Ahmad Ali: PSI Harus Menang Lawan Nasdem, Saya yang Paling Rugi kalau Kalah
Tim Redaksi
PURWAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Harian Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ahmad Ali mengatakan, PSI harus menang melawan mantan partainya, yakni Nasdem, dalam pemilu mendatang.
Ali menyebutkan, dirinya merupakan orang yang paling rugi jika
PSI
kalah dari
Nasdem
.
“Siap bertanding. Dan saya harus memenangkan. PSI harus menang dari Nasdem, se-Indonesia,” kata Ali di usai pra-rapat kerja wilayah PSI Jawa Barat di Purwakarta, Jumat (14/11/2025).
“Saya pasti orang yang paling merugi. Kalau kemudian ketika saya kalah dari Nasdem,” imbuh dia.
Mulanya, Ali menekankan bahwa pra rakerwil ini harus diterjemahkan sebagai rivalitas politik, di mana dia harus memotivasi kader PSI.
Ali lantas menyinggung sosok Wakil Ketua Umum Partai Nasdem
Saan Mustopa
yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri.
Ia juga bercerita bahwa Saan adalah sosok yang mengajaknya bergabung ke Nasdem, meski akhirnya Ali meninggalkan Nasdem dan pindah ke PSI.
“Ini harus diterjemahkan sebagai satu rivalitas politik. Jadi memotivasi kader. Saan Mustopa itu kan adik saya. Yang ngajak dia masuk Nasdem itu saya. Terus kemudian saat itu saya bangga lah. Bahwa dia menggantikan saya sebagai wakil ketua umum,” ujar Ali.
Meski begitu, Ali menegaskan bahwa tidak ada persahabatan dalam politik.
“Tapi kan dalam politik tidak ada persahabatan, yang ada saling ‘membunuh’,” kata dia.
Dengan demikian, meski mereka bersahabat, Ali akan berupaya agar PSI mendapatkan suara lebih banyak dari Nasdem pada pemilu mendatang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
partai: PSI
-

Manuver Budi Arie Ngejek PSI agar Dilirik Gerindra?
FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Eko Widodo dalam unggahan X nya mengunggah video Budi Arie saat dirinya berbicara soal Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Dalam potongan podcast tersebut Budi Arie dengan nada meledek PSI nantinya akan menjadi besar.
Namun, menurutnya bukan dalam waktu dekat melainkan akan besar pada tahun 2034 mendatang.
Menurut Eko pernyataan Budi disebut-sebut sebagai manuver agar dilirik oleh partai Gerindra.
“Manuver Budi Arie ngejek PSI akan jadi partai besar 2034 agar dilirik Gerindra,” ungkapnya dikutip Jumat (14/11/2025).
Eko kemudian melemparkan pertanyaan soal bagaimana nasib PSI nanti di tahun 2029.
“Terus PSI nanti di 2029 jadi apa dong??,” sambungnya.
Budi membandingkan partai Gerindra yang menurutnya partai yang bekerja untuk negara, bangsa dan rakyat Indonesia.
“Gerindra ini saya nilai partai yang betul-betul untuk negara, bangsa dan rakyat,” katanya.
Sementara itu, untuk PSI juga bekerja untuk rakyat. Namun, dia menyebut PSI akan jadi partai besar 9 tahun mendatang.
“PSI akan jadi partai besar di tahun 2034,” katanya tertawa. (Elva/Fajar)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5411583/original/012204900_1763017275-WhatsApp_Image_2025-11-13_at_09.44.08.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tolak Subsidi Pangan Dipotong 370 Miliar, Fraksi PSI Walkout dari Rapat Paripurna DPRD Jakarta
Penolakan serupa datang dari Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI, Francine Widjojo, yang mengungkapkan bahwa sejak awal, subsidi pangan hanya mampu menjangkau sebagian kecil masyarakat miskin.
“Dari anggaran Rp1,02 triliun di tahun 2025, ternyata hanya sekitar 31,85% penerima manfaat yang benar-benar mendapatkan pangan subsidi. Jika sekarang dipotong lagi Rp370 miliar, maka yang terlayani akan semakin sedikit,” jelas Francine.
Menurut Francine, pemangkasan tersebut membuat anggaran subsidi pangan turun menjadi Rp655 miliar pada RAPBD 2026. Ia khawatir kebijakan itu justru memperlebar kesenjangan akses terhadap pangan murah di Jakarta.
