partai: PKI

  • Fadli Zon Blak-blakan soal Revisi Sejarah RI dan Gelar Pahlawan untuk Soeharto

    Fadli Zon Blak-blakan soal Revisi Sejarah RI dan Gelar Pahlawan untuk Soeharto

    Bisnis.com, Jakarta — Menteri Kebudayaan Fadli Zon memastikan penulisan ulang sejarah Indonesia tidak berkaitan dengan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto.

    Fadli mengatakan penulisan ulang sejarah Indonesia dan pemberian gelar pahlawan nasional tersebut merupakan dua hal yang berbeda dan ditangani oleh kementerian yang berbeda pula.

    Kendati demikian, Fadli juga berpandangan Soeharto sudah layak mendapatkan gelar pahlawan nasional mengingat jasanya dulu sewaktu peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Pada saat itu, kata dia, Presiden Soekarno memberikan perintah ke Soeharto yang kala itu berpangkat Letnan Jenderal mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban pasca peristiwa G30S PKI.

    “Jadi dulu kalau tidak ada Letnan Jenderal Soeharto, Indonesia ini tidak akan ada ya, karena semua pimpinan negara ini waktu itu semuanya ditangkapi oleh Belanda,” tutur Fadli di Jakarta, Selasa (6/5/2025) malam.

    Politisi Gerindra itu mengatakan bahwa seharusnya sudah sejak dulu Indonesia langsung memberikan gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto karena jasanya yang diklaim sangat besar saat itu.

    “Masih banyak pahlawan yang belum diberi gelar pahlawan, misalnya kepada Pak Harto, lalu Gus Dur, tapi kan mereka belum dapat gelar itu,” katanya.

    Berkaitan dengan itu, Fadli pun memastikan penulisan ulang sejarah Indonesia yang kini tengah digodok Kementerian Kebudayaan, tidak ada kaitannya dengan Kementerian Sosial yang ingin memberikan gelar kepada Soeharto.

    “Tidak, beda itu. Tidak berkaitan,” ujarnya.

  • Prabowo: Peristiwa Madiun Seolah-olah Itu Komunis, Ternyata Belanda

    Prabowo: Peristiwa Madiun Seolah-olah Itu Komunis, Ternyata Belanda

    Prabowo: Peristiwa Madiun Seolah-olah Itu Komunis, Ternyata Belanda
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Presiden
    Prabowo
    Subianto menilai dalang
    Peristiwa Madiun
    tahun 1948 adalah pihak
    Belanda
    , bukan kelompok komunis.
    “Peristiwa Madiun, seolah-olah itu komunis, ternyata yang membawa Muso, Semaun, semua itu adalah Belanda, difasilitasi oleh Belanda,” kata Prabowo dalam
    sidang kabinet paripurna
    di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/5/2025).
    Peristiwa Madiun lazim dikenal sebagai pemberontakan PKI atau Partai Komunis Indonesia.
    Muso atau Munawar Musso yang disebut Prabowo adalah tokoh komunis senior Indonesia yang pernah belajar di Uni Soviet. Semaun atau Semaoen yang disebut Prabowo merupakan Ketu Umum Pertama PKI.
    Menurut Prabowo, “Madiun Affair” pada era Sukarno-Hatta adalah ulah Belanda. Begitu pula peristiwa-peristiwa pemberontakan lain di era Bung Karno, juga dinilai Prabowo sebagai ulah asing.
    “20 Tahun, mungkin 25-28 tahun kita merdeka tidak pernah berhenti dari campur tangan asing,” kata Prabowo.
    “DI/TII, dokumen keluar, (ternyata dalangnya -red) Belanda,” ujarnya.
    “Snouck Hurgronje juga ‘sandi yudha’, intelnya Belanda,” kata Prabowo.
    Prabowo menyampaikan ulasan sejarahnya karena dia ingin menyadarkan para menteri yang hadir di rapat bahwa Indonesia sebenarnya punya kekuatan dan harus bangkit.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sejarah May Day: Berawal dari Tragedi, Kini Jadi Hari Libur Nasional – Page 3

    Sejarah May Day: Berawal dari Tragedi, Kini Jadi Hari Libur Nasional – Page 3

    Di Indonesia, peringatan May Day pertama kali dilakukan pada 1 Mei 1918 oleh serikat buruh Kung Tang Hwee di Semarang. Namun, peringatan ini sempat dilarang pada masa penjajahan Belanda dan Orde Baru karena dikaitkan dengan ideologi komunis.

    Setelah era reformasi, peringatan May Day kembali dihidupkan dan menjadi momentum penting bagi buruh untuk menyampaikan tuntutan mereka.

    Pada masa penjajahan Belanda, peringatan May Day sudah dilakukan sejak tahun 1918, meskipun seringkali dihambat oleh pemerintah kolonial.

