Perusahaan: Associated Press

  • Trump-Putin ‘Main Belakang’ di Perang Ukraina, Eropa Uring-uringan

    Trump-Putin ‘Main Belakang’ di Perang Ukraina, Eropa Uring-uringan

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump tampaknya mengubah arah diplomasi global dengan mengutamakan negosiasi langsung dengan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina, sebuah langkah yang membuat para pemimpin Eropa dan pejabat Ukraina khawatir akan tersingkir dari proses tersebut.

    Dilansir The Associated Press, sejumlah pejabat tinggi pemerintahan Trump, termasuk Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz, dan utusan khusus Steve Witkoff, dikabarkan akan bertolak ke Arab Saudi dalam waktu dekat untuk melakukan pembicaraan dengan perwakilan Rusia.

    Namun, belum jelas sejauh mana pejabat Ukraina atau Eropa akan dilibatkan dalam perundingan yang direncanakan berlangsung di Riyadh.

    Seorang pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan bahwa Washington masih melihat negosiasi ini sebagai tahap awal dan formatnya masih dapat berubah.

    “Presiden Zelensky akan terlibat dalam negosiasi,” kata Trump kepada wartawan pada Minggu (16/2/2025), tetapi ia tidak memberikan rincian lebih lanjut.

    Langkah ini muncul setelah pernyataan dari sejumlah penasihat utama Trump, termasuk Wakil Presiden JD Vance, yang menimbulkan kekhawatiran di Kyiv dan berbagai ibu kota Eropa.

    Eropa Merasa Tersingkir dari Proses Negosiasi

    Dalam pidatonya di Munich Security Conference pada Sabtu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengungkapkan kekecewaannya terhadap pendekatan baru AS yang cenderung mengabaikan Eropa dalam proses perdamaian.

    “Dekade hubungan lama antara Eropa dan Amerika telah berakhir,” ujar Zelensky. “Mulai sekarang, segalanya akan berbeda, dan Eropa harus menyesuaikan diri dengan perubahan ini.”

    Meskipun Gedung Putih membantah bahwa Eropa tidak diajak berkonsultasi, berbagai pertemuan tingkat tinggi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan Trump masih meninggalkan banyak tanda tanya.

    Dalam kunjungannya ke Eropa, Vance telah berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, serta Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte.

    Namun, banyak pejabat Eropa yang tetap merasa bahwa mereka hanya menjadi penonton dalam strategi baru Trump ini.

    “Mereka mungkin tidak menyukai urutan negosiasi yang sedang berlangsung, tetapi mereka tetap dikonsultasikan,” ujar Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz dalam wawancara dengan Fox News Sunday. “Pada akhirnya, negosiasi ini berada di bawah kepemimpinan Presiden Trump untuk mengakhiri perang ini.”

    Rencana Negosiasi AS-Rusia: Ukraina di Posisi Lemah?

    Laporan terbaru menunjukkan bahwa Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah berbicara melalui telepon minggu lalu, di mana keduanya menyepakati dimulainya pembicaraan tingkat tinggi untuk mengakhiri perang.

    Awalnya, perundingan ini dipresentasikan sebagai dialog dua arah antara Washington dan Moskow, tetapi Trump kemudian mengklarifikasi bahwa Ukraina juga akan terlibat-meskipun tidak dijelaskan di tahap mana mereka akan berpartisipasi.

    Tidak jelas apakah ada perwakilan Ukraina yang akan bergabung dalam pembicaraan di Riyadh. Namun, seorang pejabat Ukraina mengatakan bahwa delegasi Kyiv saat ini sedang berada di Arab Saudi untuk membuka jalan bagi kemungkinan kunjungan Zelensky.

    Sementara itu, Trump mengeklaim bahwa Putin sebenarnya ingin mengakhiri perang tetapi mengingatkan bahwa Rusia tetaplah kekuatan militer yang tangguh.

    “Saya pikir dia ingin menghentikan pertempuran,” kata Trump. “Mereka memiliki mesin perang yang besar dan kuat. Anda tahu, mereka mengalahkan Hitler dan Napoleon. Mereka telah bertempur selama waktu yang sangat lama.”

    Pendekatan baru ini membuat beberapa mantan pejabat AS angkat bicara. Heather Conley, mantan Wakil Asisten Menteri Luar Negeri untuk Eropa Tengah di era Presiden George W. Bush, mengatakan bahwa strategi Trump ini seolah menghidupkan kembali pendekatan geopolitik abad ke-19 dan awal abad ke-20.

    “AS tampaknya berusaha menciptakan pendekatan baru berdasarkan konsep kekuatan besar,” ujar Conley. “Seperti dalam sejarah, hanya negara-negara besar yang memutuskan nasib bangsa lain dan mengambil alih apa yang menguntungkan kepentingan ekonomi serta keamanan mereka, baik melalui pembelian maupun paksaan.”

    Pendekatan ini juga menimbulkan perdebatan internal di dalam pemerintahan Trump sendiri. Beberapa pejabat mendukung rekonsiliasi cepat dengan Rusia, sementara yang lain khawatir bahwa Putin hanya ingin memecah belah aliansi transatlantik dan meningkatkan pengaruh Rusia di Eropa.

    Trump Dorong Rusia Kembali ke G7, Eropa Berang

    Dalam pernyataannya pekan lalu, Trump juga menyebut bahwa ia ingin melihat Rusia kembali bergabung dengan kelompok negara-negara maju G7 (sebelumnya G8 sebelum Rusia dikeluarkan pada 2014).

    “Saya ingin mereka kembali. Saya pikir itu adalah kesalahan untuk mengeluarkan mereka,” ujar Trump. “Ini bukan soal apakah saya suka atau tidak suka Rusia, tetapi saya rasa Putin akan sangat senang jika bisa kembali.”

    Pernyataan ini memicu kemarahan di kalangan pejabat Eropa, yang selama bertahun-tahun telah memberlakukan sanksi terhadap Moskow atas aneksasi Krimea.

    Kesepakatan “Mineral Langka” dengan Ukraina

    Selain itu, ada juga ketegangan yang muncul terkait proposal AS agar Ukraina memberikan akses ke cadangan mineral langka sebagai imbalan atas bantuan militer senilai US$66 miliar yang telah diberikan Washington kepada Kyiv sejak perang dimulai.

    Presiden Zelensky sendiri dikabarkan menolak menandatangani kesepakatan ini untuk saat ini, karena merasa bahwa kesepakatan tersebut terlalu menguntungkan AS dan tidak memberikan jaminan keamanan yang cukup bagi Ukraina.

    Gedung Putih menilai penolakan Zelensky sebagai langkah yang tidak bijaksana dan menegaskan bahwa perjanjian itu justru akan mempererat hubungan ekonomi antara AS dan Ukraina, sesuatu yang tidak diinginkan oleh Moskow.

