Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga: Niat Sadar Diri Tak Pakai Subsidi, Ternyata Negara Begini Megapolitan 26 Februari 2025

Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga: Niat Sadar Diri Tak Pakai Subsidi, Ternyata Negara Begini
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        26 Februari 2025

Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga: Niat Sadar Diri Tak Pakai Subsidi, Ternyata Negara Begini
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Rizky Widyanto (28), warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan, sudah tujuh tahun menggunakan Pertamax untuk motor Honda PCX miliknya. 
Alasannya, dia ingin membantu negara dengan tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Pertalite.
Namun, Rizky kecewa begitu mengetahui dugaan pengoplosan Pertalite jadi Pertamax dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga.
“Niatnya mau sadar diri enggak pakai subsidi, bantu negara, eh enggak tahunya begini,” keluh Rizky saat dihubungi
Kompas.com,
Rabu (26/2/2025).
Rizky pun merasa rugi menggunakan Pertamax sejak 2018. Padahal, dalam satu pekan dia mengeluarkan uang senilai Rp 100.000 hingga Rp 200.000 untuk mengisi bahan bakar.
“Niatnya (juga) biar lebih enak dan kencang saja nih motor, pakai Pertamax. Eh enggak tahunya sugesti doang,” kata Rizky.
Senada dengan itu, warga Kebagusan, Jakarta Selatan, bernama Putra (35) yang sehari-hari menggunakan Pertamax juga merasa rugi.
Sebab, ia sengaja mengisi BBM Pertamax dengan harga lebih mahal dengan harapan motornya lebih gesit dan mesin awet.
“Ini motor diajak jalan kayak kakek umur 80 tahun ke atas, napasnya berat. Marah sih enggak, kecewa juga enggak perlu,” kata Putra.
“Karena apa yang terjadi hari ini di negara kita cukup menggambarkan separah apa masalah-masalah yang ada di Tanah Air tercinta,” tambah dia.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.