Pelajaran Hidup Sriati, 31 Tahun Mengabdi sebagai Guru SLB di Surabaya
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Sudah 31 tahun lamanya, Sriati (54) mengabdi sebagai guru bagi anak-anak disabilitas di salah satu sekolah luar biasa (SLB) di Surabaya, Jawa Timur.
Sriati
, berpakaian serba hitam nampak akrab berbincang riang dengan mantan muridnya saat bertemu di Job Fair Disabilitas Pemkot Surabaya, Rabu (26/11/2025).
Jari-jemari dan telapak tangannya memutar berulang menggerakkan abjad demi abjad dalam bahasa isyarat. Sudah puluhan tahun ia menjadi guru SLB Tunarungu dan juru bahasa isyarat.
“Saya senang ketemu banyak murid saya di sini. Mereka sudah besar-besar, dulu sama saya sejak kecil,” kata Sriati kepada Kompas.com dengan antusias.
Menjadi seorang guru SLB bukanlah cita-cita yang ia idamkan sejak remaja.
“Saya dulu penginnya jadi perawat, sekolah jurusan Biologi tapi kata keluarga terlalu tinggi (perawat), guru saja,” jawabnya singkat.
Ia pun kuliah D2 dengan jurusan Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB) dan melamar di SLB Karya Mulia.
Namun, suasana berbeda dirasakan oleh Sriati hingga membuatnya ingin menyelam lebih dalam.
Sekolah luar biasa berhasil membuatnya penasaran. Lalu berkuliah kembali dengan jurusan Tunarungu untuk bisa mengajar di SLB.
“Karena di kampungku ada anak tunarungu, terus saya ngambil jurusan tunarungu,” imbuhnya.
Tak mudah bagi Sriati selama puluhan tahun merawat, mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada tunarungu.
Ia harus memahami berbagai jenis komunikasi yang dimiliki setiap disabilitas tunarungu.
“Anak-anak miskin kosakata. Jadi banyak yang harus dipelajari, face card, video pembelajaran, gambar-gambar, terus benda asli,” terangnya.
Banyak momen kesedihan dan kesenangan yang ia rasakan. Namun, satu momen yang membuatnya tak pernah lupa ketika mengantarkan anak didiknya lomba di sekolah reguler mendapat perlakuan diskriminatif.
“Dulu ada lomba cheerleader SLB di salah satu sekolah. Terus murid lain bilang ‘itu dance apa senam?’,” terang Sriati.
Perkataan tersebut membuatnya terluka. Ia pun menegur beberapa siswa tersebut untuk menghargai semua ciptaan Tuhan, bagaimanapun bentuknya.
“Mereka tuh sama-sama punya hak seperti kalian. Itu momen yang paling tidak bisa saya lupakan selama saya ngajar,” tuturnya.
Namun, setiap kali melihat semangat dari anak didiknya, bukanlah raut wajah kasihan atau kesedihan yang ia ungkapkan, melainkan kebanggaan.
Perempuan asal Jombang tersebut, menemukan keistimewaan pada anak-anak didiknya.
“Mereka itu selalu pengin mandiri. Saya pengin banyak perusahaan yang inklusif terbuka untuk para disabilitas. Saya senang sekali kalau mereka lulus dari sekolah kemudian mendapat pekerjaan seperti anak reguler,” ungkapnya.
Ada pelajaran hidup yang selalu ia pegang ketika melihat sorot mata anak didiknya.
Sriati selalu merasa tidak pernah kekurangan dalam hal materi dan ia bersyukur kini berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN).
“Pelajaran yang tidak tertandingi, karena selalu diberi kesehatan selalu diberi rezeki. Saya merasa segalanya selalu dimudahkan. Saya seorang anak petani dan kini bisa bekerja seperti sekarang, alhamdulillah banget,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Pelajaran Hidup Sriati, 31 Tahun Mengabdi sebagai Guru SLB di Surabaya Surabaya 26 November 2025
/data/photo/2025/11/26/692718ddf19b1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)