    Eropa Bersiap Menghadapi Era Baru

    Dalam menghadapi pendekatan baru Trump ini, para pemimpin Eropa mulai menyesuaikan strategi mereka. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mengumumkan bahwa ia akan mengumpulkan pemimpin Eropa di Paris pada Senin untuk mengadakan pertemuan darurat guna membahas langkah selanjutnya terkait Ukraina.

    “Angin persatuan sedang bertiup di Eropa, seperti yang belum pernah kita rasakan sejak masa pandemi Covid-19,” ujar Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noël Barrot kepada media nasional.

    Langkah ini menandakan bahwa Eropa tidak akan tinggal diam menghadapi perubahan kebijakan Washington dan berusaha mencari cara untuk tetap memiliki suara dalam penyelesaian konflik di Ukraina.

    (luc/luc)

  • Efisiensi Anggaran Ala Trump-Musk, Tsunami PHK Amerika Dimulai

    Efisiensi Anggaran Ala Trump-Musk, Tsunami PHK Amerika Dimulai

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rangkaian pemecatan karyawan di berbagai lembaga negara federal AS telah resmi dimulai, Kamis (13/2/2025). Hal ini terjadi setelah program efisiensi anggaran disetujui oleh Presiden Donald Trump dan Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) Elon Musk.

    Mengutip CNN, sebuah surat mulai dikirimkan kepada karyawan Departemen Pendidikan. Surat itu memberitahu mereka tentang pemutusan hubungan kerja.

    “Badan kami menemukan, berdasarkan kinerja Anda, bahwa pekerjaan Anda di Badan kami tidak menjadi kepentingan publik,” tulis surat itu.

    Seorang sumber di serikat pekerja Departemen Pendidikan menyebut pemecatan tersebut berdampak pada karyawan di seluruh lembaga, mulai dari kantor penasihat umum, sampai Kantor Pendidikan Khusus dan Layanan Rehabilitasi yang mendukung program untuk anak-anak penyandang disabilitas, hingga kantor Bantuan Mahasiswa Federal.

    “Kami mendengar dari puluhan karyawan yang telah dipecat, tetapi cakupan pemecatan secara lengkap belum jelas,” ungkapnya.

    Langkah serupa juga terjadi di Departemen Energi (DOE). Sejumlah karyawan mengatakan situasi di dalam departemen tersebut tidak menentu dan sejauh ini tidak jelas berapa banyak total karyawan yang akan dipecat, namun karyawan percobaan lah yang mungkin akan mendapatkan giliran awal untuk dipecat.

    “Ada sekitar 2.000 karyawan masa percobaan di DOE. Tetapi tidak jelas berapa banyak yang dapat terpengaruh oleh tindakan pada hari Kamis,” ungkapnya.

    “Penasihat hukum umum sementara DOE mengadakan rapat pada hari Kamis dengan para kepala kantor departemen dan meminta kantor-kantor untuk menyusun daftar karyawan masa percobaan yang sangat penting yang berpotensi dikecualikan dari PHK. Namun, daftar tersebut belum dirampungkan hingga Kamis sore.”

    Temuan serupa juga didapati oleh Associated Press (AP). Di Departemen Urusan Veteran, ada pemecatan untuk 1.000 karyawan yang telah mengabdi kurang dari dua tahun. Senator AS Patty Murray, seorang Demokrat, menyebut pemecatan itu terjadi juga pada peneliti yang bekerja pada pengobatan kanker, kecanduan opioid dan prostetik di lembaga tersebut.

    Di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), hampir 1.300 karyawan masa percobaan, kira-kira sepersepuluh dari total tenaga kerja lembaga tersebut, dipaksa keluar. Kepemimpinan lembaga yang berpusat di Atlanta tersebut diberitahu tentang keputusan tersebut pada hari Jumat pagi.

    Foto: REUTERS/Kevin Lamarque
    U.S. President Donald Trump speaks as Elon Musk carries X Æ A-12 on his shoulders in the Oval Office of the White House in Washington, D.C., U.S., February 11, 2025. REUTERS/Kevin Lamarque TPX IMAGES OF THE DAY

    Lalu, pemecatan juga terjadi di Departemen Pertanian. Menteri Pertanian AS Brooke Rollins mengatakan pada hari Jumat bahwa lembaganya telah mengundang tim DOGE Musk dengan ‘tangan terbuka’. Ia juga menegaskan bahwa PHK akan segera dilakukan.

    “Jelas, ini adalah hari yang baru,” kata Rollins di Gedung Putih. “Saya pikir rakyat Amerika berbicara pada tanggal 5 November, bahwa mereka percaya bahwa pemerintah terlalu besar.”

    Kata Pekerja yang Jadi Korban PHK

    Pemecatan ini pun berdampak besar bagi para karyawan. Seorang veteran Marinir yang bertugas di Veterans Affairs Medical Center di Ann Arbor, Michigan, Andrew Lennox, mengatakan bahwa ia menerima email “tiba-tiba” pada Kamis malam yang memberitahukan bahwa ia akan diberhentikan.

    “Demi membantu para veteran, Anda baru saja memecat seorang veteran,” ujar Lennox, 35 tahun, seorang mantan prajurit infanteri USMC yang ditugaskan ke Irak, Afghanistan, dan Suriah.

    Lennox telah bekerja sebagai petugas administrasi di VA sejak pertengahan Desember dan mengatakan bahwa ia “sangat ingin” tetap bekerja. “Ini adalah keluarga saya, dan saya ingin melakukan ini selamanya,” katanya.

    David Rice, seorang penerjun payung Angkatan Darat yang saat ini menjalani masa percobaan di Departemen Energi AS, juga mengungkapkan hal serupa. Rice, yang lumpuh karena tugas sebelumnya, mengatakan ia telah kehilangan pekerjaannya.

    “Saya sebelumnya telah dituntun untuk percaya bahwa pekerjaan saya kemungkinan besar akan aman. Namun pada Kamis malam, ketika saya membuka komputer untuk rapat dengan perwakilan Jepang, saya melihat email yang mengatakan bahwa saya telah dipecat,” pungkasnya.

    Sementara itu, pemecatan juga terjadi di kalangan karyawan yang telah menandatangani perjanjian pembelian dengan pemerintah. Salah satunya adalah seorang pegawai Dinas Konservasi Sumber Daya Alam Departemen Pertanian bernama Detter.

    Detter sebelumnya menandatangani perjanjian pembelian yang membuatnya akan tetap bekerja meski akan dibayar akhir September mendatang, seperti 77 ribu karyawan federal lainnya. Ia mengatakan bahwa dirinya menerima proposal itu karena ia tahu bahwa, sebagai pegawai percobaan, ia kemungkinan menjadi orang pertama yang diberhentikan jika ia tidak menerimanya.

