Pemprov Jabar Awasi 7.000 Titik Sumur Bor Industri, 2.000 di Antaranya Belum Berizin Bandung 4 November 2025

Pemprov Jabar Awasi 7.000 Titik Sumur Bor Industri, 2.000 di Antaranya Belum Berizin
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        4 November 2025

Pemprov Jabar Awasi 7.000 Titik Sumur Bor Industri, 2.000 di Antaranya Belum Berizin
Tim Redaksi
BANDUNG,KOMPAS.com
– Pemerintah Provinsi Jawa Barat memperketat pengawasan penggunaan air tanah, terutama di sektor industri.
Kepala Dinas ESDM Jabar, Bambang Titoyuliono menyebutkan, saat ini terdapat 7.000 titik
sumur bor
yang terdata di
Jawa Barat
, berdasarkan hasil rekonsiliasi dengan pemerintah kabupaten dan kota.
Ribuan sumur bor ini merupakan milik berbagai industri, mulai dari perhotelan, tekstil, dan industri lainnya.
Dari jumlah tersebut, sekitar 5.000 titik memiliki izin resmi, sementara 2.000 titik lainnya ditemukan belum berizin.
“Dari angka 7.000, itu lebih kurang yang tercatat sekitar 5.000an yang berizin. Tugasnya kita itu adalah mengonservasi yang berizin. Yang tidak berizin itu urusannya bukan urusan kita. itu penegakan hukum,” kata Bambang saat ditemui usai Diskusi Ilmiah Jejak Air Pegunungan, Mata Air, dan Air Tanah di Campus Center,
ITB
, Kota
Bandung
, Selasa (4/11/2025).
Menurut Bambang, Pemprov memberi kesempatan hingga Maret 2026 bagi pelaku usaha yang belum mengantongi izin untuk segera mengajukan permohonan. Jika tidak, tindakan tegas akan dilakukan.
“Kalau tidak mengurusnya, ya nanti kita tindak. sanksinya sampai pengambilalihan aset negara,” beber dia.
Penggunaan air tanah, lanjut Bambang, harus mempertimbangkan keseimbangan neraca air, sehingga volume yang diambil dari bawah tanah selaras dengan kemampuan alami tanah untuk memulihkan pasokan air.
“Ada hitung-hitungannya. Air yang diambil dan yang masuk harus seimbang,” tambahnya.
Ia menegaskan, setiap izin pegambilan air tanah wajib menyisihkan minimal 15 persen dari kuota yang diberikan bagi kebutuhan masyarakat sekitar.
“Misal, jika izin 10 meter kubik per hari, maka 15 persennya harus untuk masyarakat sekitar,” kata Bambang.
Sektor Industri yang paling banyak menggunakan sumur bor berada di wilayah Jawa Barat bagian utara, khususnya di Bogor dan sekitarnya.
Sedangkan untuk industri air minum dalam kemasan (AMDK), bambang mencatat ada sekitar 130 perusahan di Jabar dengan total 300 sampai 400 titik sumur, semuanya disebut mengantongi izin.
Sementara itu, Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Lingkungan (PATGL) Agus Cahyono menjelaskan, industri besar hanya diperbolehkan mengambil air dari akuifer dalam agar tidak mengganggu kebutuhan masyarakat yang mengandalkan akuifer dangkal.
“Untuk penggunaan industri dalam jumlah yang cukup besar, kita evaluasi, mereka hanya boleh mengambil dari aquifer tertekan rata-rata di kedalaman lebih dari 40 meter. Kenapa seperti itu? Biar nggak mengganggu aquifer bebas untuk masyarakat,” jelasnya.
Agus menegaskan, pemberian izin mempertimbangkan kondisi cekungan air tanah.
Untuk wilayah kritis, izin diberikan sangat terbatas, sementra lokasi yang dinyatakan rusak tak diberi izin sama sekali.
Proses uji pompa juga dilakukan untuk memastikan pengambilan air tidak menyebabkan penurunan air tanah secara drastis.
“Uji Pompa ini tergantung, tiga hari maksimal dilihat dari kemampuan pompanya. itu dilihat air tanahnya turun gak. kalau turun drastis kita kurangi sampai benar optimal. itu tadi menjaga biar nggak mengganggu lingkungan yang neracanya tadi,” jelasnya.
Terkait adanya isu masyarakat di Subang yang kesulitan air meski berada dekat fasilitas industri
Aqua
, Agus menjelaskan, kondisi geologi wilayah menjadi faktor utama.
Terkadang batuan keras dan kondisi geologi membuat akses sumur sulit untuk di akses dengan menggunakan alat biasa.
Dalam pemberian izin perusahaan AMDK, harus menggunakan pendekatan teknis yang pada dasarnya bertujuan menjaga keseimbangan.
Bambang menjelaskan, menjaga keseimbangan air tanah ini ada dua hal yakni kualitas dan kuantitas.
Untuk itu bambang menekankan pentingnya edukasi dan pelaporan dari masyarakat serta dukungan dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air.
Ahli Hidrogeologi dari Universitas Gadjah mada (UGM), Heru Hendrayana, menegaskan bahwa kapasitas pengambilan air tanah tidak dapat disamaratakan di setiap wilayah.
Menurutnya, setiap lokasi memiliki karakteristik dan kemampuan berbeda dalam menyediakan air tanah, sehingga batas maksimal pemanfaatannya ditentukan melalui kajian ilmiah.
“Setiap air tanah itu di setiap titik dan lokasi itu berbeda, sehingga maksimum optimum pengambilan air tanah juga berbeda jadi gak bisa di sini maksimum hanya bisa 50, di sini hanya 25, ya gak gitu. Karena setiap titik memilki potensi berbeda dan itu ada ujinya,” kata Heru.
Ia menyebut, data tekis tersebut telah dihitung oleh lembaga terkait, termasuk tim Pusat Air Tanah dan Geologi Lingkungan (PATGL), sehingga harus dijadikan acuan dalam memberikan izin.
Terkait proses pengambilan, Heru menyampaikan bahwa teknik pengeboran bukan inti persoalan, yang terpenting adalah memastikan sumber air yang digunakan sesuai dan tidak mengganggu keseimbangan lingkungan.
“Mau ngebor atau tidak yang harus kita kontrol itu sumbernya. Lokasinya menentukan kualitas dan kuantitas air,” ujarnya.
Soal kekhawatiran publik terhadap ekploitasi air tanah oleh industri, Heru menegaskan, aktivitas tersebut sah sepanjang mengikuti aturan dan rekomendasi teknis.
“Selama mereka mengikuti aturan dan rekomendasi teknis, tidak masalah, semua sudah dihitung,” katanya.
Soal adanya keluhan masyrakat yang kesulitan air di sekitar lokasi industri, menurutnya, perusahaan wajib memenuhi kewajiban sosial, termasuk menyalurkan sebagian air bagi masyarakat sekitar.
“Aturannya ada, sekian persen untuk masyarakat, dan banyak perusahaan yang sudah menjalankan itu sesuai amdalnya,” tuturnya.
Mengenai masa depan ketersedian air tanah, Heru menyebut, keberlanjutan pasokan sangat bergantung pada pengelolaan dan pemulilhan sumber air.
“Selama kita melakukan pengisian dan manage dengan baik saya kira tidak akan habis, karena sistem air itu terus bersirkulasi,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.