“Tolong ini benar-benar dipertimbangkan. Karena ketika kami reses, kami banyak menerima aduan dan keberatan dari masyarakat yang kesulitan mengakses pangan subsidi,” tegasnya.
Francine juga menyinggung persoalan sistem daring (online) yang digunakan warga untuk mendaftar dan mengakses pangan bersubsidi. Ia menduga terbatasnya kuota bukan hanya masalah teknis, melainkan mencerminkan keterbatasan kapasitas anggaran Pemprov DKI.
“Selama ini masyarakat kesulitan mengakses pangan subsidi. Walaupun sudah dibuat antrian online, tapi dalam waktu lima menit saja kuota sudah habis. Jangan-jangan ini dipersulit karena anggarannya memang terbatas,” ujarnya.
-

Transfer Pusat Dipangkas Rp2,8 Triliun, DPRD Jatim Desak Efisiensi dan Inovasi Fiskal
Surabaya (beritajatim.com) — Juru Bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur, Erick Komala, mengungkapkan pendapatan daerah Jatim dalam Rancangan APBD 2026 diproyeksikan sebesar Rp26,3 triliun, turun sekitar Rp2,8 triliun dibanding tahun sebelumnya. Penurunan tajam ini terjadi akibat pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat.
Meski demikian, Erick menegaskan bahwa target pembangunan daerah tetap harus tercapai sesuai RPJMD 2025–2029 dan RKPD 2026. “Kami tetap menekankan agar seluruh program prioritas tidak terganggu meski terjadi tekanan fiskal,” kata politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu dalam sidang paripurna, Rabu (12/11/2025).
Banggar bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyepakati adanya kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp215 miliar. Rinciannya: pajak daerah naik Rp171 miliar, retribusi Rp26,7 miliar, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meningkat Rp17,3 miliar.
Total PAD tahun 2026 diproyeksikan mencapai Rp17,45 triliun, atau sekitar 66 persen dari total pendapatan daerah. Dari jumlah tersebut, 76 persen disumbang pajak daerah, menjadikan Jawa Timur sebagai salah satu provinsi dengan karakter fiskal paling kuat di Indonesia.
Namun, Erick mengingatkan bahwa kenaikan PAD sebesar 2 persen masih tergolong rendah.
“Kita perlu mengubah pendekatan pengelolaan PAD, bukan hanya mengejar pajak, tapi juga memperbaiki aset dan BUMD agar lebih produktif,” ujarnya.Dalam laporan Banggar, TKD Jatim tahun 2026 turun 24 persen atau sekitar Rp2,8 triliun. Penurunan terbesar terjadi pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Erick menilai kondisi ini menjadi sinyal bagi pemerintah daerah untuk memperketat strategi fiskal.
“Konsolidasi fiskal dari pusat menuntut kita lebih efisien dan berani berinovasi. TAPD harus mampu menjaga kualitas pelayanan publik dan program prioritas,” jelasnya.Banggar juga mendukung langkah Gubernur Jatim memperjuangkan kenaikan DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT) dari 3 persen menjadi 5 persen. Menurut Erick, kontribusi Jatim terhadap penerimaan cukai nasional mencapai Rp114,72 triliun sejak 2018, sehingga wajar jika proporsinya ditingkatkan.
Selain itu, Banggar memberikan tiga rekomendasi utama bagi Pemprov Jatim:
Digitalisasi pajak, melalui pembaruan data wajib pajak dan sistem pengawasan berbasis teknologi.
Penguatan pengelolaan aset oleh BPKAD melalui inventarisasi dan pemanfaatan aset idle.
Revitalisasi BUMD agar lebih efisien dan mampu menghasilkan dividen lebih besar.“BUMD jangan hanya jadi beban keuangan. Mereka harus jadi motor ekonomi daerah,” tegas Erick.
Sementara itu, belanja daerah tahun 2026 ditetapkan sebesar Rp27,21 triliun dengan defisit Rp916,7 miliar, yang akan ditutup dari perkiraan SiLPA 2025 sebesar Rp925 miliar. Erick mengingatkan agar belanja operasional yang mencapai 75 persen tidak memperlebar inefisiensi struktural, sementara belanja modal diarahkan untuk proyek prioritas di wilayah Tapal Kuda, Madura, dan Mataraman.
