TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fakta baru kasus pembunuhan seorang ayah dan nenek di Perumahan Taman Bona Indah, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (30/11/2024) lalu kembali terungkap.
Remaja berinsial MAS (14) yang diduga membunuh ayah dan neneknya serta menikam ibu kandungnya AP (40), menggunakan topeng saat beraksi.
Kuasa Hukum MAS, Amriadi Pasaribu, mengaku sempat bertemu korban AP pada Kamis (26/12/2024).
Kata dia ibu terduga pelaku masih tidak menyangka anaknya bisa melakukan aksi tersebut karena sehari-harinya tidak pernah melakukan kekerasan.
“Kalau ibunya masih tidak menyangka MAS yang melakukan, karena dari sehari-hari tidak pernah ada kekerasan kepada siapapun dalam keseharian si adek (MAS),” ucapnya, Minggu (29/12/2024), dikutip dari Kompas.TV.
“Dan malam itu ibunya hanya melihat orang tersebut (MAS) pakai topeng,” ujarnya.
Sang ibu, lanjut Amriadi, sempat ragu bahwa sang anak yang melakukan pembunuhan tersebut.
“Karena pakai topeng, sampai saat saya ketemu dengan si ibu kandung si adek (MAS), (AP) masih belum percaya,” kata dia.
Ibunya Tidak Dendam
MAS membunuh ayahnya APW (40), dan neneknya, RM (69), di kediaman mereka di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (30/11/2024).
Ia juga menikam ibunya, AP (40).
Namun, sang ibu selamat setelah melompat pagar dengan kondisi bersimbah darah akibat luka tikam.
Ia segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati.
Sementara RM dan APW sudah terkapar di lantai dasar rumah dua lantai itu.
Usai pembunuhan ini, MAS meninggalkan rumah dengan berjalan cepat dan membuang pisau di tengah perjalanan.
Meski sempat sekarat hingga harus menjalani perawatan di rumah sakit akibat peristiwa nahas di rumahnya, kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, AP tidak menaruh dendam.
Baginya MAS tetaplah anak kandungnya. Baginya, apapun yang terjadi sama sekali tak mengubah hubungan mereka sebagai ibu dan anak.
“Apapun yang terjadi kemarin, dia hanya berucap ‘dia adalah anak saya’. Yang jelas, dia memaafkan sambil menangis,” tutur Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi, kepada wartawan, Selasa (17/12/2024).
Bahkan AP meminta kepada pihak berwajib untuk meringangkan hukuman anaknya tersebut.
“Kalau (minta keringanan hukuman untuk anaknya) itu jelas. Memang ibunya berpikiran itu adalah anaknya,” sambung dia.
Ia berharap maaf yang diberikan dapat meringankan hukuman anak semata wayangnya.
MAS Berkonflik dengan Hukum
Polisi sudah menangkap dan menetapkan MAS sebagai anak yang berkonflik dengan hukum.
Berkasnya sudah diserahkan ke kejaksaan.
Namun, sebelum pelimpahan berkas ke kejaksaan, polisi merujuk MAS ke Rumah Sakit (RS) Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin kemarin, karena rekomendasi dari Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor).
“Untuk sementara ini, dari kejaksaan, dari saran dari Apsifor untuk merujuk dulu anak berkonflik dengan hukum ke Rumah Sakit Kramat Jati,” ucap Nurma, kepada wartawan di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2024).
Atas hal tersebut, pelimpahan MAS yang membunuh ayah dan neneknya ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) batal dilakukan Senin kemarin.
“Betul (alasan batalnya pelimpahan ke Kejari Jaksel), jadi untuk sementara ini memang saran dari Apsifor,” sambung eks Wakapolsek Pasar Minggu tersebut.
Adapun MAS akan menjalani observasi kejiwaan di RS Polri selama 14 hari.
Nantinya, hasil observasi kejiwaan akan menentukan layak atau tidaknya pelaku menjalani proses hukum.
“Ya nanti prosesnya nanti. Kami update kembali untuk sementara ini untuk anak yang berkonflik dengan hukum masih di RS Kramat Jati. Ditindaklanjuti ahli tentunya, ahli jiwa,” kata Nurma.
Psikologis MAS
Psikolog Klinis, Liza Marielly Djaprie, menganalisis kemungkinan adanya faktor penumpukan trauma dan frustasi pada MAS sebagai pemicu di balik perbuatan kejamnya.
“Tidak ada orang tiba-tiba melakukan tindakan kekerasan. Biasanya ada penumpukan trauma atau frustrasi yang tidak pernah keluar. Ibarat balon yang terus diisi udara, sampai pada titik itu meledak,” ujar Liza dalam tayangan Kompas TV, dikutip pada Selasa (3/12/2024).
