Perusahaan: Airbus

  • Boeing Lagi Banyak Masalah, Kini ‘Digebuk’ China

    Boeing Lagi Banyak Masalah, Kini ‘Digebuk’ China

    Jakarta

    Produsen pesawat asal Amerika Serikat (AS) Boeing tengah mengalami banyak tekanan dalam 6 tahun terakhir. Namun, langkah Presiden Amerika Serikat (AS) mengumumkan tarif resiprokal hingga memicu perang tarif dengan China menjadi pukulan baru bagi perusahaan.

    Dikutip dari CNN Business, Kamis (24/4/2025), harga jet buatan eksportir terbesar AS itu bisa naik hingga jutaan dolar jika negara lain mengenakan tarif balasan. Sedangkan tarif AS yang sudah berlaku bisa membuat biaya pembuatan pesawatnya melonjak karena ketergantungan Boeing pada pemasok luar negeri.

    Kondisi ini diperparah dengan kegagalan kontrol keselamatan dan kualitas Boeing yang telah menyebabkan kecelakaan fatal dan penghentian operasional jetnya dalam setahun terakhir. Ditambah lagi dengan aksi mogok kerja yang menghentikan sebagian besar produksinya selama dua bulan akhir tahun lalu dan anjloknya permintaan pesawat selama pandemi COVID-19.

    “Perang tarif adalah hal terakhir yang dibutuhkan Boeing saat ini,” ujar analis kedirgantaraan di Bank of America, Ron Epstein.

    CEO Boeing Kelly Ortberg mengatakan kepada para investor pada hari Rabu kemarin, mereka yakin bahwa pemerintahan Trump akan membantu meredakan kekhawatiran mereka terhadap tarif. Diskusi Boeing dengan pemerintah telah menunjukkan Trump memahami pentingnya industri kedirgantaraan bagi ekonomi AS dan peran yang dimainkan Boeing sebagai eksportir utama AS.

    Pesawat Dikembalikan China

    Tanda masalah pertama muncul ketika dua pesawat di fasilitas Boeing di China dikembalikan ke fasilitas perusahaan di Seattle alih-alih dikirim ke pelanggan China mereka. Pelanggan China menghadapi tarif 125% atas semua impor AS, yang merupakan balasan atas tarif AS sebesar 145% atas sebagian besar impor China.

    Ortberg telah mengkonfirmasi pengembalian dua pesawat dari China dalam komentarnya kepada investor pada hari Rabu. Ia juga mengatakan, pesawat ketiga akan dikembalikan imbas tarif tersebut.

    Masalah pengembalian jet dari China dikhawatirkan hanya merupakan awal masalah perdagangan Boeing. China sendiri adalah pasar jet komersial terbesar dengan pertumbuhan tercepat. Richard Aboulafia, direktur pelaksana di AeroDynamic Advisory memperkirakan, maskapai penerbangan China diproyeksikan membeli 8.830 pesawat baru selama 20 tahun ke depan, yang mewakili 10% hingga 15% dari permintaan global.

    Namun, ketegangan perdagangan antara Amerika dan China telah menyebabkan Boeing kehilangan pangsa pasar di China terhadap pesaingnya dari Eropa, Airbus. Tercatat pelanggan China memesan 122 pesawat Boeing pada tahun 2017 dan 2018.

    Enam tahun sejak saat itu, jumlah tersebut merosot menjadi hanya 28 pesawat, sebagian besar untuk pesawat kargo atau dari perusahaan leasing China, yang dapat membelinya atas nama maskapai penerbangan di luar China. Boeing belum melaporkan satu pun pesanan untuk jet penumpang dari maskapai penerbangan China sejak 2019.

    Bahan Baku Pesawat Impor

    Menjual dan mengirim pesawat hanyalah sebagian dari masalah bagi Boeing. Produksi pesawat juga bisa menjadi masalah, karena bergantung pada suku cadang buatan luar negeri untuk sekitar 80% isi pesawatnya.

    Sayap pada 787 Dreamliner yakni pesawat Boeing yang paling berharga dan mahal, berasal dari Jepang. Sumbat pintu yang terlepas di udara dari 737 Max pada Januari 2024 berasal dari pemasok di Malaysia.

    Itu berarti suku cadang asing dan tarif yang harus dibayar meningkatkan biaya produksi pesawat yang sudah bernilai US$ 50 juta sampai US$ 100 juta. Boeing belum melaporkan laba setahun penuh sejak 2018 dan mengalami kerugian operasional gabungan sebesar US$ 51 miliar sejak saat itu.

    (acd/acd)

  • Perang Dagang Menggila, Pesawat Boeing Dilarang Masuk China

    Perang Dagang Menggila, Pesawat Boeing Dilarang Masuk China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pesawat Boeing yang diproduksi untuk Xiamen Airlines asal China mendadak dilarang dan harus kembali ke fasilitas produksi di Amerika Serikat (AS). Hal ini mengindikasikan Boeing menjadi raksasa AS selanjutnya yang terdampak perang dagang akibat kebijakan tarif pemerintahan Donald Trump.

