Perusahaan: Bank Himbara

  • BI Tahan Suku Bunga Acuan 4,75%, Kadin Ungkap Dampak ke Dunia Usaha & Investasi

    BI Tahan Suku Bunga Acuan 4,75%, Kadin Ungkap Dampak ke Dunia Usaha & Investasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai langkah Bank Indonesia menahan suku bunga atau BI Rate di level 4,75% merupakan upaya menjaga permintaan modal kerja tetap produktif ditengah tekanan global. 

    Wakil Ketua Umum Bidang Otonomi Daerah Kadin Indonesia Sarman Simanjorang mengatakan suku bunga sangat mempengaruhi psikologi pengusaha untuk mengajukan kredit modal kerja atau investasi.

    “Ini tentu untuk memastikan agar permintaan pinjaman modal kerja semakin produktif mengingat saat ini khususnya Bank Himbara memikili dana yang siap dikucurkan kepada dunia usaha,” kata Sarman kepada Bisnis, Rabu (17/12/2025). 

    Setidaknya dana likuiditas Rp200 triliun yang telah dikucurkan ke Bank Himbara harus disalurkan menjadi kredit usaha. Hal ini merupakan arahan dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. 

    Jika pelaku usaha menyerap dana tersebut maka akan dapat meningkatkan produktivitas perekonomian dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun 2026.

    “BI tentu sudah melakukan kajian dan evaluasi akan dampak menahan BI Rate di angka 4,75% dan target pertumbuhan ekonomi tahun 2026 sebesar 5,4%,” jelasnya. 

    Diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia memutuskan untuk menahan suku bunga acuan alias BI Rate di level 4,75% berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 16—17 Desember 2025.

    “Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16 dan 17 Desember 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 4,75%,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (17/12/2025).

    Dalam pengumuman suku bunga BI hari ini, bank sentral juga menahan suku bunga Deposit Facility di level 3,75% dan suku bunga Lending Facility tetap 5,5%.

    Perry mengatakan keputusan suku bunga ini sejalan dengan perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang rendah, serta tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1%.

    Selain itu, keputusan BI Rate Desember 2025 juga sejalan dengan upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global, serta memperkuat pertumbuhan ekonomi.

  • Pro Kontra Kebijakan Purbaya Sentralisasi DHE SDA ke Himbara

    Pro Kontra Kebijakan Purbaya Sentralisasi DHE SDA ke Himbara

    Bisnis.com, JAKARTA – Polemik sentralisasi devisa hasil ekspor alias DHE sektor sumber daya alam (SDA) ke rekening Himpunan Bank Negara atau Himbara memicu polemik. Sentralisasi DHE SDA ke Himbara dikhawatirkan akan menekan kinerja bank non-Himbara dan memperkuat kendali negara terhadap sektor keuangan.

    Apalagi saat ini, bank-bank Himbara juga sedang memperoleh limpahan likuditas imbas suntikan dana yang berasal dari saldo lebih anggaran alias SAL. Totalnya menembus angka Rp275 triliun. Limpahan likuiditas itu telah memicu persaingan yang ketat dalam proses penyaluran kredit.

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) terkait kebijakan sentralisasi devisa hasil ekspor dari sumber daya alam (DHE SDA).

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan OJK telah menerima aspirasi yang disampaikan asosiasi perbankan terkait rencana kebijakan kewajiban penempatan DHE SDA ke bank-bank pelat merah.

    “Jadi kita nanti mungkin begini, apa yang akan kita lakukan tentu akan mengkomunikasikan ini kepada, tentu yang paling terkait ya, paling terkait dalam hal ini kan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia,” kata Dian usai menghadiri Peluncuran Buku Khutbah Syariah Muamalah PPDP dan Penandatanganan Nota Kesepahaman Industri PPDP Syariah dengan Dewan Masjid Indonesia di Jakarta, Senin (15/12/2025).

    Dian menuturkan, wacana kewajiban penempatan DHE SDA ke Himbara telah disosialisasikan kepada para eksportir dan perbankan. 

    Kendati begitu, OJK tetap akan melihat perkembangan wacana kebijakan tersebut. Mengingat, aturan kewajiban penempatan DHE SDA ke Himbara merupakan keputusan yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

    “Nanti kita lihat perkembangannya seperti apa, tapi tentu ini adalah pada akhirnya adalah keputusan pemerintah,” ujarnya.

    Pengetatan Pengawasan

    Sementara itu, beberapa waktu lalu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan salah satu perubahan pokok dalam revisi tersebut adalah kewajiban penempatan devisa ekspor hanya pada bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

    Kebijakan ini diambil untuk memperkuat pengawasan penempatan DHE SDA agar tujuan menambah pasokan devisa dapat tercapai.

    Purbaya menjelaskan bahwa selama penerapan PP sebelumnya, sebagian eksportir menempatkan devisa dolar AS pada bank-bank kecil di dalam negeri yang kemudian menukarkannya ke rupiah. Namun, perbankan yang menerima dana tersebut justru kembali mengonversinya ke dolar dan mengalirkannya ke luar negeri.

    “Jadi enggak efektif. Jadi untuk menutup bocor itu, daripada pusing-pusing, ya sudah Himbara saja. Kalau Himbara macam-macam aja kami berhentiin, gampang,” ujar Purbaya usai rapat dengan Komisi XI DPR, Senin (8/12/2025).

    Dia memastikan bahwa tujuan utama revisi bukan semata mengalihkan penempatan devisa ke Himbara, tetapi memastikan suplai dolar di dalam negeri meningkat. Purbaya juga tidak khawatir revisi kebijakan tersebut akan menimbulkan ketidakseimbangan likuiditas antara Himbara dan bank swasta.

