Perusahaan: Associated Press

  • Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang, Bagaimana Nasib Gencatan Senjata Gaza?

    Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang, Bagaimana Nasib Gencatan Senjata Gaza?

    Tel Aviv

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membubarkan kabinet perang usai ditinggal oleh Benny Gantz, pensiunan jenderal dan anggota parlemen yang dikenal sebagai tokoh moderat. Netanyahu kini diyakini bergantung pada mitranya dari kubu ultranasionalis yang dikenal menolak gencatan senjata dengan Hamas.

    Dilansir Al-Jazeera dan Associated Press, Selasa (18/6/2024), pembubaran kabinet perang ini kemungkinan besar mengurangi peluang gencatan senjata di Jalur Gaza dalam waktu dekat. Kebijakan perang besar-besaran sekarang hanya akan disetujui oleh Kabinet Keamanan Netanyahu – sebuah badan yang didominasi oleh kelompok garis keras dan dikenal menentang proposal gencatan senjata yang didukung AS serta ingin melanjutkan perang di Gaza, Palestina.

    Netanyahu diperkirakan akan berkonsultasi mengenai beberapa keputusan dengan sekutu dekatnya dalam pertemuan ad-hoc, kata seorang pejabat Israel yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang memberi pengarahan kepada media.

    Pertemuan tertutup ini dapat menumpulkan pengaruh kelompok garis keras. Namun, Netanyahu sendiri tidak menunjukkan antusiasme terhadap rencana gencatan senjata dan ketergantungannya pada kabinet keamanan penuh dapat memberinya perlindungan untuk memperpanjang keputusannya.

    Pembubaran kabinet perang ini diyakini semakin menjauhkan Netanyahu dari politisi garis tengah yang lebih terbuka terhadap perjanjian gencatan senjata dengan Hamas. Pembicaraan gencatan senjata selama berbulan-bulan telah gagal menemukan titik temu antara Hamas dan para pemimpin Israel.

    Baik Israel maupun Hamas enggan untuk sepenuhnya mendukung rencana yang didukung Amerika Serikat (AS). Perjanjian itu antara lain berisi pembebasan sandera, membuka jalan untuk mengakhiri perang, dan memulai upaya pembangunan kembali wilayah Gaza yang hancur.

    Netanyahu sekarang akan bergantung pada anggota kabinet keamanannya, yang beberapa di antaranya menentang perjanjian gencatan senjata dan menyuarakan dukungan untuk menduduki kembali Gaza. Setelah kepergian Gantz, Menteri Keamanan Nasional ultranasionalis Israel, Itamar Ben-Gvir, menuntut dirinya masuk ke kabinet perang yang diperbarui.

    Langkah yang diambil Netanyahu dengan membubarkan kabinet perang diyakini dapat membantu menjaga jarak dari Ben-Gvir, tetapi hal itu tidak dapat mengesampingkannya sama sekali. Langkah ini juga memberi Netanyahu kelonggaran untuk mengakhiri perang agar tetap berkuasa.

    Para pengkritik Netanyahu menuduhnya menunda berakhirnya perang berarti penyelidikan atas kegagalan pemerintah pada 7 Oktober 2023 dan meningkatkan kemungkinan diadakannya pemilu baru ketika popularitas perdana menteri sedang rendah.

    “Ini berarti bahwa dia akan membuat semua keputusan sendiri, atau dengan orang-orang yang dia percayai dan tidak menentangnya,” kata Ketua Departemen Ilmu Politik di Universitas Ibrani Yerusalem, Gideon Rahat.

    “Dan ketertarikannya adalah melakukan perang yang lambat,” ujar Rahat.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

    2 Menteri Problematik di Sisi Netanyahu

    Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich merupakan perwakilan dari konstituen ultra-Ortodoks dan sayap kanan dalam politik Israel. Mereka juga terkait erat dengan gerakan pemukim, yang berupaya membangun di tanah Palestina.

    Keduanya telah mengancam akan mengundurkan diri jika Israel tidak melancarkan serangan ke Rafah di Gaza, yang merupakan rumah bagi 1,5 juta pengungsi. Keduanya juga mengancam akan mundur jika Netanyahu melanjutkan perjanjian gencatan senjata yang didukung AS sebelum mereka menganggap Hamas ‘hancur’.

