Perusahaan: Associated Press

  • Texas Mencekam, Usai Penembakan Brutal Kini Mobil Seruduk Pedestrian

    Texas Mencekam, Usai Penembakan Brutal Kini Mobil Seruduk Pedestrian

    Texas

    Suasana di Texas, Amerika Serikat (AS), mencekam. Usai penembakan brutal, terjadi peristiwa mobil seruduk pejalan kaki hingga tewas.

    Penembakan di Texas itu terjadi pada Sabtu (6/5/2023). Sementara, peristiwa pemobil tabrak pejalan kaki terjadi pada Minggu (7/5/2023).

    Penembakan Brutal di Mal

    Dilansir AFP, Penembakan brutal itu terjadi di sebuah mal di Texas. Sembilan orang tewas dalam peristiwa itu, termasuk pelaku.

    Sebanyak tujuh orang tewas di tempat kejadian. Sementara, dua orang tewas saat berada di rumah sakit.

    “(Kami) Menemukan tujuh orang yang meninggal di tempat kejadian. Kami membawa sembilan orang ke rumah sakit. Dari mereka yang kami bawa, dua telah meninggal,” kata kepala pemadam kebakaran Allen, Jonathan Boyd.

    Mengutip CNN, korban selamat yang dibawa ke rumah sakit tengah menjalani perawatan intensif. Tiga dalam keadaan kritis, sementara empat dalam kondisi stabil.

    Polisi meyakini aksi penembakan itu dilakukan seorang diri. Pelaku penembakan brutal itu ditembak mati.

    Cerita Saksi

    Salah satu warga, Jaynal Pervez, yang berada di dalam mal saat penembakan terjadi menceritakan detik-detik mencekam yang dialaminya. Pervez mengatakan tidak ada tempat yang aman saat kejadian.

    “Tidak ada tempat yang lebih aman. Saya tidak tahu harus berbuat apa,” kata Pervez seperti dilansir AFP.

    Pervez memberitahu penyiar CBS mengenai pemandangan di tempat parkir mal kacau balau.

    “Saya melihat sepatu di sekitar sana, ponsel orang di jalan,” katanya.

    Dengan lebih banyak senjata api daripada jumlah penduduknya, AS memiliki tingkat kematian akibat senjata api tertinggi di antara negara maju lainnya. Tahun lalu, sebanyak 49.000 tingkat kematian akibat senjata api, naik dari 45.000 pada tahun sebelumnya.

    Menurut Arsip Kekerasan Senjata, ada lebih dari 195 penembakan massal – didefinisikan sebagai empat atau lebih orang terluka atau terbunuh – sepanjang tahun ini di Amerika Serikat.

    Polisi Usut Motif

    Dilansir DW, otoritas AS masih menyelidiki motif penembakan yang terjadi di mal Allen Premium Outlets, Texas, pada Sabtu (6/5) sore waktu setempat itu. Otoritas AS menyebut pelakunya sebagai seorang pria berusia 33 tahun dan telah tewas ditembak polisi di lokasi kejadian.

    Otoritas AS sendiri belum mengungkapkan rincian detail penyelidikan mereka. Namun, media-media AS dalam laporannya menyebut bahwa petugas saat ini tengah menyelidiki kemungkinan motif ekstremis di balik insiden penembakan itu.

    Seorang pejabat yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan kepada The Associated Press (AP) bahwa agen-agen federal AS saat sedang mengusut akun-akun media sosial yang diduga digunakan oleh pelaku, begitu pula dengan postingan-postingan yang menunjukkan minat pada supremasi kulit putih dan neo-Nazi.

    Menurut laporan AP, pelaku memiliki tato bertuliskan “RWDS” di dadanya, yang merupakan singkatan dari “Right Wing Death Squad” atau Pasukan Kematian Sayap Kanan. Itu merupakan frasa yang populer di kalangan ekstremis sayap kanan dan komunitas supremasi kulit putih.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

  • Aparat di AS Gunakan Software Murah Mata-matai Penduduk

    Aparat di AS Gunakan Software Murah Mata-matai Penduduk

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kepolisian dan aparat penegak hukum di Amerika Serikat (AS) menggunakan perangkat lunak (software) murah untuk memata-matai warga yang mencurigakan. Software tersebut bernama Fog Reveal dan hanya berharga $7500 atau Rp111 juta per tahunnya.

