Perusahaan: Bank Himbara

  • BSU Belum Cair? Ini Cara Update Rekening Bank Himbara untuk Dapat Bantuan Rp600.000

    BSU Belum Cair? Ini Cara Update Rekening Bank Himbara untuk Dapat Bantuan Rp600.000

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) kepada 17,3 juta pekerja dengan upah di bawah Rp3,5 juta dan 288.000 guru honorer dapat dilakukan sebelum minggu kedua Juni 2025.

    “Sebelum minggu kedua kita berharap sudah disalurkan,” kata Yassierli ketika ditemui di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).

    Pemerintah pun mengatakan sebagian BSU telah dikirimkan kepada penerimanya mulai 5 Juni 2025. Namun penerima tetap harus melakukan pengecekan untuk mengetahui status pencairannya.

    Hingga kini, masih ada sejumlah pekerja yang belum mendapatkan BSU. Pekerja pun diminta untuk melakukan pengecekan status pencairan BSU melalui link resmi seperti https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id. 

    Saat melakukan pengecekan, akan muncul status apakah anda termasuk penerima atau bukan. Sejumlah pekerja pun mengklaim status mereka masih “diverifikasi”.

    Apabila BSU belum cair, maka akan muncul tulisan, “Data Anda saat ini masih dalam proses verifikasi dan validasi. Silakan cek secara berkala untuk mendapatkan pembaruan status Anda.”

    Pekerja juga diminta untuk melakukan update rekening agar penyaluran BSU bisa dilakukan setelah verifikasi selesai.

    Cara Update Rekening Himbara untuk Pencairan BSU 2025

    Buka situs https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id 
    Masukkan NIK dan data pribadi yang diminta
    Klik “lanjutkan” hingga muncul tulisan “Update Rekening”
    Masukkan Nama Bank Himbara yang dimiliki lengkap dengan Nama dan Nomor Rekening
    Setelah itu akan muncul tulisan “Pembaruan Rekenning Berhasil”
    Data akan kemudian akan dilakukan verifikasi
    Apabila anda termasuk penerima BSU, bantuan akan dikirimkan langsung ke rekening penerima

  • Kejagung Periksa Bos Sritex Iwan Kurniawan Hari Ini – Page 3

    Kejagung Periksa Bos Sritex Iwan Kurniawan Hari Ini – Page 3

    Dalam laporan keuangan Sritex, kata Qohar, dilaporkan ada kerugian mencapai USD1,08 miliar atau setara dengan Rp15,65 triliun di tahun 2021.

    “Padahal sebelumnya pada tahun 2020, PT Sri Rejeki Isman masih mencatat keuntungan sebesar USD 85,32 juta atau setara dengan Rp1,24 triliun,” ungkapnya.

    “Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan,” kata Qohar.

    Selanjutnya ditemukan total understanding atau tagihan hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp3.588.650.808.028,57 yang dimiliki Sritex dan entitas anak perusahaannya.

    “Utang tersebut adalah kepada beberapa Bank pemerintah, baik Bank Himbara yaitu Himpunan Bank Milik Negara maupun Bank Milik Pemerintah Daerah,” ungkap Qohar.

    Selain itu, Sritex juga menerima kredit dari 20 bank swasta. “Kemudian dalam pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman TBK, ZM selaku Direktur Utama PT Bank DKI dan DS selaku Pimpinan Divisi Korporasi dan Komisaris Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten telah memberikan kredit secara melawan hukum,” kata Qohar.

    Lantaran tidak melakukan analisa yang memadai dan menaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan, yaitu salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian dari lembaga peringkat kit dan modis disampaikan bahwa PT Sri Rejeki Isman Tbk memiliki resiko gagal bayar yang lebih tinggi.

    “Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A,” ungkapnya.

     

  • Celios sarankan kopdes merah putih gunakan skema blended finance

    Celios sarankan kopdes merah putih gunakan skema blended finance

    Jakarta (ANTARA) – Center of Economic and Law Studies (Celios) menyarankan koperasi desa atau kopdes merah putih mengadopsi skema pembiayaan blended finance alih-alih pinjaman dari bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

    Laporan studi Koperasi Desa Merah Putih: Pedoman Pelaksanaan, Perubahan, dan Alternatif Program yang dirilis oleh Celios menyebut blended finance menjadi skema pembiayaan yang ideal bagi koperasi karena mengombinasikan antara sumber daya internal dan eksternal secara seimbang, sehingga risiko ketergantungan pada sumber pendanaan tunggal dapat diminimalisir.

    “Aksesibilitas pembiayaan juga harus minim diskriminasi dan tanpa prasyarat profitabilitas tinggi atau jaminan aset besar untuk memastikan partisipasi kolektif dan keadilan ekonomi,” demikian laporan studi Celios dikutip di Jakarta, Sabtu.

    Lembaga think tank tersebut menilai blended finance koperasi menawarkan pendekatan pendanaan yang lebih berkelanjutan dibandingkan model pembiayaan kopdes merah putih saat ini, yang mana pemerintah akan memberikan plafon pinjaman modal awal hingga Rp3 miliar per unit koperasi, dengan tenor cicilan enam tahun.

    Blended finance, menurut studi tersebut, dapat memperluas akses modal koperasi, menurunkan risiko pembiayaan, dan mendorong inovasi produk keuangan.

    Selain itu, keterlibatan investor swasta dan donor akan mendorong tata kelola yang lebih akuntabel serta peningkatan kapasitas manajemen koperasi melalui transfer pengetahuan.

    Model ini juga dinilai memperkecil risiko ketergantungan terhadap subsidi pemerintah, menjadikan koperasi lebih tangguh dan adaptif terhadap dinamika ekonomi.

    Celios menyebut rencana pemerintah menggunakan skema kredit dari bank Himbara untuk membiayai pelaksanaan kopdes merah putih berpotensi menimbulkan distorsi yang mengancam stabilitas sistem keuangan negara.

    Pasalnya, cicilan utang ini dibayar bukan dari keuntungan koperasi secara langsung, melainkan dari pemotongan dana desa yang semestinya dialokasikan untuk ketahanan pangan.

    “Artinya selama masa pelunasan utang, kemampuan fiskal pemerintah desa akan berkurang karena sebagian dana desa dipotong untuk membayar cicilan kredit koperasi,” sebut Celios.

    Celios memperkirakan skema ini juga dapat mengurangi anggaran yang seharusnya digunakan untuk program-program desa prioritas lainnya, seperti bantuan langsung tunai (BLT), biaya operasional pemerintahan desa, penguatan lembaga masyarakat, dan pembangunan infrastruktur dasar.

    Di sisi lain, Celios menyebut bank Himbara saat ini menghadapi tekanan berat, di mana simpanan masyarakat menurun, rasio kredit bermasalah (NPL) meningkat di sektor produktif.

    Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terakhir menunjukkan NPL meningkat dari 2,08 persen pada Desember 2024 menjadi 2,17 persen pada Maret 2025, sementara loan at risk meningkat menjadi 9,86 persen pada Maret 2025 dari 9,28 persen pada Desember tahun lalu.

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Celios sarankan kopdes merah putih gunakan skema blended finance

    Celios sarankan kopdes merah putih gunakan skema blended finance

    Jakarta (ANTARA) – Center of Economic and Law Studies (Celios) menyarankan koperasi desa atau kopdes merah putih mengadopsi skema pembiayaan blended finance alih-alih pinjaman dari bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

    Laporan studi Koperasi Desa Merah Putih: Pedoman Pelaksanaan, Perubahan, dan Alternatif Program yang dirilis oleh Celios menyebut blended finance menjadi skema pembiayaan yang ideal bagi koperasi karena mengombinasikan antara sumber daya internal dan eksternal secara seimbang, sehingga risiko ketergantungan pada sumber pendanaan tunggal dapat diminimalisir.