    Menurut rekam jejak penerbangan online, Boeing 737 Max berangkat dari Zhoushan, China, dan mendarat di Seattle, AS, pada Minggu (20/4) malam waktu setempat.

    Reuters pertama kali melaporkan fenomena ini. Reuters menyebut 737 Max merupakan salah satu di antara beberapa pesawat Boeing di Zhoushan yang menunggu finalisasi produksi sebelum dikirim ke maskapai China.

    Namun, belum selesai diproduksi tahap akhir, Boeing 737 Max terpaksa harus ‘pulang kampung’ ke AS, menurut laporan tersebut, dikutip dari Business Insider, Rabu (23/4/2025).

    Sebagai informasi, Puget Sound Business Journal melaporkan bahwa Xiamen Airlines telah memangkas penerbangan menuju Seatlle pada 2019.

    Sejatinya, belum jelas kenapa Boeing 737 Max diterbangkan kembali ke AS. Belum ada informasi lebih lanjut apakah pesawat-pesawat lainnya yang diproduksi untuk maskapai China akan diterbangkan kembali ke AS atau tidak.

    Data lain dari AirNav Radar menunjukkan pesawat Boeing 737 Max lainnya dari Zhoushan terbang menuju Guam pada Senin (21/4) pagi waktu setempat. Guam biasanya menjadi titik transit untuk pesawat-pesawat yang bertolak ke AS.

    Boeing dan Xiamen Airlines tidak langsung merespons permintaan komentar dari Business Insider.

    Pekan lalu, Bloomberg melaporkan informasi dari sumber anonim yang menyebut China memerintahkan maskapai di negaranya untuk berhenti mengambil pengiriman pesawat-pesawat Boeing dan komponen pesawat asal AS. Hal ini menyusul perang dagang yang kian memanas antara AS dan China.

    Setelah laporan tersebut mencuat, Trump menuliskan di Truth Social bahwa China mengingkari kesepakatan besar dengan Boeing.

    “Mereka [China] mengatakan tidak akan mengambil alih pesawat yang sebelumnya sudah sepenuhnya dikomitmenkan,” tulis Trump.

    Xiamen Airlines adalah cabang dari China Southern Airlines yang merupakan maskapai milik pemerintah.

    Pada 11 April 2025, China Southern Airlines menghentikan penjualan 10 pesawat Boeing 787-8 Dreamliner bekasnya, berdasarkan pengajuan ke Shanghai United Assets and Equity Exchange. China Southern berencana untuk mengganti Dreamliner-nya dengan pesawat yang lebih besar dan baru, tetapi membatalkan keputusan tersebut.

    Bersamaan dengan itu, negara-negara lain juga mulai bereaksi. CEO Malaysia Aviation Group yang merupakan induk Malaysia Airlines mengatakan pihaknya sedang berdiskusi dengan Boeing untuk mengambil alih slot pengiriman pesawat ke China.

    Pakar juga mengatakan Air India yang memiliki pesanan tertunda untuk 737 Max bisa menjadi pihak yang mengambil alih pemesanan dari China, menurut laporan Nikkei Asia.

    Perang dagang AS dan China dengan cepat mengalami eskalasi sejak Trump kembali ke Gedung Putih. China telah melarang impor film-film Hollywood dan menaikkan tarif untuk barang-barang tertentu dari AS.

    AS juga membatasi penjualan chip H20 Nvidia ke China. Analis mengatakan kebijakan terbaru Trump bisa diartikan sebagai pelarangan total ekspor chip ke China.

    Sejauh ini, China telah mematok tarif 125% ke AS sebagai balasan tarif AS sebesar 145% ke China. Trump bahkan mengancam akan menaikkan tarif ke China hingga 245% untuk barang-barang tertentu.

    China merupakan salah satu pasar paling penting bagi Boeing. Raksasa produsen pesawat tersebut pelan-pelan telah memulihkan bisnisnya dari kerugian besar sepanjang tahun lalu.

    Hambatan perang dagang akan membuat posisi Boeing kian terpuruk untuk memenangkan pangsa pasar melawan Airbus asal Eropa.

    Pada laporan tahunan 2024 yang dirilis Februari 2025, Boeing menyebut China merupakan pasar signifikan yang kemungkinan akan terdampak dengan hubungan dagang dan isu geopolitik.

    Boeing masuk dalam daftar ‘Top 100’ perusahaan AS paling bernilai yang memperkerjakan 172.000 karyawan pada Desember 2024. Sahamnya sepanjang tahun ini sudah anjlok 8,5%.

    (fab/fab)

  • Harga Jual Jet Boeing dan Airbus Melonjak 30 Persen Imbas Tarif Impor Trump   – Halaman all

    Harga Jual Jet Boeing dan Airbus Melonjak 30 Persen Imbas Tarif Impor Trump   – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM , WASHINGTON – Kebijakan tarif impor yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memakan korban baru, membuat harga pesawat produksi Boeing dan Airbus semakin mahal.