    Mengutip dari Engadget, aparat di AS menggunakan software tersebut sejak 2018 untuk keperluan berbagai investigasi termasuk melacak tersangka pembunuhan dan potensi partisipan pada kerusuhan di Capitol 6 Januari lalu.

    Fog Reveal dijual oleh perusahaan Fog Data Science LLC yang berbasis di Virginia. Software tersebut tidak memerlukan izin dan bisa diakses secara cepat.

    Biasanya, otoritas harus mengeluarkan jaminan kepada perusahaan seperti Google dan Apple. Mereka pun harus menunggu berpekan-pekan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

    Namun Fog Reveal memiliki cara kerja berbeda. ia menggunakan nomor identifikasi iklan (advertising ID), yang merupakan identitas unik yang ditempel di setiap ponsel untuk melacak orang-orang. Fog Reveal mendapatkan informasi dari agregator yang mengumpulkan data dari aplikasi seperti Waze dan Starbucks.

    Kedua aplikasi itu bekerja berdasarkan iklan bertarget lokasi dan minat penggunanya. Namun Google dan Starbucks membantah telah memberikan izin kepada rekanan mereka untuk membagikan data kepada Fog Reveal.

    Tindakan aparat menggunakan Fog Reveal diketahui setelah The Electronic Frontier Foundation (EFF) mendapatkan akses ke dokumen terkait software tersebut lewat undang-undang Freedom of Information. EFF lalu membagikan dokumen tersebut kepada Associated Press (AP).

    Bennet Cyphers, penasihat khusus EFF mendeskripsikan Fog Reveal sebagai “program pengintaian masal dengan harga yang terjangkau”. Pasalnya, harga jual Fog Reveal dimulai di angka $7500 per tahun dan bahkan beberapa agensi membagikan akses kepada departemen lain yang terdekat agar harganya terus turun.

    AP lalu melihat data dari GovSpend, situs monitor belanja pemerintah AS, dan menemukan Fog mendapatkan 50 kontrak dari hampir 20-an agensi. Otoritas pun telah menggunakan Fog Reveal untuk mencari ratusan jejak dari 250 juta perangkat.

    Melansir situs resmi AP, Fog Reveal memang tidak membeberkan nama pemilik perangkat yang diintai. Namun cara kerjanya yang memanfaatkan advertising ID membuat aparat bisa melacak rumah dan tempat kerja pemilik perangkat untuk menganalisa pola kehidupan mereka.

    “Kemampuan itu, yang bisa melacak siapa pun dia area publik atau rumah, buat saya adalah jelas pelanggaran terhadap Amandemen Keempat,” kata Davin Hall, mantan pengawas data analisis kriminal di Greensboro, Carolina Utara.

    (lth/lth)

  • Masuk Bengkel Berminggu-minggu, Peluncuran Roket Artemis 1 Terlunta?

    Masuk Bengkel Berminggu-minggu, Peluncuran Roket Artemis 1 Terlunta?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengaku perbaikan roket Artemis 1 akibat masalah kebocoran bahan bakar bakal memakan waktu berminggu-minggu. Bagaimana nasib peluncurannya?

    Kendala pada sistem bahan bakar membuat Artemis 1 memakan waktu hingga berminggu-minggu untuk diperbaiki, bahkan memaksa megaroket itu keluar dari landasan pelucurannya.

    Kebocoran hidrogen cair terjadi Sabtu (3/9) pagi, saat NASA mencoba mengisi bahan bakar megaroket Space Launch System (SLS) untuk meluncurkan Artemis 1 uji terbang tanpa awak ke Bylan dari Pad 39B di Kennedy Space Center (KSC).

    Meskipun tiga upaya terpisah memperbaiki kebocoran bahan bakar telah dilakukan, para insinyur tidak dapat memperbaiki dan akhirnya mundur dari peluncuran untuk memperbaiki situasi lebih lanjut.