    Ben-Gvir dan Smotrich juga mendukung pendirian permukiman ilegal di Gaza, menyusul ‘migrasi sukarela’ warga Palestina yang tinggal di sana – sebuah posisi yang sangat kontras dengan kebijakan perang resmi Israel. Terakhir adalah kedudukan internasional mereka, yang cukup bermasalah.

    Tak satu pun sekutu Israel, termasuk AS, yang kemungkinan akan terlibat dengan salah satu politisi tersebut. Secara fundamental, keberadaan keduanya akan melemahkan peran potensial apa pun dalam kabinet perang.

    Ben-Gvir dan Smotrich memiliki gabungan 14 kursi di parlemen Israel, Knesset. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan Partai Persatuan Nasional pimpinan Gantz yang memiliki 12 kursi.

    Penarikan diri dua menteri ultranasionalis itu akan menyebabkan runtuhnya kabinet koalisi dan berakhirnya masa jabatan Netanyahu. Netanyahu diyakini akan membentuk kabinet dapur yang lebih kecil, di mana diskusi dan konsultasi sensitif dapat dilakukan.

    Menurut surat kabar Yedioth Ahronoth, badan baru tersebut akan mencakup Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Menteri Urusan Strategis Ron Dermer, serta Ketua Dewan Keamanan Nasional Tzachi Hanegbi. Ini juga akan menghalangi upaya Smotrich dan Ben-Gvir untuk bergabung dengan badan tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/imk)

  • Bentrok dengan Tentara Israel di Tepi Barat, Komandan Hamas Tewas

    Bentrok dengan Tentara Israel di Tepi Barat, Komandan Hamas Tewas

    Tepi Barat

    Kelompok Hamas mengakui salah satu komandannya tewas dalam bentrokan terbaru dengan tentara Israel di wilayah Tepi Barat. Sejumlah petempur Hamas juga tewas dalam bentrokan yang sama.

    Seperti dilansir Associated Press, Selasa (11/6/2024), Hamas dalam pernyataan pada Senin (10/6) tengah malam menyebut bentrokan dengan tentara Israel terjadi di sebuah desa dekat Ramallah, yang menjadi kantor Otoritas Palestina yang didukung Barat.

    Dalam pernyataannya, Hamas mengakui bahwa salah satu komandannya yang bernama Mohammed Jaber Abdo tewas bersama tiga petempur lainnya.

    Militer Israel, dalam pernyataan gabungan dengan pihak Kepolisian Tel Aviv, mengatakan bahwa pasukan yang menyamar telah melacak seorang tersangka yang diburu terkait serangan terhadap permukiman Yahudi di Tepi Barat.

    Tidak disebutkan lebih lanjut oleh militer Israel soal apakah operasinya di Tepi Barat memakan korban jiwa.

    Tindak kekerasan semakin meningkat di wilayah Tepi Barat sejak perang antara Hamas dan Israel berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

    Sejak saat itu, menurut Kementerian Kesehatan Palestina, lebih dari 530 warga Palestina terbunuh oleh serangkaian serangan Israel di wilayah Tepi Barat. Sebagian besar korban tewas dalam aksi protes yang diwarnai kekerasan atau dalam operasi penangkapan oleh militer Israel, yang seringkali memicu baku tembak.

    Bentrokan di Tepi Barat itu terjadi saat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui resolusi yang mendukung proposal gencatan senjata terbaru antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza.

    Resolusi yang diajukan oleh Amerika Serikat (AS) itu juga mendesak militan-militan Palestina, termasuk Hamas, untuk menerima kesepakatan yang bertujuan mengakhiri perang yang berlangsung selama nyaris sembilan bulan terakhir.

    Perang berkecamuk di Jalur Gaza setelah serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu terhadap wilayah Israel bagian selatan, yang dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang. Lebih dari 250 orang diculik dan disandera oleh Hamas di Jalur Gaza.

    Serangan balasan oleh militer Israel terhadap Jalur Gaza, yang dikuasai Hamas, sejauh ini menewaskan sedikitnya 37.124 orang.

    Rentetan serangan Tel Aviv itu tidak hanya memicu kehancuran, tapi juga membuat warga Palestina menghadapi kelaparan yang semakin meluas akibat terputusnya pasokan makanan, obat-obatan dan kebutuhan pokok lainnya.

    Badan-badan PBB bahkan memperingatkan lebih dari satu juta orang di Jalur Gaza akan mengalami tingkat kelaparan tertinggi pada pertengahan Juli mendatang.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Houthi Tahan 9 Staf Badan-badan PBB di Yaman

    Houthi Tahan 9 Staf Badan-badan PBB di Yaman

    Sanaa

    Sedikitnya sembilan staf dari sejumlah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ada di Yaman ditahan oleh kelompok Houthi. Kondisi para staf PBB yang ditahan Houthi itu tidak diketahui secara jelas.

