Liputan6.com, Jakarta Perkara gugatan wanprestasi terkait mobil Esemka yang dilayangkan Aufaa Luqmana Re A terhadap mantan Presiden Joko Widodo, mantan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, dan PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK), kini telah mencapai tahap akhir. Sidang dengan agenda penyampaian kesimpulan dilangsungkan secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Solo.
Walaupun sidang digelar secara online, pihak penggugat membawa langsung satu unit mobil Esemka tipe Bima berkelir silver di depan kantor PN Solo.
Tindakan ini dilakukan untuk menunjukkan keberadaan mobil tersebut dan mendukung argumen mereka mengenai keberlangsungan produksi mobil nasional itu.
Unit yang dibawa merupakan mobil bekas yang dibeli secara pribadi oleh penggugat melalui platform jual beli daring.
“Kami benar-benar berusaha membuktikan bahwa mobil Esemka itu memang ada, tapi sulit diakses oleh masyarakat. Kami beli sendiri, second, bukan dari PT SMK. Harga awal Rp50 juta, saya tawar jadi Rp40 juta, dan disepakati Rp45 juta. Pemilik sebelumnya dari Jakarta,” ujar Aufaa, Rabu (30/7).
Aufaa menjelaskan bahwa usahanya untuk memperoleh unit mobil Esemka tidaklah mudah. Dia harus mencarinya selama hampir sebulan di berbagai marketplace sebelum akhirnya menemukan unit yang diinginkan pada 21 Juli lalu.
Setelah mobil tiba di Solo, kendaraan sempat dibawa ke pabrik SMK untuk dilakukan servis.
“Pas datang, ternyata ada sparepart rusak. Saya bawa ke pabrik SMK, mereka bersedia servis tapi tidak menjual unit. Biaya servis Rp415 ribu. Dari situ saya tahu bahwa SMK memang masih buka layanan servis, tapi tidak ada kegiatan produksi atau penjualan mobil,” jelasnya.
Dia juga menceritakan bahwa saat dirinya mengunjungi pabrik SMK di Boyolali, tidak tampak aktivitas perakitan atau penjualan kendaraan.
“Kita ingin tunjukkan ke hakim, ini bukan sekadar gugatan tanpa dasar. Mobilnya ada, tapi SMK-nya tidak bisa melayani penjualan. Harapan saya dari awal kan beli baru langsung dari pabrik, bukan cari second,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum penggugat, Arif Sahudi, menyatakan bahwa kehadiran unit mobil Esemka di lokasi sidang PN Solo menjadi bentuk konkret kesungguhan kliennya dalam membuktikan gugatan wanprestasi yang diajukan.
Ia menyesalkan penolakan majelis hakim terhadap permohonan pemeriksaan langsung ke lokasi pabrik SMK.
“Kami sempat ajukan permohonan pemeriksaan setempat ke lokasi SMK, agar majelis bisa melihat langsung ada atau tidaknya aktivitas produksi. Tapi ditolak karena dianggap tidak relevan dengan pokok sengketa, yang menurut hakim bukan soal tanah. Padahal ini penting untuk membuktikan soal wanprestasi,” bebernya.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa upaya membeli unit Esemka ini bukan untuk keperluan pribadi, melainkan sebagai bukti bahwa program mobil nasional yang dicanangkan selama ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan, untuk memiliki satu unit mobil saja, masyarakat harus mencarinya sendiri dalam kondisi bekas.
“Kami ingin memperlihatkan kepada majelis hakim bahwa unit mobil ini sulit didapatkan. Bahkan untuk servis pun memang bisa, tapi aktivitas penjualan atau produksi sama sekali tidak kami lihat di lokasi,” kata dia.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5300885/original/066301000_1753932264-Aufaa_Pamer_Mobil_Esemka.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)