TRIBUNNEWS.COM – Badan PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyatakan kondisi korban gempa Myanmar memprihatinkan, ribuan orang dilaporkan kekurangan pasokan medis yang parah.
Hal ini diungkap OCHA usai korban gempa Myanmar terus mengalami peningkatan sementara stok medis yang ada tak cukup untuk menangani para pasien.
Kondisi ini semakin diperparah lantaran rusaknya jalan dan infrastruktur komunikasi, mengganggu mobilitas pengiriman alat medis termasuk peralatan trauma, kantong darah, obat bius, alat bantu, obat-obatan penting, dan tenda untuk petugas kesehatan.
“Kekurangan parah pasokan medis menghambat upaya untuk menanggapi gempa bumi mematikan di Myanmar,” kata OCHA mengutip dari The Straits Times.
“Gangguan telekomunikasi dan internet terus menghambat komunikasi dan operasi kemanusiaan. Jalan yang rusak dan puing-puing menghalangi akses kemanusiaan dan mempersulit penilaian kebutuhan,” imbuhnya.
PBB mengatakan pihaknya sedang memobilisasi upaya tanggap darurat, bersama dengan organisasi mitra kemanusiaan, menyusul gempa bumi dahsyat yang melanda Myanmar pada 28 Maret.
“Seiring dengan semakin meluasnya bencana ini, bantuan kemanusiaan yang mendesak sangat dibutuhkan untuk membantu mereka yang terkena dampak,” imbuh OCHA dalam sebuah pernyataan.
Laporan media pemerintah mengungkap setidaknya saat ini jumlah korban jiwa akibat gempa dahsyat di Myanmar telah bertambah menjadi 1.644 orang.
Sementara 3.408 orang lainnya dilaporkan mengalami luka-luka, dengan angka orang hilang mencapai 139 jiwa.
Evakuasi dengan Tangan Kosong
Upaya penyelamatan telah dilakukan sejak Jumat kemarin, namun imbas kurangnya alat berat yang masuk ke daerah-daerah terdampak membuat masyarakat setempat harus melakukan upaya penanganan dengan tangan kosong.
Dalam sebuah video viral yang tersebar di sosial media menunjukkan dua orang pria sedang memindahkan reruntuhan untuk mengeluarkan seorang wanita muda yang terjebak di antara dua lempengan beton.
Tim penyelamat juga terlihat menarik seorang wanita hidup-hidup dari reruntuhan blok apartemen 12 lantai di Mandalay dengan tangan kosong.
Sementara itu para korban selamat di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar dilaporkan menggali sendiri reruntuhan bangunan dengan tangan kosong untuk menyelamatkan keluarga yang masih terjebak di puing-puing bangunan.
Gempa terjadi di dekat Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar tak hanya menghancurkan gedung-gedung, namun juga membuat jembatan yang menghubungkan wilayah Ava dan Sagaing runtuh.
Bahkan foto satelit dari Planet Labs PBC yang dianalisis oleh The Associated Press menunjukkan bahwa gempa merobohkan menara kontrol lalu lintas udara di Bandara Internasional Naypyitaw.
Diprediksi sedikitnya 2.900 bangunan, 30 jalan, dan tujuh jembatan rusak akibat gempa bumi.
Junta Militer Tetapkan Status Darurat
Usai guncangan gempa memicu kerusakan parah di sejumlah wilayah, Junta militer Myanmar langsung mengumumkan situasi darurat, Jumat (28/3/2025).
Adapun status darurat ini ditetapkan untuk 6 wilayah diantaranya Sagaing, Mandalay, Bago, Magway, serta Shan bagian timur.
Selain itu, junta militer juga turut memberlakukan status darurat di Naypyidaw, ibu kota yang menjadi kediaman bagi para pemimpin tertinggi junta.
Untuk mempercepat proses evakuasi, bantuan internasional dan upaya penyelamatan terus ditingkatkan seiring dengan proses pemulihan di Myanmar dan Thailand pasca dilanda gempa dahsyat.
Terbaru, tim bantuan dari Cina tiba dilaporkan tiba Myanmar menggunakan pesawat China Eastern Airlines untuk mengirimkan bantuan penting.
Langkah serupa juga dilakukan India yang turut mengirimkan 15 ton bantuan kemanusiaan, termasuk tenda, kantong tidur, selimut, makanan siap saji, alat penyaring air, paket kebersihan, obat-obatan, serta perlengkapan medis.
Sementara Kementerian Situasi Darurat Rusia mengirimkan dua pesawat yang membawa 120 tenaga ahli, termasuk dokter anestesi, psikolog, unit pencarian anjing pelacak (K9), serta tim penyelamat untuk membantu upaya pemulihan, menurut Kementerian Luar Negeri Rusia.
(Tribunnews / Namira Yunia)
