Liputan6.com, Yogyakarta – Meningkatkan kesadaran mengenai HIV/AIDS dan mendukung orang dengan HIV (ODHIV) Indonesia tengah memprioritaskan penanganan HIV, utamanya eliminasi penularan HIV dari ibu ke anak. Saat ini prevalensi nasional HIV pada ibu hamil di Indonesia terus meningkat. “Saat ini angkanya sebesar 0,3 persen dengan perkiraan 230.000 ibu hidup dengan HIV,” jelas Ari Probandari, peneliti utama tim Studi MENJAGA, kerja sama antara Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM dengan Universitas Sebelas Maret, London School of Hygiene & Tropical Medicine (LSHTM), dan University of New South Wales.
Ari mengatakan dalam konteks eliminasi HIV, peran penting pelayanan antenatal care (ANC) terlihat sebagai platform utama untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan HIV pada ibu hamil. “Sebetulnya penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya bisa dicegah. Syaratnya adalah ibu hamil dapat menjalani tes HIV sejak dini dan memulai terapi antiretroviral (ARV) bila diperlukan,” katanya.
Menurutnya dengan cakupan ANC yang baik maka bisa mewujudkan inisiatif 95-95-95 yang ditetapkan WHO. Targetnya adalah 95% cakupan ANC, 95% cakupan tes HIV/sifilis/hepatitis B pada ibu hamil, dan 95% cakupan pengobatan untuk mereka yang dites positif HIV/sifilis/hepatitis B.
Ari mengatakan saat ini Studi MENJAGA dalam tahap pengambilan data endline dan evaluasi proses intervensi yang dilakukan oleh tiap puskesmas. Melalui studi ini bertujuan membantu layanan kesehatan agar cakupan tes pada HIV, sifilis dan hepatitis B meningkat. “Lewat studi ini kita harap tim peneliti dapat berkontribusi dalam mewujudkan triple elimination, eliminasi penyakit HIV, sifilis dan hepatitis B di Indonesia,” kata Ari Probandari.
Kota Bandung dan Kabupaten Bogor menjadi dua daerah pelaksanaan studi yang akan membantu tim peneliti dalam mengetahui efektivitas dan efisiensi biaya dari intervensi peningkatan kualitas yang berkesinambungan (continuous quality improvement) atau CQI dalam meningkatkan cakupan tes antenatal untuk HIV, sifilis dan hepatitis B.
Inti dari CQI adalah melibatkan pelaksana layanan kesehatan secara aktif untuk mengidentifikasi masalah dalam proses layanan dan mencari solusi sederhana yang dapat diterapkan langsung. “Yang banyak aktif dan terlibat adalah teman-teman dari dinas kesehatan dan puskesmas,” jelas Ira Dewi Jani Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Bandung.
Pada Juni 2024 Puskesmas Rusunawa Kota Bandung melaporkan cakupan tes HIV/sifilis/hepatitis B pada ibu hamil di puskesmas ini sebesar 34% dengan menyasar 339 ibu hamil. Tim CQI Puskesmas menargetkan cakupan tersebut naik hingga 75% saat berakhirnya masa intervensi pada September 2024.
Di akhir masa intervensi, puskesmas bisa melampaui target dengan membukukan cakupan mencapai 85%. Target tersebut berhasil dicapai berkat intervensi yang dilakukan seperti kerja sama dengan jejaring layanan swasta atau praktik bidan mandiri yang ada di wilayah kerja puskesmas.
Ike Puri Purnama Dewi, Kepala UPTD Puskesmas Kopo, Kota Bandung mengatakan Puskesmas berperan menyediakan reagen, sedangkan jejaring melaporkan layanan tes yang dilakukan di tempatnya. Puskesmas Rusunawa tidak hanya mengalami peningkatan angka cakupan, tetapi juga memiliki pencatatan dan pelaporan yang lebih rapi dan sistematis. “Kami bersyukur menjadi salah satu puskesmas yang diintervensi secara langsung dalam studi ini,” ujarnya soal antisipasi penularan HIV.