Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pemerintah jamin daya beli masyarakat tak terdampak kenaikan tarif PPN

Pemerintah jamin daya beli masyarakat tak terdampak kenaikan tarif PPN

Tidak semua barang dan jasa terkena PPN. Barang dan jasa yang dibutuhkan rakyat banyak dibebaskan dari pengenaan PPN.

Jakarta (ANTARA) – Pemerintah menjamin daya beli masyarakat tak akan terdampak oleh kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen menjadi 12 persen, mengingat pemerintah telah menyiapkan sejumlah regulasi yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat.

Terkait tarif PPN itu sendiri, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti, di Jakarta, Kamis, menjelaskan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan dasar rakyat tak dikenakan tarif PPN.

Artinya, kebutuhan rakyat tidak terpengaruh oleh kebijakan kenaikan PPN.

“Tidak semua barang dan jasa terkena PPN. Barang dan jasa yang dibutuhkan rakyat banyak dibebaskan dari pengenaan PPN,” ujar Dwi.

Dia merinci barang yang dibebaskan tarif PPN mencakup barang kebutuhan pokok, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

Adapun jasa yang dibebaskan dari tarif PPN, di antaranya jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa transportasi umum, dan jasa ketenagakerjaan.

Sementara tambahan penerimaan negara dari kenaikan tarif PPN nantinya akan dikembalikan kepada rakyat melalui berbagai program, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, subsidi listrik, subsidi LPG 3 kg, subsidi BBM, serta subsidi pupuk.

Pemerintah pun telah memperluas lapisan penghasilan dari Rp50 juta menjadi Rp60 juta yang dikenakan tarif terendah sebesar 5 persen.

Juga terdapat kebijakan pembebasan pajak penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta.

“Hal ini ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat terutama kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah,” kata Dwi pula.

Di sisi lain, sebagai wujud kegotongroyongan orang pribadi yang memiliki penghasilan lebih dari Rp5 miliar dikenakan tarif tertinggi sebesar 35 persen.

Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024