    Sebelum tarif impor diberlakukan dan perang harga mencuat, sumber Straits Times mengungkap bahwa harga pesawat jet komersial telah naik sebanyak 30 persen sejak 2018.

    Namun pasca tarif impor yang diberlakukan Trump, kebijakan ini berdampak luas terhadap berbagai sektor. Salah satu akibat yang paling mencolok adalah meningkatnya harga bahan baku dan komponen meningkat secara drastis, yang kemudian berdampak langsung pada biaya produksi pesawat.

    “Dibandingkan dengan tahun 2018, harga jet komersial telah naik sekitar 30 persen,” kata seorang pakar penerbangan yang tidak mau disebutkan namanya.

    Kenaikan harga pesawat juga dikonfirmasi Raksasa kedirgantaraan Amerika dan Eropa, mereka mengungkap telah bergulat dengan biaya yang lebih tinggi untuk bahan utama seperti titanium, komponen dan energi, serta tekanan biaya tenaga kerja secara keseluruhan.

    Direktur Pelaksana Konsultan AeroDynamic Advisory Richard Aboulafia menyebut harga sederet bahan dan peralatan pesawat meroket 40 persen sejak 2021.

    Itu bahkan belum termasuk dampak tarif Trump sebesar 25 persen untuk baja dan aluminium yang digunakan dalam pesawat terbang. Apabila tarif Trump terus diterapkan dalam jangka waktu yang lama maka hal tersebut dapat mendongkrak harga produksi pesawat.

    ”Produk seperti casting, forgings, dan apapun yang terbuat dari titanium bakal melambung,” ujar Aboulafia,

    “Agak ironis. Bahan mentah bukan masalah, tetapi Donald Trump bertekad untuk mewujudkan masalah,” imbuhnya.

    Harga pesawat Boeing 787 Dreamliner, misalnya, yang biasa dipatok sekitar 386 juta dolar AS atau Rp 6,5 triliun (Kurs Rp 16.862 ) dan Boeing 737 MAX dibanderol bernilai 159 juta dolar AS atau Rp 2,6 Triliun, naik dibandingkan 2023 yang masing-masing dihargai 292 juta dolar AS atau Rp 4,9 triliun serta 121,6 juta dolar AS atau Rp 2 triliun.

    Begitu pula dengan harga pesawat Airbus A321neo yang dipatok sekitar 148 juta dolar AS sekitar Rp 2,4 triliun. Ini naik dibandingkan harga 2018 yang masih di level 129,5 juta dolar AS atau Rp 2,1 triliun.

    Boeing maupun Airbus belum memberikan komentar apapun terkait isu kenaikan harga pesawat dan jet. Diketahui Boeing belum memperbarui harga pesawat yang ia tawarkan sejak 2023.

    Sementara katalog Airbus tidak menyentuh sejak 2018, perusahaan berdalih penggunaan katalog harga dihentikan “sejak lama” karena harga tersebut “tidak terpaku erat dengan harga akhir, yang didasarkan pada setiap kontrak spesifik dalam hal konfigurasi dan detail pesawat”, kata perusahaan itu .

    “Harga katalog benar-benar fiksi,” kata Tn. Aboulafia.

    “Anda mendapat diskon 50 persen jika datang dengan pakaian yang bagus.” menambahkan.

    Kendati harga pesawat Boeing dan Airbus telah mengalami kinerja yang drastis tetapi Boeing dan Airbus diketahui memiliki backlog atau tumpukan pesanan yang bisa bertahan hingga 10 tahun meskipun tak ada pesanan baru.

    Hal ini terjadi karena pertumbuhan kelas menengah di Asia, Afrika, dan Timur Tengah membuat permintaan perjalanan udara terus meningkat.

    Alhasil maskapai seperti Emirates, Qatar Airways, Indigo, Lion Air, hingga AirAsia terus melakukan ekspansi. Sehingga semakin banyak permintaan, semakin panjang antrian produksi.

    Selain permintaan yang membludak, backlog terjadi karena adanya gangguan rantai pasok global sejak pandemi COVID-19, mengakibatkan pengiriman pesanan pesawat jadi terlambat.

    Boeing misalnya mengalami masalah kualitas dan sertifikasi pada 737 MAX dan 787, memperlambat pengiriman. Hal inilah yang membuat backlog semakin menumpuk karena pengiriman tertunda.

  • Dinilai Berhasil, Pemegang Saham Pelita Air Kukuhkan Kembali Dendy Kurniawan sebagai Direktur Utama

    Dinilai Berhasil, Pemegang Saham Pelita Air Kukuhkan Kembali Dendy Kurniawan sebagai Direktur Utama


    PIKIRAN RAKYAT –
    PT Pertamina (Persero) dan PT Pertamina Pedeve Indonesia selaku pemegang saham PT Pelita Air Service telah memutuskan untuk mengukuhkan Dendy Kurniawan sebagai Direktur Utama Pelita Air untuk periode kedua. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Pemegang Saham Secara Sirkuler PT Pelita Air Service, sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Ayat 5 Anggaran Dasar Perseroan tentang Pengangkatan Kembali Anggota Direksi.