    Seperti dilansir Associated Press, Jumat (7/6/2024), penahanan para staf PBB ini diungkapkan oleh otoritas regional saat berbicara kepada media Associated Press pada Jumat (7/6) waktu setempat.

    Informasi tersebut mencuat ke publik ketika Houthi terus menghadapi tekanan keuangan dan serangan udara yang meningkat dari koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS), untuk membalas rentetan serangan yang dilancarkan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan sekitarnya.

    Sejumlah orang lainnya yang bekerja untuk kelompok bantuan kemanusiaan lainnya juga kemungkinan besar ditahan oleh Houthi.

    Di saat Houthi menjadi perhatian internasional karena serangannya di Laut Merah, kelompok yang didukung Iran ini melakukan penindakan tegas terhadap setiap perbedaan pendapat yang muncul di wilayah Yaman yang dikuasainya, termasuk baru-baru ini menjatuhkan hukuman mati terhadap 44 orang.

    Sejumlah pejabat regional yang berbicara kepada Associated Press tanpa mengungkapkan identitas mereka, telah mengonfirmasi penahanan para staf badan PBB di Yaman oleh kelompok Houthi.

    Para staf yang ditahan Houthi, menurut para pejabat regional itu, berasal dari badan hak asasi manusia PBB, program pembangunan PBB, Program Pangan Dunia PBB, dan satu orang lainnya bekerja pada kantor Utusan Khusus PBB. Bahkan istri dari salah satu staf PBB itu ikut ditahan oleh Houthi.

    PBB sendiri menolak untuk memberikan komentarnya atas laporan tersebut.

    Kelompok Houthi dan organisasi media yang berafiliasi dengan kelompok itu juga belum memberikan tanggapan.

    Organisasi Hak Asasi Manusia Mayyun, yang berhasil mengidentifikasi beberapa staf PBB yang ditahan Houthi, menyebutkan bahwa sejumlah karyawan dari kelompok-kelompok bantuan lainnya juga ditahan oleh Houthi di setidaknya empat provinsi, yakni Amran, Hodeida, Saada dan Saana.

    “Kami mengutuk keras eskalasi berbahaya ini, yang mengarah pada pelanggaran hak istimewa dan kekebalan yang dimiliki para pekerja PBB berdasarkan hukum internasional, dan kami menganggapnya sebagai praktik yang menindas, totalier, dan bersifat memeras untuk mendapatkan keuntungan politik dan ekonomi,” sebut Organisasi Hak Asasi Manusia Mayyun dalam pernyataannya.

    Sejauh ini tidak diketahui secara jelas alasan di balik penahanan para staf banda PBB dan para pekerja badan kemanusiaan lainnya di Yaman tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Airbus A320 Tiba-tiba Terbakar Saat Akan Lepas Landas di Chicago

    Airbus A320 Tiba-tiba Terbakar Saat Akan Lepas Landas di Chicago

    Chicago

    Pesawat jenis Airbus A320 yang dioperasikan maskapai United Airlines tiba-tiba terbakar saat hendak lepas landas di Bandara Internasional Chicago O’Hare, Amerika Serikat (AS). Untungnya, tidak ada korban luka dalam insiden tersebut.

    Seperti dilansir Associated Press, Selasa (28/5/2024), Otoritas Penerbangan Federal AS atau FAA melaporkan bahwa insiden ini terjadi di Bandara Internasional Chicago O’Hare pada Senin (27/5) siang, sekitar pukul 14.00 waktu setempat.

    Disebutkan FAA bahwa penerbangan United Airlines dengan nomor 2091 yang seharusnya terbang menuju Bandara Internasional Seattle-Tacoma itu terpaksa membatalkan lepas landas setelah kebakaran dilaporkan terjadi ketika pesawat masih berada di taxiway.

    Maskapai United Airlines menyebut pesawat jenis Airbus A320 itu kemudian ditarik ke area gate bandara.

    Departemen pemadam kebakaran setempat dan para personel medis dikerahkan ke dekat pesawat sebagai upaya pencegahan.

    Disebutkan bahwa tidak ada korban luka dalam insiden ini. Seluruh penumpang berhasil dievakuasi ke lokasi aman.