Banggar juga menilai posisi SiLPA 2025 yang sempat mencapai Rp7,28 triliun menandakan adanya ketidakseimbangan antara penerimaan dan realisasi belanja. “Ke depan, SiLPA jangan dijadikan sandaran untuk menutup defisit, tapi indikator efisiensi dan efektivitas pelaksanaan APBD,” pungkasnya. [asg/kun]
-

Roy Suryo: Demi Allah Saya Tidak Pernah Edit Ijazah Jokowi, Catat Itu!
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Roy Suryo merespons tuduhan bahwa dirinya mengedit foto ijazah milik Presiden ke-7 RI, Jokowi sebagaimana yang disebutkan Polda Metro Jaya.
Dikatakan pakar telematika itu, tuduhan dirinya dan sejumlah pihak lain melakukan manipulasi digital terhadap ijazah Jokowi sama sekali tidak benar.
“Saya, Dr. Rismon, dr. Tifa dan lima orang yang lain, tidak pernah, demi Tuhan, demi Allah Subhanahu wata’ala tidak pernah yang namanya mengedit ijazah. Catat itu!,” ujar Roy kepada fajar.co.id, Selasa (11/11/2025).
“Kalau ada orang yang mengatakan kami mengedit ijazah dan mengedarkan ijazah palsu, orang itu yang berbohong,” tambahnya.
Roy kemudian menjelaskan bahwa foto ijazah yang ia teliti bukan berasal dari sumber pribadi.
Melainkan unggahan publik milik kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dian Sandi Utama, di platform X (sebelumnya Twitter) pada 1 April 2025 lalu.
Menurut Roy, jika ada pihak yang seharusnya dijerat dengan pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), maka itu adalah pengunggah pertama, bukan dirinya.
“Betul, kami memang meneliti ijazah yang pernah di-posting oleh seorang kader partai gajah, namanya Dian Sandi Utama, pada tanggal 1 April,” Roy menuturkan.
“Kalau mau dikejar dengan pasal 32 dan 35, dialah harusnya. Karena ijazah yang difoto oleh Dian Sandi miring, kayak otaknya. Jadi dia sudah membuat ijazah yang tadinya tampak benar menjadi tidak benar,” tegasnya.
Lanjut Roy, ia dan rekan-rekannya tidak pernah melakukan pengeditan terhadap foto dokumen tersebut.
-

Bikin Sayembara Singkatan Positif ‘Termul’, Faldo Maldini Kena Sentil Soal Jabatan Komisaris
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Faldo Maldini kembali jadi bahan omongan warganet setelah membuat unggahan di akun Threads miliknya.
Dalam postingan itu, Faldo mengajak netizen untuk membuat singkatan positif dari istilah “Termul”, yang merupakan singkatan dari kubu mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan sebutan Termul atau Ternak Mulyono.
“Siapa yang bisa bikin singkatan positif dari termul! (Di comment) Saya kasih uang jajan 500rb untuk 5 orang masing2 100rb. (Ovo, Dana, Gopay). Contoh: Termul, Terlalu mulus, Terlalu mulia, Terlalu multitalenta. Nanti saya pilih dan DM,” tulis Faldo, dikutip Senin (10/11/2025).
Namun, niatnya yang tampak santai itu justru berbalik arah. Alih-alih disambut positif, banyak warganet yang menilai langkah Faldo sebagai aksi pencitraan. Kolom komentarnya langsung dipenuhi kritik tajam.
“Setelah masuk circle kekuasaan, seketika lo udah gak berisik lagi ya. Hampir semua sih. Kenapa ya begitu??? Kayaknya kemaren-kemaren lo pada berisik itu cuma kode aja kali ya, minta jabatan,” tulis warganet dikolom komentar.
“Simpan saja uang haram anda untuk bekal di akhirat, tuan 🙏,” tulis lainnya.
Tak berhenti di situ, sebagian warganet juga menyoroti jabatan Faldo sebagai komisaris, dan menilai seharusnya ia fokus bekerja, bukan membuat konten semacam itu.
“Bang, lu kan diangkat jadi komisaris. Lu digaji oleh rakyat buat kerja yang bener, malah bikin beginian. Share lah kinerja lu, share apa yang udah lu lakuin dengan jabatan lu,” tulis lainnya.