    Setelah kemerdekaan, May Day menjadi momentum penting bagi gerakan buruh Indonesia. Namun, pasca peristiwa G30S/PKI, perayaan May Day sempat terhenti karena kebijakan pemerintah Orde Baru.

    Baru pada tahun 2013, May Day ditetapkan sebagai hari libur nasional di Indonesia, sebuah pengakuan atas perjuangan dan kontribusi kaum buruh.

    Hal ini menunjukkan betapa pentingnya perjuangan panjang para pekerja untuk mendapatkan pengakuan dan hak-hak mereka. Perjuangan untuk mendapatkan pengakuan sebagai hari libur nasional ini mencerminkan betapa pentingnya peran buruh dalam pembangunan Indonesia.

  • May Day 2025: 1 Juta Buruh Gelar Aksi Serentak se-Indonesia Tuntut Upah Layak dan Hapus Outsourcing – Halaman all

    May Day 2025: 1 Juta Buruh Gelar Aksi Serentak se-Indonesia Tuntut Upah Layak dan Hapus Outsourcing – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebanyak 1 juta buruh di seluruh Indonesia akan menggelar aksi unjuk rasa serentak pada 1 Mei 2025, memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day.

    Puncak aksi tersebut akan digelar di Monas, Jakarta, namun sejumlah daerah lainnya juga akan menjadi tempat pelaksanaan aksi yang diikuti buruh dari berbagai sektor.

    Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa aksi May Day 2025 tidak hanya difokuskan di Jakarta, tetapi juga akan berlangsung secara serentak di kota-kota besar seperti Surabaya, Semarang, Lampung, Medan, Palembang, Makassar, Batam, Cirebon, Serang, Bekasi, Tangerang, Gresik, Banjarmasin, Pontianak, dan Balikpapan.

    Aksi ini akan membawa berbagai tuntutan yang sangat relevan dengan situasi buruh di Indonesia.

    Enam Tuntutan Buruh di May Day 2025

    Dalam aksi tersebut, buruh Indonesia akan mengajukan enam tuntutan utama yang diyakini sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan memberikan perlindungan lebih. Adapun tuntutannya adalah sebagai berikut:

    Hapus Outsourcing: Buruh menuntut penghapusan sistem outsourcing yang dinilai merugikan pekerja dengan memberikan ketidakpastian dalam pekerjaan dan hak-hak yang tidak jelas.

    Bentuk Satgas PHK: Buruh meminta pembentukan Satgas PHK untuk mengatasi masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang sering terjadi secara sepihak.

    Wujudkan Upah Layak: Tuntutan untuk penetapan upah yang layak bagi buruh di seluruh Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat.

    Lindungi Buruh dengan RUU Ketenagakerjaan: Buruh meminta agar RUU Ketenagakerjaan yang baru segera disahkan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja.

    Lindungi Pekerja Rumah Tangga dengan RUU PPRT: Salah satu tuntutan buruh adalah pengesahan RUU Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang akan memberikan hak dan perlindungan bagi pekerja di sektor domestik.

    Berantas Korupsi dengan RUU Perampasan Aset: Buruh juga menyerukan untuk segera disahkannya RUU Perampasan Aset guna memberantas korupsi yang merugikan rakyat, termasuk pekerja.

    May Day sebagai Momentum Keadilan Sosial

    Menurut Said Iqbal, May Day bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga merupakan panggung bagi buruh untuk menyuarakan keadilan sosial dan hak-hak mereka.

    “Keenam isu ini merupakan cermin dari kebutuhan nyata buruh Indonesia,” ujarnya dalam keterangannya pada Rabu (30/4/2025).

    Ia menambahkan, May Day adalah kesempatan bagi kaum buruh untuk tidak hanya menuntut, tetapi juga menawarkan jalan menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Hari Buruh Internasional, yang diperingati setiap 1 Mei, berawal dari perjuangan keras kelas pekerja di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19.

    Pada 1884, buruh-buruh di Amerika mulai memperjuangkan pengurangan jam kerja yang sangat panjang, sekitar 18 hingga 20 jam sehari.

    Gerakan ini memuncak dengan demonstrasi besar-besaran pada 1 Mei 1886, yang kemudian berujung pada peristiwa tragis yang menewaskan ratusan buruh.

    Perjuangan tersebut menginspirasi gerakan buruh di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

    PARTAI BURUH- May Day 2025 bukan hanya perayaan, melainkan panggung perjuangan buruh untuk hak-hak dan keadilan sosial di Indonesia. (Nitis/Tribun)

    Sejarah dan Perkembangan May Day di Indonesia

    Di Indonesia, peringatan Hari Buruh atau May Day mengalami perubahan signifikan, terutama pada masa Orde Baru.