    Dendy Kurniawan dinilai oleh para pemegang saham telah menunjukkan kepemimpinan yang visioner dan efektif dalam mengarahkan transformasi Pelita Air. Di bawah kepemimpinannya, Pelita Air berhasil menjadi maskapai penerbangan berjadwal dengan standar layanan yang unggul, serta mencatatkan kinerja operasional dan keuangan yang positif. Keberhasilan ini menjadi landasan kuat bagi perusahaan untuk terus berkembang dan memperkuat posisinya di industri aviasi nasional.

    “Saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh para pemegang saham, serta apresiasi atas dukungan penuh dari seluruh Perwira Pelita Air,” ujar Dendy Kurniawan.

    Sepanjang tahun 2024, Pelita Air mencatat capaian operasional yang signifikan. Maskapai ini berhasil mengangkut hingga 2,7 juta penumpang. Seiring dengan itu, jumlah penerbangan juga mengalami lonjakan sebesar 97 persen, mencapai 18.796 penerbangan, dengan total kapasitas angkut mencapai 3,3 juta kursi. Pencapaian ini mencerminkan efektivitas strategi ekspansi dan peningkatan layanan yang dijalankan secara konsisten dalam memperkuat konektivitas nasional.

    Dendy Kurniawan juga dinilai berhasil membawa Pelita Air tumbuh sebagai maskapai yang mengedepankan keandalan dan profesionalisme. Konsistensi dalam menjaga tingkat ketepatan waktu (on-time performance/OTP) menjadikannya pilihan tepercaya masyarakat karena mampu memberikan kepastian dan kenyamanan dalam setiap penerbangan. Reputasi ini memperkuat posisi Pelita Air sebagai maskapai nasional yang responsif terhadap kebutuhan transportasi udara yang efisien dan berkualitas.

    Ia juga mampu menjadikan Pelita Air sebagai maskapai yang adaptif terhadap era digital dan berorientasi pada keberlanjutan. Inovasi layanan terus dikembangkan, termasuk penerapan sistem hiburan mandiri yang memungkinkan penumpang menikmati konten langsung dari perangkat pribadi melalui konektivitas Wi-Fi gratis selama penerbangan.

    Dari sisi operasional, Dendy Kurniawan juga telah membuat Pelita Air untuk beralih ke konsep penerbangan yang lebih efisien dan ramah lingkungan melalui penerapan teknologi Electronic Flight Bag yang menggantikan penggunaan kertas dengan perangkat komputer tablet. Implementasi ini berhasil mendapatkan rekognisi dari NavBlue, anak usaha Airbus, dan turut mencerminkan komitmen kuat Pelita Air dalam menerapkan teknologi digital yang terintegrasi, serta berkontribusi positif bagi kemajuan industri aviasi nasional.

    Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso, menyampaikan bahwa “Pemegang Saham terus optimistis bahwa Pelita Air terus tumbuh sebagai maskapai kebanggaan nasional yang adaptif, kompetitif dan dicintai masyarakat.“ Ujar Fadjar. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pemegang Saham Pelita Air Kukuhkan Kembali Dendy Kurniawan sebagai Direktur Utama
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    Pemegang Saham Pelita Air Kukuhkan Kembali Dendy Kurniawan sebagai Direktur Utama Nasional 21 April 2025