    Lihat juga Video: Penampakan Kentucky AS Luluh Lantak Disapu Tornado

    Pihak maskapai United Airlines mengatakan bahwa seluruh 148 penumpang kemudian ditempatkan dalam pesawat berbeda untuk melanjutkan perjalanan mereka. United Airlines menyebut penundaan penerbangan yang terjadi sangatlah minim.

    Dampak dari insiden ini, menurut laporan media lokal ABC 7 Chicago, aktivitas pendaratan di Bandara Internasional Chicago O’Hare terpaksa dihentikan sementara.

    Penyebab kebakaran pada pesawat Airbus A320 itu belum diketahui secara jelas.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Tak Ada Tanda Serangan di Balik Jatuhnya Heli yang Tewaskan Presiden Iran

    Tak Ada Tanda Serangan di Balik Jatuhnya Heli yang Tewaskan Presiden Iran

    Jakarta

    Penyelidikan terkait kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi telah rampung. Militer Iran memastikan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan helikopter itu diserang.

    Dilansir Associated Press, Sabtu (25/5/2024), hasil penyelidikan itu diumumkan oleh Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran yang bertugas menyelidiki kecelakaan tersebut.

    Hasil penyelidikan awal militer Iran itu tidak menyebutkan soal siapa yang disalahkan atas kecelakaan maut tersebut. Namun disebutkan bahwa informasi lebih detail akan disampaikan setelah penyelidikan lebih lanjut tuntas dilakukan.

    Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran itu menyebutkan bahwa komunikasi antara menara kendali dan awak helikopter sebelum kecelakaan terjadi, tidak mengandung hal-hal yang mencurigakan. Adapun komunikasi terakhir helikopter yang jatuh dengan dua helikopter lainnya sekitar 90 detik sebelum kecelakaan.

    Tak Ada Tanda-tanda Penembakan

    Dari hasil penyelidikan awal, Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran mengatakan tidak ada tanda-tanda tembakan yang mengarah ke helikopter tersebut. Selain itu, jalur penerbangannya tidak berubah.

    Diketahui, kecelakaan itu terjadi pada Minggu (19/5) lalu. Selain Raisi, penumpang helikopter itu adalah Menteri Luar Negeri (Menlu) Hossein Amir-Abdollahian, dan enam orang lainnya termasuk beberapa pejabat daerah Iran.

    Helikopter Jenis Bell 212 Buatan AS

    Helikopter jenis Bell 212 buatan Amerika Serikat (AS) yang sudah menua itu terjatuh di area pegunungan terpencil yang berkabut di Iran bagian barat laut. Lokasi puing helikopter baru ditemukan pada Senin (20/5) pagi waktu setempat.

    Seremoni pemakaman Raisi digelar selama beberapa hari di sejumlah kota di negara tersebut, sebelum mendiang Presiden Iran itu dimakamkan di Kuil Imam Reza yang ada di Mashhad, kampung halaman Raisi, pada Kamis (24/5) waktu setempat.

    (zap/maa)

  • Iran Sebut Heli Presiden Terbakar Usai Jatuh, Tak Ada Tanda-tanda Serangan

    Iran Sebut Heli Presiden Terbakar Usai Jatuh, Tak Ada Tanda-tanda Serangan

    Teheran

    Militer Iran mengumumkan hasil penyelidikan terhadap kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Ebrahim Raisi pada 19 Mei lalu. Disebutkan Teheran bahwa helikopter itu terbakar sesaat usai jatuh di area pegunungan Iran bagian barat laut dan tidak ada tanda-tanda menunjukkan helikopter itu diserang.

    Seperti dilansir Associated Press, Sabtu (25/5/2024), hasil penyelidikan itu diumumkan oleh Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran yang bertugas menyelidiki kecelakaan tersebut dalam siaran televisi pemerintah Teheran pada Kamis (23/5) malam waktu setempat.

    Hasil penyelidikan awal itu tidak menyebutkan soal siapa yang disalahkan atas kecelakaan maut tersebut. Namun disebutkan bahwa informasi lebih detail akan disampaikan setelah penyelidikan lebih lanjut tuntas dilakukan.

    Kecelakaan helikopter pada Minggu (19/5) lalu menewaskan Raisi, Menteri Luar Negeri (Menlu) Hossein Amir-Abdollahian, dan enam orang lainnya termasuk beberapa pejabat daerah Iran.

