Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pengusaha Otomotif Diingatkan Tak Kebanyakan Ambil Untung

Pengusaha Otomotif Diingatkan Tak Kebanyakan Ambil Untung

Jakarta, FORTUNE – Ekonom Senior Raden Pardede mengingatkan para pelaku usaha pada sektor otomotif untuk menjaga keseimbangan dalam strategi bisnisnya, khususnya di tengah menurunnya daya beli masyarakat.

Pasalnya, penjualan mobil pada 2024 anjlok hanya 865.000 unit, jauh lebih kecil dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada 1 juta unit. Para pabrikan yang tergabung dalam Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) juga harus rela untuk mengurangi margin keuntungan.

“Kalau boleh saran, jangan pula pengusaha di situasi saat ini mengambil margin terlalu banyak juga, dua-duanya jadi keseimbangan, ini perlu dijaga,” kata dia dalam diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) bertajuk Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah, Selasa (14/1).

Untuk membantu industri otomotif tetap bertahan, pemerintah telah memberikan berbagai insentif guna mendorong penjualan. Namun, pendekatan ini dinilai hanya memberikan dampak sementara.

“Insentif ini memiliki efek jangka pendek, hanya berdampak sampai masa pemberlakuannya selesai. Hal yang lebih penting adalah bagaimana mengatasi penurunan daya beli masyarakat,” ujar Raden.

Menjaga keseimbangan demi keberlanjutan

Selain insentif, kata Raden, ada beberapa poin krusial disampaikan mengenai keberlanjutan industri otomotif nasional.

Peralihan dari kendaraan berbahan bakar internal combustion engine (ICE) ke kendaraan listrik (EV) menjadi fokus utama pemerintah. Namun, skenario ini memerlukan tahapan yang realistis agar tidak menimbulkan tekanan berlebihan terhadap industri maupun konsumen.

“Kita harus merancang skenario yang mempertimbangkan keterjangkauan (affordability) dan regulasi. Jika peralihan ini dipaksakan tanpa memperhatikan daya beli, industri bisa layu sebelum berkembang,” ujarnya.

Menurutnya, negara-negara lain memiliki peta jalan (roadmap) masing-masing untuk mengembangkan industri otomotif. Indonesia harus menentukan arah yang sesuai dengan kondisi domestik, tanpa mengikuti roadmap negara lain secara langsung.

“Affordability itu harus dipikirkan. Kalau kita memaksa langsung ke green car tanpa mempertimbangkan daya beli masyarakat, justru industri ini bisa mati sebelum berkembang,” katanya.

Ke depan, keberlanjutan industri otomotif sangat bergantung pada peningkatan kelas menengah di Indonesia. Dengan daya beli yang meningkat, industri otomotif akan memiliki basis konsumen yang lebih kuat. Namun, semua pihak, baik pemerintah maupun pelaku usaha, perlu bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang mendukung.

Langkah-langkah strategis yang mempertimbangkan keterjangkauan, regulasi, dan kesinambungan ekonomi menjadi kunci agar industri otomotif Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang secara berkelanjutan.

Kenaikan harga mobil

Sementara itu, Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menyebut kenaikan harga mobil memang lebih besar bila dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan masyarakat. Alhasil, masyarakat makin sulit untuk membeli mobil baru.

“Harga mobil naik 7,5 persen, sementara kenaikan income masyarakat di batas inflasi sekitar 3 persen, jadi makin lama makin sulit beli mobil baru,” kata Kukuh.

Di sisi lain, kelas menengah belakangan membeli mobil bekas karena lebih transparan, misalnya disampaikan kondisi mobil seperti mobil bekas baret, bekas banjir.

“Diperkirakan pasar mobil bekas 1,8 juta unit setahun, sementara mobil baru 1 juta unit, jadi 2,8 juta alangkah eloknya dimanfaatkan kendaraan baru jadi industri komponen bisa jalan,” ujar Kukuh.