    Setelah peristiwa G30S/PKI tahun 1965, pemerintah sempat melarang kegiatan buruh yang dianggap mengancam stabilitas nasional.

    Akibatnya, peringatan May Day diganti dengan Hari Buruh Nasional yang diperingati setiap 1 Mei, meskipun dengan pembatasan tertentu.

    Namun, meskipun ada perbedaan cara peringatan, esensi Hari Buruh tetap sama, yaitu memperjuangkan hak-hak buruh.

    Hari Buruh Nasional kini menjadi momentum penting bagi pekerja di Indonesia untuk menyuarakan hak mereka, baik di sektor formal maupun informal.

    Peringatan ini juga mengingatkan pentingnya perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh buruh di seluruh dunia untuk mencapai kondisi kerja yang lebih manusiawi dan adil.

    Harapan Buruh untuk Masa Depan yang Lebih Baik

    Said Iqbal berharap agar peringatan May Day 2025 ini menjadi ajang bagi buruh untuk memperjuangkan hak-hak mereka serta menawarkan solusi konkret terhadap masalah ketenagakerjaan yang ada di Indonesia.

    Menurutnya, perubahan yang diinginkan oleh buruh bukan hanya untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga untuk menciptakan sistem ketenagakerjaan yang lebih adil bagi seluruh masyarakat Indonesia.

    Dengan sejarah panjang perjuangan buruh, May Day tetap menjadi hari yang penuh makna bagi pekerja di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

    Melalui aksi serentak yang digelar pada 1 Mei 2025, buruh berharap dapat memperjuangkan hak-hak mereka dan memastikan kesejahteraan serta perlindungan bagi seluruh pekerja di tanah air.

  • Terungkap Mimpi ‘Aneh’ Soeharto Sebelum Wafat, Cerita ke Tutut tapi Malah Diketawain

    Terungkap Mimpi ‘Aneh’ Soeharto Sebelum Wafat, Cerita ke Tutut tapi Malah Diketawain

    GELORA.CO – Presiden kedua Republik Indonesia yang dijuluki The Smiling General, dikenal sebagai sosok yang kontroversial.

    Di balik perannya dalam sejarah bangsa—baik sebagai pahlawan dalam menumpas G30S/PKI maupun sebagai pemimpin Orde Baru yang penuh kritik—kehidupan pribadi Soeharto masih menyimpan banyak kisah tak terungkap.

    Salah satu cerita yang menarik datang dari adik kandung Soeharto, Hajah Noek Bresinah Soehardjo.

    Dalam buku “Pak Harto, The Untold Stories”, Noek membagikan momen pribadi yang cukup unik dan menyentuh menjelang wafatnya sang kakak.

    Peristiwa itu terjadi pada tahun 2006, dua tahun sebelum Soeharto wafat.

    Saat itu, Soeharto sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Pertamina. 

    Suatu sore, ia tiba-tiba terbangun dari tidurnya dan langsung menceritakan sebuah mimpi aneh kepada Noek dan anak sulungnya, Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut, yang saat itu sedang menemaninya.

    “Aku lagi wae ngimpi (aku barusan mimpi),” kata Soeharto, seperti yang ditirukan oleh Noek.

    Mendengar itu, Tutut penasaran dan langsung bertanya kepada ayahnya, “Mimpi apa to, Pak?”

    Soeharto lalu menjelaskan bahwa ia bermimpi sedang menonton pertunjukan gamelan yang meriah.

    Namun, ada satu hal yang terasa aneh baginya.

    “Nonton gamelan, rame, nanging ana sing aneh (nonton gamelan, ramai, tapi ada yang aneh),” ujar Soeharto.

    Tutut kembali bertanya, “Apa yang aneh, Pak?”

    Soeharto pun menjawab, “Kuwi lho, sindene kok wong Sunda kabeh? (Itu lho, penyanyinya kok orang Sunda semua?).”

    Mendengar jawaban ayahnya, Tutut menanggapinya dengan canda, “Lha, sindene mesti ayu-ayu to, Pak?” (Penyanyinya pasti cantik-cantik ya, Pak?)

    Soeharto pun tersenyum sembari berkata, “Ya embuh, ora weruh wong kahanane peteng.” (Ya saya tidak tahu, karena suasananya gelap.)

    Percakapan ringan dan penuh kehangatan itu pun membuat Noek dan Tutut tertawa.

    Setelahnya, Soeharto kembali melanjutkan tidurnya.

    Bagi Noek, momen itu menjadi salah satu kenangan yang paling membekas sebelum kakaknya wafat.

    Dua tahun setelah mimpi tersebut, tepatnya pada 27 Januari 2008, Soeharto menghembuskan napas terakhir.