    “Aksesibilitas pembiayaan juga harus minim diskriminasi dan tanpa prasyarat profitabilitas tinggi atau jaminan aset besar untuk memastikan partisipasi kolektif dan keadilan ekonomi,” demikian laporan studi Celios dikutip di Jakarta, Sabtu.

    Lembaga think tank tersebut menilai blended finance koperasi menawarkan pendekatan pendanaan yang lebih berkelanjutan dibandingkan model pembiayaan kopdes merah putih saat ini, yang mana pemerintah akan memberikan plafon pinjaman modal awal hingga Rp3 miliar per unit koperasi, dengan tenor cicilan enam tahun.

    Blended finance, menurut studi tersebut, dapat memperluas akses modal koperasi, menurunkan risiko pembiayaan, dan mendorong inovasi produk keuangan.

    Selain itu, keterlibatan investor swasta dan donor akan mendorong tata kelola yang lebih akuntabel serta peningkatan kapasitas manajemen koperasi melalui transfer pengetahuan.

    Model ini juga dinilai memperkecil risiko ketergantungan terhadap subsidi pemerintah, menjadikan koperasi lebih tangguh dan adaptif terhadap dinamika ekonomi.

    Celios menyebut rencana pemerintah menggunakan skema kredit dari bank Himbara untuk membiayai pelaksanaan kopdes merah putih berpotensi menimbulkan distorsi yang mengancam stabilitas sistem keuangan negara.

    Pasalnya, cicilan utang ini dibayar bukan dari keuntungan koperasi secara langsung, melainkan dari pemotongan dana desa yang semestinya dialokasikan untuk ketahanan pangan.

    “Artinya selama masa pelunasan utang, kemampuan fiskal pemerintah desa akan berkurang karena sebagian dana desa dipotong untuk membayar cicilan kredit koperasi,” sebut Celios.

    Celios memperkirakan skema ini juga dapat mengurangi anggaran yang seharusnya digunakan untuk program-program desa prioritas lainnya, seperti bantuan langsung tunai (BLT), biaya operasional pemerintahan desa, penguatan lembaga masyarakat, dan pembangunan infrastruktur dasar.

    Di sisi lain, Celios menyebut bank Himbara saat ini menghadapi tekanan berat, di mana simpanan masyarakat menurun, rasio kredit bermasalah (NPL) meningkat di sektor produktif.

    Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terakhir menunjukkan NPL meningkat dari 2,08 persen pada Desember 2024 menjadi 2,17 persen pada Maret 2025, sementara loan at risk meningkat menjadi 9,86 persen pada Maret 2025 dari 9,28 persen pada Desember tahun lalu.

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Link Cek Penerima BSU di Website BPJS Ketenagakerjaan dan Lainnya

    Link Cek Penerima BSU di Website BPJS Ketenagakerjaan dan Lainnya

    Daftar Isi

    Cara Cek Penerima BSU Kemenaker 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah kembali menyalurkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) kepada para pekerja mulai Juni hingga Juli 2025.

    Pekerja yang ingin mengetahui apakah mereka termasuk penerima, bisa mengeceknya secara online lewat laman resmi Kemnaker, BPJS Ketenagakerjaan, hingga aplikasi Pospay.

    Bantuan ini menyasar buruh yang tidak sedang menerima bantuan sosial lainnya seperti Program Keluarga Harapan (PKH). Total bantuan yang akan diterima per orang sebesar Rp600.000, dicairkan dalam dua tahap.

    Pengecekkan penerima BSU 2025 melalui website resmi Kementerian Tenaga Kerja yakni bsu.kemnaker.go.id. Nominal pencairan bantuan sebesar Rp300.000 per bulan untuk periode Juni dan Juli.

    Berikut cara cek penerima BSU 2025 melalui website resmi Kemnaker, lengkap dengan syarat dan kriteria yang berhak menerima bantuan.

    Apa itu Penerima BSU?

    Tidak semua pekerja menerima BSU. Terdapat syarat yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah bagi Pekerja/Buruh.

    Dalam pasal 3 ayat 3 tertulis Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan anggota kepolisian tidak menerima BSU. Adapun syarat dan kriteria penerima BSU 2025 sebagai berikut:

    Warga negara Indonesia yang dibuktikan kepemilikan NIK
    Aktif keanggotaan jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2025
    Maksimal gaji Rp 3,5 juta per bulan atau sesuai UMP/UMK
    Tidak sedang menerima PKH, Kartu Prakerja, atau BPUM
    Bekerja di sektor prioritas atau wilayah tertentu
    Termasuk dalam 565 ribu guru honorer di bawah Kemendikdasmen dan Kemenag

    Cara Cek Penerima BSU Kemenaker 2025

    Bagi yang memenuhi enam syarat di atas dapat memastikan nama penerima melalui website BSU Kemenaker. Untuk memastikannya dapat mengikuti langkah-langkah pengecekan berikut ini:

    Buka https://bsu.kemnaker.go.id/ atau langsung klik link ini
    Lakukan login bagi yang punya akun
    Daftar akun untuk yang belum ada akun
    Muncul pemberitahuan apakah pemilik akun menjadi penerima BSU atau bukan

    Terdapat tiga status pencairan yakni:

    Terdaftar: Tercatat berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan
    Ditetapkan: Dinyatakan layak menerima BSU
    Tersalurkan: Dana bantuan sudah dikirim ke rekening

    Cara Cek Penerima BSU 2025 Melalui BPJS Ketenagakerjaan

    Adapun tata cara cek penerima BSU 2025 melalui website BPJS Ketenagakerjaan sebagai berikut:

    Buka https://bsu.bpjsketenagakerjaan.go.id/ atau langsung klik link ini
    Gulir ke bawah hingga menemukan “Cek Apakah Kamu Termasuk Calon Penerima BSU?”
    Lengkapi kolom data diri mulai dari NIK, nama lengkap, tanggal lahir, nama ibu kandung, hingga email terbaru
    Klik “Lanjutkan”
    Muncul laman pemberitahuan bahwa data diri akan diverifikasi
    Masukkan nomor rekening bank Himbara
    Tunggu hasil verifikasi yang akan dikirim ke email atau nomor telepon

    Cara Cek BSU 2025 Lewat Pospay

    Pospay merupakan aplikasi untuk pembayaran berbasis rekening Giropos milik PT Pos Indonesia. Masyarakat dapat mengecek status penerima BSU melalui aplikasi ini. Berikut panduan untuk mengeceknya.

    Unduh Pospay di Google Play Store atau App Store
    Daftar akun diaplikasi
    Cek notifikasi pada aplikasi untuk mengetahui sebagai penerima BSU atau bukan

    Demikian cara cek penerima BSU 2025 melalui laman resmi Kemnaker dan BPJS Ketenagakerjaan. Semoga membantu!

    (dem/dem)

  • Agar kopdes merah putih tak menjadi `momok` baru

    Agar kopdes merah putih tak menjadi `momok` baru

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Agar kopdes merah putih tak menjadi `momok` baru
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 28 Mei 2025 – 21:56 WIB

    Elshinta.com – Inisiatif pembentukan koperasi desa atau kopdes merah putih hingga saat ini masih menjadi perdebatan hangat.

    Meskipun bertujuan mulia untuk menggerakkan ekonomi dan memberdayakan masyarakat desa, banyak pihak menyuarakan kekhawatiran serius bahwa program ini berpotensi menjadi momok baru bagi ekonomi desa jika tidak dikelola dengan hati-hati.

    Presiden Prabowo Subianto sering menekankan pentingnya kedaulatan pangan, kedaulatan ekonomi desa, dan gotong royong. Namun, muncul pertanyaan apakah kopdes merah putih sejalan dengan semangat kemandirian ini?

    Pemerintah Prabowo menargetkan pembentukan 80 ribu kopdes merah putih di seluruh Indonesia, yang kelembagaannya akan diluncurkan pada 12 Juli 2025, bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional. Pemerintah menargetkan 80 ribu koperasi itu bisa beroperasi pada 28 Oktober 2025.