    Pernyataan yang dirilis Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran itu menyebutkan bahwa komunikasi antara menara kendali dan awak helikopter sebelum kecelakaan terjadi, tidak mengandung hal-hal yang mencurigakan.

    Disebutkan bahwa komunikasi terakhir dari helikopter yang jatuh itu terjadi antara helikopter tersebut dengan dua helikopter lainnya yang menyertainya sekitar 90 detik sebelum kecelakaan.

    Menurut hasil penyelidikan awal Staf Jenderal Angkatan Bersenjata Iran, tidak ada tanda-tanda tembakan yang mengarah ke helikopter tersebut dan jalur penerbangannya tidak berubah.

    Saksikan juga ‘Saat Lautan Manusia Tumpah Ruah di Jalanan Iran Antar Pemakaman Raisi’:

    Helikopter jenis Bell 212 buatan Amerika Serikat (AS) yang sudah menua itu terjatuh di area pegunungan terpencil yang berkabut di Iran bagian barat laut pada Minggu (19/5) waktu setempat. Lokasi puing helikopter baru ditemukan pada Senin (20/5) pagi waktu setempat.

    Delapan orang yang ada di dalam helikopter itu semuanya tewas.

    Seremoni pemakaman Raisi digelar selama beberapa hari di sejumlah kota di negara tersebut, sebelum mendiang Presiden Iran itu dimakamkan di Kuil Imam Reza yang ada di Mashhad, kampung halaman Raisi, pada Kamis (24/5) waktu setempat.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • AS Serukan Iran Setop Pasokan Senjata untuk Houthi

    AS Serukan Iran Setop Pasokan Senjata untuk Houthi

    New York

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyerukan Iran untuk menghentikan pengiriman persenjataan dalam jumlah yang “belum pernah ada sebelumnya” kepada kelompok pemberontak Houthi di Yaman. Washington menyebut pasokan senjata Teheran memungkinkan Houthi melancarkan “serangan sembrono” pada kapal-kapal di Laut Merah dan sekitarnya.

    Seperti dilansir Associated Press dan Al Arabiya, Selasa (14/5/2024), seruan itu disampaikan oleh Wakil Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Robert Wood, saat berbicara dalam forum Dewan Keamanan PBB pada Minggu (13/5) waktu setempat.

    Wood mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB jika mereka menginginkan kemajuan dalam mengakhiri konflik di Yaman, maka mereka harus secara kolektif “menegur Iran karena perannya yang mengganggu stabilitas dan bersikeras bahwa mereka tidak bisa bersembunyi di belakang Houthi”.

    Dia menyebut ada banyak bukti yang menunjukkan Iran memasok persenjataan canggih, termasuk rudal balistik dan rudal jelajah, kepada Houthi yang jelas-jelas melanggar sanksi PBB.

    “Untuk menggarisbawahi keprihatinan dewan mengenai pelanggaran embargo senjata yang sedang berlangsung, kita harus berbuat lebih banyak untuk memperkuat penegakan hukum dan mencegah para pelanggar sanksi,” cetus Wood.

    Kelompok Houthi telah mengatakan bahwa rentetan serangan terhadap kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah dan Teluk Aden dimaksudkan untuk menekan Israel agar mengakhiri perangnya melawan Hamas di Jalur Gaza, yang dimulai sejak Oktober tahun lalu dan sejauh ini menewaskan lebih dari 35.000 orang.

    Houthi, menurut data Otoritas Maritim AS pada akhir bulan lalu, telah melancarkan lebih dari 50 serangan terhadap jalur pelayaran strategis tersebut, menyita satu kapal, dan menenggelamkan sebuah kapal lainnya sejak November tahun lalu.

    Serangan-serangan Houthi mulai berkurang dalam beberapa pekan terakhir karena kelompok pemberontak itu menjadi target serangan udara pimpinan militer AS di wilayah Yaman. Namun aktivitas pengiriman melintasi Laut Merah dan Teluk Aden telah menurun drastis karena ancaman serangan yang ada.

    Dalam forum yang sama, utusan khusus PBB untuk Yaman Hans Grundberg memperingatkan Dewan Keamanan PBB bahwa “permusuhan terus berlanjut” meskipun terjadi penurunan serangan terhadap kapal komersial dan militer di Laut Merah, Teluk Aden dan Samudra Hindia, serta pengurangan jumlah serangan udara AS-Inggris terhadap Houthi di Yaman.

