Di sisi lain, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran dari para operator e-commerce. Menurut sumber yang turut menghadiri pertemuan dengan Direktorat Jenderal Pajak, pihak platform menyampaikan keberatan atas potensi beban administratif tambahan, termasuk kemungkinan terganggunya pengalaman pengguna.
Platform khawatir aturan ini akan menghambat pertumbuhan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung ekosistem digital di Indonesia. Apalagi, mereka harus menyesuaikan sistem internal agar mampu memotong dan menyetor pajak secara tepat waktu ke negara.
“Jika platform tidak bisa menyesuaikan sistem tepat waktu, bisa terjadi kesalahan pelaporan yang justru menimbulkan sanksi,” kata sumber tersebut.
Dalam draf aturan yang sedang dibahas, pemerintah berencana mewajibkan platform untuk memotong pajak sebesar 0,5 persen dari pendapatan penjual dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.
Kelompok penjual dengan omzet di kisaran tersebut tergolong dalam kategori UMKM, yang saat ini memang sudah diwajibkan membayar pajak. Namun, selama ini kewajiban itu dijalankan secara mandiri oleh penjual, bukan oleh platform.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4682618/original/008215500_1702343326-photo_2023-12-12_07-58-15.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)