    Anggaran yang dibutuhkan untuk pembentukan 80 ribu kopdes diperkirakan mencapai Rp400 triliun.

    Sebagai modal awal, pemerintah akan memberikan plafon hingga Rp3 miliar per unit koperasi. Dana ini bukan hibah, melainkan berupa pinjaman dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

    Setiap koperasi wajib mengembalikan pinjaman tersebut melalui mekanisme cicilan dengan tenor enam tahun.

    Peluang dan tantangan

    Kementerian Koperasi mengidentifikasi pembentukan kopdes merah putih ini menghadapi setidaknya delapan tantangan.

    Pertama, partisipasi dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya berkoperasi masih minim, tercermin dari rendahnya angka keanggotaan. Kemenkop mencatat dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 280 juta, yang tercatat menjadi anggota koperasi hanya sekitar 25 juta, masih di bawah 10 persen dari total penduduk.

    Tantangan kedua adalah citra negatif koperasi di mata publik akibat kasus koperasi bermasalah dan pinjaman daring ilegal yang mengatasnamakan koperasi.

    Ketiga, kurangnya adaptasi koperasi terhadap teknologi.

    Keempat, perbedaan skala ekonomi dan potensi antar desa.

    Kelima, disparitas kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) di berbagai desa.

    Tantangan keenam, potensi adanya praktik elite capture atau penyalahgunaan kekuasaan dalam pembentukan dan pengelolaan koperasi desa merah putih.

    Ketujuh, risiko kecurangan atau fraud akibat pengelolaan yang tidak profesional.

    Kedelapan, tantangan terkait keberlanjutan lembaga dan usaha koperasi di masa depan.

    Dari sejumlah tantangan yang ada, salah satu yang menjadi sorotan selama ini adalah skema pembiayaan koperasi, yang berisiko menimbulkan fraud ketika dikelola secara tidak profesional.

    Pendanaan sebesar Rp3 miliar per desa, dengan total potensi Rp240 triliun adalah investasi signifikan yang menunjukkan kepercayaan besar pada potensi desa. Ini adalah kesempatan bagi Himbara untuk berkontribusi langsung pada pembangunan ekonomi akar rumput.

    Di sisi lain, banyak pihak mengkhawatirkan model pembiayaan ini berpotensi meningkatkan risiko angka kredit macet (NPL) perbankan. Belum lagi, ada rencana dana desa menjadi jaminan pinjaman kepada bank.

    Skema pembiayaan melalui pinjaman dari bank-bank Himbara yang kemudian akan dicicil menggunakan alokasi dana desa ini dikhawatirkan berpotensi membebani fiskal desa dalam jangka panjang.

    Kemudian, jika dana desa —yang menjadi hak desa untuk pembangunan— dijadikan jaminan, maka ini dikhawatirkan menghambat pembangunan jalan desa, jembatan, sekolah, dan infrastruktur publik penting lainnya. Menurut anggota DPR RI Komisi VI Nurdin Halid, ini bisa menyebabkan tujuan pembangunan desa terganggu oleh beban utang struktural yang mungkin belum siap ditanggung.

    Halaman berikut: Penggunaan sistem berbasis teknologi  untuk mengurangi risiko kerugian atau fraud yang

    Terkait hal ini, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyampaikan bahwa penggunaan sistem berbasis teknologi akan dilakukan untuk mengurangi risiko kerugian atau fraud yang mungkin timbul. Ada keyakinan kuat bahwa dengan memperkuat sistem tersebut, masalah fraud dapat diatasi.

    Oleh karena itu, Kemenkop akan fokus dalam peningkatan SDM, sistem pengelolaan, dan kelembagaan koperasi.

    Tantangan lainnya adalah rencana kopdes untuk menjual sembako, LPG, dan pupuk juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai ekosistem UMKM yang sudah ada di desa.

    Sejumlah pihak khawatir akan nasib warung-warung dan toko kecil yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi keluarga di desa jika harus bersaing dengan koperasi yang memiliki modal dan akses lebih besar.

    Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa kopdes tidak mematikan usaha-usaha yang sudah eksis, melainkan menjadi pendorong yang mendukung pertumbuhan UMKM.

    Menjawab kekhawatiran ini, Kemenkop memastikan bahwa keberadaan kopdes tidak akan mematikan BUMDes maupun UMKM. Kedua usaha ini justru akan semakin diperkuat posisinya oleh kopdes karena akan menjadi mitra kerja dalam membangun perekonomian desa.

    Tantangan lainnya adalah risiko nepotisme dan KKN yang berpotensi terjadi sejak awal pembentukan pengurus koperasi, apalagi kepala desa akan secara otomatis (ex officio) menjabat sebagai ketua pengawas koperasi.

    Jika pengurus hanya ditunjuk berdasarkan kedekatan keluarga atau kepentingan pribadi, bukan profesionalisme dan integritas, maka tujuan mulia koperasi akan sulit tercapai. Koperasi bisa jadi hanya akan menjadi alat baru bagi oknum untuk mengambil keuntungan.

    Namun, Budi Arie telah memastikan bahwa pihaknya akan melarang adanya hubungan darah atau keluarga antara para pengurus dan kepala desa. Dia akan membatalkan kepengurusannya jika ditemukan ada pengurus yang memiliki hubungan keluarga.

    merah putih sebenarnya menjanjikan potensi keuntungan besar

    Meskipun dihadapkan pada beragam tantangan, kopdes merah putih sebenarnya menjanjikan potensi keuntungan besar, asalkan dijalankan dengan benar dan profesional.

    Menteri Koperasi memperkirakan bahwa tiap koperasi bisa meraup laba hingga Rp1 miliar per tahun, atau total Rp80 triliun dari 80 ribu koperasi. Angka fantastis ini bisa tercapai dari pemangkasan peran perantara yang selama ini merugikan dan efisiensi dalam penyaluran subsidi.

    Menurut Budi Arie, para perantara (middleman), rentenir, dan tengkulak berpotensi meraup keuntungan hingga Rp300 triliun. Kondisi ini dianggap tidak adil, baik bagi masyarakat di pedesaan maupun di perkotaan.

    Dengan efisiensi jalur distribusi melalui koperasi desa, Budi Arie memperkirakan Rp90 triliun atau sekitar 30 persen dari total Rp300 triliun tersebut dapat diselamatkan dan dialirkan kembali ke desa.

    Budi Arie menjelaskan bahwa ide koperasi desa merah putih ini merupakan inisiatif presiden untuk memastikan barang-barang yang disubsidi negara benar-benar sampai ke masyarakat secara efektif dan efisien. Tujuannya agar dana subsidi yang besar tidak sia-sia dan benar-benar tepat sasaran.

    Budi Arie mengatakan bahwa musuh utama pembentukan kopdes adalah ketakutan, kecurigaan, dan keraguan. Dia mengakui banyak menerima kritik, kekhawatiran, ataupun kecurigaan bahwa masyarakat desa tidak siap menerima program ini.

    Wajar banyak pihak khawatir terhadap program koperasi desa ini. Sejarah mencatat kegagalan koperasi unit desa (KUD) di masa lalu dan sejumlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Bahkan, anggota DPR RI Komisi VI Mufti Anam mengatakan banyak KUD dan BUMDes yang kolaps dan bahkan sengaja dibikin bangkrut untuk kepentingan segelintir pihak.

    Belajar dari pengalaman pahit ini, perlu ada jaminan konkret dari pemerintah agar kopdes tidak menjadi “alat bancakan” oknum di desa. Tanpa pengawasan ketat dan sistem akuntabilitas yang transparan, risiko penyalahgunaan dana dan praktik korupsi akan sangat tinggi.

    Pemerintah juga harus mengedepankan kualitas dibandingkan kuantitas koperasi desa merah putih. Jangan sampai demi mengejar target 80 ribu justru memicu pembentukan koperasi yang tergesa-gesa, tanpa persiapan administratif maupun sumber daya manusia yang memadai.

