran Dkk, Bareskrim: Diduga Mark Up Investasi

    Modus eks CEO eFishery Gibran Dkk, Bareskrim: Diduga Mark Up Investasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap peran eks CEO eFishery, Gibran Huzaifah dkk di kasus dugaan penggelapan dana.

    Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf mengatakan Gibran bersama dengan dua rekannya yakni Angga Hadrian dan Andri Yadi diduga terlibat dalam perkara ini.

    Angga Hadrian Raditya selaku eks Wakil Presiden eFishery dan Andri Yadi adalah eks Wakil Presiden Pembiayaan Budidaya eFishery.

    Ketiganya diduga secara bersama-sama melakukan penipuan dan penggelapan terkait proses investasi perusahaan akuakultur eFishery.

    “Ketiganya berkolaborasi, bersama-sama melakukan penipuan dan penggelapan terhadap proses investasi pada PT eFishery,” ujar Helfi di Bareskrim Polri, dikutip Rabu (6/8/2025).

    Adapun, kata Helfi, tindakan penggelapan dan penipuan itu dilakukan dengan modus mark up pada investasi di eFishery.

    “Dengan melakukan mark up investasi tersebut,” tuturnya.

    Di samping, Helfi juga mengemukakan total dana yang diduga digelapkan oleh CEO eFishery, Gibran Huzaifah dkk ini mencapai sebesar Rp15 miliar. Namun, uang yang diduga digelapkan itu masih merupakan perhitungan sementara.

    “Untuk yang awal yang sudah bisa kita buktikan Rp15 miliar. Karena masih proses semua, masih proses pendalaman,” pungkas Helfi.

    Dalam catatan Bisnis, kasus ini diduga berkaitan dengan laporan yang mencurigakan terkait praktik akuntansi di eFishery. 

    Dalam draf laporan yang diulas oleh Bloomberg, diduga manajemen eFishery menggelembungkan pendapatan hampir US$600 juta atau Rp9,7 triliun (kurs Rp16.197) selama Januari-September 2024.

    Laporan eFishery tersebut juga menyebutkan bahwa lebih dari 75% dari angka-angka yang dilaporkan adalah palsu.

    Laporan tersebut mengungkapkan bahwa pendapatan eFishery untuk periode Januari hingga September 2024 sebenarnya hanya sekitar US$157 juta, jauh dari angka yang diumumkan sebesar US$752 juta.

  • Ekonomi Indonesia tumbuh 5,12%, ungguli negara tetangga

    Ekonomi Indonesia tumbuh 5,12%, ungguli negara tetangga

    Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Mohammad Edy Mahmud (Foto : Radio Elshinta Aldi Evi Permana)

    Ekonomi Indonesia tumbuh 5,12%, ungguli negara tetangga
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Selasa, 05 Agustus 2025 – 19:10 WIB

    Elshinta.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencapai 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 5.947 triliun. Angka ini bukan hanya melampaui proyeksi pasar, tetapi juga menjadi pertumbuhan tertinggi dalam dua tahun terakhir.

    “Pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II–2025 tercatat 5,12% secara tahunan dibanding Kuartal II–2024. Angka pertumbuhan secara Kuartalan 4,04% dibanding kuartal sebelumnya,” ujar Moh. Edy Mahmud, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS dalam Konferensi Pers, Selasa.

    Dibandingkan negara-negara tetangga, posisi Indonesia cukup menonjol. Malaysia mencatat pertumbuhan 4,5 persen yoy pada kuartal II-2025, menurut pembacaan awal (advance reading).

    Sementara itu, Singapura mencatat pertumbuhan 4,3 persen yoy pada kuartal II-2025, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 4,1 persen. Secara kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), perekonomian Negeri Singa berbalik tumbuh 1,4 persen setelah sempat mengalami kontraksi 0,5 persen pada kuartal I.

    “Meski demikian, risiko ke bawah masih membayangi paruh kedua tahun ini, terutama akibat ketidakpastian kebijakan tarif Amerika Serikat,” demikian keterangan Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura, dikutip dari Bloomberg.

    Di Thailand, Bank of Thailand memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 hanya sekitar 2,3 persen yoy, menempatkan Indonesia jauh di depan.