    Meski hidupnya dipenuhi kontroversi, cerita-cerita kecil seperti ini menunjukkan sisi lain dari seorang pemimpin besar—sebagai manusia biasa dengan mimpi, keluarga, dan tawa.

  • Soeharto ambil alih kekuasaan dari Soekarno, tandai era orde baru

    Soeharto ambil alih kekuasaan dari Soekarno, tandai era orde baru

    Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Indonesia pada 29 April 1967, menandai dimulainya era Orde Baru. (https://tinyurl.com/eth9nptj)

    29 April 1967: Soeharto ambil alih kekuasaan dari Soekarno, tandai era orde baru
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Selasa, 29 April 2025 – 06:00 WIB

    Elshinta.com – Pada 29 April 1967, Soeharto secara resmi mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno, mengakhiri era pemerintahan Demokrasi Terpimpin dan menandai dimulainya Orde Baru. Peralihan kekuasaan ini terjadi setelah melalui serangkaian ketegangan politik, ekonomi, dan sosial yang melanda Indonesia sejak awal 1960-an. Kondisi negara yang semakin tidak stabil, ditambah dengan peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965, membuat Soekarno kehilangan pengaruh politik yang signifikan.

    Pada 1966, Soeharto yang menjabat sebagai Panglima Kostrad memperoleh mandat melalui Surat Perintah 11 Maret (Supersemar), yang memberi kewenangan untuk mengendalikan situasi negara. Keputusan Soekarno memberikan mandat tersebut memberikan Soeharto posisi yang semakin kuat dalam struktur pemerintahan. Pada 29 April 1967, Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia, sementara Soekarno tetap sebagai presiden secara resmi, meskipun kekuasaannya telah berakhir secara praktis.

    Peralihan kekuasaan ini terjadi dalam konteks ketidakpuasan yang meluas terhadap pemerintah Soekarno, terutama terkait dengan masalah ekonomi, ketegangan dengan negara-negara Barat, dan instabilitas sosial yang mengancam negara. Di bawah kepemimpinan Soeharto, Indonesia kemudian mengalami program pembangunan yang masif, meskipun dengan pendekatan otoriter yang membatasi kebebasan politik dan membungkam oposisi.

    Bagaimana Soeharto dapat mengambil alih kekuasaan pada 1967? Melalui proses yang panjang, ditandai dengan Supersemar yang memberi kewenangan penuh untuk menangani keadaan darurat. Mengapa peralihan ini penting? Karena menandai berakhirnya era Soekarno dan memulai era Orde Baru yang berlangsung lebih dari tiga dekade. Apa dampaknya bagi Indonesia? Masa Orde Baru membawa stabilitas politik dan ekonomi namun dengan pengorbanan kebebasan sipil dan hak asasi manusia.

    Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah yang mengubah arah perjalanan Indonesia, mengarah pada pemerintahan yang lebih terpusat dan pembangunan yang pesat, meskipun dengan kontroversi yang menyertai pemerintahan otoriter Soeharto.

    Sumber : Sumber Lain

  • eMudhra Tawarkan Solusi Identitas Digital Lewat Public Key Infrastructure

    eMudhra Tawarkan Solusi Identitas Digital Lewat Public Key Infrastructure

    Jakarta

    eMudhra, perusahaan teknologi keamanan siber, punya solusi untuk tantangan keamanan dan identitas digital yang dihadapi banyak perusahaan di Indonesia.

    Solusi tersebut adalah Public Key Infrastructure yang komprehensif dan dirancang untuk menjawab tantangan keamanan dan identitas digital yang kompleks yang dihadapi oleh berbagai perusahaan di berbagai industri.

    Dalam menghadirkan solusi ini di Indonesia, eMudhra telah menunjuk Synnex Metrodata Indonesia (SMI) sebagai distributor dan mitra untuk Indonesia. Kolaborasi antara SMI dan eMudhra hadir di saat yang sangat penting, karena ancaman keamanan siber yang semakin tinggi dan kompleks.

    Studi terbaru mengungkapkan meningkatnya tantangan keamanan siber yang dihadapi Indonesia. Pada tahun 2024, Indonesia menghadapi sekitar 2,5 miliar serangan siber, dengan rata-rata 158 serangan per detik. Ini menunjukkan peningkatan 619,9% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023

    Mayoritas serangan ini bertujuan untuk mendapatkan hak administratif yang tidak sah, dengan porsi yang signifikan berasal dari dalam negeri dan negara-negara internasional. Tren ini menekankan perlunya menerapkan langkah-langkah keamanan yang komprehensif dan kolaborasi yang erat antara para pemangku kepentingan untuk melindungi lanskap digital Indonesia dari ancaman yang semakin canggih.

