TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, merespon putusan Pengadilan Militer Jakarta menjatuhkan vonis bersalah dan hukuman penjara terhadap tiga anggota TNI AL dalam kasus penembakan bos rental mobil di Tangerang,
Menurutnya vonis tersebut harus menjadi momentum bagi pemerintah dan DPR segera melakukan reformasi sistem peradilan militer.
“Putusan penjara seumur hidup dan empat tahun untuk tiga personel TNI AL dalam kasus penembakan bos rental di Tangerang menunjukkan banyaknya personel militer yang terlibat dalam kasus pidana umum seperti pembunuhan dan penadahan,” kata Wirya, Rabu (26/3/2025).
Menurutnya pembunuhan yang dilakukan oleh anggota militer lewat penyalahgunaan senjata yang diberikan oleh negara bukanlah pembunuhan seperti yang dilakukan oleh warga sipil.
“Melainkan termasuk kategori pembunuhan di luar hukum oleh aparat. Dari 9 kasus pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh aparat sejak Januari 2025, empat di antaranya pelakunya berasal dari TNI,” terangnya.
Data tersebut lanjutnya, belum termasuk kasus-kasus pembunuhan di luar hukum di Papua, di mana aparat keamanan maupun aktor non-negara kerap melakukan pembunuhan di luar hukum dengan impunitas.
“Vonis bersalah hari ini harus menjadi momentum bagi pemerintah dan DPR untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” tegasnya.
Hal itu menurutnya penting agar pengadilan militer tidak lagi dibebani oleh kasus-kasus pidana umum yang seharusnya diadili oleh pengadilan umum.
“Dengan cara ini pengadilan militer bisa fokus menangani kasus-kasus pelanggaran yang terkait dengan dinas militer saja,” imbuhnya.
Revisi UU Peradilan Militer dijelaskan Wirya merupakan langkah mendesak guna memastikan prinsip persamaan di hadapan hukum.
“Anggota militer yang terlibat dalam tindak pidana umum seharusnya diadili di peradilan umum, sebagaimana warga sipil pada umumnya, demi menjamin transparansi, independensi, dan keadilan hukum yang lebih baik,” tegasnya.
Diketahui Pengadilan Militer II-08 Jakarta Timur telah menyelesaikan sidang putusan kasus penembakan hingga tewas bos rental mobil Ilyas Abdurahman di rest area KM 45, Tol Tangerang-Merak, Banten, pada Selasa, (25/3/2025).
Hakim Ketua Arief Rachman memutuskan dua terdakwa Kelasi Kepala (KLK) Bambang Apri Atmojo, Sersan Satu Akbar Aidil.
Terbukti melakukan pembunuhan berencana dari tewasnya bos rental mobil Ilyas Abdurrahman.
Atas hal itu keduanya divonis hukuman seumur hidup serta diberhentikan dari TNI.
“Mempidana para terdakwa dengan pidana pokok penjara seumur hidup, pidana tambahan dipecat dari dinas militer,” kata hakim Arief Rachman di persidangan.
PENEMBAKAN BOS RENTAL – Tiga terdakwa kasus pembunuhan bos rental mobil, Ilyas Abdurahman, yakni Kelasi Kepala (KLK) Bambang Apri Atmojo, Sersan Satu Akbar Aidil dan Sersan Satu Rafsin Hermawan, menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Militer, Jakarta Timur, Senin (10/3/2025). Ketiganya menjalani sidang tuntutan. (Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha)
Sementara itu untuk terdakwa Sersan Satu Rafsin Hermawan dihukum 4 tahun penjara dalam perkara tersebut serta diberhentikan dari TNI.
“Pidana pokok penjara selama 4 tahun, menetapkan selama waktu terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer,” putus hakim.
Sementara itu untuk tuntutan restitusi tidak dikabulkan oleh majelis hakim.
Di persidangan ketiga terdakwa lewat kuasa hukumnya masih pikir-pikir dengan putusan hakim tersebut. Begitu juga dengan Oditur Militer atau penuntut umum.
Sementara itu ditemui setelah persidangan anak dari bos rental mobil Ilyas Abdurrahman, mengaku puas dengan putusan hakim tersebut.
“Alhamdulillah hukuman sudah sesuai dengan apa yang kamu harapkan dari pihak keluarga,” kata Rizky Agam kepada awak media.
Adapun terkait restitusi, dikatakan pihak keluarga tidak menargetkan akan dikabulkan. Hal itu dikarenakan melihat kondisi terdakwa.
“Kami dari awal tidak menargetkan akan terkabulnya restitusi tersebut. Karena kamu tahu keadaan terdakwa tidak akan sanggup membayar restitusi tersebut,” tandasnya.