FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Perilaku membeli barang yang sebenarnya tak dibutuhkan menjadi fenomena yang jamak dijumpai saat ini. Menariknya, itu terjadi di tengah ketidakpastian ekonomi.
Hal itu yang disebut doom spending. Membeli sesuatu yang sebenarnya tak dibutuhkan akibat stres dan kecemasan.
“Doom itu pengeluaran. Spending itu tidak ada gunanya. Jadi pengeluaran yang sia-sia. Tidak ada gunanya,” kata Pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar, Sutardjo Tui kepada fajar.co.id, Senin (28/10/2024).
Di Indonesia, fenomena itu terlihat dengan tiket konser yang selalu ludes. Antran membeli boneka kekinian, ramainya kedai kopi, hingga pembelian produk Apple terbaru yang mesti melalui pemesanan di awal
Jika ditelisik lebih dalam, fenomena ini muncul karena stres akibat ketidakpastian. Sehingga mendorong perilaku implusif dalam berbelanja.
“Orang beli barang, bukan sesuai dengan kebutuhan, tapi berdasarkan keinginannya. Dia beli aja. Di beli tidak mempertimbangkan kebutuhan. Pemborosan mungkin bahasanya,” jelasnya.
Saat ini, di Indonesia terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dimana-mana. Di sektor formal, para pekerja dipotong gajinya hingga dipecat sepihak.
Di sektor informal, ketidakpastian hubungan kerja mengintai. Pekerja informal rentan terjebak pada flexploitation. Jam kerja fleksibel yang sebenarnya mengeksploitasi.
Sutardjo mengatakan doom spending ini terjadi salah satunya terjadi karena ketimpangan yang tinggi di Indonesia. Istilah ekonominya gini ratio.
“Di Indonesia itu gini ratio jauh. Banyak orang miskin tapi sedikit orang kaya. Artinya ekonomi dikuasai orang kaya. Namanya gini ratio,” ucapnya.