    Dia merujuk pada pengumuman yang dirilis Houthi bahwa mereka akan “memperluas cakupan serangan”. Grundberg menyebut pengumuman itu sebagai “provokasi yang mengkhawatirkan dalam situasi yang sudah bergejolak”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Warga Sebut Militer Myanmar Lakukan Pembunuhan Massal

    Warga Sebut Militer Myanmar Lakukan Pembunuhan Massal

    Jakarta

    Laporan soal aksi tentara Junta militer melakukan pembantaian terhadap lebih dari 30 orang warga sipil di Myanmar telah didukung oleh wawancara dengan seorang administrator lokal dan satu orang laki-laki yang selamat dari pembunuhan tersebut.

    Dilaporkan oleh kantor berita independen, kejadian pertumpahan darah tersebut terjadi pada Sabtu (11/05) di desa Let Htoke Taw di Kota Myinmu, Sagaing. Insiden ini merupakan yang terbaru dari tiga kasus pembunuhan massal dalam beberapa hari terakhir pada perang saudara yang mengenaskan di Myanmar.

    Tim Associated Press (AP) sampai saat ini masih belum bisa memverifikasi secara independen soal rincian kejadian, dan pemerintah juga masih belum menanggapi permintaan pernyataan terkait hal ini. Pemerintah militer telah membantah tuduhan-tuduhan sebelumnya soal serangan terhadap warga sipil dan dalam beberapa kasus justru menyalahkan pasukan pemberontak.

    Sejak Februari 2021, Myanmar sendiri telah terperosok ke dalam kekerasan sejak perebutan kekuasaan oleh militer terhadap pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi yang memicu protes damai di seluruh negeri hingga terjadinya penindasan oleh pasukan keamanan dengan kekuatan yang mematikan. Penindasan dengan kekerasan tersebut memicu perlawanan bersenjata yang meluas hingga mencapai intensitas perang saudara.

    Kemudian, dua pembunuhan massal lainnya baru-baru ini melibatkan setidaknya 15 orang kelompok perlawanan, termasuk warga sipil, yang terbunuh dalam sebuah serangan udara saat mengadakan pertemuan di sebuah biara di wilayah Magway. Serta, 32 orang terbunuh pada hari yang sama dalam situasi yang masih belum jelas, dalam pertempuran di Mandalay, yang berlokasi di bagian tengah Myanmar.

    Kemudian, tiga puluh orang, termasuk laki-laki berusia 17 tahun, dua orang dan tiga tukang kayu dari sebuah desa di dekatnya, dilaporkan tewas pada Sabtu (11/05) dalam sebuah serangan oleh tentara di Let Htoke Taw. Hal ini disampaikan oleh petugas administrator lokal yang setiap kepada Pemerintah Persatuan Nasional dan berhasil melarikan diri dari desa tersebut.

    Pemerintah Persatuan Nasional, yang merupakan kelompok oposisi utama di Myanmar, beroperasi sebagai pemerintah bayangan dan mengklaim legitimasi yang lebih besar ketimbang militer yang berkuasa.

    Kesaksian warga

    Seorang penduduk desa Let Htoke Taw bersaksi pada Senin (13/05) mengatakan kalau penduduk yang panik berusaha melarikan diri ketika para tentara yang datang dan menembakkan senjata mereka menyerang setelah pukul 5 pagi. Para warga tidak sempat melarikan diri dari desa tersebut, tapi mereka bersembunyi di tempat aman di bangunan utama Vihara Buddha.

    Penduduk desa lain berusia 32 tahun yang juga tidak mau disebutkan namanya karena alasan keamanan, bersaksi soal istri dan dua anaknya serta anggota keluarga lainnya bersembunyi di vihara. Akan tetapi, mereka ditawan di bangunan utama oleh para tentara bersama dengan 100 penduduk desa lainnya.

    Dia mengatakan kalau dirinya dan 30 orang lainnya dibawa ke luar oleh para tentara dan dipaksa untuk duduk berbaris di tanah sambil diinterogasi dengan pertanyaan tentang pemimpin perlawanan lokal dan lokasi markasnya.

    Meskipun dipukuli, penduduk di barisan depan menyangkal mengetahui informasi tersebut, sehingga para tentara mulai menembaki mereka. Mulanya penembakan dilakukan satu per satu, kemudian secara massal. Demikian kesaksian salah satu warga yang selamat.

    Penduduk desa ini mengatakan bahwa dia terjatuh ke tanah usai seorang laki-laki di sebelahnya ditembak beberapa kali hingga berakhir di pangkuannya. Dia mengaku mendengar suara tembakan dari beberapa senjata, dan seorang kapten memerintahkan anak buahnya untuk menembaki korban hingga tewas.