    Namun pada Kamis malam, Detter menerima email yang mengatakan bahwa ia telah diberhentikan efektif sejak saat itu, meskipun ia telah menerima evaluasi yang “sangat positif” selama ia bekerja.

    Ia mengatakan keputusan tersebut membuatnya merasa “tidak dihormati” dan “sedikit tidak berdaya.”

    “Anda hanya seperti pion dalam perjuangan yang jauh lebih besar yang menurut saya khususnya dilakukan oleh Elon Musk untuk mengecilkan pemerintahan,” kata Detter.

    Dampak Ekonomi

    Foto: Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih di Washington, D.C., AS, 13 Februari 2025. (REUTERS/Kevin Lamarque)

    Pemecatan karyawan masa percobaan ini merupakan yang pertama dari pemerintahan Trump karena sang presiden dan Elon Musk bermaksud untuk secara drastis mengurangi jumlah tenaga kerja federal. Hal ini dilakukan untuk mengatasi defisit anggaran negara, yang mencapai US$ 1,8 triliun (Rp 29.475 triliun) di tahun fiskal lalu.

    Meski begitu, PHK tersebut tidak mungkin menghasilkan penghematan defisit yang signifikan. Bahkan jika pemerintah memangkas semua pekerja tersebut, defisitnya akan tetap lebih dari US$ 1 triliun (Rp 16.260 triliun).

    Namun, PHK massal terhadap pekerja federal yang dilakukan Trump dapat menjadi bumerang bagi data ekonominya. Laporan pekerjaan bulanan dapat mulai menunjukkan perlambatan dalam perekrutan, jika tidak berubah menjadi negatif pada suatu saat setelah angka bulan Februari dirilis.

    Terakhir kali ekonomi AS kehilangan begitu banyak pekerjaan adalah pada bulan Desember 2020. Saat itu, AS masih dalam tahap rehabilitasi dari pandemi virus corona.

    “Mengingat semua yang terjadi di pemerintah federal, sangat masuk akal bahwa pertumbuhan pekerjaan dapat berubah menjadi negatif pada suatu saat,” kata Martha Gimbel, direktur eksekutif Budget Lab di Universitas Yale. Ia mencatat bahwa pengusaha yang bergantung pada hibah dan kontrak pemerintah juga akan menunjukkan penurunan.

    (hsy/hsy)

  • Pemain Kayak Dilahap dan Dimuntahkan Paus Terekam Kamera

    Pemain Kayak Dilahap dan Dimuntahkan Paus Terekam Kamera

    Jakarta

    Seekor paus bungkuk sempat melahap seorang pendayung kayak namun dengan cepat segera memuntahkannya lagi. Peristiwa mengagetkan ini terekam kamera dan viral di media sosial.

    Peristiwa ini terjadi di perairan Patagonia Chili, Sabtu (8/2). Saat itu, Adrián Simancas sedang bermain kayak dengan ayahnya, Dell Simancas , di Bahía El Águila dekat mercusuar San Isidro di Selat Magellan.

    Tiba-tiba saja seekor paus bungkuk muncul ke permukaan, menelan Adrián dan kayak kuningnya selama beberapa detik sebelum kemudian memuntahkannya. Dell, yang hanya berjarak beberapa meter, kebetulan sedang mengabadikan momen tersebut dalam rekaman video.

    “Tetap tenang, tetap tenang,” kata Dell setelah putranya dilepaskan dari mulut paus.

    Dalam wawancara dengan Associated Press, Adrián menceritakan peristiwa sekejap yang mendebarkan itu. “Saya pikir saya sudah mati. Saya pikir ia telah memakan dan menelan saya,” kata Adrián.

    Dikutip dari The Guardian, Adrián keluar dari mulut paus dalam kondisi tanpa cedera. Ia menggambarkan ‘ketakutan’ yang ia rasakan selama beberapa detik itu dan menjelaskan bahwa ketakutan yang sebenarnya baru muncul setelah ia muncul kembali ke permukaan, yaitu takut hewan besar itu melahap ayahnya atau ia akan mati di air yang sangat dingin.

    Dell pun tak kalah khawatirnya. Meskipun mengalami pengalaman mengerikan, Dell tetap fokus, memfilmkan dan meyakinkan putranya sambil bergulat dengan ketakutannya sendiri.

    “Ketika muncul kembali dan mulai mengapung, saya takut sesuatu terjadi pada ayah saya juga, takut kami tidak akan mencapai pantai tepat waktu, atau takut kami terkena hipotermia,” kata Adrián.

    Setelah beberapa detik di dalam air, Adrián berhasil mencapai kayak ayahnya dan segera ditolong. Meski ketakutan, keduanya kembali ke pantai tanpa cedera.

    Terletak sekitar 2.600 km di selatan Santiago, ibu kota Chili, Selat Magellan merupakan objek wisata utama yang terkenal dengan aktivitas petualangannya.

    Perairannya yang dingin menimbulkan tantangan bagi para pelaut, perenang, dan penjelajah yang mencoba menyeberanginya dengan berbagai cara.

    Meskipun musim panas di belahan Bumi selatan, suhu di wilayah tersebut tetap sejuk, dengan suhu minimum turun hingga 4 derajat Celcius dan suhu tertinggi jarang melebihi 20 derajat Celcius.

    Meskipun serangan paus terhadap manusia sangat jarang terjadi di perairan Chili, kematian paus akibat tabrakan dengan kapal kargo telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dan terdamparnya paus menjadi masalah yang berulang kali terjadi dalam dekade terakhir.

    (rns/rns)

  • Warga Ukraina Marah Merasa Dikhianati Donald Trump, Ini Penyebabnya – Halaman all

    Warga Ukraina Marah Merasa Dikhianati Donald Trump, Ini Penyebabnya – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA – Langkah Amerika Serikat (AS) menginisiasi perundingan perdamaian dengan Rusia dikecam sekutu-sekutu Ukraina di Eropa.

    Bahkan warga Ukraina melampiaskan kemarahannya kepada Presiden AS Donald Trump karena merasa dikhianati.

    Pemerintahan Donald Trump dinilai memulai pembicaraan untuk mengakhiri invasi Rusia tanpa melibatkan negara yang diserang yakni Ukraina.

    Padahal AS selama ini adalah sekutu dekat Ukraina.

    Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth membantah anggapan bahwa negaranya telah berkhianat kepada Ukraina. 

    Hegseth menyebut langkah perundingan ini sebatas menunjukkan AS menginginkan perdamaian.

    “Tidak ada pengkhianatan di sini, hanya ada pengakuan bahwa seluruh dunia dan Amerika Serikat berkepentingan dan menginginkan perdamaian. Sebuah perdamaian yang dirundingkan,” kata Hegseth dikutip Associated Press, Kamis (13/2/2025).

    Donald Trump berencana menggelar pertemuan tatap muka dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai Ukraina.