    Meski unggul di antara beberapa negara, Indonesia masih harus mengejar Filipina dan Vietnam. Filipina baru akan merilis data pertumbuhan kuartal II pada 7 Agustus mendatang, dengan konsensus pasar memproyeksikan angka 5,5 persen yoy.

    Sementara itu, Vietnam kembali mencatat kinerja impresif dengan pertumbuhan 7,96 persen yoy pada kuartal II-2025. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 6,93 persen dan menjadi yang tertinggi sejak kuartal III-2023.

    Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2025 secara tahunan dari sisi lapangan usaha, seluruh lapangan usaha tumbuh positif. Lapangan usaha yang memberi kontribusi terbesar terhadap PDB adalah industri pengolahan, pertanian, perdagangan dan pertambangan dengan total 63,59% dari PDB.

    Dari sisi pengeluaran, pada Kuartal II–2025, secara tahunan seluruh komponen mengalami pertumbuhan positif kecuali konsumsi Pemerintah. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% pada Kuartal II dan PMTB tumbuh 6,99%. Sedang ekspor juga naik 10,67%. Penyumbang terbesar masih dari konsumsi rumah tangga dengan pertumbuhan 2,64% dari 5,12%.

    IHSG langsung melesat di zona penguatan merespons pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh 5,12% ini, dengan kenaikan tertinggi mencapai 7.541,35. Laju terendah IHSG berada di level 7.463,05. Sementara Kurs rupiah menguat 0,03% ke level Rp16.385/US$. (*)

    Sumber : Radio Elshinta

  • Ekonomi Indonesia tumbuh 5,12%, ungguli tiga negara ASEAN  

    Ekonomi Indonesia tumbuh 5,12%, ungguli tiga negara ASEAN  

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Ekonomi Indonesia tumbuh 5,12%, ungguli tiga negara ASEAN  
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 05 Agustus 2025 – 19:25 WIB

    Elshinta.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencapai 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp5.947 triliun. Angka ini bukan hanya melampaui proyeksi pasar, tetapi juga menjadi pertumbuhan tertinggi dalam dua tahun terakhir.

    “Pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II–2025 tercatat 5,12% secara tahunan dibanding Kuartal II–2024. Angka pertumbuhan secara Kuartalan 4,04% dibanding kuartal sebelumnya,” ujar Moh. Edy Mahmud, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS dalam Konferensi Pers, Selasa (5/8). 

    Dibandingkan negara-negara tetangga, posisi Indonesia cukup menonjol. Malaysia mencatat pertumbuhan 4,5 persen yoy pada kuartal II-2025, menurut pembacaan awal (advance reading).

    Sementara itu, Singapura mencatat pertumbuhan 4,3 persen yoy pada kuartal II-2025, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 4,1 persen. Secara kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), perekonomian Negeri Singa berbalik tumbuh 1,4 persen setelah sempat mengalami kontraksi 0,5 persen pada kuartal I.

    “Meski demikian, risiko ke bawah masih membayangi paruh kedua tahun ini, terutama akibat ketidakpastian kebijakan tarif Amerika Serikat,” demikian keterangan Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura, dikutip dari Bloomberg.

    Di Thailand, Bank of Thailand memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 hanya sekitar 2,3 persen yoy, menempatkan Indonesia jauh di depan.

    Meski unggul di antara beberapa negara, Indonesia masih harus mengejar Filipina dan Vietnam. Filipina baru akan merilis data pertumbuhan kuartal II pada 7 Agustus mendatang, dengan konsensus pasar memproyeksikan angka 5,5 persen yoy.

    Sementara itu, Vietnam kembali mencatat kinerja impresif dengan pertumbuhan 7,96 persen yoy pada kuartal II-2025. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 6,93 persen dan menjadi yang tertinggi sejak kuartal III-2023.

    Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2025 secara tahunan dari sisi lapangan usaha, seluruh lapangan usaha tumbuh positif. Lapangan usaha yang memberi kontribusi terbesar terhadap PDB adalah industri pengolahan, pertanian, perdagangan dan pertambangan dengan total 63,59% dari PDB.