    Menurut dia, pemerintah perlu mempercepat perbaikan aturan karena PP sebelumnya hampir gagal mencapai target menambah pasokan dolar. “Kan selama ini hampir gagal kan? Kalau sudah gagal, kita diemin apa enggak?” katanya.

    Komentar Perbanas

    Ketua Umum Perbanas Hery Gunardi menyampaikan Perbanas hingga saat ini belum dapat berkomentar lebih jauh mengenai kewajiban tersebut. Sebab, pihaknya masih menunggu ketentuan lengkap terkait kebijakan itu.

    “Kita masih menunggu ya ketentuan, menunggu. Jadi belum bisa ngomong sekarang. Nanti aja ya, nanti kalau ketentuannya sudah ada,” kata Hery usai menghadiri Press Conference CEO Forum Economic Outlook 2026 di Menara BRILiaN, Jakarta Selatan, Rabu (10/12/2025).

    Kendati begitu, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) ini meyakini kewajiban penempatan dana DHE SDA di Himbara dapat mendorong kredit.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perbanas Anika Faisal mengatakan bahwa asosiasi akan selalu mendukung kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk soal kewajiban penempatan DHE SDA di Himbara.

    “Karena kita yakin itu tujuannya baik untuk perekonomian kita,” ujarnya, Rabu (10/12/2025).

    Anika mengungkapkan Perbanas saat ini sedang mengkaji kebijakan tersebut. Nantinya, hasil kajian itu akan didiskusikan bersama dengan regulator perbankan agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik, tanpa mengganggu systemic risk yang ada di industri perbankan. 

  • Shortfall Pajak ‘Pasti’ Melebar, Kredibilitas APBN Purbaya di Tubir Jurang

    Shortfall Pajak ‘Pasti’ Melebar, Kredibilitas APBN Purbaya di Tubir Jurang

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak alias DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang dilanda kegentingan karena kinerja penerimaan pajak jauh di bawah ekspektasi. Shortfall hampir dipastikan melebar. 

    Otoritas pajak harus berjibaku untuk mengejar penerimaan pajak sebesar Rp2.005 triliun supaya defisit anggaran APBN 2025 tidak menembus angka 3%. Kalau target itu meleset, APBN yang hampir 4 bulan terakhir dikelola oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terancam kredibilitasnya.

    Dalam catatan Bisnis, situasi yang terjadi saat ini mirip dengan tahun 2015 lalu, ketika transisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Joko Widodo (Jokowi). Saat itu, realisasi defisit menembus angka 2,7% karena penerimaan pajak hanya Rp1.055 triliun atau 81,5% dari target APBN-P 2025 senilai Rp1.294,3 triliun.

    Namun demikian, alih-alih menjaga kesinambungan fiskal, Purbaya saat ini justru sibuk menempatkan duit negara ke bank Himbara. Lebih dari Rp200 triliun dana yang berasal dari saldo anggaran lebih atau SAL yang ditempatkan. 

    Persoalannya, penempatan duit negara itu belum mampu mengerek performa kredit perbankan. Setidaknya sampai Oktober 2025 lalu. Di sisi lain, meskipun bersifat deposito on call, penempatan dana SAL itu semakin mengikis bantalan fiskal pemerintah, terutama ketika kinerja penerimaan pajak babak belur seperti saat ini.

    Apalagi pada Juli 2025 lalu, tepatnya ketika Menteri Keuangan masih dijabat oleh Sri Mulyani Indrawati, DPR sudah menyetujui penggunaan SAL senilai Rp85,6 triliun untuk menambal defisit APBN 2025. Lantas apabila APBN terus mendapat tekanan sampai akhir tahun nanti, apakah strategi ini akan diulang oleh Purbaya? 

    Shortfall Pajak Pasti Melebar

    Sekadar catatan bahwa, informasi yang diperoleh Bisnis para kepala kantor wilayah DJP hanya mampu berkomitmen merealisasikan penerimaan pajak sebesar Rp1.947,2 triliun atau 93,7% dari outlook APBN 2025. Terjadi pelebaran shortfall dibanding simulasi awal pemerintah yang menempatkan outlook penerimaan pajak 2025 di angka Rp2.076,9 triliun.

    Komitmen ini disampaikan dalam rapat pimpinan di Bogor, Jawa Barat, Oktober 2025. Padahal, batas aman supaya defisit APBN tidak tembus di angka 3% dari produk domestik bruto (PDB), otoritas pajak harus merealisasikan penerimaan sebesar Rp2.005 triliun.

    Artinya kalau mengacu kepada angka komitmen kanwil DJP dengan batas aman tersebut, masih terdapat selisih hingga Rp57,8 triliun. “Ini bukan sekadar tantangan, tetapi “kondisi darurat” yang menuntut kewaspadaan dari seluruh komandan di unit vertikal maupun KPDJP,” demikian bunyi maklumat Dirjen Pajak Bimo Wijayanto yang dikutip Bisnis, Senin (15/12/2025).

    Maklumat Dirjen Pajak itu kemudian ditindaklanjuti dengan menentukan sasaran-sasaran wajib pajak yang bisa ‘ditodong’ untuk menutup kekurangan penerimaan pajak. Sektor industri kelapa sawit, pertambangan batu bara, hingga pajak orang kaya menjadi sasaran utama pemerintah.

    Bimo sendiri tidak menjawab pertanyaan Bisnis saat dikonfirmasi tentang pencapaian target Rp2.005 triliun, termasuk rencananya mengoptimalkan penerimaan pajak dari sawit dan batu bara. Dia mengirimkan pertanyaan Bisnis kepada Direktur Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli.

    Rosmauli menuturkan bahwa angka target penerimaan dan seluruh langkah pengawasan wajib pajak dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan pemerintah melalui mekanisme resmi APBN.