    Pada Rabu (12/2/2025), kedua pemimpin tersebut dilaporkan melangsungkan pembicaraan telepon selama hampir 90 menit.

    Sebelumnya, usulan AS untuk mengakhiri perang Ukraina menuai kontroversi karena meminta Kiev menyerahkan wilayah ke Rusia.

    Donald Trump juga menegaskan Ukraina tidak bisa bergabung dengan NATO.

    Warga Ukraina Marah

    ‘Saya merasa marah dan dikhianati’ begitu rakyat Ukraina yang melampiaskan kemarahannya kepada Donald Trump atas sikap AS itu.

    Hal pertama yang dipikirkan Olena Litovchenko, ketika dia membaca berita panggilan telepon Donald Trump kepada Vladimir Putin adalah bahwa akhirnya mungkin sudah waktunya baginya untuk meninggalkan Ukraina.

    “Rasanya Ukraina sedang ditipu,” kata Litovchenko, seorang pelatih pribadi yang lahir di Kyiv dan telah tinggal di kota itu selama perang.

    Dia percaya bahwa prospek kekalahan Ukraina semakin dekat dengan pendekatan Trump itu.

    Untuk pertama kalinya ia berpikir bahwa ia mungkin harus pergi, demi putrinya.

    “Tetapi kemudian, pergi dan ke mana? Eropa pasti akan menjadi tujuan berikutnya. Pergi ke Australia? Saya tidak tahu. Saya merasa marah dan dikhianati.”

    Dikutip dari The Guardian, kemarahan dan pengkhianatan merupakan emosi yang umum menimpa mereka yang ditanyai di jalan-jalan pusat kota Kyiv pada hari Kamis. 

    Dalam tiga bulan sejak kemenangan Donald Trump dalam pemilihan umum, banyak orang di Ukraina berharap bahwa keadaan tidak akan seburuk yang diperkirakan di bawah presiden baru.

    Mungkin Trump akan menjalin hubungan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dengan mengakui politisi lain yang memiliki latar belakang di dunia hiburan dan bisnis pertunjukan. 

    Mungkin dia akan secara tak terduga memberi Ukraina kebebasan penuh untuk menyerang Rusia, berbeda dengan pemerintahan Joe Biden, yang selalu mendesak kehati-hatian dan takut mengambil risiko eskalasi. 

    Mungkin perilaku kacau Trump entah bagaimana akan menghasilkan peristiwa angsa hitam yang akan mengayunkan konflik ke arah yang menguntungkan Ukraina.

    Namun harapan-harapan ini tampaknya terungkap sebagai ilusi.

    Berita tentang panggilan telepon panjang Trump dengan Putin tersiar hingga ke Kyiv, diikuti oleh laporan-laporan tentang konferensi pers berikutnya.

    Dimana Trump menepis gagasan bahwa Ukraina akan menjadi mitra yang setara dalam pembicaraan potensial dan bahkan tampak mengisyaratkan bahwa Rusia mungkin memiliki hak untuk mempertahankan sebagian wilayah Ukraina yang disita karena “mereka merampas banyak tanah dan mereka berjuang untuk tanah itu”.

    Tanpa merujuk pada nilai-nilai bersama atau kebutuhan untuk melawan Rusia, Trump malah berbicara tentang peringkat jajak pendapat Zelenskyy yang buruk dan mengatakan bahwa ia ingin mendapatkan kembali uang yang telah dikirim AS sebagai bantuan ke Ukraina.

    Pernyataan Trump merupakan “hujan dingin” bagi para pendukung Ukraina, tulis Oleh Pavlyuk, dalam kolom untuk situs berita populer Evropeiska Pravda.

    Ia menambahkan bahwa Trump telah menghancurkan dua pilar utama kebijakan luar negeri AS di Ukraina hingga saat ini: memastikan koordinasi terlebih dahulu dengan Kyiv sebelum melakukan kontak dengan Kremlin, dan bersikeras bahwa Ukraina harus memutuskan sendiri kapan akan mengajukan permohonan perdamaian.

    “Saya merasa kecewa dan marah. Tidak ada kepastian bahwa perang ini akan berakhir bagi kami, karena Trump tidak menganggap kami sebagai pihak yang setara dalam negosiasi ini,” kata Oleksii, seorang pekerja berusia 34 tahun di sebuah perusahaan IT.

    Serhii, seorang prajurit berusia 39 tahun yang sedang cuti dari garis depan, mengatakan bahwa dia kurang percaya pada Trump untuk melakukan kesepakatan yang menguntungkan Ukraina.

    “Kita lihat bagaimana dia selama masa jabatan presiden pertamanya … keset Putin,” katanya.

    Seperti banyak orang lainnya, ia memiliki perasaan campur aduk tentang keseluruhan konsep perundingan perdamaian, takut hal itu hanya akan menyebabkan perang lebih lanjut setelah Rusia punya waktu untuk berkumpul kembali, tetapi menyadari bahwa pasukan Ukraina tidak dapat berperang tanpa batas waktu.

     

  • Hamas Melunak, Setuju Bebaskan 3 Sandera Israel Akhir Pekan Ini demi Perpanjang Gencatan Senjata – Halaman all

    Hamas Melunak, Setuju Bebaskan 3 Sandera Israel Akhir Pekan Ini demi Perpanjang Gencatan Senjata – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militan sayap kanan Palestina, Hamas sepakat untuk melanjutkan rencana pembebasan sandera Israel pada akhir pekan ini, Sabtu (15/2/2025).

    Dengan berlanjutnya kesepakatan tersebut, nantinya 3 sandera Israel akan dipulangkan dari Gaza, sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya.

    “Hamas akan kembali melanjutkan pembebasan tiga sandera Israel pada hari Sabtu,” ujar juru bicara Hamas Abdul Latif al-Qanun kepada The Associated Press.

    Keputusan ini diumumkan Hamas usai berunding dengan mediator Mesir dan Qatar di Kairo.

    Hamas menjelaskan keputusannya melanjutkan pertukaran sandera dilakukan agar kesepakatan gencatan sandera di Gaza tetap berlangsung.

    Dengan begitu pengiriman shelter hingga obat-obatan bisa kembali dilanjutkan ke kantong pemukiman Gaza.

    “Perundingan dijalankan dengan semangat positif, saudara mediator kami di Mesir dan Qatar mengkonfirmasi bahwa mereka akan meneruskan semua permintaan ini untuk menyingkirkan rintangan dan menutup celah yang ada,” demikian pernyataan Hamas dikutip Al Jazeera.

    “Oleh karena itu, Hamas mengkonfirmasi posisinya untuk mengimplementasikan perjanjian sesuai dengan apa yang ditandatangani, termasuk pertukaran tawanan sesuai waktu yang telah disepakati.”