    Pemegang Saham Pelita Air Kukuhkan Kembali Dendy Kurniawan sebagai Direktur Utama
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – PT
    Pertamina
    (Persero) dan PT Pertamina Pedeve Indonesia selaku pemegang saham PT
    Pelita Air
    Service (PAS) secara resmi mengukuhkan Dendy Kurniawan sebagai direktur utama Pelita Air untuk periode kedua.
    Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Pemegang Saham secara Sirkuler Pelita Air sesuai ketentuan Pasal 10 Ayat 5 Anggaran Dasar Perseroan tentang Pengangkatan Kembali Anggota Direksi.
    Para pemegang saham menilai Dendy Kurniawan telah menunjukkan kepemimpinan yang visioner dan efektif dalam mendorong transformasi Pelita Air. 
    Di bawah kepemimpinannya, Pelita Air berhasil tumbuh menjadi maskapai penerbangan berjadwal dengan standar layanan unggul. 
    Selain itu, perusahaan mencatatkan kinerja operasional dan keuangan yang positif. Keberhasilan ini menjadi pijakan penting bagi perusahaan untuk terus berkembang dan memperkuat posisinya di industri aviasi nasional.
    “Saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh para pemegang saham, serta apresiasi atas dukungan penuh dari seluruh Perwira Pelita Air,” ujar Dendy Kurniawan melalui siaran pers, Senin (21/4/2025).
    Sepanjang 2024, Pelita Air mencatat capaian operasional yang signifikan. Maskapai ini berhasil mengangkut hingga 2,7 juta penumpang. 
    Seiring itu, jumlah penerbangan melonjak 97 persen, mencapai 18.796 penerbangan, dengan total kapasitas angkut mencapai 3,3 juta kursi. 
    Pencapaian tersebut mencerminkan efektivitas strategi ekspansi dan peningkatan layanan yang dijalankan secara konsisten untuk memperkuat konektivitas nasional.
    Dendy Kurniawan juga dinilai berhasil membawa Pelita Air tumbuh sebagai maskapai yang mengedepankan keandalan dan profesionalisme. 
    Konsistensinya dalam menjaga tingkat ketepatan waktu atau
    on-time performance
    (OTP) menjadikan Pelita Air pilihan tepercaya masyarakat. Maskapai ini dinilai mampu memberikan kepastian dan kenyamanan dalam setiap penerbangan. 
    Reputasi tersebut semakin memperkuat posisi Pelita Air sebagai maskapai nasional yang responsif terhadap kebutuhan
    transportasi udara
    yang efisien dan berkualitas.
    Ia juga mendorong Pelita Air untuk menjadi maskapai yang adaptif terhadap era digital dan berorientasi pada
    keberlanjutan

    Inovasi layanan terus dikembangkan, termasuk penerapan sistem hiburan mandiri yang memungkinkan penumpang menikmati konten langsung dari perangkat pribadi melalui konektivitas Wi-Fi gratis selama penerbangan.
    Dari sisi operasional, Dendy Kurniawan juga memimpin transisi Pelita Air menuju konsep penerbangan yang lebih efisien dan ramah lingkungan. 
    Hal itu diwujudkan melalui penerapan teknologi
    electronic flight bag
    (EFB) yang menggantikan dokumen kertas dengan perangkat tablet. Implementasi ini mendapat pengakuan dari NavBlue, anak usaha Airbus. 
    Inisiatif tersebut mencerminkan komitmen kuat Pelita Air dalam menerapkan teknologi digital terintegrasi, serta berkontribusi positif bagi kemajuan industri aviasi nasional.
    Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menyampaikan bahwa para pemegang saham tetap optimistis terhadap masa depan Pelita Air.
    “Pemegang saham terus optimistis bahwa Pelita Air akan tumbuh menjadi maskapai kebanggaan nasional yang adaptif, kompetitif, dan dicintai masyarakat,” ujarnya melalui siaran pers, Senin (21/4/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Indonesia Jadi Penyelamat Boeing di Tengah Pusaran Perang Dagang AS-China?

    Indonesia Jadi Penyelamat Boeing di Tengah Pusaran Perang Dagang AS-China?

    Bisnis.com, JAKARTA – Krisis Boeing memasuki babak baru, terutama setelah China memboikot para maskapainya membeli jet dan suku cadang keluaran manufaktur pesawat asal Amerika Serikat (AS) itu beberapa waktu lalu. 

    Sebaliknya, kabar dari Indonesia seakan jadi angin segar buat produsen pesawat terbang asal Negeri Paman Sam tersebut. 

    Berdasarkan laporan Bloomberg, Jumat (18/4/2025) malam, boikot China telah menjadi kenyataan, seiring pengembalian pesawat Boeing 737 Max dari pusat perakitan akhir Boeing di Zhoushan, China, di mana sebelumnya merupakan pesanan Xiamen Airlines. 

    Menurut data dari FlightRadar24, pesawat itu sebelumnya terbang menuju Zhoushan dari Seattle, Washington, AS via Hawai dan Guam pada bulan lalu. Kini, pesawat itu diterbangkan kembali ke Guam. 

    Sementara itu, data Aviation Flights Group menyebut masih ada dua pesawat Boeing di Zhoushan yang berstatus dalam proses pengiriman ke pelanggan, tapi turut berpotensi dikembalikan akibat dampak perang dagang AS-China.

    Menurut penyedia data penerbangan Cirium, sebelum Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif impor resiprokal, Boeing telah mengirimkan 13 pesawat 737 Max dan 3 pesawat 787 ke China selama 2025. 

    Lantas, masih ada 28 pesawat 737 Max dan satu pesawat 787 dijadwalkan untuk sisa tahun ini. 

    Namun, analisis dari RBC Capital Markets LLC yang dipimpin oleh Ken Herbert melihat bahwa gertakan Beijing bisa jadi hanya taktik negosiasi, mengingat pentingnya suku cadang Boeing untuk para maskapai pengguna eksisting di China.

    “Pembatasan impor suku cadang pesawat baru dari China sulit dipertahankan dalam jangka waktu lama, karena diperlukan untuk mendukung armada yang ada,” ujarnya seperti dilansir Bloomberg, Sabtu (19/4/2025).

