Jakarta, Beritasatu.com – Ahli ekonomi sekaligus pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai, partisipasi Indonesia dalam BRICS berpotensi mempercepat tercapainya target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.
Melalui kolaborasi dengan negara-negara anggota BRICS, Indonesia dapat memanfaatkan alih teknologi, mempercepat proses industrialisasi, dan memperluas pasar ekspor.
“Namun, untuk mewujudkan pertumbuhan tersebut, pemerintah harus memprioritaskan peningkatan infrastruktur dalam negeri, melakukan deregulasi, dan memperkuat iklim investasi. Integrasi dengan BRICS sebaiknya dilihat sebagai alat untuk mencapai transformasi ekonomi yang berkelanjutan, bukan sebagai tujuan akhir,” kata Achmad di Jakarta, Rabu (8/1/2025).
Brasil, sebagai ketua BRICS resmi mengumumkan bahwa Indonesia telah bergabung sebagai anggota penuh dalam organisasi pada Senin (7/1/2025)
Menurut Achmad, langkah Indonesia untuk bergabung dengan BRICS merupakan keputusan strategis yang penuh peluang.
Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat menggunakan keanggotaan ini untuk memperkuat perekonomian nasional sekaligus memainkan peran lebih signifikan di level internasional.
Salah satu manfaat yang bisa diperoleh Indonesia adalah akses yang lebih luas ke pasar global, terutama di kalangan negara anggota BRICS.
Achmad menjelaskan, bahwa melalui kerja sama multilateral, Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi asing langsung dari negara-negara anggota BRICS yang memiliki kelebihan modal dan kemampuan teknologi.
Selain itu, partisipasi dalam BRICS membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisi diplomatiknya di tingkat global.
Dalam beberapa tahun terakhir, BRICS telah menjadi forum penting untuk membahas berbagai isu strategis, seperti reformasi sistem pembayaran global, pengurangan ketergantungan pada dolar (dedolarisasi), serta tata kelola global, termasuk peran Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.
“Dengan bergabungnya Indonesia, suara negara berkembang dalam BRICS akan semakin kuat, sejalan dengan visi Indonesia untuk berkontribusi lebih aktif dalam membentuk tatanan dunia yang inklusif dan adil,” ujarnya.
Namun, Achmad juga menyoroti bahwa bergabung dengan BRICS tidak sepenuhnya bebas risiko. Salah satu kekhawatiran adalah kemungkinan pergeseran fungsi BRICS dari forum ekonomi menjadi aliansi geopolitik dengan pendekatan hard power, yang dapat mengancam stabilitas global.
Jika BRICS condong pada agenda geopolitik yang konfrontatif, Indonesia berisiko terseret dalam konflik yang bertentangan dengan prinsip kebijakan luar negerinya.
Achmad mengingatkan pentingnya Indonesia untuk tetap berpegang pada prinsip kebijakan luar negeri yang termuat dalam konstitusi, yaitu bersikap nonblok dan berkomitmen pada perdamaian dunia.
“Keanggotaan di BRICS harus dilandasi oleh kehati-hatian dan persyaratan yang jelas. Indonesia perlu menegaskan bahwa partisipasi ini tidak boleh mengorbankan prinsip dasar kebijakan luar negeri dan kepentingan nasional,” pungkasnya.