    Dari sisi pengeluaran, pada Kuartal II–2025, secara tahunan seluruh komponen mengalami pertumbuhan positif kecuali konsumsi Pemerintah. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% pada Kuartal II dan PMTB tumbuh 6,99%. Sedang ekspor juga naik 10,67%. Penyumbang terbesar masih dari konsumsi rumah tangga dengan pertumbuhan 2,64% dari 5,12%.

    IHSG langsung melesat di zona penguatan merespons pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh 5,12% ini, dengan kenaikan tertinggi mencapai 7.541,35. Laju terendah IHSG berada di level 7.463,05. Sementara Kurs rupiah menguat 0,03% ke level Rp16.385/US$.

    Diberitakan, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Moh. Edy Mahmud menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12 persen year-on-year (yoy) pada triwulan II 2025.

    “Besaran produk domestik bruto atau PDB pada triwulan II 2025 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar Rp5.947 triliun, dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) sebesar Rp3.396,3 triliun,” ujar Edy di Jakarta, Selasa.

    Edy juga menyebutkan, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen itu ditopang terutama oleh konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB).

    Edy mengatakan konsumsi rumah tangga menyumbang kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yakni sebesar 54,25 persen.

    Sektor itu juga menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi dengan andil sebesar 2,64 persen dari total 5,12 persen pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Konsumsi rumah tangga terus tumbuh seiring meningkatnya belanja kebutuhan primer dan mobilitas masyarakat. Kebutuhan bahan makanan dan makanan jadi meningkat karena aktivitas pariwisata selama periode libur hari besar keagamaan dan libur sekolah,” ujar Edy.

    Sumber : Elshinta.Com

  • 3 Miliar iPhone Sudah Ludes Terjual, Apple Cetak Sejarah Baru

    3 Miliar iPhone Sudah Ludes Terjual, Apple Cetak Sejarah Baru

    Jakarta, CNBC Indonesia – Apple resmi mencatatkan tonggak sejarah dengan menjual total 3 miliar unit iPhone sejak pertama kali diluncurkan pada 2007. Hal ini diumumkan langsung oleh CEO Apple, Tim Cook, dalam laporan keuangan kuartal ketiga perusahaan yang dirilis Kamis (31/7).

    Apple membutuhkan waktu sembilan tahun untuk menjual 1 miliar unit iPhone pertamanya, yakni pada 2016.

    Menariknya, dalam sembilan tahun berikutnya, perusahaan asal Cupertino itu berhasil menggandakan jumlah tersebut menjadi 3 miliar unit secara keseluruhan. Ini menandakan bahwa popularitas iPhone terus tumbuh pesat dalam dekade terakhir.

    Meski tengah merayakan pencapaian besar, kinerja saham Apple tahun ini sedikit tertinggal dibanding dua raksasa teknologi lain, yakni Nvidia dan Microsoft, yang kini menjadi perusahaan dengan valuasi pasar tertinggi.

    Namun penjualan iPhone ternyata lebih tinggi dari yang diperkirakan pada kuartal ini, demikian dikutip dari TechCrunch, Selasa (5/8/2025).

    Menurut laporan keuangan terbaru, penjualan iPhone naik 13% secara tahunan (year-on-year), menghasilkan pendapatan sebesar US$44,6 miliar atau sekitar Rp722 triliun. Angka ini mencakup hampir setengah dari total pendapatan Apple untuk kuartal ini yang mencapai US$94 miliar.

    Namun, analis memperingatkan bahwa lonjakan ini bisa jadi hanya bersifat sementara. Mark Gurman, pakar Apple sekaligus pemimpin redaksi Bloomberg, memperkirakan lonjakan penjualan kuartal lalu kemungkinan dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap rencana tarif baru dari Presiden AS Donald Trump, yang dikhawatirkan akan membuat harga iPhone naik di AS.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Perintahkan NASA Hancurkan 2 Satelit Bumi, Dampaknya Fatal

    Trump Perintahkan NASA Hancurkan 2 Satelit Bumi, Dampaknya Fatal

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintahan Donald Trump memerintahkan NASA untuk menghancurkan dua satelit yang membawa misi besar terkait perubahan iklim.