    “Secara prinsip, penguatan monitoring dan pengendalian risiko dilakukan secara rutin terhadap seluruh sektor untuk memastikan penerimaan negara dikelola secara akuntabel dan profesional,” ujar Rosmauli kepada Bisnis, Kamis (11/12/2025).

    Janji Purbaya

    Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan pihaknya tetap akan mengoptimalkan setoran penerimaan negara sampai dengan akhir tahun, yang tersisa persis sekitar 20 hari lagi sebelum tutup buku.

    Dia mengklaim defisit APBN masih akan tetap aman. “Kami akan optimalkan, harusnya sampai akhir tahun yang jelas defisitnya masih aman, jadi enggak usah, kami akan usahakan aman,” ujarnya usai ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (11/12/2025). 

    Purbaya tidak memerinci lebih lanjut apa strateginya dalam mengincar setoran pajak ratusan triliun untuk menutupi kekurangan penerimaan. Dia hanya menyebut otoritas akan menggali seluruh potensi penerimaan yang ada. 

    “Semua potensi akan kami gali,” terang mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu. 

    Di sisi lain, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto menyatakan terbuka untuk saling bertukar data dengan instansi lain dalam upaya kolaborasi meningkatkan penerimaan negara.

    Bimo menyampaikan bahwa praktik pertukaran data antarkementerian dan lembaga sejatinya telah berjalan untuk berbagai kepentingan. Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kerja sama tersebut difokuskan untuk mendorong kepatuhan dan optimalisasi penerimaan pajak.

    Namun, Bimo mengakui bahwa DJP masih dibatasi oleh ketentuan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mengatur kerahasiaan data wajib pajak (WP). Pembatasan tersebut, menurut dia, kerap menjadi sumber keluhan dari instansi lain yang membutuhkan data perpajakan untuk keperluan analisis dan pengawasan.

    “Dulu mungkin Ditjen Pajak [dikeluhkan] cuma minta-minta data doang, enggak mau ngasih data. Iya, pasal 34 enggak boleh ngasih karena rahasia. Sekarang gini terus terang saja, saya buka data untuk bapak ibu sesuai dengan aturan,” ujar Bimo.

    Tak Punya Banyak Opsi

    Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak memiliki banyak opsi untuk memastikan defisit APBN 2025 tidak semakin melebar hingga melampaui batas 3% terhadap PDB. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet, belanja pemerintah sudah ditetapkan lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya.

    Peningkatan terjadi akibat kebutuhan untuk mengakomodasi sejumlah penambahan belanja di semester II/2025.   Yusuf memandang sampai akhir tahun nanti kecil kemungkinan belanja akan membengkak karena sudah diakomodasi dari peningkatan belanja yang ditargetkan pemerintah.

    Sampai dengan akhir Oktober 2025 saja, realisasi belanja pemerintah pusat baru Rp1.879,6 triliun atau 70,6% dari outlook, sedangkan transfer ke daerah (TKD) Rp713,4 triliun atau 82,6% terhadap outlook.  

    Oleh karena itu, Yusuf memandang bahwa kunci untuk memastikan defisit APBN tidak semakin melebar ada pada penerimaan pajak. Menurutnya, apabila dibandingkan antara realisasi pajak Oktober dan bulan-bulan sebelumnya, ada sedikit perbaikan meski tidak signifikan.  

    “Peluang baiknya penerimaan pajak ada meskipun sangat kecil. Yang penting untuk dilakukan pemerintah terutama di sisa bulan semester kedua ini adalah memastikan bahwa pelaporan pajak oleh wajib pajak itu dilakukan secara tepat atau benar, sehingga proses intensifikasi pajak merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dalam upaya agar defisit APBN rasionya tidak melebihi batas 3% terhadap PDB,” terangnya kepada Bisnis, Minggu (14/12/2025).

     Adapun opsi lain yang bisa diambil pemerintah selain mengamankan penerimaan pajak adalah penundaan belanja. Peneliti lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menyebut pemerintah bisa menunda sementara sejumlah belanja yang bisa dilakukan.  

    Akan tetapi, opsi itu dinilai tidak tanpa konsekuensi. Penundaan belanja ini berpeluang menekan kontribusi belanja pemerintah terhadap PDB, yang mana pertumbuhannya ditargetkan bisa mencapai di atas 5%. Sebagaimana diketahui, belanja pemerintah sempat terkontraksi hingga 0,33% (yoy) pada kuartal II/2025. Kebijakan efisiensi tidak lepas dari faktor penyebab hal tersebut.  

    Pada kuartal III/2025, ketika ekonomi tumbuh 5,04% atau lebih rendah dari kuartal sebelumnya yakni 5,12%, belanja pemerintah akhirnya berbalik tumbuh positif yakni 5,49% (yoy).  “Secara natural [penundaan belanja] seharusnya tidak dilakukan pemerintah terutama dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di akhir tahun,” terang Yusuf.  

  • Sudah Dapat BSU Rp 600.000? Coba Cek di Sini

    Sudah Dapat BSU Rp 600.000? Coba Cek di Sini

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah memberikan bantuan subsidi upah (BSU) Rp 600.000 pada karyawan dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menyalurkan BSU kepada 15,25 juta pekerja sepanjang Juni dan Juli 2025.

    Namun, untuk Desember 2025 Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menekankan bahwa tidak ada BSU yang diberikan. Hal ini menanggapi informasi yang beredar di masyarakat terkait pencairan BSU tahap kedua pada Oktober 2025.

    “Sampai saat ini tidak ada BSU tahap kedua,” kata Yassierli kala itu, Selasa (28/10/2025).