    Hamas Tuding Israel Langgar Perjanjian

    Sebelum pembebasan sandera disepakati, pada awal pekan lalu Hamas sempat mengancam akan membatalkan pembebasan sandera Israel.

    Dalam keterangan resminya, Kelompok militan Hamas mengumumkan, bahwa pihaknya akan menunda pembebasan sandera Israel yang ditahan di Jalur Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut.

    Alasan tindakan itu karena Hamas menyebut Israel telah gagal mematuhi perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya.

    Abu Obeida, juru bicara militan Hamas, mengklaim bahwa sejak gencatan senjata diberlakukan pada 19 Januari, Israel telah menunda kepulangan pengungsi warga Palestina ke Gaza utara.

    Tak hanya itu Israel juga menyerang warga Gaza dengan tembakan dan artileri militer, serta menghalangi bantuan kemanusiaan untuk masuk ke wilayah itu.

    Merespon pembatalan pertukaran sandera, Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz langsung memerintahkan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk bersiap dengan kemungkinan mereka kembali menyerang Jalur Gaza.

    “Pengumuman Hamas untuk menghentikan pembebasan tahanan Israel merupakan pelanggaran total terhadap perjanjian gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan tahanan,” kata Yisrael Katz dalam sebuah pernyataan, Senin (10/2/2025).

    “Saya telah menginstruksikan tentara untuk bersiap pada tingkat kewaspadaan tertinggi terhadap kemungkinan skenario apa pun di Gaza, dan kami tidak akan membiarkan kembalinya kenyataan pada tanggal 7 Oktober,” lanjutnya.

    SItuasi yang memanas ini lants mengancam kesepakatan gencatan senjata yang telah berlangsung sejak 19 Januari 2025.

    Hamas kini telah membebaskan total 16 sandera Israel sebagai bagian dari tahap pertama perjanjian gencatan senjata, dari total 33 sandera yang akan dibebaskan secara bertahap.

    Sebagai bentuk balasan, Israel mengklaim telah membebaskan 183 dari total 300 tahanan Palestina, sebagai bagian dari pertukaran kelima dalam kesepakatan gencatan senjata Gaza antara Hamas dan Israel.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Kaum Transgender Asia-Amerika Terancam Hadapi Diskriminasi Ganda – Halaman all

    Kaum Transgender Asia-Amerika Terancam Hadapi Diskriminasi Ganda – Halaman all

    Tiga minggu setelah kembali menjabat sebagai Presiden AS, Donald Trump menandatangani serangkaian perintah eksekutif yang menargetkan hak-hak transgender. Sikap keras pemerintahannya terhadap isu gender, ditambah kebijakan yang memperburuk ketegangan dengan Cina, menimbulkan kecemasan di kalangan minoritas seksual keturunan Asia di AS.

    Alexandria Holder, seorang kepala penerbangan dan sersan mayor di Angkatan Udara AS, termasuk yang lantang menolak kebijakan tersebut. “Saya telah mengabdi selama 20 tahun untuk negara ini. Saya telah ditugaskan dan membawa senjata,” ujarnya kepada DW.

    “Jika mereka memutuskan saya tidak bisa lagi bertugas, mereka tidak bisa menghapus 20 tahun pengabdian saya.” Holder, yang bangga dengan identitasnya sebagai warga Amerika Korea dan wanita transgender biseksual, kini menghadapi ketidakpastian masa depan karier militernya.

    Dia termasuk di antara sekitar 15.000 personel militer transgender di AS yang berisiko terdampak kebijakan terbaru Donald Trump, antara lain, berupa pemutusan hubungan kerja.

    Dalam bulan pertama masa jabatan keduanya, Trump juga menandatangani perintah eksekutif yang membatasi akses terhadap perawatan afirmasi gender serta membatasi hak-hak atlet transgender.

    Momok rasisme di era Trump

    Albert, pria transgender 26 tahun di Pennsylvania, lebih khawatir tentang rasnya daripada identitas gendernya di bawah pemerintahan Trump.

    “Orang melihat saya sebagai orang Asia, bukan trans,” katanya kepada DW. “Di mana pun saya berada, saya pertama-tama dianggap sebagai orang Asia. Itu tidak bisa saya ubah atau sembunyikan.”

    Lahir di Wuhan, Cina, Albert diadopsi oleh keluarga kulit putih Amerika saat berusia satu tahun. Dia khawatir, retorika sengit Washington terhadap Cina bisa memicu sentimen anti-Asia, seperti yang terjadi selama pandemi COVID-19.

    “Kebencian itu tidak rasional,” ujarnya. “Beberapa orang bisa saja melampiaskan ketakutan mereka pada warga Amerika keturunan Asia.”

    ‘Identitas seksual seharusnya tidak menjadi masalah’

    Mengikuti jejak ayahnya, Alexandria Holder bergabung dengan Angkatan Udara AS pada tahun 2004. “Ketika saya pertama kali mendaftar, ada larangan terbuka untuk dinas militer bagi transgender,” kata Holder.

    “Jadi, tidak ada orang transgender yang dapat bertugas kecuali mereka bertugas sesuai jenis kelamin.” Holder mendaftarkan diri di era “Jangan Tanya, Jangan Katakan,” sebuah kebijakan pada tahun 1993 yang membatasi penyelidikan terhadap orientasi seksual, tetapi melarang kaum LGBTQ+ berdinas di lembaga negara.

    Perubahan terbesar terjadi selama pemerintahan Obama. Setelah doktrin “Jangan Tanya, Jangan Katakan” dihapuskan pada tahun 2011, Ash Carter, menteri pertahanan saat itu, mengizinkan warga transgender untuk bertugas secara terbuka pada tahun 2016.

    Holder memulai transisi gendernya dengan seorang dokter Angkatan Udara setelah pengumuman Carter. Kebijakan tersebut berubah lagi segera setelah Trump memenangkan pemilihan umum tahun 2016. Pada tahun 2017, Trump mengumumkan di Twitter bahwa dirinya “tidak akan menerima atau mengizinkan individu transgender untuk bertugas dalam kapasitas apa pun di Militer.”

    “Militer kita harus fokus pada kemenangan yang menentukan dan luar biasa dan tidak dapat dibebani dengan biaya medis yang sangat besar dan gangguan yang akan ditimbulkan oleh transgender di militer,” kata Trump. Dia kemudian menerbitkan larangan transgender pada tahun 2019. Namun, larangan tersebut tidak berlaku surut, jadi Holder leluasa untuk terus bertugas sebagai seorang transpuan.

    Presiden Joe Biden sempat membatalkan larangan Trump pada tahun 2021. Namun sekarang, larangan tersebut dipulihkan dengan perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada akhir Januari. Holder merasa kecewa. “Anda mengangkat tangan kanan Anda, Anda bersumpah untuk membela Konstitusi Amerika Serikat, Anda mempertaruhkan hidup Anda untuk membela negara ini,” katanya, “apakah penting jika Anda gay atau transgender?”