    Ada lima solusi utama yang ditawarkan oleh eMudhra, yaitu:

    CertiNext – Solusi Certificate Life Cycle Management, dengan fungsi utama untuk mengelola Digital Certificate dalam hal Auto Discovery, Auto Renewal dan Auto Provisioning baik untuk Public (SSL) maupun Internal (Self-sign Certificate)SecurePass – Solusi Access Management (MFA, Single sign-on) dengan berbagai macam Mode Otentikasi, termasuk dengan menggunakan Digital Certificate (PKI)emCA – Solusi Certificate Management dengan EAL 4+ certified untuk meng-issue dan mengelola berbagai macam certificate termasuk x509v3 untuk users, websites dan IT devices (termasuk IoT), dan dengan kemampuan dukungan terhadap berbagai macam algoritma enkripsi termasuk RSA, DSA, ECDSA, dan Post Quantum kriptografi.emSigner – Solusi Paperless dengan dukungan Document Workflow dan eSignature/Digital Signature. eMudhra mendukung integrasi ke berbagai macam PSRE (Penyelenggara Sertifikasi Elektronik) untuk kebutuhan Digital Signature yang sah di Indonesia menurut aturan KOMDIGI dan juga layanan AATL (Adobe Approved Trust List) yang merupakan Electronic/Digital Signature certificate yang diakui global.emSign – Solusi penyedia SSL (DV, OV, EV, Wildcard, S/MIME, Multi Domain) dengan Sertifikasi CMMI Level 5, ISO 27001, SOC2, dan Webtrust.

    Semua solusi ini ditawarkan lewat sistem satu atap, dari mulai penerbitan sertifikat, yang cocok untuk kebutuhan publik, swasta, pengguna akhir, situs web dan perangkat, termasuk otentikasi dan otorisasi sertifikat, yang menggunakan tanda tangan digital atau elektronik hingga kebutuhan operasional sertifikat ini dalam hal manajemen dan otomatisasi.

    Selain itu, eMudhra juga menawarkan kemudahan penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan organisasi yang berbeda serta solusi pengaturan dan penyebaran Sertifikat SSL. Selain itu, solusi ini dirancang untuk memenuhi standar regulasi Indonesia.

    “Kemitraan kami dengan eMudhra merupakan respon langsung terhadap tantangan keamanan siber yang semakin meningkat yang dihadapi oleh organisasi-organisasi di Indonesia dan untuk menghadirkan solusi keamanan digital yang inovatif dan kompetitif di pasar Indonesia,” kata Lie Heng, Direktur SMI, dalam keterangan yang diterima detikINET.

    “Kami berkomitmen untuk menyediakan solusi keamanan canggih yang melindungi infrastruktur digital penting dan membangun ketahanan organisasi. Kehadiran kami memiliki potensi untuk mengubah berbagai vertikal industri untuk menyediakan Standar Emas Keamanan Siber dalam otentikasi dan otorisasi, sehingga mendorong interaksi digital yang aman dan lancar, serta memberdayakan individu, bisnis, dan pemerintah dengan alat dan infrastruktur yang diperlukan untuk berkembang dalam masyarakat digital yang terintegrasi penuh,” tambah Michael Tanon, Presdir eMudhra Indonesia, dalam keterangan yang sama.

    (asj/asj)

  • Mengenal Daerah Istimewa Surakarta, Sejarah hingga Alasan Pembubarannya

    Mengenal Daerah Istimewa Surakarta, Sejarah hingga Alasan Pembubarannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Wacana tentang pembentukan kembali wilayah Daerah Istimewa Surakarta atau DIS kembali muncul. Ide ini muncul di tengah informasi mengenai pemekaran sejumlah wilayah di Indonesia.

    Daerah Istimewa Surakarta adalah wilayah bekas swapraja eks Karesidenan Surakarta. Dulu sebelum dibubarkan pada tahun 1946, wilayahnya meliputi Kota Surakarta atau Solo, Kabupaten Boyolali, Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, dan Klaten. 

    Wilayah DIS dikendalikan oleh dua kekuatan tradisional yakni Pakubuwana yang bertahta di Kasunanan Hadiningrat dan Mangkunegara yang menguasai wilayah Mangkunegaran. 

    Adapun, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima mempertanyakan relevansi apa yang bisa menjadikan kota di Jawa Tengah itu sebagai daerah istimewa untuk saat ini.

    “Solo ini sudah menjadi kota dagang, sudah menjadi kota pendidikan, kota industri. Tidak ada lagi yang perlu diistimewakan,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).

    Menurut legislator PDI Perjuangan (PDIP) ini, baik Solo dan Papua adalah daerah yang tidak perlu diistimewakan. Bahkan, dia menyebut pihaknya tidak tertarik membahas hal ini karena bukan isu yang mendesak.