    Dikutip dari Space, perbaikan itu Artemis 1 direkomendasikan dilakukan setidaknya dua minggu.

    “Kami tidak akan meluncurkan dalam periode peluncuran ini,” kata Jim Free, administrator asosiasi NASA untuk pengembangan sistem eksplorasi.

    Periode peluncuran itu ditutup pada Selasa (6/9). Artemis 1 sekarang harus menunggu hingga peluncuran berikutnya, yang berlangsung dari 16 September hingga 4 Oktober, untuk diuji coba.

    Jadwal itu kemungkinan molor lebih dalam ke Oktober karena persyaratan keselamatan yang dapat memaksa roket SLS kembali ke Gedung Perakitan Kendaraan (VAB) KSC selama perbaikan.

    Sebelum uji coba Sabtu (4/9), upaya peluncuran Artemis 1 pertama yang pada hari Senin (29 Agustus) dibatalkan setelah tim menyadari salah satu dari empat mesin RS-25 yang menggerakkan tahap inti SLS tidak mendingin dengan benar sebelum diluncurkan.

    Direktur NASA Bill Nelson menekankan bahwa keselamatan adalah prioritas utama. “Ingat saja: Kami tidak akan meluncurkannya sampai dia (roket Artemis 1) betul,” katanya, dikutip dari Associated Press.

    Analisis segera melacak masalah itu ke sensor suhu yang rusak, dan tim memutuskan untuk melanjutkan percobaan lagi pada Sabtu (3/9). Kebocoran menyebabkan tingkat gas hidrogen yang mudah terbakar di dekat roket yang beberapa kali lebih tinggi dari kisaran yang dapat diterima.

    Apanya yang rusak?

    Manager pada misi Artemis 1 Mike Sarafin mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan apakah kebocoran itu disebabkan oleh peristiwa tekanan berlebih atau tidak.

    “Kami ingin berhati-hati dan berhati-hati dalam menarik kesimpulan di sini, karena korelasi tidak sama dengan sebab-akibat,” katanya.

    Yang jelas, seal gasket lunak kemungkinan harus diganti. Insinyur NASA akan bertemu minggu depan untuk memutuskan apakah itu dapat dilakukan di Launch Pad 39B.

    Seperti yang terjadi saat ini, roket SLS perlu segera meluncur kembali ke VAB untuk menguji sistem penghentian penerbangan,yang dirancang untuk menghancurkan roket dengan bahan peledak jika menyimpang dari jalurnya.

    Angkatan Luar Angkasa AS mengharuskan NASA untuk menguji sistem keamanan setiap 25 hari, dan itu hanya dapat dilakukan di VAB.

    Batas waktu 25 hari untuk Artemis 1 sudah dekat, jadi NASA akan membutuhkan pengabaian untuk menjaga roket bulan tetap di landasan jika ingin memperbaiki kebocoran di sana.

    Dikutip dari situs resmi NASA, Free dan Sarafin mengatakan dibutuhkan banyak waktu untuk mendiskusikan dan menganalisis data temuan kesalahan yang terjadi pada roket itu.

    Mereka menekankan pembatalan peluncuran Sabtu (3/9) adalah langkah yang tepat.

    “Meskipun kami tidak jadi meluncurkan, saya perlu memberi tahu Anda bahwa tim-tim ini tahu persis apa yang mereka lakukan, dan saya sangat bangga dengan mereka,” kata Direktur NASA Bill Nelson.

    Roket SLS merupakan penerbangan uji senilai US$4,1 miliar (Rp61,2 triliun) adalah langkah pertama dalam program Artemis, dinamakan berdasarkan saudara kembar Apollo dalam mitologi Yunani, NASA untuk eksplorasi baru Bulan AS.

    Artemis 1 akan mengirim kapsul Orion tanpa awak dalam perjalanan panjang ke orbit bulan dan kembali ke Bumi.

    Sepuluh cubesat (satelit mini berbentuk kubus) yang akan terbang dalam misi Artemis 1 bertugas untuk melakukan berbagai pekerjaan sains dan menguji berbagai teknologi.

    (can/arh)

    [Gambas:Video CNN]