    “Selama Anda melakukan apa yang seharusnya Anda lakukan dan menempatkan diri di luar sana, identitas Anda seharusnya tidak menjadi masalah sama sekali,” tambahnya.

    Retorika antitransgender di bawah Trump

    Retorika antitransgender Trump muncul selama kampanye presiden 2024. Menurut lembaga penyiaran publik Amerika NPR, tim Trump menginvestasikan sedikitnya USD17 juta pada iklan televisi antitransgender, yang ditayangkan lebih dari 30.000 kali di tujuh negara bagian.

    “Kami dibanjiri iklan politik,” kata Albert. “Saya merasa pemilihan ini berbeda dalam hal jumlah iklan yang kami dapatkan.”

    Ketujuh negara bagian yang belum jelas arah politiknya tempat iklan itu diputar dimenangkan oleh Trump. Selain itu, jajak pendapat Associated Press mengungkapkan bahwa 55% pemilih secara nasional percaya bahwa dukungan untuk hak transgender oleh pemerintah telah “melampaui batas.”

    Bagi Albert, perintah Trump bukan kesan pertama bahwa masyarakat tidak menerima identitasnya. Tumbuh dalam keluarga kulit putih di lingkungan konservatif di pinggiran kota Philadelphia, dia terus-menerus merasa dikucilkan karena beretnis Tionghoa.

    “Tinggal di daerah yang mayoritas penduduknya berkulit putih, saya selamanya adalah orang asing,” katanya.

    Ada kekhawatiran diskriminasi terhadap orang Asia Amerika dapat menyertai iklim politik yang bermusuhan secara keseluruhan terhadap Cina dan retorika anti-imigrasi Trump.

    Politisasi isu transgender

    Yuan Wang, direktur eksekutif Lavender Phoenix, sebuah kelompok advokasi untuk LGBTQ+ Asia dan Kepulauan Pasifik di AS, mengatakan, banyak orang transgender dan non-biner adalah pengungsi dan anak-anak pengungsi.

    “Dalam beberapa tahun terakhir, menjadi sangat jelas bagi kami bahwa kaum konservatif melihat isu transgender sebagai isu yang memecah belah. Mereka melihatnya sebagai cara untuk menciptakan kontroversi,” katanya kepada DW.

    “Kami tidak berharap Trump menjabat dan kemudian tiba-tiba mengatakan hal-hal yang baik,” kata Wang. “Kami tahu bahwa ini adalah salah satu alat yang digunakannya untuk terpilih.”

    Menurut American Civil Liberties Union, ACLU, ada 339 RUU anti-LGBTQ+ yang sedang dalam proses legislatif di seluruh negeri.

    “Saya pikir menjadi trans tidak harus selalu dijadikan tontonan politik,” kata Albert. “Kebanyakan orang trans hanya ingin menjalani hidup mereka dan dibiarkan sendiri.” Holder, yang dapat dikeluarkan dari militer berdasarkan perintah eksekutif Trump, mengatakan bahwa dia terbuka untuk berdialog dengan orang-orang yang menentang hak-haknya.

    “Saya ingin berbagi cerita dan pengalaman saya dalam berseragam dan menunjukkan kepada orang-orang bahwa kami bukan musuh, bahwa kami dapat bekerja sebaik orang lain yang berseragam, bahwa kami dapat mengabdi dengan terhormat dan melaksanakan tugas kami untuk negara,” kata Holder.

    “Kami bukanlah semacam infeksi yang merusak militer,” katanya. “Kami hanya ingin mengabdi.”

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

  • Polemik Nama Teluk Meksiko, Gedung Putih Larang Akses Jurnalis

    Polemik Nama Teluk Meksiko, Gedung Putih Larang Akses Jurnalis

    Jakarta

    Seorang wartawan Associated Press (AP) ditolak masuk ke acara di Ruang Oval Gedung Putih pada Selasa (11/02) karena AP tetap menggunakan istilah “Teluk Meksiko” meskipun Presiden Donald Trump memerintahkan untuk menggantinya dengan “Teluk Amerika.”

    Gedung Putih menolak mengizinkan wartawan tersebut masuk kecuali AP mengubah istilah yang digunakan.

    “Sangat mengkhawatirkan bahwa pemerintahan Trump menghukum AP karena jurnalismenya yang independen,” kata Editor Eksekutif AP, Julie Pace, seraya menambahkan bahwa pembatasan akses ini melanggar Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat (AS) yang menjamin kebebasan pers.

    Pada Januari lalu, Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengarahkan Menteri Dalam Negeri untuk mengubah nama Teluk Meksiko menjadi “Teluk Amerika.”

    Dalam buku gaya penulisannya, AP menyatakan bahwa teluk tersebut telah disebut “Teluk Meksiko” selama lebih dari 400 tahun dan, sebagai kantor berita global, AP akan tetap menggunakan nama aslinya sambil mencatat nama baru yang dipilih Trump.

    Pada pekan ini, Google dan Apple Maps mulai menggunakan “Teluk Amerika.” Google mengatakan bahwa mereka memiliki “praktik lama” untuk mengikuti arahan pemerintah AS dalam hal-hal seperti ini.

    Asosiasi jurnalis memprotes larangan masuk

    Asosiasi Koresponden Gedung Putih memprotes keputusan pemerintahan Trump tersebut. Larangan ini diyakini dapat berdampak pada kebebasan berbicara di Amerika Serikat.

    “Langkah pemerintah untuk melarang wartawan AP menghadiri acara resmi yang terbuka untuk liputan berita hari ini tidak dapat diterima,” kata Eugene Daniels, presiden asosiasi tersebut.

    “Gedung Putih tidak dapat mendikte bagaimana organisasi berita melaporkan berita, dan tidak boleh menghukum wartawan karena keputusan editor mereka,” kata Daniels dalam sebuah pernyataan yang diunggah di X.

    Tidak ada komentar baru dari pemerintah Trump tentang larangan ini, dan tidak ada laporan tentang wartawan lain yang dilarang masuk ke Gedung Putih.

    Associated Press, didirikan pada tahun 1846, menyediakan berita dalam berbagai format untuk publikasi di seluruh dunia.

    ha/rs (AP, DPA, Reuters)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kecelakaan Pesawat di São Paulo, Brasil, 2 Orang Tewas – Halaman all

    Kecelakaan Pesawat di São Paulo, Brasil, 2 Orang Tewas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dua orang tewas setelah sebuah pesawat kecil menabrak bus di jalan raya São Paulo, Brasil, pada Jumat (7/2/2025).

    Pesawat tersebut jatuh di kawasan padat Barra Funda, di sisi barat kota, dekat pusat kota.