    Ada 24 orang tewas di tempat kejadian, dan sembilan orang tewas di tempat lain di desa itu, ujar dia. Foto-foto yang diberikan kepada AP menunjukkan sejumlah mayat korban, di antaranya terlihat memiliki sejumlah luka dan disusun dalam dua setengah baris.

    Seorang korban yang selamat mengakui bahwa dia sempat berpura-pura mati selama setengah jam sampai tentara meninggalkan lokasi tersebut.

    mh/rs (AP)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Geger Tentara AS Ditahan di Rusia, Gimana Ceritanya?

    Geger Tentara AS Ditahan di Rusia, Gimana Ceritanya?

    Washington DC

    Seorang tentara Amerika Serikat (AS) ditangkap saat mengunjungi kekasihnya di kota pelabuhan Vladivostok, Rusia. Tentara berusia 34 tahun ini dituduh mencuri dari kekasihnya tersebut, dan saat ini berada dalam tahanan otoritas Rusia.

    Seperti dilansir Associated Press, Selasa (7/5/2024), sejumlah sumber pejabat AS, yang enggan disebut namanya, mengungkapkan bahwa tentara yang ditahan di Rusia itu bernama Gordon Black (34), berpangkat Staff Sergeant dan ditugaskan di Korea Selatan (Korsel).

    Black disebut sedang dalam proses pemulangan ke Fort Cavazos di Texas saat penahanan ini terjadi.

    Menurut para pejabat AS itu, Black yang berstatus sudah menikah ini, ternyata pergi ke Rusia untuk menemui kekasihnya sejak lama. Penahanan Black ini semakin memperumit hubungan antara AS dan Rusia yang telah bersitegang seiring berlarut-larutnya perang di Ukraina beberapa tahun terakhir.

    Juru bicara Angkatan Darat AS, Cynthia Smith, membenarkan bahwa seorang tentara AS ditahan di Vladivostok, yang menjadi lokasi pelabuhan utama militer dan komersial Rusia di perairan Pasifik. Smith menyebut tentara AS itu ditahan sejak Kamis (2/5) pekan lalu atas tuduhan melakukan pelanggaran kriminal.

    Dia menambahkan bahwa otoritas Rusia telah memberitahu pemerintah AS soal penahanan itu, dan pihak Angkatan Darat AS telah mengabarkannya kepada keluarga sang tentara.

    “Departemen Luar Negeri AS memberikan dukungan konsuler yang layak kepada tentara di Rusia,” ucap Smith dalam pernyataannya.

    Lihat juga Video ‘Polisi Bongkar Tenda Massa Pro-Palestina di Universitas Virginia AS’:

    Menurut para pejabat AS yang dikutip Associated Press, wanita Rusia yang menjadi kekasih Black itu pernah tinggal di Korsel. Pada musim gugur lalu, wanita itu dan Black terlibat pertengkaran.

    Setelah itu, wanita Rusia tersebut meninggalkan Korsel. Namun, tidak diketahui apakah wanita Rusia itu terpaksa pergi atau apakah ada peran otoritas berwenang Seoul dalam masalah ini.

    Para pejabat AS itu juga mengatakan bahwa Black, yang seorang prajurit infanteri, tidak memberitahu unitnya jika dia akan pergi ke Rusia, dan tidak mendapatkan izin apa pun untuk pergi ke negara tersebut.

    Menurut para pejabat AS itu, Black pada dasarnya sedang cuti karena dia meninggalkan Korsel untuk dipindahkan kembali ke kampung halamannya di Fort Cavazos.

    Tidak diketahui secara jelas apakah personel militer AS secara khusus dilarang bepergian ke Rusia, meskipun Departemen Luar Negeri AS sangat mengimbau warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke negara tersebut.

    Rusia diketahui menahan sejumlah warga AS di penjara-penjaranya, termasuk seorang pejabat eksekutif perusahaan keamanan bernama Paul Whelan dan seorang wartawan Wall Street Journal bernama Evan Gershkovich. Pemerintah AS menanggap keduanya ditahan secara tidak sah oleh Rusia dan telah berusaha menegosiasikan pembebasan mereka.