    Pemerintah mengimbau pekerja untuk rutin memantau informasi melalui situs resmi Kemenaker, aplikasi JMO, maupun kanal BPJS Ketenagakerjaan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.

    Cara Cek Daftar Penerima BSU Rp 600.000

    Melalui situs KemenakerMasuk ke laman resmi bsu.kemnaker.go.id.Isi data diri, meliputi NIK KTP, nama lengkap, nama ibu kandung, nomor HP, dan alamat email.Lengkapi kode keamanan dan klik tombol Cek Status.Jika lolos verifikasi, sistem akan menampilkan notifikasi, dan dana bisa dicairkan melalui bank Himbara (BRI, Mandiri, BNI, BTN), Bank Syariah Indonesia, atau PT Pos Indonesia.
    Melalui aplikasi JMOUnduh aplikasi JMO dan daftar akun.Setelah login, pilih menu Bantuan Subsidi Upah (BSU) pada beranda.Aplikasi akan menampilkan status penerima, informasi rekening tujuan, dan status penyaluran.Jika tidak terdaftar, sistem akan memberikan keterangan bahwa pengguna tidak memenuhi syarat. Pekerja dapat menanyakan hal ini ke pihak HR tempat bekerja.

    Bagi mereka yang menerima BSU disarankan untuk terus memantau kanal resmi untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai pencairan BSU.

  • Cek Jadwal dan Daftar Karyawan Penerima BSU Rp600.000 Desember 2025 di Sini

    Cek Jadwal dan Daftar Karyawan Penerima BSU Rp600.000 Desember 2025 di Sini

    Bisnis.com, JAKARTA – Di bawah ini adalah cara yang bisa Anda lakukan untuk cek jadwal dan daftar karyawan penerima BSU Rp600.000 bulan Desember 2025.

    Sebagaimana diketahui, karyawan dengan gaji di bawah Rp3.5 juta berhak menerima BSU Rp600.000.

    Akan tetapi tampaknya, karyawan bergaji Rp3,5 juta per bulan harus lebih lama bersabar.

    Sebab Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan bahwa saat ini tidak ada rencana pemerintah untuk kembali menyalurkan BSU.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menjelaskan bahwa hal ini disampaikan seiring masih adanya informasi yang beredar di masyarakat bahwa BSU akan kembali disalurkan pada Oktober 2025.

    “Saya tegaskan kembali, tidak ada sampai sekarang BSU tahap kedua,” kata Yassierli dalam temu media di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).

    Dia juga menyampaikan bahwa Kemnaker telah menyalurkan BSU kepada 15,25 juta orang sepanjang Juni dan Juli lalu.

    Jadwal Pencairan BSU Rp600.000 Desember 2025

    Dengan demikian, dikatakan bahwa BSU Rp600.000 untuk Desember 2025 belum dicairkan oleh pemerintah.

    Pekerja harus menunggu pengumuman dan informasi resmi dari pemerintah, Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan terkait kapan BSU kembali dicairkan.

    Pemerintah pun mengimbau pekerja rutin memantau informasi terkini melalui laman resmi Kemnaker, aplikasi JMO, maupun kanal BPJS Ketenagakerjaan.

    Cara Cek Daftar Penerima BSU Rp600.000

    1. Melalui Situs Kemnaker

    Masuk ke situs resmi bsu.kemnaker.go.id.
    Masukkan data diri berupa NIK KTP, nama lengkap, nama ibu kandung, nomor HP, serta alamat email.
    Lengkapi kode keamanan yang muncul.
    Klik tombol Cek Status untuk melihat hasil verifikasi.
    Jika lolos, sistem akan menampilkan notifikasi, dan penerima dapat mencairkan dana melalui bank Himbara (BRI, Mandiri, BNI, BTN), Bank Syariah Indonesia, atau PT Pos Indonesia.

    2. Melalui Aplikasi JMO

    Unduh aplikasi JMO
    Daftar akun
    Setelah berhasil masuk, pada beranda aplikasi JMO, pilih menu “Bantuan Subsidi Upah (BSU)”
    Aplikasi akan menampilkan apakah pengguna termasuk penerima BSU atau tidak, lengkap dengan status
    penyaluran dan informasi rekening tujuan
    Jika tidak terdaftar sebagai penerima, akan muncul keterangan bahwa pengguna tidak memenuhi syarat penerima
    BSU. Anda bisa menghubungi pihak HR tempat Anda bekerja untuk menanyakan hal ini.

    Itulah jadwal dan cara cek daftar karyawan penerima BSU Rp600.000 bulan Desember 2025.

  • Purbaya Sentralisasi Valas DHE SDA ke Himbara, Bank Swasta Kian Terhimpit?

    Purbaya Sentralisasi Valas DHE SDA ke Himbara, Bank Swasta Kian Terhimpit?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menerapkan sejumlah kebijakan mulai dari menempatkan dana pemerintah hingga yang terakhir mewajibkan penyimpanan devisa hasil ekspor perbankan ke Himbara.

    Serangkaian kebijakan ini dianggap akan menggerus ketersediaan likuiditas dan ketahanan bank swasta yang sebagian memang sudah kalah saing dengan bank negara. 

    Sekadar catatan Purbaya menuturkan kebijakan ini diambil untuk memperkuat pengawasan penempatan DHE SDA agar tujuan menambah pasokan devisa dapat tercapai.

    Purbaya menjelaskan bahwa selama penerapan PP sebelumnya, sebagian eksportir menempatkan devisa dolar AS pada bank-bank kecil di dalam negeri yang kemudian menukarkannya ke rupiah. Namun, perbankan yang menerima dana tersebut justru kembali mengonversinya ke dolar dan mengalirkannya ke luar negeri.