    Menurut laporan Fox News, video dari lokasi kejadian memperlihatkan petugas pemadam kebakaran sedang menangani puing-puing pesawat yang terbakar.

    Jalan tempat kecelakaan terjadi merupakan kawasan gedung perkantoran dan terdapat stasiun bus, kereta api, serta kereta bawah tanah utama di sekitarnya.

    Pesawat itu jatuh tak lama setelah lepas landas dari sebuah bandara swasta terdekat dan sedang dalam perjalanan menuju Porto Alegre.

    Kecelakaan ini menewaskan pilot dan kopilot, serta melukai dua warga sipil di darat.

    Bagian pesawat yang menghantam bus melukai seorang penumpang wanita di dalam bus.

    Sementara itu seorang pengendara sepeda motor terkena puing-puing pesawat yang jatuh, menurut laporan petugas pemadam kebakaran setempat.

    “Sayangnya, hari ini kita mengawali dengan kecelakaan pesawat tragis di ibu kota São Paulo, dengan konfirmasi kematian pilot dan kopilot,” tulis Gubernur São Paulo, Tarcisio de Freitas, di akun X.

    “Dua orang di darat terluka dan telah dibawa ke Unit Gawat Darurat Vergueiro.”

    “Kami harus mengapresiasi tindakan cepat dari Departemen Pemadam Kebakaran yang berhasil memadamkan api dalam hitungan menit, sehingga mencegah terjadinya tragedi yang lebih besar.”

    “Saya turut berduka cita kepada keluarga dan sahabat para korban.”

    Kecelakaan Pesawat Lainnya di Alaska

    Di waktu yang sama, di belahan dunia lainnya, sebuah pesawat yang sebelumnya dilaporkan hilang kontak, ditemukan jatuh di Alaska.

    Puing-puing pesawat yang cocok dengan deskripsi pesawat yang hilang pada Kamis (6/2/2025) sore ditemukan di atas es laut Alaska pada Jumat.

    Pesawat itu membawa 1 pilot dan 9 penumpang, namun tak ada yang selamat dari kecelakaan tersebut, demikian kata Penjaga Pantai AS kepada Anchorage Daily News.

    “Pikiran kami bersama mereka yang terdampak oleh insiden tragis ini,” ujar pihak Penjaga Pantai dalam pernyataan resmi.

    Awalnya, juru bicara Penjaga Pantai AS mengatakan kepada Associated Press bahwa mereka belum dapat memberikan informasi lebih rinci mengenai pesawat yang diduga sebagai Bering Air Flight 445, yang sedang terbang dari Unalakleet menuju Nome.

    “Saat ini kami hanya memiliki informasi tentang tiga orang,” kata Cameron Snell kepada Associated Press, merujuk pada orang-orang yang diduga berada di dalam pesawat turboprop bermesin tunggal tersebut.

    Unalakleet dan Nome berjarak sekitar 150 mil, dipisahkan oleh Norton Sound, di selatan Lingkar Arktik.

    Pada unggahan di media sosial pada Kamis, Penjaga Pantai menyebutkan bahwa pesawat tersebut berada sekitar 12 mil dari garis pantai saat posisinya hilang.

    BERING AIR JATUH – Tangkap layar Flightradar24, memperlihatkan rute penerbangan Bering Air sebelum hilang kontak, Kamis (6/2/2025). Pesawat yang sempat dilaporkan hilang ini ditemukan jatuh di laut es di Alaska, 10 orang di dalamnya tewas. (X/Flightradar24)

    David Olson, direktur operasi Bering Air, mengatakan kepada Associated Press bahwa pesawat tersebut lepas landas dari Unalakleet pada pukul 2:37 siang hari Kamis dan kehilangan kontak radio sekitar 38 menit kemudian.

    Menurut situs pelacakan penerbangan Flightradar24, posisi terakhir pesawat tercatat pada pukul 3:16 siang waktu setempat, sekitar 10 menit sebelum dijadwalkan tiba di Nome.

    Benjamin McIntyre-Coble, asisten kepala manajemen insiden di Distrik 17 Penjaga Pantai AS, mengatakan bahwa data radar forensik menunjukkan sekitar pukul 3:18 siang, pesawat mengalami insiden yang menyebabkan kehilangan ketinggian dan kecepatan secara cepat.

    Pemadam kebakaran melaporkan bahwa pilot sempat memberi tahu pengendali lalu lintas udara di Anchorage tentang niatnya untuk memasuki pola tunggu sambil menunggu landasan pacu dibersihkan.

    Menurut Badan Cuaca Nasional, pada Kamis malam di sekitar Bandara Nome terdapat salju ringan, gerimis dingin, dan kabut.

    Danielle Tessen, juru bicara Departemen Transportasi Alaska, mengatakan kepada New York Times bahwa landasan pacu di Bandara Nome tetap terbuka sepanjang hari.

    Operasi pencairan es dilakukan ketika tidak ada pesawat yang mendekati atau berada di sekitar bandara.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Elon Musk Obrak-abrik Pemerintah AS dengan Restu Trump

    Elon Musk Obrak-abrik Pemerintah AS dengan Restu Trump

    Washington

    Elon Musk dengan cepat mengendalikan banyak hal di pemerintahan federal Amerika Serikat dengan restu dari Presiden Donald Trump. Orang terkaya di dunia itu pun menuai kritikan.

    Hanya dalam dua minggu setelah Trump menjabat, Musk memulai misinya untuk menghemat anggaran, tapi juga menebarkan ketakutan. Dia disebut sebagai pegawai pemerintah khusus.

    Dikutip detikINET dari Associated Press, Jumat (7/2/2025) Trump memberi ruang khusus di Gedung Putih untuk Musk, di mana dia mengawasi tim Department of Government Efficiency (DOGE). Trump menegaskan semua yang dilakukan Musk adalah atas persetujuannya.

    “Elon tidak bisa dan tidak akan melakukan apapun tanpa persetujuan kami. Jika kami berpikir ada konflik atau masalah, kami takkan membiarkannya, tapi dia punya beberapa ide bagus,” cetus Trump.

    Salah satu aksi Musk adalah menutup kantor pusat US Agency for International Development (USAID). Garis polisi menghalangi akses ke lobi dan ratusan karyawannya terkunci dari sistem komputer. Musk menyatakan Trump mengizinkannya menutup USAID. “(USAID) sudah tidak bisa diperbaiki,” tulis Musk di X.

    Musk juga mencampuri General Services Administration (GSA) yang mengatur bangunan pemerintahan federal. Para manager regional diinstruksikan untuk mengakhiri sewa sekitar 7.500 kantor federal untuk efisiensi.

