Liputan6.com, Yogyakarta – Tak hanya berjuang dalam merebut kemerdekaan Indonesia, pahlawan nasional Indonesia juga berjasa dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Berbagai upaya dilakukan meski harus gugur dalam peperangan.
Terdapat tiga peristiwa duka yang terjadi pada 2 Januari. Tiga pahlawan nasional Indonesia gugur di tahun berbeda. Berikut tiga pahlawan Indonesia yang gugur pada 2 Januari:
1. Raden Trunajaya (2 Januari 1680)
Raden Trunajaya merupakan seorang bangsawan dari Madura. Ia merupakan sosok yang memimpin Pemberontakan Trunajaya terhadap Kesultanan Mataram di Jawa.
Raden Trunajaya melakukan pemberontakan terhadap Raja Mataram Amangkurat I, lalu Amangkurat II. Semula, pemberontakan yang terjadi pada 1674–1680 ini berawal dari gerakan protes terhadap kezaliman Amangkurat I terhadap rakyat Mataram.
Tak disangka, protes tersebut berubah menjadi gerakan jihad melawan VOC Belanda. Raden Trunajaya gugur akibat ditikam keris oleh Amangkurat II.
Meski gugur secara keji, perjuangan Raden Trunojoyo terus dikenang oleh bangsa Indonesia. Namanya diabadikan menjadi nama bandara, Bandar Udara Trunojoyo, dan nama universitas, Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
2. Martha Christina Tiahahu (2 Januari 1818)
Martha Christina Tiahahu adalah pejuang wanita yang lahir di Nusa Laut, Kepalauan Maluku, pada 1800. Ia bergabung dalam pertempuran di Maluku bersama pasukan Thomas Matulessy (Pattimura) saat usianya masih sangat belia, yakni sekitar 16 atau 17 tahun.
Martha Christina Tiahahu sempat terbebas dari hukuman mati oleh Belanda karena dianggap masih terlalu muda. Namun, Belanda kemudian menyadari bahwa pejuang wanita yang merupakan keturunan Kapitan itu berpeluang memberikan pengaruh besar terhadap penduduk dan dapat membahayakan kedudukan Belanda.
Belanda pun kembali menangkap Martha Christina Tiahahu dan membuangnya untuk kerja paksa di kebun kopi bersama dengan tawanan lainnya, seperti Pattiwael (Raja Tiouw), J. Sahetappy (Guru sekolah di Saparua yang selama perang Pattimura bertindak sebagai Pendeta), Pattigoela (orang kaya dari Wakkal), serta Hehanusa (Raja Titawasi). Dalam perjalan menuju Jawa, Martha Christina mogok makan hingga jatuh sakit. Ia kemudian meninggal dunia pada 2 Januari 1918. Jenazahnya kemudian dibuang ke Laut Banda.
Karena kegigihannya dalam melawan Belanda pada 1816, Martha Christina Tiahahu tercatat sebagai Pahlawan Nasional sejak 1969. Dalam uang rupiah, wajahnya pernah muncul sebagai tanda air (watermark) pada pecahan Rp5.000 emisi 1985.
3. Usmar Ismail (2 Januari 1971)
Usmar Ismail dikenal sebagai seorang sutradara film, sastrawan, dan wartawan. Ia mendapat julukan sebagai Bapak Film Indonesia.
Meski memulai debutnya di panggung teater, ia juga banyak muncul di dunia film. Film garapannya yang berjudul Darah dan Doa (1950) menjadi tonggak sejarah perfilman Indonesia setelah sebelumnya belum ada yang disebut dengan film Indonesia, melainkan pembuatan film di Indonesia.
Saat menjadi wartawan, ia pernah ditahan oleh Belanda dan dijebloskan ke penjara Cipinang Jakarta atas tuduhan subversif. Setelah bebas, ia kembali dengan karya film sebagai asisten sutradara Andjar Asmara.
Pada 30 Maret 1950, Usmar Ismail mendirikan Persatuan Film Nasional Indonesia (Perfini). Film Darah dan Doa (1950) menjadi produksi film pertamanya.
Usmar Ismail meninggal dunia pada 2 Januari 1971 karena stroke. Namanya dikenang sebagai Bapak Film Indonesia dan diabadikan menjadi nama sebuah Gedung di Jalan Rasuna Said, Jakarta. Ia mendapat gelar pahlawan nasional pada 2021.
Penulis: Resla