    Bagaimana pun, koperasi harus lahir dari kesadaran dan kesiapan desa sehingga bisa menghasilkan koperasi yang berdaya tahan dan berkelanjutan, guna mencapai tujuan awal inisiatif pembentukan kopdes, yakni mewujudkan kemandirian ekonomi desa.

    Jika tidak ada langkah-langkah konkret, niat baik kopdes merah putih ini bisa jadi hanya ilusi, dan malah berpotensi menciptakan “momok” baru yang merugikan desa dan masyarakat.

    Sumber : Antara

  • Kemensos Mulai Salurkan Bansos Hari Ini ke 16,5 Juta Keluarga
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Mei 2025

    Kemensos Mulai Salurkan Bansos Hari Ini ke 16,5 Juta Keluarga Nasional 28 Mei 2025

    Kemensos Mulai Salurkan Bansos Hari Ini ke 16,5 Juta Keluarga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Sosial (
    Kemensos
    ) resmi mulai menyalurkan
    bantuan sosial
    (bansos) tahap kedua tahun 2025 kepada 16,5 juta keluarga penerima manfaat (KPM), dengan total anggaran mencapai Rp 10 triliun.
    Penyaluran ini dilakukan setelah data penerima bansos diperbarui dan divalidasi melalui
    Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional
    (DTSEN) yang dikembangkan bersama Badan Pusat Statistik (BPS).
    “Alhamdulillah setelah melalui proses panjang dan koordinasi intensif dengan BPS, serta validasi dari BPKP, kita mulai salurkan bansos hari ini kepada 16,5 juta KPM,” kata Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau
    Gus Ipul
    di kantornya, Rabu (28/5/2025).
    “Penyaluran dilakukan melalui bank-bank Himbara dan PT Pos Indonesia,” lanjut dia.
    Gus Ipul menjelaskan bahwa data DTSEN yang lebih akurat mampu meminimalisasi inclusion error, yakni penerima yang tidak seharusnya menerima bantuan.
    “Dari hasil verifikasi, terdapat sekitar 1,8 juta KPM yang selama ini menerima bantuan namun ternyata tidak memenuhi kriteria. Mereka dikeluarkan dari daftar penerima pada triwulan kedua ini,” katanya.
    Lebih lanjut, Gus Ipul menegaskan bahwa penyaluran bansos ini bersifat dinamis.
    Data penerima terus diperbarui karena berbagai faktor seperti kelahiran, kematian, pernikahan, dan perpindahan domisili.
    Untuk menjaga akurasi data ke depan, Kemensos membuka dua jalur pemutakhiran, di antaranya jalur formal melalui pemerintah daerah dan jalur partisipatif melalui aplikasi Cek Bansos.
    Melalui aplikasi tersebut, masyarakat dapat mengusulkan nama baru atau menyanggah penerima yang dianggap tidak tepat sasaran.
    “Kalau pemutakhiran dilakukan secara rutin dan partisipasi masyarakat tinggi, Insya Allah data bansos kita akan semakin akurat dan program semakin tepat sasaran,” jelas Gus Ipul.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo mengatakan penerima bansos adalah masyarakat yang berada dalam desil 1 dan desil 2 dengan pengeluaran per bulan Rp 400.000 bagi masyarakat miskin ekstrem, dan Rp 600.000 bagi masyarakat miskin.
    “Yang miskin itu sekitar 24 juta atau 8,57 persen (dari total penduduk Indonesia). Indikator yang kita pakai, mereka pengeluarannya per bulan per kapitanya itu Rp 600.000,” kata Agus Jabo di Jakarta, tadi.
    “Yang ekstrem, itu sekitar 1,13 persen (dari total penduduk Indonesia) atau sekitar 3,57 juta jiwa. Itu mereka yang pengeluaran per kapita per bulannya itu Rp 400.000 ke bawah,” lanjut dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menelisik Model Bisnis Koperasi Desa Merah Putih

    Menelisik Model Bisnis Koperasi Desa Merah Putih

    Jakarta

    Pemerintah tengah mengebut pembentukan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih. Hal ini diiringi dengan diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang menginstruksikan peran kementerian/lembaga untuk mewujudkannya.

    Sejalan dengan itu, pemerintah juga menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2025 mengatur tentang Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Keppres tersebut mengatur tentang struktur satgas dari tingkat pusat hingga daerah, hingga sumber pendanaan kerja Satgas.

    Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) sebagai Ketua Satgas, didampingi empat wakil ketua terdiri dari Menteri Koperasi, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Menteri Dalam Negeri, dan juga Menteri Kelautan dan Perikanan. Pembentukan Kopdes Merah Putih ini dinilai sebagai solusi yang menjawab permasalahan ekonomi di desa.

    Dalam kesempatan dengan detikSore, Zulhas buka-bukaan mengenai progres terkini Kopdeskel Merah Putih. Tidak hanya itu, Zulhas juga membeberkan terkait model bisnis yang akan dijalankan, pendanaan serta pengurusnya. Berikut cuplikan lengkap wawancaranya:

    Pak Zulkifli Hasan selaku Menko Pangan dan juga Ketua Satgas Koperasi Desa Merah Putih hari-hari ini mestinya semakin sibuk dengan menuju ke tanggal nanti di hari kooperasi akan diresmikan Koperasi Desa Merah Putih ya?

    Tanggal 12 (Juli).

    Kebetulan ini bertepatan banget sama hujan. Saya sebutkan wajahnya Pak Zulhas cerah banget sekarang ini. Apakah ini ada hubungannya juga dengan stok pangan kita yang semakin hari semakin aman?

    Iya saya barusan salat, jadi ada wudhu kan, biasa jadi fresh gitu ya. Selain tadi stok pangan cukup. Sampai tahun depan insyaallah cukup.

    Ini katanya juga tertinggi sepanjang sejarah Indonesia?

    Sampai tahun depan mudah-mudahan kita nggak impor beras lagi. Tahun lalu kita 3,8 juta impor.

    Bertepatan dengan nuansa yang positif ini juga pemerintah sedang gencar-gencarnya membentuk Koperasi Desa Merah Putih yang juga menjadi salah satu sumber harapan di masa mendatang bisa meningkatkan target pertumbuhan ekonomi nasional kita. Tempo hari Pak Zulhas juga sudah banyak ngobrol soal Koperasi Desa Merah Putih sebetulnya, tapi kita pengin tahu updatenya nih sekarang. Bapak kan dikasih tugas untuk bisa mempercepat pembentukan koperasi-koperasi Desa Merah Putih ini yang targetnya itu sekitar 70 ribu koperasi nanti di tanggal 12. Sampai hari ini boleh di-share ke kita progresnya seperti apa?

    Saya cerita dulu ya. Kita bahagianya bahwa Presiden ini (punya) konsep yang sudah matang. Jadi beliau itu visi, misi, konsepnya itu sudah terang, jelas gitu ya dan semua itu keberpihakan kepada rakyat itu luar biasa, hampir semua.

    Dan itulah saya kira yang menjadi kebanggaan kami, menjadi kebahagiaan kami. Oleh karena itu kami kerja tidak pernah lelah, tidak pernah mengeluh ya.

    Kami bahagia karena apa yang menjadi pekerjaan ini sama dengan apa kita cita-citakan. Apa yang ada di hati kita dan apa yang dirasakan rakyat dan apa yang menjadi tujuan kita berbangsa-bernegara.

    Pertama, Bapak Presiden ingin kita ini tidak susah makan. Produksi kita untuk makan itu cukup. Kita harus mandiri, kita harus berdaulat. Makan dulu. Kalau makan kita enggak bisa, bagaimana yang lain?

    Jadi makan dulu. Alhamdulillah. Makan itu ada dua. Satu protein, satu karbohidrat.

    Alhamdulillah karbohidrat ini sudah kita atasi. Stoknya tadi yang sampaikan sudah 3,9 juta (ton). Jadi sampai tahun depan insyaallah kita tidak impor beras lagi.

