Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan maksud pernyataannya soal wacana pemberian pengampunan bagi pelaku tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara, bisa melalui denda damai.
Ia mengaku omongannya itu viral dan ramai diperbincangkan oleh khalayak publik belakangan.
“Yang saya maksudkan itu adalah meng-compare karena UU Tindak Pidana Korupsi ataupun juga UU Kejaksaan khusus kepada tindak pidana ekonomi, dua-duanya itu adalah tindak pidana yang merugikan keuangan negara,” kata Supratman di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat (27/12).
Supratman mengaku omongannya itu hanya untuk membandingkan bahwa hukum positif tentang tindak pidana yang menimbulkan kerugian negara memberikan jalur penyelesaian di luar pengadilan lewat denda damai.
“Nah karena itu, itu hanya compare bahwa ada aturan yang mengambil, tetapi bukan berarti Presiden akan menempuh itu, sama sekali tidak,” ujarnya.
Supratman pun menekankan bahwa denda damai sebagaimana yang diatur dalam UU Kejaksaan itu juga bukanlah wewenang presiden, melainkan kewenangan yang dimiliki Jaksa Agung.
“Tetapi sekali lagi untuk tindak pidana korupsi itu hanya sebagai pembanding bahwa ada aturan yang mengatur soal itu,” ucap dia.
Sebelumnya ramai mendapat sorotan publik omongan Supratman yang melempar wacana memberikan pengampunan bagi pelaku tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara lewat denda damai.
Menurutnya, kewenangan denda damai itu dimiliki Kejaksaan Agung sebagaimana yang diatur di Undang-undang Kejaksaan yang baru.
Ia menjelaskan yang dimaksud dengan denda damai adalah penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui Jaksa Agung.
Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 35 ayat (1) huruf K UU Kejaksaan. Dalam aturan tersebut Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang “menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan perundang-undangan.”
Kejagung telah merespons ucapan Supratman itu. Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyatakan hal itu tak bisa diterapkan pada kasus korupsi.
Ia menjelaskan denda damai itu hanya bisa diterapkan bagi undang-undang sektoral yang merugikan perekonomian negara dan termasuk dalam tindak pidana ekonomi, seperti tindak pidana kepabeanan dan cukai, sedangkan penyelesaian tipikor mengacu pada UU Tipikor.
Eks Menko Polhukam Mahfud MD juga mengkritik keras omongan Supratman. Ia berpendapat wacana ini telah salah kaprah lantaran kasus korupsi tak bisa diselesaikan secara damai.
“Saya kira bukan salah kaprah. Salah beneran. Kalau salah kaprah itu biasanya sudah dilakukan, terbiasa meskipun salah. Ini belum pernah dilakukan kok. Mana ada korupsi diselesaikan secara damai. Itu korupsi baru namanya kolusi, kalau diselesaikan secara damai,” kata Mahfud di Kantor MMD Initiative, Jakarta, Kamis (26/12).
(mab/isn)
[Gambas:Video CNN]