    Terlebih, pabrikan pesawat pelat merah China, Commercial Aircraft Corp of China Ltd. alias Comac, masih bergantung dengan suku cadang dari AS untuk membangun pesawatnya.

    Sumber Bloomberg menyebut Comac sebenarnya telah melakukan langkah strategis dengan menimbun mesin dan suku cadang untuk merampungkan lusinan pesawatnya pada tahun ini dari maskapai Hong Kong, Timur Tengah, dan Vietnam.  

    Bahkan, salah satu pejabat China mempertimbangkan meminta Airbus untuk memasok mesin jet baru buat Comac, atau tetap mengakses komponen pesawat asal pabrikan AS melalui negara lain yang telah menjadi bagian dari rantai pasok. 

    Sebagai contoh, pesawat C919 yang dirancang Comac memiliki kapasitas untuk 158 hingga 192 penumpang menggunakan mesin CFM International LEAP-1C, perusahaan patungan antara GE dan Safran SA dari Prancis, serta avionik dari Honeywell International Inc. dan Rockwell Collins.

    Jet yang dipatok untuk bisa bersaing dengan keluarga Airbus A320 dan Boeing 737 itu pun masih mengandalkan sistem hidrolik untuk roda pendaratannya berasal dari Parker Aerospace di AS, sementara beberapa sistem kabinnya berasal dari Eaton Corp. yang berkantor pusat di Dublin.

    C919 belum diberi lampu hijau oleh regulator keselamatan penerbangan lainnya untuk terbang di luar Tiongkok atau Hong Kong, yang berarti pesawat ini hanya digunakan oleh maskapai penerbangan Tiongkok di dalam negeri.

    Pesawat Comac yang telah mulai dikenal dunia internasional hanya ARJ21 atau C909 yang mampu mengangkut hingga 97 penumpang. TransNusa Airlines dari Indonesia dan Lao Airlines dari Laos tercatat menjadi pengguna awal pesawat ini. 

    Angin Segar dari Negosiasi Indonesia

    Sebelumnya, Boeing sempat diterpa krisis secara bertubi-tubi dari mulai isu keselamatan, dampak pandemi, mogok kerja para karyawan, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. 

    Pada akhirnya, Boeing mencatatkan kerugian US$11,83 miliar atau sekitar Rp192 triliun sepanjang 2024. Kerugian ini bahkan tercatat lebih besar dari rugi tahunan era pandemi Covid-19 alias periode 2020.

    Terkini, Indonesia sedang mempertimbangkan akan memboyong alutsista asal AS sebagai salah satu langkah negosiasi menekan efek dampak tarif Presiden Donald Trump, termasuk pembelian jet tempur F-15EX besutan Boeing.

    Boeing bahkan sempat menjanjikan pemenuhan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga 85%. 

    Chief Executive Officer (CEO) Boeing untuk kawasan Asia Tenggara Penny Burtt mengatakan bahwa Boeing melihat pentingnya memperkuat rantai pasok lokal demi menciptakan ketahanan industri. 

    “Jika Indonesia memilih F-15EX, Boeing akan memenuhi 85% kebutuhan melalui produksi dan dukungan lokal. Kami memiliki tim yang kuat dan berdedikasi yang telah beberapa kali datang ke Indonesia dalam setahun terakhir untuk menjajaki peluang kemitraan dan investasi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (16/4/2025). 

    Boeing juga mendorong keterlibatan perusahaan dalam negeri untuk menjadi bagian dari ekosistem F-15EX di Indonesia, serta melihat potensi yang signifikan untuk kolaborasi dalam rantai pasokan, MRO, hingga pelatihan. 

    Terlebih, ketika Presiden Prabowo sudah memiliki kesepakatan awal pembelian 24 unit jet tempur itu pada 2023, ketika dirinya masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI.

    Namun, komitmen ini dinilai sulit terealisasi karena biaya pembelian 24 unit F-15EX diperkirakan melebihi US$8 miliar, atau hampir setara dengan total anggaran pertahanan Indonesia periode 2024. Terlebih, Prabowo pun masih gencar melakukan program efisiensi anggaran. 

    Selain itu, dalam konteks belanja alutsista, Indonesia masih memiliki komitmen pembelian 42 jet tempur Rafale buatan Dassault Aviation SA yang notabene telah dipatok sebagai prioritas. 

  • Kerahkan 5 Pesawat, Lion Air Siap Angkut 11.791 Jemaah Haji Indonesia

    Kerahkan 5 Pesawat, Lion Air Siap Angkut 11.791 Jemaah Haji Indonesia

    Tangerang, Beritasatu.com – Lion Air diproyeksikan mengangkut sebanyak 11.791 jemaah haji Indonesia baik untuk keberangkatan ke Tanah Suci maupun kepulangan dari Arab Saudi pada musim haji 2025.

    Kementerian Agama sudah menetapkan tiga maskapai penerbangan akan melayani pemberangkatan jemaah haji Indonesia 2025, yakni Garuda Indonesia, Lion Air Group, dan Saudi Airlines.