-

Yasonna Laoly Minta Wacana Gelar Pahlawan Soeharto Betul-betul Dikaji, PSI: Tak Perlu Ikut-ikutan
FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Ketua Bidang Politik DPP PSI Bestari Barus menimpali pernyataanKetua DPP PDIP Yasonna Laoly. Terkait dengan eacana elar pahlawan untuk Presiden ke-2 RI Soeharto.
Yasonna meminta wacana tersebut dikaji betul-betul. Bestari pun membalasnya dengan meminta Yasonna tak ikut campur.
“Yasonna Laoly tidak perlulah ikut-ikutan meributkan soal pemberian gelar pahlawan oleh negara,” kata Bestari kepada jurnalis, Kamis (6/11/2025).
Menurut Bestari, Yasonna mestinya paham tata kelola bernegara. Mengingat Yasonna pernah jadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Negara ini sudah cukup punya perangkat yang mumpuni dan menjalankan fungsi- fungsinya. Masih teringat seharusnya pada masa Pak Jokowi Yasonna diberi kesempatan untuk menjabat menteri, dua periode bahkan,” ucapnya.
“Seharusnya Yasonna menjadi yang paling paham tentang mekanisme dan tata kelola bernegara,” tambahnya.
Sekarang, dia mengatkan Yasonna menjadi bagian dari pihak yang mencoba mendikte perangkat negara. Padahal, menurutnya tak boleh subjektif dalam melakukan penilaian.
“Jangan kemudian, ketika perangkat negara pada masa Pak Prabowo sedang bekerja, justru Yasonna seperti mendikte seakan paling paham bagaimana seharusnya bekerja,” kata Bestari.
“Subjektifitas jangan dijadikan sandaran untuk memberikan penilaian. Biarkan pemerintah melaksanakan tugas mengelola negara ini dengan sebagaimana mestinya,” tambahnya.
Dia pun meminta pemerintah jalan saja. Tak memedulikan kebisingan terkait wacana tersebut.
“Kami mendukung agar pemerintah tidak terpengaruh dengan kebisingan-kebisingan ini dalam mengambil keputusan untuk memberikan gelar pahlawan kepada anak bangsa yang memenuhi kriteria,” terang Bestari.
-

Soal Isu Gibran Dibuang ke Papua, Kader PSI: Itu Bentuk Kepanikan Lawan Politik
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kader PSI, Dedy Nur menyebut, tudingan bahwa Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka sedang diasingkan ke Papua merupakan bentuk kepanikan politik dari pihak lawan.
Dikatakan Dedy, tuduhan itu bukan sekadar serangan personal, melainkan cerminan ketakutan politik yang cukup beralasan.
“Sebenarnya, ada ketakutan politik yang cukup beralasan dari lawan politik,” ujar Dedy di X @DedynurPalakka (6/11/2025).
Ia menuturkan, sosok Gibran kini tak bisa lagi dipandang sebelah mata.
Bagi Dedy, putra sulung Presiden ke-7, Jokowi, itu telah menjelma menjadi figur politik baru yang punya daya tarik kuat di kalangan masyarakat.
“Sebab, sosok Gibran telah menjelma menjadi Jokowi 2.0, dengan energi individual yang kuat dan gaya komunikasi yang tidak banyak bicara,” katanya.
Justru karena sikap tenang dan diam Gibran, kata Dedy, lawan-lawan politiknya kini kehilangan arah.
“Dalam dunia politik, yang tidak bisa dipahami adalah senjata paling mematikan, dan mereka kini kebingungan harus menyerang dari sisi mana lagi,” tegasnya.
Dedy menyebut tuduhan politik bahwa Gibran sedang dikirim atau diasingkan hanyalah bentuk kebingungan dari mereka yang merasa terancam oleh popularitas sang wakil presiden.
“Tuduhan politik bahwa Gibran sedang diasingkan hanyalah bentuk kebingungan dari para lawan,” ucapnya.
Kata Dedy, banyak pihak mulai menyadari bahwa kehadiran Gibran di pentas nasional bisa menjadi batu sandungan bagi ambisi politik mereka di masa depan.
“Lawan yang mungkin menyadari bahwa ambisi politik mereka di masa depan bisa terhambat jika sosok ini terus menjadi bahan pembicaraan di hampir semua lapisan masyarakat,” Dedy menuturkan.
/data/photo/2025/11/14/6916f279d272c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

