Perjuangan Adnan Lolo Mendidik Anak TKI di Perbatasan, Jemput Bola ke Malaysia hingga Sediakan Asrama Gratis Regional 13 Agustus 2025

Perjuangan Adnan Lolo Mendidik Anak TKI di Perbatasan, Jemput Bola ke Malaysia hingga Sediakan Asrama Gratis
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        13 Agustus 2025

Perjuangan Adnan Lolo Mendidik Anak TKI di Perbatasan, Jemput Bola ke Malaysia hingga Sediakan Asrama Gratis
Tim Redaksi
NUNUKAN, KOMPAS.com –
Deru mesin sepeda motor memecah keheningan di antara hamparan perkebunan kelapa sawit yang membentang tak berujung.
Di atas motor itu, sepasang suami-istri, Adnan Lolo dan istrinya, menyusuri jalanan tanah yang memisahkan Indonesia dan Malaysia di Pulau Sebatik. Ini bukan perjalanan biasa. Ini adalah misi perburuan harapan. Misi mencari anak-anak TKI yang mau bersekolah.
Fakta unik inilah yang ditemukan relawan Jagat Literasi Kompas.com saat menggelar ekspedisi Kata ke Nyata di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darul Furqon, Sebatik Tengah, Nunukan, Kalimantan Utara, pada Rabu (13/8/2025).
Adnan, sang Kepala Sekolah, harus “menjemput bola” dengan cara yang tak terbayangkan.
Ia dan istrinya masuk jauh ke wilayah Malaysia, mendatangi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di mes-mes perkebunan, dan dengan sabar merayu mereka agar menyekolahkan anak-anaknya di MI Darul Furqon.
Dia pun menjamin ketersediaan seragam sekolah hingga asrama untuk anak-anak.
“Kita ini susah dapat murid, kalau tidak dijaga, bisa kosong ini sekolah,” ujar Adnan Lolo dengan nada suara yang menyiratkan kekhawatiran tulus.
Meski mengaku kembang kempis memikirkan operasional madrasah yang dipimpinnya, Adnan Lolo tetap berusaha menjaga muridnya.
Namun, ada satu hal yang membuatnya lebih khawatir: jika anak-anak didiknya berhenti sekolah. Di wilayah perbatasan, menyadarkan orang tua akan pentingnya pendidikan adalah sebuah tantangan mahaberat.
Karena itu, ia mengambil langkah berani. Untuk menjaga murid-muridnya, terutama yang berasal dari lokasi jauh di Malaysia, Adnan menyediakan asrama gratis.
Sebuah keputusan yang terdengar mustahil di tengah kesulitan finansial yang ia hadapi.
“Sebenarnya kita sudah kesulitan memikirkan operasional madrasah. Tapi akan lebih susah kalau murid kita tak sekolah,” tegasnya. Prinsip inilah yang menjadi bahan bakarnya.
 
Asrama itu hidup dari sebuah gotong royong yang mengharukan. Meski gratis, para orang tua murid diminta membantu sekadarnya.
Bukan dengan uang, melainkan dengan apa yang mereka punya. Mereka mengirimkan tempe, tahu, beberapa ekor ayam, dan telur untuk lauk pauk anak-anak mereka.
“Ada 20 anak Malaysia yang kita tampung di asrama. Mulai kelas 1 hingga kelas 6. Alhamdulillah ada saja rejeki untuk mereka,” tutur Adnan dengan senyum bersahaja.
Hingga saat ini, belum ada bantuan operasional khusus yang diterima untuk anak-anak asrama.
Adnan hanya berharap, suara dari tapal batas ini bisa terdengar lebih jauh. Bahwa di beranda negeri, tugas seorang guru bukan hanya mengajar di kelas. Mereka juga harus menjadi pejuang yang mencari, mempertahankan, dan merawat asa murid-muridnya agar tak padam.
Program Dari Kata ke Nyata Kompas.com hadir melalui inisiatif Jagat Literasi untuk merayakan HUT ke-30 Kompas.com.
Relawan mengajarkan literasi media dan literasi baca di 20 sekolah yang tersebar di Banten, Jawa Tengah, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, dan DKI Jakarta.
Selain mengajar, mereka menyalurkan donasi buku anak dengan target 10.000 eksemplar agar siswa di berbagai daerah bisa mendapatkan bacaan yang layak.
Program ini mendapat dukungan dari Riady Foundation, Paragon, dan Gramedia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.