    “Solo dengan Papua ya sama lah. Saya tidak terlalu tertarik atau Komisi II tidak terlalu tertarik untuk membahas daerah istimewa ini, menjadi sesuatu hal yang penting dan urgent,” urainya.

    Di lain sisi, Aria berharap moratorium untuk proses pemekaran wilayah bisa segera dicabut, sehingga bisa ada pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) asalkan pengusulannya harus lebih ketat.

    Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia memandang harus ada latar belakang yang tepat untuk mengangkat status daerah menjadi istimewa dan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

    Dia khawatir akan ada kerumitan bila satu daerah meminta diberikan status istimewa, daerah lain pun akan meminta hal yang sama, terlebih bila berkaitan dengan pembagian dana bagi hasil.

    “Saya kan nggak tahu tuh [ada nilai historis dari Solo]. Makanya kita lihat dulu alasannya apa pengajuan itu. Kalau misalnya alasannya sejarah nanti banyak lagi [yang ikut ingin diistimewakan], di Pontianak itu dulu pernah ada Sultan yang mempunyai gagasan pertama kali tentang burung Garuda. Bisa jadi nanti orang sana minta istimewa juga gitu kan,” urainya.

    Alasan DIS Dibubarkan

    Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, nasib Solo atau Surakarta memang berbanding terbalik dengan Yogyakarta. Yogyakarta tampil secara aktif selama revolusi kemerdekaan. Sri Sultan Hamengkubuwono IX bahkan menjadi tokoh yang cukup penting selama masa tersebut. 

    Dia menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Posisi yang kemudian membuatnya menjadi sasaran ‘pembunuhan’ oleh Westerling. Sultan juga merelakan Yogyakarta menjadi ‘pengganti’ ibu kota saat Jakarta atau Batavia kembali dikuasai Belanda.

    Sementara Solo pasca proklamasi, sering dilanda konflik mulai dari konflik suksesi, revolusi sosial, gerakan anti-swapraja, hingga benturan antar ideologi, kiri dan kanan pada 1948, yang berlangsung cukup keras selama revolusi kemerdekaan berlangsung.

    Penulis biografi Tan Malaka, Harry A Poeze, dalam Madiun 1948: PKI Bergerak menyebut bahwa saking tidak stabilnya, Solo disebut oleh banyak pihak, termasuk Jenderal AH Nasution sebagai ‘Wild West’ wilayah tidak bertuan alias liar. Solo menjadi medan pertempuran. Orang bebas menenteng senjata. Bentrokan dan desingan peluru terjadi saban waktu.

    “Kubu kiri [FDR] menganggap sangat penting mempertahankan Solo. Karenanya kota ini akan dibuah menjadi sebuah Wild West,” tulis Poeze.

    Rentetan peristiwa dan aksi kekerasan tersebut membuat tentu membuat kondisi Solo semakin tidak stabil. Pengaruh Kraton dan sisa-sisa kekuasaan feodal di Surakarta terus meredup. Bekas wilayah kekuasaan yang menjadi penopang utama perekonomian Kraton lenyap. 

    Padahal Solo dan Yogyakarta pernah memiliki status yang sama sebagai Daerah Istimewa. Penetapan status dilakukan langsung oleh Presiden Soekarno. Namun usia Daerah Istimewa Surakarta (DIS) hanya seumur jagung. Pada tahun 1946, DIS dibubarkan karena konflik dan menguatnya gerakan anti-swapraja.

    Gerakan ini dipelopori oleh kelompok-kelompok masyarakat yang mendukung revolusi sosial dan anti terhadap sisa-sisa kekuasaan feodal. Kelompok yang paling terkenal dalam gerakan ini adalah Barisan Banteng dengan tokohnya dr Moewardi.

    Selain Barisan Banteng, Solo atau Surakarta juga menjadi pusat gerakan Persatuan Perjuangan (PP). Salah satu tokoh gerakan itu adalah Tan Malaka. Kelompok ini mengambil jalan oposisi dan menolak praktik kompromistis pemerintahan Sukarno. Salah satu semboyan PP yang terkenal adalah ‘Merdeka 100 Persen!”

    Selama gerakan anti-swapraja berkecamuk, para elite Kraton menjadi sasaran kelompok Anti-swapraja. Gerakan ini menculik dan membunuh Patih Sosrodiningrat. Kepatihan dibakar dan hancur lebur. Raja Kasunanan yang masih muda, Pakubuwono XII juga tak luput menjadi sasaran penculikan.

    Ada banyak pendapat tentang alasan penculikan tersebut. Campur tangan para pangeran atau elite kraton yang tersisih selama proses suksesi dari Pakubuwono XI ke Pakubuwono XII dianggap berperan cukup penting dalam gegeran di Solo pada waktu itu.

