TRIBUNNEWS.COM, CIPUTAT- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggerebek pabrik skincare abal-abal di Kota Tangerang Selatan, Banten, Rabu (19/3/2024)
Pabrik skincare ilegal tersebut berada di sebuah rumah mewah di Kampung Gunung, Cireunde, Ciputat Timur.
Saat memasuki rumah itu, terlihat ruang pengemasan yang dipenuhi dengan botol-botol berwarna kuning, yang diduga merupakan kemasan untuk produk kosmetik ilegal.
Di bagian belakang rumah, terlihat lokasi produksi skincare tanpa merek yang diduga diproduksi secara ilegal.
Di dalam ruangan tersebut, terdeteksi adanya sebuah mesin aduk atau mixer besar yang mampu menghasilkan hingga 25 kilogram base krim dalam sekali produksi.
Mesin ini digunakan memproduksi produk skincare dalam jumlah besar, tanpa memperhatikan standar keamanan dan kesehatan.
“Mereka sekali produksi banyak sekali, bisa sampai ribuan. Ini kan sama saja penipuan untuk masyarakat banyak,” ujar Ketua BPOM RI Taruna Ikrar.
Tak hanya itu, di ruangan lainnya, terdapat tumpukan kardus cokelat yang dipakai untuk kemasan produk skincare tersebut.
“Sebulan keuntungan 1 miliar,” kata Taruna Ikrar.
Terlihat ada ruangan khusus yang difungsikan untuk penyimpanan zat kimia yang digunakan dalam pembuatan produk tersebut.
Zat-zat kimia yang digunakan dalam produksi skincare tersebut ditempatkan dalam berbagai wadah penyimpanan.
Beberapa di antaranya diletakkan dalam jerijen plastik berwarna biru dan putih dengan berbagai ukuran.
Adapun pabrik skincare sudah beroperasi selama dua tahun, yaitu sejak tahun 2023.
“Pengakuannya sementara sudah dua tahun tapi nanti setelah penyelidikan lebih dalam pasti akan ketahuan berapa tahunnya,” jelas dia.
Kini, sang pemilik skincare ilegal tersebut sudah diamankan oleh pihak BPOM RI dan tengah penyelidikan lebih lanjut.
“Pelaku sedang kita amankan dan faktanya, mereka sudahelanggar Undang-undang Nomor 17 Pasal 435 dan 436 tentang kesehatan,” Tutup Taruna.
Sementara itu, ketua RT 02/04 Adi Mulyadi menceritakan bahwa sekitar dua tahun lalu usaha skincare ini telah berdiri di wilayah kepemimpinannya.
“Ini baru sebulan, sebelumnya gak jauh dari sini, kurang lebih dua tahun, tapi disitu udah ada usaha,” ucap Adi Mulyadi.
Kata Adi, ia tak tau pasti apakah usaha tersebut memiliki izin yang sah atau tidak, ia hanya menerima laporan dari warga yang akan tinggal di wilayah kepemimpinannya.
“Dia laporan mau buka usaha untuk alat kecantikan, kita gak tau ada ijin atau tidak, yang penting lapor, yang penting tidak menggangu lingkungan,” pungkasnya.
Dimiliki suami istri apoteker
Pemilik pabrik skincare ilegal tersebut merupakan sepasang suami istri (pasutri) berinisial K dan IKC yang berprofesi sebagai apoteker.
Dengan keahlian tersebut, kedua pelaku sangat paham cara menyimpan dan mengolah zat-zat berbahaya yang digunakan untuk memproduksi skincare ilegal.
“Pemiliknya ini atas nama K dan IKC yang juga berprofesi sebagai apoteker,” ujar Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) Taruna Ikrar usai menggerebek pabrik skincare ilegal tersebut, Rabu (19/3/2025).
Berdasarkan pengakuan pelaku, K dan IKC mengoperasikan pabrik skincare ilegal tersebut sejak dua tahun lalu atau 2023.
“Tapi nanti setelah penyelidikan lebih dalam pasti akan ketahuan berapa tahunnya,” kata Taruna.
Adapun K dan IKC memproduksi berbagai jenis produk skincare, seperti krim siang dan malam, sabun muka, dan lotion.
Seluruh produk tersebut tak mencantumkan merek ataupun nomor izin edar. Dalam sehari, pelaku bisa memproduksi 5.000 skincare ilegal yang dijual ke berbagai wilayah Indonesia, khususnya Semarang, Medan, dan Makassar.
“Omzet penjualan sekitar Rp 1 miliar per bulan,” jelas dia.
Usai penggeledahan, K dan IKC diamankan pihak BPOM RI. Atas perbuatannya, kedua pelaku terancam dikenai hukuman maksimal 12 tahun penjara atau denda Rp 5 miliar.
“Mereka sudah melanggar Undang-undang Nomor 17 Pasal 435 dan 436 tentang Kesehatan,” ucap Ikrar. (Tribun Tangerang/Kompas.com)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribuntangerang.com dengan judul BPOM Gerebek Rumah Produksi Skincare Ilegal di Ciputat Tangsel, Raup Cuan Rp 1 Miliar Per Bulan