    “Jadi enggak efektif. Jadi untuk menutup bocor itu, daripada pusing-pusing, ya sudah Himbara saja. Kalau Himbara macam-macam aja kami berhentiin, gampang,” ujar Purbaya usai rapat dengan Komisi XI DPR, Senin (8/12/2025) lalu. 

    Ia memastikan bahwa tujuan utama revisi bukan semata mengalihkan penempatan devisa ke Himbara, tetapi memastikan suplai dolar di dalam negeri meningkat. Purbaya juga tidak khawatir revisi kebijakan tersebut akan menimbulkan ketidakseimbangan likuiditas antara Himbara dan bank swasta.

    Menurut dia, pemerintah perlu mempercepat perbaikan aturan karena PP sebelumnya hampir gagal mencapai target menambah pasokan dolar. “Kan selama ini hampir gagal kan? Kalau sudah gagal, kita diemin apa enggak?” katanya.

    Ancaman Bagi Bank Swasta? 

    Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA (BBCA) David Sumual memandang bahwa secara keseluruhan suplai valas di dalam negeri saat ini masih bagus, namun cenderung menurun. Hal itu tidak lepas dari harga komoditas yang turun setahun terakhir. 

    Di sisi lain, David turut melihat tingkat konversi DHE dari valas ke rupiah bagi korporasi juga tinggi untuk kebutuhan operasional di dalam negeri. Akan tetapi, dia juga tidak menampik ada celah di mana dana DHE eksportir yang dikonversi dari valas ke rupiah kemudian dilarikan ke luar negeri. 

    Untuk itu, David menekankan perlunya otoritas terus melakukan pendalaman pasar uang supaya investor tertarik untuk mengalirkan dananya di dalam negeri.

    “Makanya perlu didorong terus pendalaman finansial supaya instrumen valas semakin beragam sehingga merkea tertarik menarik dananya ke dalam negeri,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (9/12/2025). 

    David menilai hal yang sebenarnya lebih dikhawatirkan adalah kondisi likuiditas valas perbankan, apabila nantinya DHE SDA dipusatkan ke bank himbara saja. Selain dampaknya ke bank-bank non-himbara, dia menilai perlunya juga pemerintah memastikan himbara sudah siap dari segi SDM maupun infrastrukturnya untuk menampun banjir likuiditas valas dari DHE SDA itu. 

    “Pasti nanti swasta kekurangan likuiditas. Ibarat kita mengairi sawah dengan likuiditas, apabila hanya disetop di satu tempat pasti kena semua. Jadi, harus ada persiapan sebelum melakukannya,” terang David. 

    Menurut David, dampak kepercayaan investor asing yang memiliki saham di perbankan swasta juga harus diperhatikan oleh pemerintah. Dia tidak menutup kemungkinan adanya penurunan confidence  dari investor pemegang saham perbankan swasta di dalma negeri. 

    Sementara itu, eksportir juga dinilai olehnya harus menyiapkan dana juga untuk memindahkan DHE SDA dari bank-bank swasta ke himbara nantinya. “Saya buka nakuti-nakutin, tetapi kalau likuiditas tersumbat, jadi masalah buat kita,” paparnya.

    Eksportir Bakal Patuhi Purbaya

    Kalangan eksportir menyatakan bakal mengikuti rencana revisi aturan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) yang sebelumnya tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) No.8/2025. Rencana aturan baru DHE SDA itu akan mewajibkan devisa eksportir parkir di bank anggota himpunan bank milik negara (himbara). 

    Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menyatakan bahwa kalangan pengusaha tentu akan mengikuti aturan pemerintah.  “Kalau hal tersebut adalah aturan pemerintah tenu pengusaha akan ikuti,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (9/12/2025). 

    Benny pun menilai tidak akan butuh waktu lama bagi eksportir memindahkan devisanya dari bank swasta ke himbara. Sebagaimana diketahui, pada beleid yang mulai berlaku Maret 2025 itu, eksportir hanya diwajibkan untuk memarkirkan devisanya di bank dalam negeri selama 12 bulan 100%. 

    Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut perubahan PP No.8/2025 mencantumkan kewajiban untuk memarkirkan devisa di himbara guna mempermudah pengawasan. Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto meminta beleid itu dievaluasi lantaran dinilai belum efektif. 

    Akan tetapi, saat dimintai tanggapan dari sisi pengusaha, Benny tidak memberikan catatan tertentu. Dia mengaku simpanan wajib DHE justru bisa dijadikan jaminan kredit. “Simpanan wajib DHE bisa dijadikan jaminan kredit kalau memerlukan dana,” terangnya. 

  • Ekonom Ungkap Lima Ancaman Besar Ekonomi RI di 2026

    Ekonom Ungkap Lima Ancaman Besar Ekonomi RI di 2026

    JAKARTA – Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin memperingatkan bahwa tahun 2026 berpotensi menjadi periode penuh tekanan bagi perekonomian Indonesia. 

    Dia menilai target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6,3 persen sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sulit diwujudkan karena kondisi lapangan menunjukkan tantangan yang jauh lebih berat.

    “Terlepas dari target RPJMN bahwa ekonomi akan tumbuh 6,3 persen tahun 2026, realitas lapangan sangat berbeda. Fenomena ini menggambarkan bahwa target untuk tumbuh 8 persen pada tahun 2029 semakin sulit untuk diwujudkan,” ujarnya dalam keterangannya, dikutip Selasa, 9 Desember.

    Wijayanto memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2026 hanya berada di kisaran 4,9 –5,1 persen, dengan angka tengah sekitar 5 persen.

    Angka tersebut bahkan berpotensi lebih rendah apabila pemerintah gagal mengantisipasi lima jebakan ekonomi yang muncul akibat situasi maupun konsekuensi kebijakan.

