Jakarta (ANTARA) – Pemerintah mendorong penerapan Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN) secara lebih luas untuk memastikan kebijakan pembangunan mampu beradaptasi dengan ketidakpastian global dan tantangan lintas sektor.
Direktur Sistem dan Manajemen Risiko Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pambangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Prakosa Grahayudiandono, menyebutkan pendekatan manajemen risiko akan menjadi fondasi penting dalam perencanaan menuju Visi Indonesia Emas 2045.
Penerapan manajemen risiko pembangunan nasional, lanjut dia dalam keterangannya di Jakarta, Selasa telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023.
“Untuk itu kebijakan pembangunan bangsa ke depan perlu adaptif terhadap dinamika sosial, keuangan, dan kompleksitas masyarakat kita. Karena manajemen risiko tentu tidak bisa satu ukuran untuk semua, melainkan harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap sektor,” katanya dalam Diskusi Publik “Sadar Risiko dalam Perspektif Inovasi dan Pembangunan”.
Forum tersebut merupakan bagian dari rangkaian Road to Hari Sadar Risiko Nasional 2025, yang akan diperingati pada 15 Desember 2025.
Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo) Dimas Syailendra Ranadireksa menjelaskan, kegiatan tersebut digelar bersama sejumlah mitra lintas sektor, untuk memperkuat budaya sadar risiko di tengah masyarakat.
Kesadaran risiko, menurut dia perlu dipandang sebagai langkah reaktif terhadap krisis, sehingga penting adanya perubahan pola pikir masyarakat dari sikap “bagaimana nanti” menjadi “nanti bagaimana”,dari pasif menjadi antisipatif terhadap risiko.
Terkait pendekatan pengurangan risiko dia mencontohkan di bidang transportasi penggunaan helm dan sabuk pengaman, di kesehatan mengkonsumsi makanan rendah gula untuk mencegah diabetes, dan di ruang digital sadar soal proteksi data.
Dalam konteks kesehatan publik, melalui pendekatan “harm reduction” atau pengurangan bahaya sebagai bagian dari strategi pengendalian risiko yang lebih realistis.
Melalui forum ini Dimas menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat sipil, dan media dalam memperkuat budaya sadar risiko nasional. Pendekatan tersebut diharapkan menghasilkan kebijakan yang tidak hanya responsif terhadap krisis, tetapi juga berorientasi pada pencegahan dan inovasi.
Sementara itu Direktur Statistik Ketahanan Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Nurma Midayanti Hamid mengatakan peran data statistik juga perlu menjadi perhatian dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko sosial-ekonomi.
“Tanpa data yang kredibel, sulit bagi masyarakat memahami arah pembangunan, dan sulit bagi pemerintah melegitimasi kebijakan. Jadi untuk itulah, ayo kita bersama-sama untuk membangun literasi data sendiri,” ujarnya.
Pewarta: Subagyo
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