    Begitu juga jagung, banyak stoknya. Ini sudah cukup. Tinggal kita sekarang akan mengejar protein, ada ikan, nanti ada daging, telur, dan lain-lain. Itu kita akan kejar. Mungkin di bulan Juli sampai akhir tahun kita akan fokus ke sana.

    Secara paralel ya?

    Iya, secara paralel. Kalau ini sudah, maka cukup tidak? Nggak cukup. Yang harus dibangun itu adalah ekosistem ekonomi di desa, agar desa itu punya kegiatan ekonomi yang produktif. Kita inginkan rakyat kita itu produktif, kreatif, sehingga kita bisa menjadi bangsa yang kuat, maju, hebat gitu. Tapi kalau tidak, tentu nanti kalau dikit-dikit sumbangan, dikit-dikit bansos, dikit-dikit nanti apa lagi. Jadi kita, ya itu oke, tapi untuk sementara boleh.

    Tapi kita harus mendidik, kalau kita ingin menjadi negara maju, rakyat kita ini harus kerja keras, harus kreatif, dan itu saya yakin bisa. Asal mereka dapat reward yang jelas.

    Seperti petani, dia nanam rajin sekali, tapi gabahnya dihargai Rp 4.500? Ya males dong. Tapi begitu kita hargai Rp 6.500, dia luar biasa. Kita berlebih gitu.

    Jadi aslinya rakyat kita ini rajin, mau kerja keras asal ada reward-nya. Maksudnya apa yang dikerjakan itu dihargai dan dinilai.

    Nah setelah pangan, maka berikutnya kita harus membangun ekonomi, ekosistem ekonomi desa itu, ini langsung konsep dari Pak Prabowo. Maka dibentuklah Koperasi Desa Merah Putih, atau Koperasi Kelurahan Merah Putih, atau Desa Nelayan Merah Putih.

    Agar apa? Tadi itu Agar ekonomi desa itu tumbuh, anak-anak muda tidak kehilangan harapan, ada pekerjaan, sehingga dia tidak lari atau tidak pergi ke kota. Kadang-kadang jadi macam-macam gitu ya.

    Nah ini konsep dari Presiden langsung. Koperasi Desa ini dibentuk memang tidak seperti yang lalu-lalu, beda. Kalau dulu-dulu, itu kasih uang, nanti pinjaman, namanya simpan pinjam. Yang minjam semua, begitu ada uang kelihatan disimpan pinjam semua, yang nyimpan enggak ada. Biasanya itu ada KUD kan – Ketua Untung Duluan. Ini biasanya 6 bulan, 1 tahun, tutup. Kita tidak ingin begitu.

    Jadi nggak ada lagi KUD (Ketua Untung Duluan) nanti ya?

    Kita ingin ini berhasil, kita ingin ini sukses, Pak Presiden perintahkan ini harus sukses, harus betul-betul bisa membuat ekonomi di desa itu berkembang. Karena itu kami di sini tidak pakai APBN, nggak.

    Jadi dana modal untuk koperasi ini tidak bersumber dari APBN?

    Tidak ada pemberian gratis, nggak ada atau pakai APBN, tidak ada. Ada APBD tapi waktu mendirikan notaris saja – Rp 2,5 juta. Hanya notaris Rp 2,5 juta itu saja.

    Lain semuanya tidak ada APBN, tidak ada APBN, enggak ada. Dan ini bukan bagi-bagi uang, tapi ini adalah gerakan untuk keberpihakan kepada rakyat, keberpihakan kepada ekonomi pedesaan, keberpihakan kepada rakyat yang ekonominya tertinggal. Jadi ini soal keberpihakan. Tidak ada pemberian, nggak.

    Tidak ada bagi-bagi, nggak ada. Oleh karena itu, Kopdes ini, nanti gimana dong modalnya? Dari mana duitnya? Dari mana mereka bergerak? Kita pikirkan usahanya dulu.

    Kalau dibagi duit nggak ada usahanya, habis juga. Pikirkan usahanya dulu. Presiden perintahkan harus ada gedungnya, harus ada gedungnya, sekurang-kurangnya nanti 400 meter.

    Gedung nanti harus ada isinya. Apa yang menguntungkan? Satu, setelah ada tempatnya, yang menguntungkan apa? Agen pupuk, pasti ada untungnya. Jadi Kopdes nanti menjadi agen pupuk, pupuk subsidi.

    Kedua; ini langsung arahan dari Pak Presiden, koperasi ini nanti harus menjadi agen, karena semua dipakai di desa-desa, di kampung-kampung, itu gas melon, LPG 3 kg ini harus ada.

    Ketiga, harus ada warung. Paling nggak warung sembako; beras, minyak, gula, sabun, macam-macam lah ya. Harus ada warungnya. Ini juga kan menguntungkan.

    Keempat, di desa, kata Pak Presiden, tidak boleh ada orang yang tidak terjamin kesehatannya. Maka harus ada klinik, atau Pustu atau pusat pembantu puskesmas. Harus ada apotek sederhana.

    Jadi kalau orang sakit di desa, tidak harus ke kota, karena di desanya enggak ada apa-apa. Cukup bisa diselesaikan di desa, kalau masuk angin, salah makan. Kalau berat baru dia ke kota.

    Harus ada logistik. Jadi nanti kalau ada hasil pertanian di kampung, dibawa ke koperasi, ada angkutannya. Sebaliknya dari koperasi mau ke kabupaten, ada angkutannya. Dari kota ke koperasi ada angkutannya.

    Jadi itu kira-kira, dan nanti kerjasama dengan Pos (Indonesia). Pos (Indonesia) itu nanti untuk bantuan-bantuan pemerintah keseluruhannya, apakah bansos, apakah uang, pangan, beras, dan sebagainya, nanti cukup di-drop di Kopdes. Kodes yang mau bagi kepada masyarakat di desa itu, sehingga ada untungnya, ada pendapatannya.

    Satu lagi, harus ada lembaga keuangan. Karena selama ini di desa itu ada rentenir, ada tengkulak, ini harus dipangkas. Tidak boleh ada judol tengkulak, rentenir, harus kita pangkas, nggak boleh ada lagi.

    Maka satunya harus ada BRILink, atau BSI, atau BNI. Nanti di situ. Sehingga di situ juga bisa ada income, ada pendapatan.

    Itu juga memotong akses yang jauh. Desa itu jauh ke bank itu. Ini langsung bank datang ke desa. Jadi, menghindari tadi ya, rentenir, pinjol, kemudian tengkulak-tengkulak. Karena petani itu biasa menanam jagung, perlu pupuk, kan mesti beli dulu. Petani nggak ada duit, akhirnya ke tukang ijon, untung bagi dua, repot kita.

    Nah sekarang ada BRILink. Jadi, mendekatkan desa, akses perbankan.

    Tadi ada sembako memotong rantai pasok yang panjang dari pusat produksi ke desa itu berapa. Grosir-grosir sedang, grosir kecil, toko, pengecer panjang sekali. Ini langsung dipotong. Jadi kita pikirkan usahanya dulu.

    Nanti kalau sudah berkembang, tentu potensi desa itu juga bisa dikembangkan dengan baik.

    Nah sekarang baru kita mikir uangnya. Uangnya dari mana? Dananya itu, pinjem bank. Karena usaha sudah kelihatan, ada untung, harga bagus, ya. Tadi yang saya sebutkan tadi, maka bank akan kasih pinjam. Dan juga pemerintah yang jamin.

    Jadi ada plafon. Jadi bukan bagi-bagi duit, nggak. Orang bilang, ‘wah ini Pak Menkopangan, dapat koper, berkoper-koper, dapat duit.’ Nggak ada.

    Nanti pinjaman ini akan dijamin sama pemerintah?

    Dijamin oleh pemerintah. Karena yang membentuk koperasi itu adalah pemerintahan desa.

    Lewat apa, Pak, dijamin lembaganya?

    Yang membentuk pemerintahan desa. Ya, pemerintahan desa. Jadi, ini punya milik pemerintahan desa, tetapi punya anggota masyarakat yang ada di desa situ. Jadi dikasih plafon. Plafon pinjaman Rp 3 miliar. Plafon pinjaman.

    Begitu datang sembakonya, dihitung. Saya mau minjam nih Rp 500 juta, dihitung sama bank. BRI kan ada di situ, ada orangnya. Orangnya di situ. Wah ini Rp 100 juta, ya boleh minjam Rp 100 juta. Terus dia, saya jadi agen pupuk, minjam Rp 500 juta.

    Eh, ini pupuknya dihitung berapa Pusri? Ke Pupuk Indonesia berapa? Dihitung Rp 50 juta, ya kasih bayarnya Rp 50 juta.

    Plafon Rp 3 miliar, bisa pakai lebih, bisa kurang.

    Nanti kalau sudah berkembang, maka Koperasi Desa Merah Putih atau Koperasi Kelurahan Merah Putih itu bisa nambah. Bahkan bisa menjadi penjamin potensi desa itu yang ingin mengambil kredit. Misalnya di situ ada usaha perikanan, atau usaha pertanian, atau ada usaha peternakan yang dinilai oleh bagus untung layak, itu bisa diberi rekomendasi, pinjam ke bank yang ada di sini BRILINK, BNI LINK, atau dengan BSI tadi itu.

    Dengan begitu kita berharap ini bisa berkembang. Memang ini perlu capek. Memang kalau mau mudah kan ada uang bagi aja, selesai, tapi nggak berhasil.

    Kita memilih jalan yang sulit. Jalan yang panjang. Tapi harus dibina, dibantu, dimandori. Nanti akan ada 2 orang dari tenaga P3K ditaruh di situ.

    Buat apa tuh?

    Ya buat membantu.

    Jadi ada unsur pemerintah masuk dari P3K?

    P3K, ada juga BRILink ada orangnya kan? Jadi ada 3 orang. 3 orang yang bantu me-maintain bagaimana pembukuannya, bagaimana auditnya, bagaimana pelaporannya.

    Memang kita capek ini. Tapi kalau memudah ya bagi duit, tapi selesai. Nah kalau ini memang kita lebih sulit, kita mandori dulu koperasinya, kita jagain, kita bantu seperti bayi ya, kasih susu, dimandiin, pakaikan baju, sampai dia tumbuh, berkembang, sampai kuat, baru nanti dilepas.

    Dengan begini, walaupun kita capek, ada Satgas ya, Satgas Pusat, Satgas Provisi, Satgas Kabupaten, tapi dengan begitu ini saya, kita meyakini ini bisa berkembang dengan baik.

    Mau tanya lebih detail sedikit soal permodalan yang datang dari bank tadi, sempat dimention ada BSI di situ, ada BNI?

    Bank Himbara, atau swasta juga kalau mau silakan.

    Tapi sejauh ini Himbara semuanya udah komitmen ya untuk bisa memberikan (kredit) itu?

    Ya

    Kalau itu semua bisa terjadi, wah kebayang sih bahwa desa itu akan kembali berdaulat gitu, nanti bisa berdikari. Orang-orang bahkan mungkin akan jadi balik ke desa semua?

    Diperkirakan bisa menyerap tenaga kerja 2 juta. Kalau berkembang, ya bisa 2 juta tenaga kerja di desa itu bisa ditampung.

    Dan orang-orang yang mengurus juga mestinya butuh kualifikasi yang cukup baik dong?

    Ada standarnya dong nanti, jadi yang menjadi pengurus, memang karena didirikan oleh pemerintah desa, ex officio, kepala desa menjadi dewan pengawas, tapi pengurusnya yang profesional.

    Kondisi desa kita saat ini cukup untuk mengurus Koperasi Desa Merah Putih itu?

    Banyak anak-anak yang pintar, sarjana-sarjana hampir tiap desa ada. Itu nanti yang direkrut sarjana-sarjana itu untuk membantu mengurus koperasi. Banyak sarjana-sarjana kita, lulusan sekolah, hampir tiap desa itu mungkin nggak 1, 2, banyak. Cuman lapangan pekerjaannya nggak ada.

    Pemerintah optimistis dari sumber daya yang ada di desa saat ini berarti bisa untuk bisa menjalankan itu dengan baik?

    Kita nggak kurang SDM, cuma memang diperlukan keberpihakan. Jadi ini saya sudah, misalnya kemarin saya rapat dengan BUMN, ada BUMN Pupuk, ada BUMN Gas, Pertamina Patraniaga, ada Bulog, ada ID Food, ada Pos. Saya mengatakan kepada mereka, kita tidak minta, kita minta diperlakukan sama dengan yang lain-lain.

    Misalnya menjadi agen pupuk, kita nggak minta, kita bayar, ada duitnya. Kalau menjadi agen gas, kita bayar, tidak ada yang gratis, tidak ada bantuan, tidak ada free, nggak ada.

    Cuma kita minta, yuk permudah aja. Ini Kopdes menjadi agen, kasih dong gas melon, pangkalan. Kasih dong pangkalan pupuk, itu aja, dibayar.

    Itu nanti butuh payung hukum baru nggak untuk biar bisa semua kooperasi Desa Merah Putih menyalurkan LPG 3 kg?

    Oh iya tentu. Sekarang Koperasi itu kan dibentuk oleh Musdesus. Jadi Desa Musyawarah dibentuk terserah mereka. Nah setelah jadi, daftarkan KUM. Jadi itu koperasi, ada pengurusnya. Sudah langsung bisa.

    Maksudnya, semua kooperasi Desa Merah Putih bisa menjadi penyalur LPG 3 kg, apakah butuh payung hukum baru?

    Oh nggak usah lagi, sudah. Sudah bisa, ada payung hukumnya. Sudah itu, koperasi itu kan sudah badan usaha untuk apa saja.

    Katakanlah semuanya ini terlaksana dengan baik gitu ya, unit bisnis yang diharapkan bisa dijalankan itu berlangsung dengan baik gitu sama koperasi-koperasi kita. Kemudian ini kan juga ada di desa yang existing-existing. Itu gimana pemetaannya biar nggak bentrok?

    Jadi terserah kepada Musdesus masyarakat desa. Koperasi Merah Putih itu mau koperasi yang sudah ada dijadikan Kopdes monggo, terserah mereka.

    Mau bikin baru, silakan. Mau kooperasi yang sudah mati mau diaktifkan, silakan. Oh koperasinya ada 2-3 tapi kurang jalan digabung jadi 1, silakan.

    Oh mau masing-masing silakan. Jadi tidak ada apa-apa, tidak ada masalah. Oh di situ ada koperasi maju semua 3, syukur alhamdulillah.

    Lebih banyak yang maju lebih bagus. Kerjasama jadi kopdes nanti semacam holding kan. Ini bisa kerjasama. Jadi saling mendukung.

    Jadi nggak ada yang saling makan tuh?

    Nggak ada. Nelayan khusus ikan, silahkan. Nanti bahkan ada lagi apa khusus peternak ayam, boleh. Malah semakin maju semakin bagus. Kalau nggak maju, nah baru pusing kita.

    Kan saya juga dengar kalau Pak Menkop, Budi Arie, sempat bilang bahwa ini nih bisnisnya dijamin menguntungkan gitu. Karena pendekatan bisnisnya adalah monopoli. Saya jadi khawatir monopoli ini apakah jadi sesuatu yang dikhawatirkan nanti di desa?

    Nggak ada, warung dimana-mana ada. Mana ada monopoli. Nggak ada monopoli. Warung tuh dimana-mana ada. Cuma ini desa punya juga warung. Kopdes ini. Sehingga harganya dari pusat nggak diuntungin terlalu banyak.

    Rantainya nggak panjang. So, silahkan aja. Mau beli sini, beli sini silakan. Gas melon kan pangkalan banyak juga. Cuma kopdes sudah ada dimana-mana, gitu. Kopdes juga dikasih dong.

    Jadi intinya adalah ini seperti memutus rente gitu ya?

    Yang di desa yang selama ini ada. Desa itu kita mau putus namanya tengkulak, pinjol. Namanya Rentenir ini kita putus.

    Middleman, makelar kita putus. Dari jauh, dari pusat, rantai distribusi yang panjang. Rantai distribusi panjang dari pabrik, grosir-grosir, pengecer-pengecer kita potong.

    Ketiga, kita mendekatkan akses nih. Dari bank orang desa yang nggak pun bertimbang sekarang, BRI masuk di desa nih.

    Yang keempat dengan begini maka desa ini tenaga kerjanya banyak. Jadi orang nggak perlu nggak perlu ikut jadi apa jadi begal, atau jadi apa namanya itu preman.
    Ada kerjaan.

    Berarti ada sebuah jaminan juga bahwa harga-harga yang dijual nanti dari koperasi ini akan menjaga stabilitas harga di desa itu nanti, termasuk LPG?

    Sekaligus ini nanti kalau maju, maka inilah nanti saya kira akan ikut membantu stabilisasi harga. Misalnya tiba-tiba harga minyak melejit, maka pemerintah melakukan operasi pasar kan sudah ada kopdes. Jadi untuk menjaga stabilisasi harga-harga bahan pokok.

    Tiba-tiba harga mulai melejit, kita bisa operasi pasar. Sudah ada kakinya kan, ada kopdesnya.

    Bakal ada aturannya nggak pak nanti kaya koperasi nggak boleh menjual dari harga batas segini gitu?

    Nggak, ya kalau rugi kan dia gimana? Dia nggak boleh rugi.

    Jadi sesuai mekanisme pasar aja?

    Iya. Dia tahu untungnya kan, sudah. Kan kalau pupuk harga jualnya ada, harga belinya ada. Ada.

    Ini kan yang mau dibentuk cukup banyak, 70 ribu?

    80 ribu. 80 ribu, 10 ribunya nanti desa, koperasi desa nelayan. Selain nanti kita akan mengembangkan besar-besaran kampung nelayan.

    Berarti 10 ribunya kooperasi desa nelayan, 70 ribunya Koperasi Desa Merah Putih?

    Jadi kalau koperasi ini ya, tadi tidak ada dari APBN, tapi kalau kampung nelayan itu dari APBN. Kalau koperasi, enggak.

    Dari 70 ribu ini, sampai sekarang progresnya sudah berapa?

    Jadi sudah dibentuk satgas, saya punya dua, satu Inpres, satu Kepres.

    Inpres untuk memergasi 17 kementerian lembaga. Keppres itu Satgas. Satgas Pusat saya ketuanya, ketuanya Menko Pangan, itu Satgas Koperasi Pusat.

    Provinsi ketuanya gubernur dan aparatnya. Kabupaten, bupati, kemudian wali kota, di kota. Mereka harus laporan ke gubernur tiap minggu, gubernur laporan ke kami, Satgas Pusat tiap minggu. Saya laporan ke presiden satu kali ratas, satu kali apakah surat atau menghadap. Jadi, sebulan dua kali.

    Yang target kita Mei 31 ini akhir bulan ini, itu sudah musdesus semua.

    Berapa banyak?

    Semuanya harus sudah tanggal 31 (Mei). Kemudian 30 Juni harus terdaftar semua di KUM (Kementerian Hukum). Nah sekarang kita lihat, saya cek rapat terakhir hampir 40 ribu, hari ini diperkirakan lebih dari 50 ribu yang sudah musdesus. Lebih dari 50 ribu ya.

    Berarti akhir Juni itu sudah terdaftar di KUM semua ya?

    30 Juni kita targetkan 100% sudah terdaftar di KUM.

    Sudah terbentuk tuh semua Koperasi Desa Merah Putih?

    12 Juni sudah ada 80 contoh yang sudah jadi. 28 Oktober sudah jadi tuh koperasinya.

    Dalam prosesnya, kalau boleh curhat, apa yang ditemui kendala di lapangan? Apakah cuma kendala teknis biasa saja atau ada hal-hal yang butuh pendekatan khusus?

    Ya tentu kita namanya koordinasi dan satgas kita terus koordinasi karena kan untuk memberi pemahaman tuh ya nggak mudah. Sampai sekarang kan nggak semua orang juga paham.

    Wah ini bagi-bagi itu uang APBN? Nggak. Ini plafon pinjaman.

    Banyak yang bilang bagi-bagi gitu?

    Banyak. Ini plafon pinjaman. Ya kan? Wah nanti monopoli, nggak. Buka warung-warung dimana-mana aja.

    Ini memang program, konsep, program dari Pak Prabowo ingin ya membangun kemandirian ekonomi di pedesaan sehingga kesenjangan bisa berkurang. Kesetaraan, pemerataan bisa terbentuk. Dan tadi, satu memangkas pinjol, memangkas rentenir, memangkas tengkulak-tengkulak.

    Dua, memotong rantai pasok yang panjang. Tiga, menciptakan lapangan kerja. Keempat, memberikan akses perbankan yang cepat kepada pusat. Jadi sosialisasinya memang mesti terus menerus.

    Pak, ini harus saya tanyakan karena pembaca detik paling banyak nyari ini hari ini. Gaji pengurus Koperasi Merah Putih. Ini soalnya pasti banyak masyarakat desa yang, ‘Wah saya juga mau jadi pengurus kalau gitu, karena ini jadi lapangan kerja baru’?

    Nanti itu akan diputuskan oleh pengurus koperasi. Ya. Jadi kalau ada, saya lihat sekarang banyak di medsos-medsos, banyak apa namanya itu, video-video dicari tenaga kerja, nggak ada.

    Oke, itu hoax berarti?

    Itu hoax, tidak ada memungut uang apapun. Tolong siapapun yang mengatasnamakan Koperasi Desa Merah Putih, minta uang, cari tenaga kerja yang pungut uang, nggak ada.

    Laporin ke polisi terdekat. Tidak ada. Menawarkan jasa, menawarkan A B C D, minta duit, lapor polisi terdekat tidak ada, pungut-memungut, tidak ada.

    Nanti akan ada resmi dari Satgas Koperasi Desa Merah Putih.

    Itu berarti nanti ditunjuk sama pengurus sendiri?

    Pengurus, nanti pemerintah yang akan ngasih itu dari P3K.

    Jadi sudah ada pegawai, nanti diangkat, itu yang akan ditempatkan. Jadi nggak ada itu. Iklan dicari, dicari, dicari itu hoax. Lapor polisi kalau minta duit.

    Jadi nggak ada open recruitment di pengurus Koperasi Desa Merah Putih?

    Nggak ada. Kecuali yang diputuskan oleh musdesus, anggotanya kan ada tokoh masyarakat, ada macam-macam silakan.

    Jadi nanti di 12 Juli ini akan diresmikan?

    12 Juli kita akan launching pembentukannya dengan beberapa contoh. 28 Oktober diharapkan nanti Bapak Presiden yang akan me-launching sudah terbentuk koperasi dan bangunannya, tokonya sudah jadi.

    Di mana rencana yang mau diluncarkan?

    Belum, lagi sedang direncanakan. Tapi memang kalau 12 Juli nampaknya Bapak Presiden belum, tapi syukur-syukur kalau beliau mau ya. Tapi 28 Oktober kita memang minta Bapak Presiden nanti yang me-launching-nya.

    Satu lagi, apalagi kendala tadi kan tanya, itu kendala tempat, gedungnya itu. Nah gedungnya itu satu bisa pakai, kalau ada koperasi yang lama ada gedung bisa dipakai, tinggal di-branding. Lalu, sekolah-sekolah banyak sekarang.

    SD itu kan dulu orang anak 10, sekarang anaknya 1, 2, ada yang jomblo. Jadi sekolah-sekolah banyak yang gabung sekarang. Sekolah ini bisa dipakai, sekolah SD kalau ada yang kosong.