Menurut Liza, tindakan kekerasan ekstrem seperti yang dilakukan MAS tidak bisa terjadi begitu saja tanpa faktor-faktor yang mendasarinya.
Pada umumnya, tindakan kekerasan ekstrem seperti yang dilakukan MAS itu membutuhkan energi besar, dan tidak mungkin muncul tanpa sebab yang jelas.
Hal ini menunjukkan adanya akumulasi perasaan yang menekan, yang pada akhirnya menumpuk dan menyebabkan meledaknya emosi dalam tindakan yang tak terkendali.
“Ini berarti ada kondisi sebelumnya, sekian lama, yang membuntuhkan waktu. Apakah itu tidak terlihat dengan lingkungan selama ini? Apakah memang ada kekerasan yang terjadi?” kata Liza.
“Saya tidak mengatakan mesti ada di rumah, tapi bisa di sekolah atau di luar rumah, tetapi tidak terungkap dan tak tersampaikan dengan baik. Sehingga itu menumpuk frustrasi sampai pada emosi yang meledak di malam tersebut,” tambah Liza.
Namun, untuk mengungkap motif sebenarnya dari aksi pembunuhan itu, Liza menyerahkan kepada kepolisian yang menangani kasus tersebut.
“Rasanya kalau jawaban yang pasti untuk itu kita harus menunggu hasil pemeriksaan dari kepolisian. Sampai dengan saat ini juga masih digali lebih lanjut dari sang anak itu,” kata Liza.
Kasus pembunuhan ini terjadi pada Sabtu, 30 November 2024, di Perumahan Taman Bona Indah, Blok B6, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan.
MAS membunuh ayah dan neneknya menggunakan senjata tajam jenis pisau, yang sebelumnya digunakan untuk menikam ibunya AP.
Beruntung, sang ibu berhasil selamat meskipun mengalami luka berat. Korban dilarikan ke rumah sakit dan saat ini tengah dalam penanganan medis.
Penyelidikan lebih lanjut terus dilakukan oleh pihak kepolisian, yang kini melibatkan psikolog forensik untuk mengungkap motif dan kondisi psikologis MAS.
Hingga kini, penyidik belum dapat memberikan penjelasan pasti mengenai pemicu perbuatan kejam yang dilakukan remaja tersebut.
Sejauh ini, penyidik Polres Metro Jakarta Selatan telah memeriksa enam saksi yang tiga di antaranya dari pihak sekolah, MAS (14) anak bunuh ayah dan nenek di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan.
Ketiganya adalah kepala sekolah, guru BP, dan wali kelas pelaku.
Berdasarkan kesaksian kepala sekolah dan dua guru lainnya, pelaku MAS tergolong siswa yang berkelakuan baik dan ramah.
Pemeriksaan pihak sekolah dilakukan untuk mendalami keseharian pelaku selama proses belajar mengajar.
“Tadi dari kepala sekolah, dari guru BP, serta dari dewan guru SMA di mana anak yang berkonflik dengan hukum datang ke Polres Jakarta Selatan,” kata Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi, Senin (2/12/2024).
“Tadi (pihak) sekolah sudah juga kami mintai keterangan. (Pelaku) anaknya baik, ramah,” sambung Nurma.
Selain itu, menurut para gurunya, MAS termasuk siswa yang berprestasi di sekolahnya.
“Kemudian cenderung memang pintar, dan itu yang kami dapat dari keterangan sekolah, karena memang keseharian dari anak berinteraksi dengan guru itu baik,” ujar dia.
Mereka tak menyangka MAS tega melakukan perbuatan sadis tersebut, lantaran selama di sekolah tak menunjukkan gejala yang aneh.
“Tidak ada gejala yang aneh kalau menurut keterangan dari guru. Terus dari guru BP juga tidak ada yang aneh-aneh,” imbuhnya.
Pihak sekolah tempat pelaku menempuh pendidikan memberikan kompensasi kepada MAS untuk tetap bisa mengikuti ujian.
“Jadi pihak sekolah mengatakan juga tadi ujian ya, hari ini untuk anak berkonflik dengan hukum lagi ujian,” kata AKP Nurma Dewi.
Menurut Nurma, nantinya pelaku bakal mengikuti ujian sekolah secara daring melalui aplikasi Zoom.
“Itu dari pihak sekolah akan mengusahakan untuk Zoom karena memang lagi ujian. (Pelaku) kelas 1 SMA,” ujar dia.