Pelanggaran Etik Pemilu 2024 Didominasi Tekanan dari Parpol dan Calon Kepala Daerah Regional 12 September 2025

Pelanggaran Etik Pemilu 2024 Didominasi Tekanan dari Parpol dan Calon Kepala Daerah
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        12 September 2025

Pelanggaran Etik Pemilu 2024 Didominasi Tekanan dari Parpol dan Calon Kepala Daerah
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com –
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito, mengungkapkan bahwa banyaknya pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu pada 2024 tidak bisa dilepaskan dari tekanan peserta pemilu, terutama partai politik.
Ia menyebutkan bahwa sekitar 790 aduan menyangkut penyelenggara yang ditangani DKPP sepanjang 2024 menunjukkan rapuhnya integritas sebagian penyelenggara ketika menghadapi intervensi dari pihak luar.
Menurut Heddy, mayoritas kasus menimpa penyelenggara di tingkat kabupaten/kota, baik dari unsur KPU maupun Bawaslu.
Meski demikian, Heddy menegaskan bahwa akar persoalan bukan semata kelemahan individu, melainkan tekanan berat dari peserta pemilu.
Hal itu disampaikan Heddy dalam Seminar Nasional Integritas Penyelenggara Pemilu dan Masa Depan Demokrasi Indonesia di Universitas Diponegoro, Semarang, Jumat (12/9/2025).
“Teman-teman KPU maupun Bawaslu itu bekerja dalam tekanan luar biasa. Indikasi kuatnya, bagaimana mungkin seorang anggota KPU kabupaten/kota berani menggeser suara kalau tidak diperintah peserta pemilu? Peserta itu ya partai politik, atau calon kepala daerah,” tegasnya.
Dia menyebutkan bahwa bentuk pelanggaran etik terbanyak terjadi pada tahapan rekrutmen penyelenggara ad hoc, tahap kampanye, lalu tahapan pemungutan dan penghitungan suara, baik di pemilihan legislatif maupun pilkada.
Baginya, hanya penyelenggara dengan integritas kuat yang bisa bertahan.
“Yang tidak kuat imannya ya jebol, yang kuat imannya ya bagus,” ujarnya.
Heddy menilai, kondisi ini menjadi alarm penting untuk pembenahan sistem pemilu.
Ia mendorong adanya revisi undang-undang pemilu, perbaikan regulasi, serta peningkatan kualitas rekrutmen penyelenggara agar lebih selektif.
“Kalau tekanan dari peserta pemilu tidak diimbangi dengan penyelenggara yang tangguh, kualitas demokrasi kita akan terus terancam,” imbuhnya.
Sebagai solusi, ia mendorong perbaikan regulasi pemilu, termasuk revisi undang-undang, serta peningkatan kualitas rekrutmen penyelenggara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.