TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan wacana memaafkan koruptor apabila mengembalikan uang hasil korupsi ke negara.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa memaafkan koruptor secara bersyarat dilarang hukum.
“Menurut hukum, menurut hukum yang berlaku sekarang itu tidak boleh. Siapa yang membolehkan itu, bisa terkena Pasal 55 KUHP,” kata Mahfud saat ditemui di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (21/12/2024).
Kata Mahfud, perkara korupsi sudah jelas dilarang.
“Korupsi itu kan dilarang. Dilarang siapa? Menghalangi penegakan hukum, ikut serta atau membiarkan korupsi padahal dia bisa ini (melaporkan),“ imbuh dia.
Sesat pikir
Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochamad Praswad Nugraha mengungkap sesat pikir dalam rencana memaafkan koruptor.
Menurut Praswad, nantinya penyelenggara negara atau pejabat akan semakin masif melakukan tindak pidana korupsi.
“Kalau misalnya tindak pidana korupsi itu bisa di-restorative justice dengan cara mengembalikan (uang korupsi), maka orang-orang akan menerapkan ‘gue lakuin aja dulu, nanti kalau ketahuan balikin’. Bayangin coba, kalau misalnya semua orang akan melakukan korupsi dengan catatan kalau ketahuan dibalikin, kalau enggak ketahuan alhamdulillah,” kata Praswad dalam keterangannya, Sabtu (21/12/2024).
“Tapi titik garis merahnya, semuanya akan selamat, enggak ada yang masuk penjara. Bisa kebayang mau jadi apa Republik Indonesia kalau seperti itu,” sambungnya.
Praswad menilai rekayasa sosial akan mengubah pola kehidupan masyarakat.
Prabowo dan para pembantunya di Kabinet Merah Putih, lanjut dia, harus berhati-hati alias tidak gegabah.
Praswad lalu mengingatkan teori rekayasa sosial Roscoe Pound yang menyatakan hukum dapat digunakan sebagai alat untuk merekayasa masyarakat atau law as a tool of social engineering.
“Jangan sampai nanti justru kita melakukan arah rekayasa sosialnya menuju keruntuhan moral,” katanya.
Dosen hukum pidana Universitas Tarumanegara ini tidak menampik niat baik Prabowo untuk memulihkan aset hasil korupsi.
Namun, ia menegaskan rencana tersebut tidak bisa diimplementasikan.
Hal itu dikarenakan selama belasan tahun bekerja sebagai penyidik, Praswad belum menemukan ada koruptor yang secara sukarela mengembalikan uang korupsi.
“Niatan presiden itu bagus, serius saya ngomong begini, bukan karena saya mau ngejilat rezim, tapi enggak applicable, enggak masuk diakal. Kayak orang ngomong ‘Bang, saya pengin jadi profesor hukum tapi dia S1 saja belum’,” kata Praswad memberi analogi.
“Sebenarnya saya menghargai niatan Presiden, bagus banget kalau itu bisa dilaksanakan, orang pada mengembalikan duit korupsi semua, tapi kan enggak ada yang mau (mengembalikan secara sadar), enggak ada yang mau. Pengembalian uang itu harus pakai upaya paksa, harus pakai pidana,” imbuhnya.
Sebelumnya, Presiden RI meminta kepada para koruptor mengembalikan apa yang telah mereka curi dari negara. Jika koruptor mengembalikan apa yang mereka curi, Presiden menyatakan mungkin saja para koruptor itu akan dimaafkan.
Hal tersebut ia sampaikan saat bertemu mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024).
“Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor, atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong,” ujar Presiden dalam YouTube Setpres, Kamis (19/12/2024).
Presiden melanjutkan, pengembalian hasil curian bisa dilakukan diam-diam supaya tidak ketahuan pihak lain.
“Nanti kita beri kesempatan. Cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya tidak ketahuan. Mengembalikan loh ya, tapi kembalikan,” kata dia. (Kompas.com/Tribunnews).