    Sementara itu, salah satu publikasi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), yang menukil buku seri Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia karya Jenderal Abdul Haris Nasution memaparkan kisruh di Solo terjadi karena raja-raja Surakarta membelot dan mengkhianati republik saat terjadi Agresi Militer Belanda II tahun 1948-1949. 

    Pada waktu itu, pihak TNI bahkan telah menyiapkan Kolonel Djatikoesoemo (KSAD pertama), putra Pakubuwana X, diangkat menjadi Susuhunan yang baru dan Letkol Suryo Sularso diangkat menjadi Mangkunegara yang baru. Namun rupanya waktu itu, rakyat dan tentara justru ingin menghapus kekuasaan monarki sama sekali.

    Akhirnya Mayor Akhmadi, penguasa militer kota Surakarta, diberi tugas untuk langsung berhubungan dengan istana-istana monarki Surakarta. Dia meminta para raja secara tegas memihak republik. “Jika raja-raja tersebut menolak, akan diambil tindakan sesuai Instruksi Non-Koperasi,” demikian dikutip dari publikasi itu.

    Karena kondisi yang tidak kondusif, pemerintah pusat kemudian mengambil inisiatif untuk membubarkan DIS. Statusnya menjadi daerah biasa. Pada 1950, bekas daerah tersebut kemudian masuk wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah.

    Sejak saat itu jalan sejarah penerus wangsa Mataram Islam itu berubah. Peran Kasunanan sebagai pusat politik dan kebudayaan Jawa yang cukup berpengaruh, terutama saat kepemimpinan Pakubuwono X, menjadi sebatas simbol budaya itupun semakin meredup karena konflik keluarga yang nyaris tidak berkesudahan.

    Setelah Bubar

    Setelah era DIS bubar, Surakarta mulai dipimpin oleh pemimpin-pemimpin berlatar belakang politisi dan militer, tidak lagi harus ningrat. Pada tahun Mei – Juli 1946, misalnya, Wali Kota Solo dijabat oleh RT Sindoeredjo. Sindoeredjo kemudian digantikan oleh politikus PNI, Iskak Tjokroadisurjo. Iskak hanya memimpin Solo selama 4 bulan yakni dari bulan Juli – November 1946.

    Setelah kemelut perang kemerdekaan dan berbagai macam huru hara politik, Solo kemudian dipimpin oleh politikus Masyumi, Sjamsoeridjal. Dia memimpin Solo selama hampir 3 tahun yakni dari 1946-1949. Namun demikian, seiring dengan memanasnya tensi politik terutama pasca peristiwa Madiun 1948, Sjamsoeridjal kemudian digantikan oleh wali kota yang berlatar belakang militer. 

    Wali kota militer pertama adalah  Soedjatmo Soemperdojo (Januari 1949 – Juli 1949), Soeharto Soerjopranoto, hingga Muhammad Saleh Wedisatro. Saleh Werdisastro adalah salah satu pejuang perintis kemerdekaan asal Sumenep, Madura. Dia memimpin Solo pada tahun 1951-1955.

    Setelah Saleh, Wali Kota Solo dipegang oleh Oetomo Ramlan. Sosok Oetomo penuh kontroversi. Dia adalah politikus PKI. Oetomo barangkali menjadi salah satu Wali Kota Solo yang dipilih melalui proses pemilihan umum atau pemilu, meskipun tidak langsung. 

    Sekadar catatan, pada tahun 1957-1958, setelah sukses menggelar pemilihan umum pertama pada tahun 1955, pemerintah menggelar Pemilihan Legislatif Daerah untuk memilih anggota DPRD tingkat 1 maupun DPRD tingkat 2. PKI menjadi partai yang memenangkan Pemilu Legislatif Daerah di Kota Surakarta dan setelah proses pemilihan di DPRD, Oetomo Ramlan terpilih sebagai Wali Kota Surakarta.

    Salah satu kebijakan Oetomo Ramlan, mengutip Solopos, adalah membangun Lokalisasi Silir, yang  pada tahun 1998 diubah menjadi Pasar Klitikan. Posisinya sebagai politikus PKI dan aktivis Lekra kemudian membuatnya menjadi korban pembersihan oleh pemerintaha militer yang berkuasa pasca G30S 1965. Oetomo Ramlan, meninggal tahun 1967. Dia divonis mati oleh Mahmilub karena dugaan keterlibatannya dalam G30S 1965.

    Setelah Oetomo Ramlan dan pembubaran PKI, Solo dimpimpin oleh Wali Kota berlatar militer dan sipil. Setelah Soeharto tumbang, jabatan Wali Kota Solo dipegang oleh PDIP, mulai dari Joko Widodo (Jokowi), FX Hadi Rudyatmo, Gibran Rakabuming Raka, Teguh Prakosa, hingga Respati Ardi.