    Laporan NPR menyebut pejabat Gedung Putih berkoordinasi langsung ke NASA untuk membatalkan dua misi yang disebut ‘Orbiting Carbon Observatories’.

    Misi tersebut telah mengumpulkan data yang secara luas digunakan oleh perusahaan minyak dan gas, serta petani. Data itu berisi informasi terperinci tentang distribusi karbon dioksida dan bagaimana hal itu dapat memengaruhi kesehatan tanaman.

    Satu satelit dipasang di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Sementara satelit lainnya berdiri sendiri dan berfungsi mengumpulkan data.

    Satelit yang berdiri sendiri itu akan mengalami kehancuran permanen setelah terbakar di atmosfer jika misinya dihentikan, dikutip dari Futurism, Selasa (5/8/2025).

    Sebagai informasi, pemerintahan Trump selama ini memang secara blak-blakan tak mendukung upaya penanggulangan perubahan iklim. Bahkan, Trump menyebut isu perubahan iklim sebagai informasi yang menyesatkan.

    Menurut para ilmuwan yang diwawancara NPR, dua satelit yang akan dimusnahkan tersebut sebenarnya diperkirakan masih berfungsi selama beberapa tahun lagi.

    Dalam wawancara pada 2023 silam, NASA mengatakan data yang dihasilkan kedua satelit berkualitas tinggi dan sangat bermanfaat.

    Observatorium tersebut menyediakan pengukuran karbon dioksida terperinci di berbagai lokasi, yang memungkinkan para ilmuwan mendapatkan gambaran detail tentang bagaimana aktivitas manusia memengaruhi emisi gas rumah kaca.

    Mantan karyawan NASA David Crisp, yang bekerja pada instrumen Orbiting Carbon Observatories, mengatakan kepada NPR bahwa staf saat ini menghubunginya untuk menanyakan beberapa hal yang mendesak.

    “Satu-satunya hal yang memotivasi mereka mempertanyakan hal-hal tersebut adalah ketika ada pihak yang meminta mereka menghentikan proyek tersebut,” kata Crisp, dikutip dari Futurism.

    Crisp mengatakan tidak masuk akal secara ekonomi untuk menghentikan misi NASA yang mengembalikan data yang sangat berharga.

    Ia membeberkan biaya pemeliharaan kedua observatorium tersebut hanya US$15 juta per tahun, yang merupakan sebagian kecil dari anggaran NASA sebesar US$25,4 miliar.

    Ilmuwan lain yang telah menggunakan data dari misi tersebut juga telah ditanyai pertanyaan terkait penghentian misi.

    Kedua observatorium tersebut hanyalah dua dari puluhan misi antariksa yang menghadapi ancaman eksistensial berupa anggaran tahun fiskal 2026 yang diusulkan pemerintahan Trump.

    Banyak ilmuwan yang geram dengan usulan tersebut, dengan alasan bahwa usulan tersebut dapat mempercepat berakhirnya kepemimpinan AS di bidang antariksa.

    Para anggota parlemen telah menyusun tawaran balasan yang akan menjaga anggaran NASA tetap sesuai dengan anggaran tahun ini.

    “Kami menolak pemotongan yang akan menghancurkan sains NASA sebesar 47 persen dan akan menghentikan 55 misi operasional dan yang direncanakan,” kata senator dan pejabat tinggi anggaran Chris Van Hollen (D-MD) dalam sebuah pernyataan pada bulan Juli, seperti dikutip Bloomberg.

    Pemusnahan misi antariksa dinilai sebagai hal yang berdampak fatal dan menunjukkan agenda anti-sains dari pemerintahan Trump. Bahkan, menurut otoritas hukum, hal tersebut berpotensi melanggar hukum.

    “Menghapus anggaran atau mereduksi operasi satelit monitor Bumi akan membawa petaka dan menghancurkan kemampuan kita untuk meramalkan, mengendalikan, dan merespons bencana alam dan perubahan iklim,” kata Zoa Lofgren, anggota DPR dan Komite Sains, Antariksa, dan Teknologi, kepada NPR.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]