    Lihat juga Video ‘Polisi Bongkar Tenda Massa Pro-Palestina di Universitas Virginia AS’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Nyaris 2.200 Orang Ditangkap dalam Aksi Pro-Palestina di Kampus AS

    Nyaris 2.200 Orang Ditangkap dalam Aksi Pro-Palestina di Kampus AS

    Washington DC

    Total hampir 2.200 orang ditangkap polisi selama unjuk rasa pro-Palestina yang digelar di kampus-kampus di seluruh wilayah Amerika Serikat (AS) dalam beberapa minggu terakhir. Dalam aksinya, para demonstran yang kebanyakan mahasiswa itu mendirikan kemah dan menduduki bangunan di kampus mereka.

    Seperti dilansir Associated Press, Jumat (3/5/2024), para personel kepolisian di berbagai wilayah AS yang dikerahkan untuk menangani aksi mahasiswa itu terkadang menggunakan peralatan antihuru-hara, kendaraan taktis, bahkan perangkat flash-bang untuk membersihkan lokasi demo.

    Satu polisi secara tidak sengaja menembakkan senjatanya di dalam gedung administrasi Universitas Columbia di New York saat membersihkan para demonstran yang berkemah di dalam gedung. Universitas Columbia menjadi perintis aksi pro-Palestina yang kini meluas ke kampus-kampus lainnya di AS.

    Untungnya, menurut laporan Departemen Kepolisian New York (NYPD), tidak ada yang terluka akibat tembakan yang tidak sengaja dilepaskan oleh polisi di dalam Hamilton Hall di kampus Universitas Columbia pada Selasa (30/4) malam waktu setempat.

    Disebutkan oleh NYPD dalam pernyataannya bahwa polisi itu berusaha menggunakan senter yang terpasang pada senjata api yang dibawanya pada saat itu dan malah menembakkan satu peluru yang mengenai bingkai di dinding.

    Menurut pejabat kepolisian setempat, terdapat beberapa polisi lainnya di sekitar lokasi kejadian, namun tidak ada mahasiswa sama sekali. Rekaman bodycam atau kamera yang terpasang pada tubuh polisi itu menunjukkan momen saat pistol yang dibawa polisi itu meletus.

    Namun kantor kejaksaan setempat sedang melakukan peninjauan, yang menjadi praktik standar untuk insiden semacam itu.

    Lebih dari 100 orang ditahan selama penindakan keras terhadap aksi pro-Palestina di Universitas Columbia beberapa waktu terakhir. Namun angka itu hanya sebagian kecil dari total penangkapan yang terjadi akibat aksi memprotes perang Israel di Gaza yang marak di kampus-kampus AS.

    Penghitungan yang dilakukan Associated Press mencatat setidaknya 56 insiden penangkapan di 43 perguruan tinggi atau universitas berbeda di AS sejak 18 April lalu. Angka tersebut didasarkan pada laporan Associated Press dan pernyataan dari universitas juga lembaga penegak hukum AS.

    Pada Kamis (2/5), polisi menyerbu kerumunan demonstran di Universitas California di Los Angeles (UCLA) dan menahan 200 demonstran setelah ratusan orang mengabaikan perintah untuk meninggalkan lokasi. Beberapa demonstran membentuk rantai manusia saat polisi melepaskan tembakan untuk membubarkan massa.

    Kepolisian merobohkan barikade kayu, palet, pagar besi dan tempat sampah yang disusun para demonstran, kemudian merobohkan kanopi juga tenda.

    Seperti di UCLA, para demonstran yang berkemah yang menyerukan pihak universitas untuk menghentikan bisnis dengan Israel atau perusahaan yang mereka sebut mendukung perang di Jalur Gaza telah menyebar ke kampus-kampus lainnya di AS.

    Israel melabeli aksi pro-Palestina itu sebagai antisemitisme, sedangkan para pengkritik Tel Aviv menyebut tuduhan semacam itu dimaksudkan untuk membungkam oposisi. Para penyelenggara aksi, beberapa di antaranya adalah orang Yahudi sendiri, menyebutnya sebagai gerakan damai untuk membela hak Palestina dan memprotes perang.

    Presiden Joe Biden, pada Kamis (2/5) waktu setempat, membela hak para mahasiswa untuk menggelar aksi protes damai, namun mengecam kekacauan yang terjadi beberapa hari terakhir.

    Aksi pro-Palestina ini dimulai di Universitas Columbia pada 17 April lalu, dengan para mahasiswa menyerukan diakhirinya perang di Gaza yang menewaskan lebih dari 34.000 orang sejauh ini.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini