Jakarta, Beritasatu.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai langkah pemerintah meningkatkan upah minimum nasional sebesar 6,5% dapat mengganggu kelangsungan dunia usaha di Tanah Air. Dalam hal ini pemerintah perlu melihat lebih lanjut kesanggupan dari dunia usaha untuk menjalankan kebijakan pengupahan tersebut.
“Jika perusahaan tidak mampu menanggung kenaikan biaya tenaga kerja, maka keputusan rasional terhadap penghitungan usaha akan dapat terjadi ke depan, yaitu penundaan investasi baru dan perluasan usaha, efisiensi besar-besaran yang dapat berdampak pada pengurangan tenaga kerja, atau keluarnya usaha dari sektor industri tertentu,” ucap Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam dalam keterangan resmi yang diterima pada Jumat (1/12/2024).
Bob Azam menyayangkan bahwa masukan dunia usaha tidak didengarkan dalam penetapan kebijakan ini. Padahal selama ini Apindo telah berpartisipasi secara aktif dan intensif dalam diskusi terkait penetapan kebijakan upah minimum.
Dalam hal ini Apindo memberikan masukan secara komprehensif dan berbasis data mengenai fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja.
“Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi tampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan,” tutur dia tentang upah minimum nasional ini.
Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani menegaskan pihaknya menunggu penjelasan pemerintah terkait dasar perhitungan yang digunakan untuk menentukan kenaikan sebesar 6,5%. Dia mengatakan sampai saat ini belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan ini, terutama apakah telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi aktual.
Metodologi penghitungan tersebut penting, agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha.
“Penjelasan penetapan upah minimum 2025 ini juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut,” tutur dia terkait upah minimum nasional ini.
Apindo berpandangan kenaikan upah minimum yang cukup signifikan ini akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya. Dalam kondisi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik, kenaikan ini berisiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.
“Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” terang Shinta.
Kondisi tersebut menjadi perhatian serius karena kebijakan yang tidak seimbang dapat memberikan dampak yang tidak diinginkan bagi keberlangsungan usaha dan penciptaan lapangan kerja. Presiden hendaknya juga mendengar aspirasi pengusaha sebagai pemberi kerja yang juga ingin pekerjanya maju dan berkembang.
Meskipun demikian, Apindo tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam menciptakan kebijakan ketenagakerjaan yang mendukung kesejahteraan pekerja tanpa mengabaikan keberlangsungan usaha dan daya saing ekonomi Indonesia.
“Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan upah minimum ini serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” pungkas Shinta soal upah minimum nasional 2025 ini.