PIKIRAN RAKYAT – Pengamat transportasi M. Akbar menegaskan selama penindakan truk yang kelebihan muatan (Over Dimension Over Load/ODOL) hanya menyasar para sopir truk atau mereka yang di lapangan, ODOL akan terus jadi drama tahunan.
Artinya, isu ini akan ramai sejenak, lalu hilang tanpa perubahan nyata.
Menurut dia, kalau sungguh ingin menuntaskannya, harus dimulai dari pengambil keputusan. Hal ini karena sopir truk bukanlah pihak yang menentukan ukuran bak truk, apalagi jumlah muatan yang harus dibawa.
“Sering kali, mereka bahkan tak punya pilihan untuk menolak ketika diminta membawa beban berlebih. Menolak berarti kehilangan pekerjaan,” katanya.
Pelanggaran muatan tidak terjadi secara tiba-tiba. Itu adalah hasil dari keputusan bisnis yang keliru dan sistematis.
Fokus utama Zero ODOL seharusnya menyasar para pengambil keputusan. Yakni pemilik barang yang memuat barang berlebihan, pemilik armada yang memberi izin operasional, hingga karoseri yang memodifikasi truk di luar batas wajar.
“Imbauan atau sanksi administratif saja tidak cukup. Sudah saatnya pemerintah mengambil langkah yang lebih menyeluruh dan berani dalam menelusuri struktur pelanggaran ini, agar tidak terus tumbuh anggapan bahwa penegakan hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” ujar Akbar.
Sangat disayangkan jika penegakan hukum terhadap ODOL hanya berhenti pada sopir-sopir yang berada di posisi terlemah. Sementara para pemilik usaha dan pihak yang sebetulnya mengambil keputusan justru tidak tersentuh oleh penegakan hukum.
Padahal, dampak kendaraan ODOL pada kerusakan jalan sangat nyata dan bukan kerugian recehan. Kementerian Pekerjaan Umum mencatat, bahwa setiap tahun, anggaran negara hingga Rp 40 triliun harus digelontorkan hanya untuk memperbaiki jalan rusak akibat kendaraan ODOL.
Sebelumnya, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, praktik pungutan liar (pungli) di sektor logistik telah membebani 15-20% ongkos angkut logistik di Indonesia.
Data dari asosiasi pengusaha angkutan barang menyebutkan dalam setahun truk dengan ritase yang padat rata-rata menghabiskan Rp 120 juta sampai Rp 150 juta untuk pungli. (*)