    Tiga, aset pemerintah kalau ada yang kosong, bisa dipakai. Empat, biasanya itu ada kerjasama Pos. kalau ada gedung pos di desa-desa yang tidak terpakai bisa dipakai.

    Kelima, ada Balai Desa. Hampir setiap desa ada Bela Desa itu bisa dipakai, blending. Jadi kalau ada acara-acara bisa pakai tenda kalau ada koperasi ada kepala desa ada, tokonya. ramai kan bisa bikin warung kopi, bayar lagi, ada pendapatan, ngobrol cukup di situ kan. jadi hidup kampung itu.

  • Pensiunan Himbara Bisa Jadi Manajer Koperasi Desa, Begini Skemanya

    Pensiunan Himbara Bisa Jadi Manajer Koperasi Desa, Begini Skemanya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koperasi (Kemenkop) menyatakan calon pensiunan bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) bisa menjadi manajer di Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih.

    Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono memperbolehkan pensiunan Himbara menjadi manajer di KopDes Merah Putih. Adapun, sebanyak 80.000 KopDes Merah Putih akan diluncurkan pada 12 Juli 2025 dan akan beroperasi pada 28 Oktober 2025.

    “Boleh [pensiunan BUMN menjadi manajer di KopDes Merah Putih],” kata Ferry saat ditemui di Kompleks Senayan DPR, Jakarta, Senin (26/5/2025).

    Namun, dia menjelaskan KopDes lebih dahulu akan memilih pengurus dan pengelola. Terlebih, lanjut dia, belum ada unit usaha yang dijalankan.

    “Mulainya nanti Oktober nanti kan akan ada pengurus dan mungkin juga ada tambahan pengelola, manajer-manajer,” terangnya.

    Lebih lanjut, Ferry menyebut bahwa Kemenkop sudah mengantongi struktur pengurus dan pengawas KopDes Merah Putih dalam pelaksanaan musyawarah desa khusus (musdesus), sebagaimana yang tertuang dalam berita acara.

    Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya menuturkan pegawai di bank Himbara bisa menjadi salah satu sumber daya manusia (SDM) untuk membantu menyukseskan KopDes Merah Putih.

    “BUMN menawarkan bahwa banyak sekali dari bank-bank Himbara juga siap memindahkan sebagian pegawainya yang mungkin nanti pensiun tinggal 1-2 tahun, bisa juga masuk ke situ [KopDes Merah Putih] sebagai manajernya, kalau memang terbuka,” ujar Erick dalam Rapat Kerja Komisi VI dengan Menteri Perdagangan dan Menteri BUMN di Kompleks Senayan DPR, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

    Menurutnya, pemilihan SDM yang kompeten dan berkualitas sangat menentukan keberhasilan dalam menjalankan KopDes Merah Putih. “Jadi ini SDM menjadi penting juga karena modeling [bisnis] tidak cukup kalau SDM-nya juga ini [tidak kompeten],” imbuhnya.

    Erick juga menjelaskan unit usaha KopDes Merah Putih bakal disesuaikan dengan permintaan desa setempat, mulai dari menjadi agen pupuk hingga agen gas LPG/BBM bersubsidi. Namun, Erick mengingatkan agar tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) usaha, di mana satu desa sudah memiliki agen pupuk, misalnya.

    Dia menekankan, diperlukan perencanaan dan pementasan yang matang sebelum memutuskan untuk menjalankan unit usaha KopDes Merah Putih.

    “Posisi kami BUMN tadi sebagai supporting. Leading sektornya sudah ada, Menteri Koperasi [Budi Arie Setiadi] lalu diawasi juga oleh Pak Menko [Pangan Zulkifli Hasan],” pungkasnya.

  • Kemenkop Blak-blakan Peran Danantara dalam Koperasi Merah Putih

    Kemenkop Blak-blakan Peran Danantara dalam Koperasi Merah Putih

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koperasi (Kemenkop) menyatakan skema kerja sama dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara alias Danantara akan dilakukan secara tidak langsung melalui bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

    Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono menjelaskan bahwa secara tak langsung, Danantara terlibat lantaran ada peran dari bank Himbara dalam menyalurkan plafon pinjaman ke Koperasi Merah Putih.

    Untuk diketahui, bank Himbara bakal memberikan plafon pinjaman senilai Rp3 miliar kepada setiap KopDes Merah Putih. Sehingga, total pinjaman yang disalurkan Himbara mencapai Rp240 triliun untuk membentuk 80.000 KopDes Merah Putih.

    “Danantara itu anggotanya juga ada bank Himbara. Bank Himbara ini penyalurannya pasti ikut terlibat secara tidak langsung Danantara ini, karena kepemilikan bank Himbara kan sekarang Danantara,” kata Ferry saat ditemui di Kompleks Senayan DPR, Jakarta, Senin (26/5/2025).

    Di samping itu, Ferry menjelaskan bahwa anggaran pendapatan belanja negara (APBN) juga akan digunakan untuk modal investasi. Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 (Inpres 9/2025) tentang Percepatan Pembentukan KopDes/Kel Merah Putih yang diteken pada 27 Maret 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Dalam beleid itu tercantum bahwa Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus memberikan dukungan kepada bank Himbara sebagai salah satu sumber pendanaan pemerintah, yang dialokasikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kepada Kemenkop, atas kebutuhan investasi KopDes/Kel Merah Putih terkait infrastruktur yang mencakup bangunan, saluran air, saluran listrik, maupun akses jalan.

    “Kalau di Inpres [Nomor 9 Tahun 2025] memang ada dari APBN, tetapi APBN atau APBD itu untuk membiayai investasi, bukan modal kerja. Kalau yang Rp3 miliar atau lebih itu kan biaya modal kerja [yang merupakan plafon pinjaman dari bank Himbara],” jelasnya.

    Lebih lanjut, Ferry menjelaskan bahwa investasi yang digelontorkan melalui dana APBN ini salah satunya mencakup kantor KopDes Merah Putih. Adapun, nantinya KopDes akan menggunakan aset yang dimiliki oleh pemerintah provinsi, kabupaten, BUMN, BUMD, atau resi gudang.

    Sebelumnya, Chief Investment Officer (CIO) Danantara Pandu Sjahrir mengatakan kerja sama antara Danantara dengan KopDes Merah Putih akan menggunakan skema public service obligation (PSO).

    Berdasarkan situs resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Minggu (25/5/2025), public service obligation atau PSO merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan subsidi, yang dialokasikan pada sejumlah kementerian/lembaga. Nantinya, PSO disalurkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) operator yang melaksanakan layanan kepada masyarakat.

    “Kalau KopDes [Merah Putih] baliknya tuh kalau sudah ngomong dengan Danantara, nantinya tentu kita kan itu bagian dari public service obligation atau PSO, iya dong,” kata Pandu saat ditemui seusai acara Tri Hita Karana Business Summit “Inaugural Global Summit on Belt & Road Infrastructure Investment for Better World & Sustainable Development Goals” di Kantor BPKM, Jakarta, Minggu (25/5/2025).

    Pandu menuturkan, jika KopDes Merah Putih membutuhkan bantuan, maka Danantara akan siap membantu dengan menggunakan dana pemerintah, yakni anggaran pendapatan belanja negara (APBN).

    “Kalau bisa kami [Danantara] bantu, kami bantu. Tapi kan biasanya kalau hal yang menyangkut urusan pemerintah, ya pakai pendanaan pemerintah, kadang-kadang ya kita harus bisa menyalurkannya. Atau kita bisa bantu jalaninnya. Tapi itu adalah public service obligation,” terangnya.

    Pandu menegaskan Danantara memiliki tugas di ranah korporasi, sehingga hal yang menyangkut pemerintah akan menggunakan skema PSO. “Hal-hal yang memang pemerintah ingin kita lakukan itu masuk ke dalam PSO,” pungkasnya.