    Dia menyebut, beberapa faktor akan memperberat kondisi tahun 2026, seperti kabinet baru yang masih beradaptasi, tekanan fiskal dan makro yang belum mereda, persaingan ekspor yang makin ketat, serta pelemahan sektor riil akibat persoalan struktural.

    “Ekonomi berpotensi tumbuh di bawah nilai tengah apabila Pemerintah tidak berhasil mengantisipasi beberapa lima jebakan ekonomi 2026, yang muncul akibat situasi atau konsekuensi dari kebijakan Pemerintah,” tuturnya.

    Berikut lima jebakan ekonomi pada tahun 2026 :

    1. Koperasi Desa Merah Putih (KDMP)

    Wijayanto menyampaikan program KDMP dinilai rawan gagal karena dibentuk secara top-down, konsep yang belum matang, dan minim pelibatan masyarakat.

    Selain itu, KDMP dinilai berpotensi bersaing dengan usaha masyarakat dan memiliki dampak ekonomi yang terbatas.

    Menurutnya dengan alokasi Rp3 miliar per KDMP melalui kredit Bank Himbara yang dijamin Dana Desa, akan menimbulkan risiko kredit macet yan sangat tinggi.

    “Pengalaman BUMDES, hanya sekitar 5 persen yang berhasil, padahal melibatkan masyarakat dan dibangun dengan persiapan yang lebih matang. Success rate KDMP berpotensi lebih rendah,” tuturnya.

    2. Pemotongan Transfer ke Daerah (TKD)

    Wijayanto menyampaikan proporsi TKD yang terus menurun memicu kesan resentralisasi dan dua pertiga provinsi sangat bergantung pada TKD, sementara sebagian besar kabupaten/kota menggunakan 80–85 persen APBD untuk belanja rutin.

    Pemangkasan TKD memangkas hingga 17,7 persen di APBN 2026 membuat banyak pemerintah daerah terancam menghadapi tekanan fiskal, bahkan untuk sekadar membiayai kebutuhan dasar.

    Ruang bagi daerah untuk meningkatkan PAD juga terbatas, sementara isu kenaikan PBB semakin sensitif setelah keluarnya fatwa haram dari MUI.

    “Pemangkasan TKD diperkirakan membuat sejumlah proyek daerah hilang dan memicu pemangkasan pegawai honorer. Imbasnya, peran daerah sebagai motor pertumbuhan ekonomi semakin berkurang,” tuturnya.

    3. Potensi Bencana Alam

    Menurut Wijayanto, Indonesia menghadapi peningkatan risiko bencana akibat perubahan iklim dan kerusakan lingkungan di dalam negeri.

    Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi berbagai bencana, termasuk siklon, pada awal 2026.

    Sementara itu, anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) turun signifikan dari Rp1,43 triliun di APBN 2025 menjadi hanya Rp491 miliar dalam APBN 2026. 

    Pemotongan TKD juga membuat pemerintah daerah makin terbatas dalam pencegahan maupun penanganan bencana.

    “Selain membutuhkan anggaran rehabilitasi, bencana juga menghambat aktivitas ekonomi dan memberi tekanan bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB),” jelasnya.

    4. Dramatisasi Pemberantasan Korupsi

    Wijayanto menyoroti perbedaan besar antara metode penghitungan nilai korupsi di negara maju dan Indonesia.

    Menurut dia, negara maju menghitung kerugian riil, sementara Indonesia memasukkan potensi kerugian yang belum tentu terjadi.

    Dia menilai sejumlah kasus menunjukkan kejanggalan, seperti kasus PT Timah dengan nilai dugaan korupsi Rp300 triliun sementara PDRB Bangka Belitung hanya Rp75 triliun.

    Hal serupa juga terlihat pada kasus oplosan Pertalite yang disebut merugikan negara Rp968 triliun, padahal total subsidi BBM dan LPG 2018–2023 hanya Rp806 triliun dan total penjualan Pertalite Rp1.122 triliun.

    Kasus PT ASDP Indonesia Ferry pun dinilai bermasalah karena perbedaan metode valuasi.

    Menurutnya, pembesaran nilai korupsi memunculkan efek domino negatif. “Efeknya merusak reputasi bangsa, memperburuk index korupsi, menimbulkan public apathy, pengusaha takut berbisnis dan investor takut berinvestasi. Sehingga pertumbuhan PDB tertekan ke bawah,” ungkapnya.

    5. BUMN Sakit dan Penugasan Tidak Realistis

    Wijayanto menyatakan bahwa meskipun Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund menunjukkan komitmen kuat, lembaga ini mewarisi banyak BUMN tidak sehat yang membutuhkan restrukturisasi besar.

    Adapun saat ini, 95 persen dividen BUMN hanya berasal dari delapan perusahaan, terutama empat bank besar. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari sekitar 1.000 BUMN berada dalam kondisi tidak optimal.

    Ia menyampaikan penugasan yang dianggap tidak realistis seperti pembangunan peternakan ayam, kampung haji, hingga proyek waste to energy semakin membebani kinerja BUMN.

    Wijayanto menilai Danantara perlu diberi ruang lebih luas untuk berinovasi agar dapat berkembang layaknya Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia dalam 10 tahun mendatang.

  • Sudah Diguyur Likuiditas, Himbara Juga Bakal ‘Monopoli’ Valas DHE SDA

    Sudah Diguyur Likuiditas, Himbara Juga Bakal ‘Monopoli’ Valas DHE SDA

    Bisnis.com, JAKARTA — Rencana untuk menempatkan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) secara terpusat di bank anggota himpunan bank milik negara (himbara) dikhawatirkan berdampak ke likuiditas valuta asing (valas) bank non-himbara. 