    Namun yang paling dicemaskan adalah Musk mendapatkan akses pada sistem pembayaran US Treasury, yang mengatur pembayaran USD 5 triliun per tahun untuk berbagai hal. Sistem itu juga mengandung banyak informasi pribadi. “Itu adalah peretasan data terbesar di dunia. Saya marah soal itu,” kritik Tammy Baldwin, senator Partai Demokrat.

    Partai Demokrat menuding Musk melakukan tindakan ilegal. “Kami akan melakukan segalanya di Senat dan DPR untuk menghentikan ini,” cetus Chris Van Hollen, senator Demokrat dari Maryland.

    Musk tampaknya memperlakukan pemerintahan AS seperti perusahaannya, di mana dia dikenal suka efisiensi dan cukup kejam. Saat mengakuisisi Twitter, dia memberhentikan banyak pegawai.

    “Aturan Silicon Valley untuk mengganggu status quo dengan tidak mematuhi aturan yang tidak Anda sukai dilakukan sepenuhnya di sini,” cetus Rob Lalka, akademisi bisnis di Tulane University.

    Lihat juga Video ‘Trump Terbuka Jika Elon Musk Mau Beli TikTok’:

    (fyk/fay)

  • Donald Trump akan Kirim Pasukan AS ke Gaza? Usir Paksa Warga Palestina, PBB Ungkit Pembersihan Etnis – Halaman all

    Donald Trump akan Kirim Pasukan AS ke Gaza? Usir Paksa Warga Palestina, PBB Ungkit Pembersihan Etnis – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, AS –  Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu pada Selasa (4/2/20250 di Gedung Putih. 

    Pertemuan tersebut memiliki bobot geopolitik yang signifikan karena Trump dan Netanyahu antara lain membahas masa depan gencatan senjata yang rapuh di Gaza.

    Netanyahu berada di bawah tekanan dari anggota koalisi sayap kanan untuk melanjutkan konflik dengan Gaza.

    Sementara Trump, yang mengaku sebagai penengah gencatan senjata, bertujuan untuk memastikan gencatan senjata tersebut bertahan.

    AS akan Kirim Pasukan ke Gaza?

    Pada konferensi pers, Rabu (5/2/2025) waktu AS, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt ditanyai beberapa pertanyaan terkait pernyataan Trump mengenai rencana AS ambil alih Gaza yang dilanda perang.

    Karoline Leavitt mengatakan bahwa Presiden Donald Trump “tidak berkomitmen” untuk mengirim pasukan Amerika Serikat ke Jalur Gaza.

    “Presiden tidak berkomitmen untuk mengerahkan pasukan di Gaza. Amerika Serikat tidak akan membiayai pembangunan kembali Gaza. Ini adalah ide yang tidak biasa tujuannya adalah perdamaian abadi di Timur Tengah bagi semua orang di wilayah tersebut.”

    Sebelumnya, Donald Trump mengusulkan rencana bagi AS untuk “mengambil alih” kendali atas Gaza dan merelokasi penduduk Palestina ke negara-negara terdekat seperti Mesir dan Yordania.

    Presiden menyampaikan pernyataan tersebut dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih.

    Trump   mengatakan bahwa Gaza dapat menjadi “Riviera Timur Tengah” sekaligus menggambarkan wilayah tersebut sebagai “lokasi pembongkaran.”

    Pernyataan itu juga mendapat penolakan luas dari para pemimpin dunia yang mengecamnya sebagai pelanggaran hukum internasional.

    Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri juga menolak komentar Trump dengan memperingatkan potensi “kekacauan.”

    Pada konferensi pers hari Rabu, Leavitt menyarankan bahwa proposal tersebut tidak mengharuskan Trump dan negaranya untuk “terlibat dalam konflik di luar negeri.”

    Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengatakan bahwa “definisi kegilaan adalah mencoba melakukan hal yang sama berulang-ulang kali” ketika ditanya tentang pendapatnya tentang Gaza.

    “Seperti yang disampaikan Presiden dan Perdana Menteri tadi malam, Presiden bersedia berpikir di luar kebiasaan, mencari cara-cara baru dan unik yang dinamis untuk memecahkan masalah yang selama ini terasa sulit dipecahkan,” kata Hegseth.

    “Kami menantikan lebih banyak perbincangan tentang hal itu, solusi kreatif untuk itu.”

    Hegseth menambahkan bahwa ia dan timnya “siap untuk mempertimbangkan semua opsi.”

    Pembersihan Etnis di Gaza

    Hukum internasional melarang pemindahan paksa penduduk.

    Kelompok hak asasi manusia Israel, B’tselem, mengatakan pernyataan Trump “merupakan seruan untuk pembersihan etnis melalui pengusiran dan pemindahan paksa sekitar 2 juta orang.

    Penolakan terhadap seruan Trump juga disuarakan oleh warga Palestina di Tepi Barat dan di negara-negara Arab sekitar seperti Yordania dan Lebanon yang juga merupakan rumah bagi populasi pengungsi besar.

    “Jika dia (Trump) ingin menggusur penduduk Gaza maka dia harus mengembalikan mereka ke tanah air asal mereka yang telah mereka tinggalkan sejak tahun 1948, di dalam wilayah Israel, di desa-desa yang telah dikosongkan penduduknya,” kata Mohammed al-Amiri, seorang penduduk di kota Ramallah, Tepi Barat.

    Tindakan memindahkan warga sipil secara paksa dilarang berdasarkan Konvensi Jenewa.

    Konvensi Jenewa asli tahun 1949 mengatakan bahwa “pemindahan paksa massal” ke negara mana pun dilarang, apa pun motifnya.

    Protokol yang diperbarui yang ditambahkan pada tahun 1977 menyatakan “Warga sipil tidak boleh dipaksa meninggalkan wilayah mereka sendiri karena alasan yang terkait dengan konflik.”

    Usulan Presiden Donald Trump untuk “mengambil alih” Gaza dan menggusur semua warga Palestina yang tinggal di sana langsung menimbulkan kekhawatiran dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    “Setiap pemindahan paksa penduduk sama saja dengan pembersihan etnis,” kata juru bicara PBB Stéphane Dujarric kepada wartawan pada hari Rabu.

    Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres bahkan menegaskan pentingnya menghindari pembersihan etnis terhadap warga Palestina.

    “Dalam mencari solusi, kita tidak boleh memperburuk masalah. Sangat penting untuk tetap setia pada dasar hukum internasional. Sangat penting untuk menghindari segala bentuk pembersihan etnis,” ujar Guterres dalam pertemuan komite PBB pada Rabu (5/2/2025) dikutip dari Reuters.

    Dia mengemukakan itu di tengah ramainya komentar Donald Trump terkait relokasi warga Gaza.

    Meskipun tidak secara langsung menyebut nama Trump, Juru Bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric, mengonfirmasi bahwa pernyataan tersebut dapat dianggap sebagai respons terhadap Donald Trump.

    Sumber: Associated Press/Washington Post/Newsweek/Reuters