    Manajemen Lion Air Grup mulai mempersiapkan aspek keamanan dan fasilitas pelayanan pesawat untuk mengangkut jemaah haji Indonesia 2025. 

    Lion Air Group juga sudah menyiapkan lima pesawat jenis Airbus A330 CEO dan Airbus A330 melayani pemberangkatan jemaah haji. 

    Lion Air dipercaya melayani angkutan jemaah haji Indonesia di Embarkasi Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan Embarkasi Pandang, Sumatera Barat.

    “Jumlah jemaah di Embarkasi Padang 6.309 jemaah, dan di Embarkasi Banjarmasin 5.482 jemaah,” ujar CEO Lion Air Rachmat Diansyah di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Sabtu (19/4/2025).

    Lion Air akan mengangkut 424 jemaah haji setiap kelompok terbang (kloter) pada dua embarkasi tersebut.

    “Dengan komposisi 420 jemaah dan empat pendamping dari masing masing embarkasi,” kata Rachmat.

    Jadwal pemberangkatan jemaah calon haji kloter pertama Embarkasi Padang dimulai 3 Mei 2025, dan kloter pertama Embarkasi Banjarmasin pada 5 Mei 2025.

    “Ini memang layanan pertama bagi Lion Air mengangkut haji Indonesia, tetapi kami sudah memiliki beberapa tahun belakangan ini kami mengangkut jemaah haji dari Asia Barat, Timur Tengah, dan beberapa negara lainnya,” pungkas Rachmat.

  • China Melawan! Hentikan Pembelian Pesawat dan Suku Cadang Boeing

    China Melawan! Hentikan Pembelian Pesawat dan Suku Cadang Boeing

    Jakarta

    Pemerintah China menginstruksikan maskapai-maskapai nasionalnya untuk tidak menerima pengiriman pesawat Boeing. Instruksi tersebut dilakukan sebagai respons atas keputusan Amerika Serikat yang memberlakukan tarif sebesar 145% terhadap barang-barang asal China.

    Berdasarkan laporan Bloomberg, dikutip dari Reuters, Rabu (16/4/2025), menyebutkan China juga telah meminta maskapai nasionalnya untuk menghentikan pembelian peralatan dan suku cadang pesawat dari perusahaan-perusahaan AS. Informasi disampaikan oleh narasumber yang mengetahui tersebut.

    Dari informasi tersebut, diketahui ada tiga maskapai besar China yang melakukan penundaan terhadap pengiriman pesawat Boeing yakni, maskapai Air China, China Eastern Airlines dan China Southern Airlines. Rencananya mereka menerima 45, 53, dan 81 pesawat Boeing antara tahun 2025 hingga 2027.

    Dengan adanya pelarangan tersebut, Pemerintah China kini sedang mempertimbangkan cara untuk memberikan bantuan kepada maskapai yang menyewa pesawat Boeing dan menghadapi kenaikan biayanya.

    Dampak maskapai Nasional China untuk tidak menerima pengiriman tersebut membuat saham Boeing turun 0,5% pada Selasa kemarin. Pasalnya, Boeing menganggap China sebagai salah satu pasar terbesarnya.

    Adanya perang tarif juga ini membuat industri dirgantara global kebingungan, misalnya produsen pesawat, maskapai penerbangan, dan pemasok meninjau kembali kontrak senilai miliaran dolar, setelah pemasok AS, Howmet Aerospace (HWM.N), memicu perdebatan tentang siapa yang seharusnya menanggung biaya tarif tersebut.

    Bahkan beberapa CEO maskapai menyatakan mereka akan menunda penerimaan pesawat baru daripada harus membayar bea masuk.

    Sementara itu, para analis menyebutkan bahwa penghentian sementara pengiriman ke China tidak akan berdampak besar bagi Boeing dalam jangka pendek, karena produsen pesawat tersebut masih bisa mengalihkan pengiriman ke maskapai lain, dan karena Airbus tidak memiliki kapasitas untuk memenuhi seluruh permintaan China sendirian.

    Sebaliknya, China akan menghadapi kesulitan lebih besar jika melarang impor suku cadang pesawat baru dari AS untuk mendukung armada pesawat yang sudah ada, termasuk program pesawat domestiknya, C919.

    “Jika China berhenti membeli komponen pesawat dari AS, maka program C919 akan terhenti atau mati,” tulis analis Bank of America, Ron Epstein.

    (rrd/rrd)

  • Penumpang Mau Buka Pintu di Udara, Pesawat Jetstar Putar Balik ke Bali

    Penumpang Mau Buka Pintu di Udara, Pesawat Jetstar Putar Balik ke Bali

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pesawat Jetstar, yang membawa lebih dari 200 penumpang dari Bali menuju Melbourne, Australia, terpaksa kembali ke Bandara Internasional Ngurah Rai setelah seorang penumpang mencoba membuka pintu pesawat saat melintasi Samudra Hindia.