    Pemerintah sendiri tinggal selangkah lagi secara resmi mengubah Peraturan Pemerintah (PP) No.8/2025 yang nantinya mengatur DHE SDA wajib parkir 100% selama 12 bulan secara spesifik di himbara. Perubahan itu diharapkan pemerintah bisa menambah suplai valas di dalam negeri. 

    Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA (BBCA) David Sumual memandang bahwa secara keseluruhan suplai valas di dalam negeri saat ini masih bagus, namun cenderung menurun. Hal itu tidak lepas dari harga komoditas yang turun setahun terakhir. 

    Di sisi lain, David turut melihat tingkat konversi DHE dari valas ke rupiah bagi korporasi juga tinggi untuk kebutuhan operasional di dalam negeri. Akan tetapi, dia juga tidak menampik ada celah di mana dana DHE eksportir yang dikonversi dari valas ke rupiah kemudian dilarikan ke luar negeri. 

    Untuk itu, David menekankan perlunya otoritas terus melakukan pendalaman pasar uang supaya investor tertarik untuk mengalirkan dananya di dalam negeri.

    “Makanya perlu didorong terus pendalaman finansial supaya instrumen valas semakin beragam sehingga merkea tertarik menarik dananya ke dalam negeri,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (9/12/2025). 

    David menilai hal yang sebenarnya lebih dikhawatirkan adalah kondisi likuiditas valas perbankan, apabila nantinya DHE SDA dipusatkan ke bank himbara saja. Selain dampaknya ke bank-bank non-himbara, dia menilai perlunya juga pemerintah memastikan himbara sudah siap dari segi SDM maupun infrastrukturnya untuk menampun banjir likuiditas valas dari DHE SDA itu. 

    “Pasti nanti swasta kekurangan likuiditas. Ibarat kita mengairi sawah dengan likuiditas, apabila hanya disetop di satu tempat pasti kena semua. Jadi, harus ada persiapan sebelum melakukannya,” terang David. 

    Menurut David, dampak kepercayaan investor asing yang memiliki saham di perbankan swasta juga harus diperhatikan oleh pemerintah. Dia tidak menutup kemungkinan adanya penurunan confidence  dari investor pemegang saham perbankan swasta di dalma negeri. 

    Sementara itu, eksportir juga dinilai olehnya harus menyiapkan dana juga untuk memindahkan DHE SDA dari bank-bank swasta ke himbara nantinya. “Saya buka nakuti-nakutin, tetapi kalau likuiditas tersumbat, jadi masalah buat kita,” paparnya. 

    Alasan Purbaya Tunjuk Himbara

    Namun demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut pihaknya ke depan masih akan fokus untuk penataan regulasi DHE SDA dengan revisi PP No.8/2025. Sebab, dia mengeklaim selama pemberlakuan PP No.8/2025, eksportir menempatkan devisanya dalam bentuk dolar di bank-bank kecil dalam negeri dan menukarkannya ke rupiah. 

    Namun, perbankan yang menampung devisa itu justru mengonversinya kembali ke dolar dan dilarikan ke luar negeri. 

    “Jadi enggak efektif. Jadi untuk menutup bocor itu, daripada pusing-pusing, yaudah himbara saja. Kalau Himbara macam-macam aja kami berhentiin, gampang,” terang Purbaya kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Selasa (9/12/2025). 

    Purbaya memastikan bahwa motif utama untuk mewajibkan DHE SDA parkir di himbara guna memastikan suplai dolar bertambah. Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu pun tidak khawatir apabila kebijakan baru itu nantinya bisa menyebabkan ketidakseimbangan likuiditas antara himbara dan bank swasta. 

    Menurutnya, fokus pemerintah dalam waktu dekat adalah untuk memastikan kebijakan DHE SDA efektif dalam menambah pasokan dolar di dalam negeri. Apalagi, dia menilai beleid sebelumnya yang baru berlaku sekitar sembilan bulan ini hampir gagal menjalankan tujuannya. 

    “Kan selama ini hampir gagal kan? Ya kan? Menurut Anda gimana? Kalau udah gagal, kita diemin apa enggak?,” ujarnya. 

    Secara terpisah, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (SEF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengonfirmasi bahwa pihaknya sudah melakukan proses revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.8/2025. Dia menyebut hal ini sudah disosialisasikan dengan pihak perbankan dan pelaku usaha. 

    “Kemarin sudah bertemu dengan perbankan dan juga pelaku usaha, lalu hari ini kami lanjut, kalau enggak salah itu ada PAK, lalu harmon [harmonisasi, red] untuk kemudian bisa segera diundangkan,” ungkap Febrio kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan,  Jakarta, Senin (8/12/2025). 

  • Dugaan Korupsi Bansos Ponorogo, Begini Update dari Kejaksaan

    Dugaan Korupsi Bansos Ponorogo, Begini Update dari Kejaksaan

    Ponorogo (beritajatim.com) — Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo mulai membuka tabir baru terkait dugaan penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) di lingkungan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Ponorogo. Kasus tersebut kini naik ke tahap penyidikan. Kepala Kejari Ponorogo, Zulmar Adhy Surya, masih irit bicara dalam memberikan keterangan terkait kasus ini, sebab proses hukum masih berjalan.

    Pengusutan ini menjadi kabar yang mengejutkan di momen peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 9 Desember. Zulmar menegaskan bahwa Dinsos PPPA masuk dalam daftar prioritas, karena kasusnya berkaitan langsung dengan hak masyarakat dan pengelolaan dana bantuan bagi warga yang semestinya membutuhkan.

    “Penyidikan di Dinsos ini berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan bansos. Sebab itu berpotensi merugikan keuangan negara dan berdampak pada masyarakat,” kata Zulmar.

    Meski tidak merinci bentuk penyimpangan yang terjadi, sumber internal menyebut perkara di instansi sosial itu terkait mekanisme pengelolaan dana bantuan sosial (bansos) yang dinilai tidak sesuai. Zulmar masih irit bicara, dirinya belum menyebut detail nama program atau nominal kerugian negara. Namun Dia menegaskan bahwa perkara yang menyentuh ranah sosial menjadi prioritas lantaran dampaknya langsung dirasakan masyarakat. Dia mengungkapkan bahwa penanganan terhadap potensi penyalahgunaan dana bantuan, merupakan bagian dari mandat penegakan hukum yang saat ini diperkuat secara nasional.

    “Penindakan yang kami lakukan ini, sesuai perintah dari Presiden Prabowo Subianto dan pimpinan kami, Kepala Jaksa Agung,” ungkapnya.

    Instruksi tersebut, kata Zulmar, mencakup dua fokus besar, yakni penindakan praktik tambang ilegal dan perkara korupsi yang menyangkut hajat hidup warga. Di mana terakhir itu masuk dalam kategori yang melekat pada dugaan penyimpangan dana sosial di Dinsos PPPA Ponorogo.

    Hingga kini, Kejari Ponorogo belum menyebut jumlah saksi yang telah diperiksa maupun potensi tersangka. Zulmar hanya menegaskan bahwa penyidikan berjalan dan perkembangan akan disampaikan lebih lanjut.

    Zulmar menambahkan bahwa total ada empat perkara dugaan korupsi yang kini disidik. Dua perkara merupakan penanganan lanjutan, yakni terkait salah satu bank himbara dan tambang aset desa di Kecamatan Jenangan. Sementara dua perkara baru ditambahkan sekitar satu bulan terakhir, termasuk dugaan penyalahgunaan bansos di Dinsos PPPA.

    “Kurang lebih sebulan terakhir kami tancap gas, 2 kasus dugaan baru masuk penyidikan. Yakni terkait tambang di tanah aset negara dan dugaan penyalahgunaan bansos di Dinsos,” pungkasnya. (end/but)

  • Hakordia 2025: Kejari Ponorogo Bongkar 4 Kasus Korupsi Baru

    Hakordia 2025: Kejari Ponorogo Bongkar 4 Kasus Korupsi Baru

    Ponorogo (beritajatim.com) – Di momen peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang jatuh setiap tanggal 9 Desember, Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo menyebut ada empat kasus dugaan rasuah yang ditangani. Keempat kasus dugaan tindak pidana korupsi ini saat ini sudah masuk dalam proses penyidikan.

    “Di peringatan Hakordia, kami ungkapkan bahwa Kejari Ponorogo sedang melakukan penanganan empat perkara yang saat ini dalam proses penyidikan,” kata Kepala Kejari Ponorogo, Zulmar Adhy Surya.

    Zulmar menjelaskan bahwa dua perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan salah satu bank himbara di wilayah Ponorogo dan tambang aset desa di Kecamatan Jenangan. Sementara dua perkara lainnya merupakan tambahan yang dilakukan kurang lebih sebulan terakhir atau saat Zulmar baru menjadi Kepala Kejari Ponorogo. Yakni perkara terkait tambang galian C di tanah aset negara dan penyalahgunaan dana di Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Ponorogo.

    “Tidak hanya melakukan dua penyidikan perkara, kurang lebih sebulan ini kami tancap gas menambah penyidikan. Sehingga jelang tutup tahun ini total ada empat perkara masuk penyidikan,” katanya.

    Mengapa tambang dan Dinsos? Zulmar menyebut bahwa pihaknya, sebagaimana perintah dari Presiden Prabowo Subianto, harus menindak tegas praktik tambang ilegal di seluruh Indonesia. Selain itu juga perintah dari Jaksa Agung untuk memprioritaskan penindakan korupsi berkaitan dengan sumber daya alam dan lingkungan seperti tambang.

    Karena dinilai merugikan keuangan dan perekonomian negara secara signifikan serta berdampak langsung kepada kesejahteraan rakyat. Selain itu juga penanganan perkara yang menyangkut hajat hidup masyarakat, dalam kasus di Dinsos.

    “Penindakan yang kami lakukan ini sesuai perintah dari Presiden Prabowo Subianto dan pimpinan kami, Kepala Jaksa Agung,” ungkapnya.

    Sebelumnya, di tahun 2025 ini, Kejari Ponorogo juga sudah menangani empat perkara dugaan tindak pidana korupsi. Perkara pertama adalah dugaan penyimpangan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2019–2020 di Desa Crabak, Kecamatan Slahung. Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan DW, Kepala Desa Crabak nonaktif, sebagai tersangka.

    Pergerakan penegak hukum tidak berhenti di situ. Pada akhir April 2025, Kejari Ponorogo kembali menetapkan tersangka baru, SA, mantan Kepala SMK PGRI 2 Ponorogo. SA diduga terlibat penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode 2019–2024.

    Dua perkara lainnya berada pada tahap penuntutan. Keduanya berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi kredit fiktif di salah satu bank milik himbara di wilayah Ponorogo. “Penuntutan kasus korupsi ada empat perkara yang kami tangani saat ini,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Ponorogo, Zulmar Adhy Surya, Senin (8/12/2025).

    Zulmar menegaskan bahwa kebijakan pemberantasan korupsi tidak semata-mata berhenti pada aspek penindakan. Kejari Ponorogo juga didorong untuk melakukan pemulihan keuangan negara. Selain itu juga memperbaiki tata kelola di institusi tempat dugaan korupsi terjadi. “Kami merumuskan formulasi yang tepat untuk pelaksanaan kegiatan, khususnya tipikor,” jelasnya. (end/kun)