Upaya penyelundupan 151.000 benih bening lobster di perairan Pulau Numbing, Bintan berhasil digagalkan. dalam operasi yang digelar Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri bersama Kantor Wilayah Khusus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kanwilsus DJBC) Kepulauan Riau, Senin (25/11/2024) Foto: DivHumas Polri
Penyelundupan 151 ribu benih lobster di Bintan digagalkan
Dalam Negeri
Editor: Nandang Karyadi
Selasa, 03 Desember 2024 – 12:35 WIB
Elshinta.com – Upaya penyelundupan 151.000 benih bening lobster (BBL) di perairan Pulau Numbing, Bintan berhasil digagalkan. Kasus ini terungkap dari operasi yang digelar Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dit Tipidter) Bareskrim Polri bersama Kantor Wilayah Khusus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kanwilsus DJBC) Kepulauan Riau, pada Senin (25/11/2024) lalu.
“Operasi ini adalah wujud komitmen kami dalam menjaga sumber daya kelautan Indonesia. Sesuai arahan Presiden dan Kapolri, kami akan terus meningkatkan pengawasan agar sumber daya ini tidak jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujar Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen. Pol. Nunung Syaifuddin, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (3/12/2024).
Nunung mengatakan, operasi yang digelar merupakan bagian dari upaya memutus jaringan penyelundupan BBL lintas negara dari Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Menurut Nunung, kasus ini terungkap setelah sebelumnya Tim Analis Satgas BBL Dit Tipidter Bareskrim Polri mengetahui adanya rencana pengiriman BBL menggunakan kapal cepat atau “kapal hantu.” Lobster-lobster tersebut sebelumnya dikemas di Jambi pada Senin, 25 November 2024, dan direncanakan untuk diselundupkan ke luar negeri melalui jalur laut.
Tim gabungan lalu melakukan patroli laut dari wilayah perairan Karimun hingga Bintan, yang sering digunakan sebagai jalur penyelundupan. Sekitar pukul 19.00 WIB, di perairan Pulau Numbing, tim mendapati sebuah kapal cepat yang membawa 28 boks styrofoam berisi BBL. Saat hendak dihentikan, kapal tersebut mencoba melarikan diri hingga terjadi tabrakan dengan kapal patroli.
Empat awak kapal kata Nunung, berhasil diamankan meski tiga diantaranya mengalami luka serius akibat benturan dan terkena baling-baling kapal. Ketiga tersangka tersebut langsung dievakuasi ke RSU Tanjung Pinang untuk perawatan medis. Sementara, barang bukti dan satu tersangka lainnya dibawa ke Kanwilsus DJBC Kepri.
Dalam operasi ini, tim mengamankan barang bukti berupa 151.000 ekor benih lobster dengan nilai estimasi kerugian negara mencapai Rp15,1 miliar. Selain itu, turut diamankan satu unit kapal cepat bermesin 200 PK (4 mesin) dan satu unit telepon genggam.
Empat tersangka yang diamankan memiliki peran berbeda:
– SL: Operator mesin kapal
– DK: Koordinator rute dan penunjuk arah
– SY: Kapten kapal
– JN: Operator mesin kapal
Nunung menjelaskan, benih lobster yang disita telah dilepaskan kembali ke habitat aslinya di perairan Pulau Kambing, Karimun.
Sementara, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa jaringan ini mengumpulkan benih lobster dari berbagai daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Lampung, dan Sumatera Barat. Setelah itu, benih-benih tersebut dikirim ke titik pengumpulan di Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau. Untuk pengiriman ke luar negeri, pelaku menggunakan metode ship-to-ship transfer dari kapal nelayan ke kapal cepat berkecepatan tinggi.
Satgas BBL Dit Tipidter Bareskrim Polri akan terus mengembangkan kasus ini dengan fokus pada identifikasi pemilik kapal, pengatur logistik, dan pemilik barang. Koordinasi dengan instansi terkait juga akan diperkuat untuk memaksimalkan penegakan hukum.
Dalam sebulan terakhir, Satgas Ilegal Fishing Bareskrim Polri dan DJBC menggagalkan enam upaya penyelundupan BBL di Kepulauan Riau, Lampung, dan Jambi. Total barang bukti mencapai 715.000 ekor benih lobster dengan potensi kerugian negara lebih dari Rp72 miliar.
“Kami akan terus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memberantas jaringan penyelundupan ini. Langkah ini bukan hanya menyelamatkan potensi kerugian negara, tetapi juga melindungi keberlanjutan ekosistem laut Indonesia,” tutur Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin.
Para tersangka dijerat Pasal 88 juncto Pasal 16 ayat (1) dan/atau Pasal 92 juncto Pasal 26 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah melalui UU No. 45 Tahun 2009 dan UU No. 6 Tahun 2023. Ancaman hukuman maksimal adalah 8 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.
Penulis: Rama Pamungkas/Ter
Sumber : Radio Elshinta