  • Indonesia putuskan hubungan diplomatik dengan Tiongkok

    Indonesia putuskan hubungan diplomatik dengan Tiongkok

    Ilustrasi – Bendera Indonesia dan Tiongkok. (https://tinyurl.com/4dxppbbn)

    24 April 1967: Indonesia putuskan hubungan diplomatik dengan Tiongkok
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 24 April 2025 – 06:00 WIB

    Elshinta.com – Pada 24 April 1967, Indonesia mencatatkan salah satu langkah diplomatik paling drastis dalam sejarah hubungan luar negerinya. Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto secara resmi mengusir dua diplomat tinggi dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT), di tengah ketegangan politik dan ideologis yang memuncak pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965. Tindakan ini bukan hanya berdampak pada hubungan kedua negara, tetapi juga menjadi simbol kuat dari arah kebijakan luar negeri Indonesia yang tegas terhadap pengaruh komunisme pada masa awal Orde Baru.

    Pengusiran tersebut dilakukan setelah munculnya berbagai tuduhan bahwa Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta terlibat dalam penyebaran propaganda komunis serta mendukung kegiatan subversif di dalam negeri. Tiongkok, yang sejak awal dikenal dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), menjadi sasaran utama kecurigaan pemerintah. Di tengah suasana politik yang sarat tekanan dan sentimen anti-komunis, pemerintah memutuskan untuk mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan perintah pengusiran secara resmi kepada dua perwakilan diplomatik dari Beijing.

    Langkah ini menandai titik balik tajam dalam hubungan Indonesia–Tiongkok. Tidak hanya sebatas pengusiran, Indonesia juga secara efektif membekukan seluruh hubungan diplomatik dengan Tiongkok selama lebih dari dua dekade. Kedutaan Besar kedua negara ditutup, dan komunikasi resmi antar pemerintah berhenti total. Indonesia pun menjauh dari negara-negara blok komunis dan mempererat hubungan dengan kekuatan Barat serta negara-negara anti-komunis di kawasan Asia Tenggara.

    Meskipun hubungan kedua negara baru dipulihkan kembali pada tahun 1990, dampak dari kebekuan diplomatik selama puluhan tahun tersebut cukup signifikan, terutama dalam konteks kerja sama ekonomi, perdagangan, dan politik luar negeri yang sempat terhambat. Pemulihan hubungan baru terjadi setelah adanya perubahan pendekatan politik luar negeri yang lebih pragmatis dari pemerintah Indonesia, serta berkembangnya kesadaran akan pentingnya kemitraan strategis dengan Tiongkok di tengah perubahan geopolitik global.

    Peristiwa pengusiran diplomat Tiongkok pada 24 April 1967 menjadi cermin dari dinamika politik nasional dan global yang tengah berlangsung saat itu. Selain menegaskan posisi Indonesia sebagai negara yang menolak komunisme secara terbuka, peristiwa ini juga menunjukkan bagaimana kebijakan luar negeri bisa sangat dipengaruhi oleh situasi domestik. Hingga kini, sejarah tersebut tetap menjadi salah satu referensi penting dalam memahami arah diplomasi Indonesia di masa transisi menuju Orde Baru.

    Sumber : Sumber Lain

  • Sejarah dan Keunikan Ayam Taliwang, Ikon Kuliner Lombok

    Sejarah dan Keunikan Ayam Taliwang, Ikon Kuliner Lombok

    Ayam bakar yang semula disebut ayam pelalah berubah menjadi lebih pedas dan kaya rempah. Nama taliwang sendiri diambil dari asal pasukan yang membawa resep awal, sekaligus menjadi penanda lokasi awal penyebarannya di Karang Taliwang.

    Pada 1960-an, seorang perempuan bernama Manawiyah mulai menjual ayam pelalah di pasar Cakranegara. Hidangannya cepat populer, bahkan dikabarkan disantap oleh Jenderal Ahmad Yani sebelum peristiwa G30S/PKI.

    Ayam Taliwang dibuat dari ayam kampung muda yang dibakar setelah direndam bumbu pedas. Penyajiannya selalu dilengkapi dengan plecing kangkung (kangkung dengan sambal terasi) dan beberuk terong (terong mentah dengan sambal).

    Bumbu utamanya terdiri dari cabai merah, bawang putih, kencur, terasi, dan garam. Proses pembakaran memberi aroma khas yang menggugah selera.

    Kini, ayam taliwang tidak hanya menjadi kebanggaan Lombok, tetapi juga telah merambah pasar nasional. Restoran-restoran di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali banyak yang menyajikan hidangan ini.

    Pada 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menetapkan ayam taliwang sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Langkah ini memperkuat upaya pelestarian kuliner yang telah menjadi bagian dari identitas budaya Sasak.

    Penulis: Ade Yofi Faidzun