Liputan6.com, Lampung – Tiga anggota Polres Metro dinyatakan bersalah melanggar kode etik profesi Polri dan dijatuhi sanksi demosi selama satu tahun. Namun, hingga pertengahan Oktober 2025, ketiganya belum menjalankan putusan tersebut dan masih menjabat di posisi semula.
Ketiga personel itu yakni Kasatreskrim Polres Metro AKP Hendra Safuan, Kanit PPA Satreskrim Iptu Astri Liyana, dan penyidik pembantu Unit PPA Satreskrim Aipda Defitra.
“Ya, putusan terhadap ketiganya telah dibacakan dalam Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang digelar Bidpropam Polda Lampung pada 29 Agustus 2025,” kata pelapor, Muhammad Gustryan, Selasa (21/10/2025).
Menurut Gustryan, pascaputusan itu, ketiga anggota Polri tersebut masih aktif bertugas seperti biasa. Kondisi itu, kata dia, menimbulkan pertanyaan publik terhadap komitmen Polda Lampung dalam menegakkan hasil putusan etik di internalnya.
“Saya sudah menanyakan langsung ke Biro SDM Polda Lampung, tapi dijawab bahwa mereka belum menerima surat dari Subdit Wabprof Bidpropam Polda Lampung,” ungkapnya.
Dia menilai, keterlambatan pelaksanaan putusan etik bukan sekadar masalah koordinasi, tetapi menunjukkan adanya disfungsi sistem dan lemahnya penegakan hukum di tubuh Polda Lampung.
“Putusan sidang kode etik bersifat final dan wajib dilaksanakan. Jika hasil putusan yang sudah inkracht saja diabaikan, maka apa artinya integritas dan komitmen reformasi di tubuh Polri?” ucapnya.
Gustryan menegaskan, kelalaian dalam menindaklanjuti sanksi terhadap pelanggar etik mencederai prinsip keadilan dan merusak wibawa institusi kepolisian. Ia berencana mengawal persoalan itu hingga tuntas, termasuk dengan menyurati Kapolri dan Irwasum Polri.
“Kalau integritas mau dijaga, maka putusan harus dijalankan. Tidak boleh ada alasan menunda, apalagi melindungi pelanggar etik,” ungkapnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5387585/original/028702700_1761053219-1000691040.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)