    Insiden ini terjadi pada Senin (31/3/2025) malam dan dikonfirmasi dalam pernyataan resmi dari pihak maskapai pada Selasa (1/4/2025).

    “Kami mengalami gangguan dalam penerbangan menuju Melbourne pada malam kemarin setelah seorang penumpang berperilaku tidak terkendali dan mencoba membuka salah satu pintu pesawat. Ia juga bersikap kasar terhadap kru kami,” ujar Jetstar dalam pernyataan resminya, dilansir CNN International.

    Maskapai menambahkan bahwa setelah pesawat mendarat kembali di Denpasar, penumpang tersebut langsung diamankan oleh pihak berwenang setempat.

    Sebuah video yang beredar di media sosial memperlihatkan seorang perempuan di bagian belakang pesawat berhasil mengangkat pegangan pintu sebelum alarm peringatan berbunyi. Hal ini segera mengundang respons cepat dari awak kabin.

    Berdasarkan data dari situs pelacak penerbangan Flightradar24, pesawat tersebut berputar balik di atas Samudra Hindia sekitar satu jam setelah lepas landas dari Denpasar.

    Meskipun Jetstar tidak memerinci jumlah pasti penumpang dan awak kabin di dalam pesawat, mereka menegaskan bahwa keselamatan dan kesejahteraan penumpang serta kru adalah prioritas utama mereka.

    “Kami sangat berterima kasih atas respons cepat kru dan penumpang dalam menghadapi situasi ini. Perilaku seperti ini tidak dapat ditoleransi dalam penerbangan kami,” lanjut pernyataan dari Jetstar.

    Insiden penumpang berperilaku tidak terkendali bukanlah hal baru dalam dunia penerbangan. Beberapa kasus sebelumnya melibatkan penumpang yang membuka pintu darurat, meluncur turun melalui perosotan evakuasi, menyerang dan menggigit awak kabin, serta melakukan tindakan kekerasan lainnya yang memaksa pesawat untuk mengubah rute penerbangan.

    Otoritas penerbangan telah memperketat regulasi dan menindak tegas pelanggar. Tahun lalu, seorang penumpang menghadapi tuntutan di pengadilan federal setelah membuka pintu pesawat di tengah penerbangan dan melukai seorang pramugari dalam penerbangan American Airlines dari Milwaukee ke Dallas.

    Dalam insiden tersebut, penumpang lain akhirnya membantu menahan pelaku dengan menempelkan lakban ke tubuhnya.

    Pada 2023, seorang pria yang membuka pintu darurat pesawat Asiana Airlines sesaat sebelum mendarat mengaku kepada polisi bahwa ia merasa sesak dan ingin segera keluar dari pesawat. Insiden itu mendorong pihak maskapai untuk menghentikan penjualan kursi dekat pintu darurat pada pesawat Airbus A321 mereka.

     

    (luc/luc)

  • Ada Masalah Mesin, Pesawat Airbus Tujuan China Kembali ke Bandara

    Ada Masalah Mesin, Pesawat Airbus Tujuan China Kembali ke Bandara

    Jakarta

    Penerbangan maskapai AirAsia yang menuju China harus kembali ke Kuala Lumpur, Malaysia karena masalah mesin tak lama setelah lepas landas. Otoritas Malaysia mengatakan, pesawat komersil tersebut mendarat dengan selamat tanpa ada korban luka yang dilaporkan.

    Penerbangan AK128, sebuah Airbus A320, sedang dalam perjalanan ke Shenzhen, China tetapi kembali ke Bandara Internasional Kuala Lumpur karena “indikasi abnormal pada salah satu mesin,” kata maskapai penerbangan AirAsia dalam sebuah pernyataan, dilansir Reuters dan Al Arabiya, Kamis (27/3/2025).

    Departemen pemadam kebakaran negara bagian Selangor Malaysia mengatakan sebelumnya bahwa “ledakan saluran pneumatik” memicu kebakaran di mesin kanan tak lama setelah keberangkatan penerbangan pada pukul 21.59 pada hari Rabu (26/3) waktu setempat.

    AirAsia mengatakan pemeriksaannya menunjukkan tidak ada kebakaran mesin, tetapi saluran yang rusak telah menyebabkan udara panas keluar ke dalam mesin.

    Para petugas pemadam kebakaran memastikan semua penumpang dan awak keluar dari pesawat setelah pesawat mendarat dengan selamat, kata pemadam kebakaran, seraya menambahkan bahwa tidak ada yang terluka.

    AirAsia mengatakan semua 171 penumpang dipindahkan ke pesawat lain, yang mendarat di Bandara Internasional Bao’an Shenzhen pada Kamis pagi waktu setempat.

    Otoritas penerbangan Malaysia akan menyelidiki insiden tersebut, media lokal melaporkan, mengutip menteri transportasi.

    Lihat juga Video saat ‘Penampakan Pesawat Airbus A320 Terbakar saat Hendak Terbang di Chicago’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini