partai: PKI

  • Conefo yang menjadi Gedung DPR RI

    Conefo yang menjadi Gedung DPR RI

    08 Maret 1965: Conefo yang menjadi Gedung DPR RI

    08 Maret 1965: Conefo yang menjadi Gedung DPR RI
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Sabtu, 08 Maret 2025 – 07:20 WIB

    Elshinta.com – Gedung DPR  yang sekarang berdiri, awalnya tidak ditujukan untuk para wakil rakyat bekerja. Tapi ditujukan untuk  tempat berkumpulnya perwakilan negara-negara yang memiliki semangat tatanan dunia baru yang bebas dari dominasi negara-negara kapitalis,  yang disebut Conefo (Conference of the New Emerging Forces). Mereka terdiri dari negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin. 

    Namun, pendirian Conefo yang ditetapkan oleh Presiden Soekarno itu, di kemudian hari jadi Gedung DPR.  Soekarno  melalui Surat Keputusan Presiden RI Nomor 48/1965 pada 8 Maret 1965 menetapkan pembangunan  Conefo, yang ingin  membuat tandingan bagi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

    Arsitektur gedung merupakan hasil rancangan karya Soejoedi Wirjoatmodjo, yang ditetapkan dan disahkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 22 Februari 1965.  Tiang pertama bangunan dipancangkan pada 19 April 1965, bertepatan dengan 10 tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung. 

    Lahan berdiri di atas tanah milik  Madrasah Islamiyah yang merupakan cikal bakal lahirnya Pondok Pesantren Darunnajah, di Jakarta Selatan.

    Namun dalam perjalanan, meletus peristiwa G 30 S PKI, sehingga pembangunan gedung sempat terhenti. Kondisi politik negara berjalan tidak stabil.   Dan ketika kondisi negara sudah relatif aman, pembangunan dilanjutkan berdasarkan Surat Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 79/U/Kep/11/1966 tanggal 9 Nopember 1966 yang peruntukannya diubah menjadi Gedung MPR/DPR RI.

    Maka, bangunan yang semula akan menjadi proyek mempersatukan negara-negara berkembang,  berubah menjadi Gedung MPR/DPR yang sering disebut Komplek Parlemen (karena terdiri dari DPR, MPR dan DPD). Hingga akhirnya bangunan ini terus mengalami perkembangan dan perubahan.

    Dari semula hanya gedung berkubah hijau, yang disebut gedung kura-kura, terus berkembang ditambah Gedung Nusantara I yang selesai dibangun tahun 1997 tempat para anggota DPR berkantor dan mengadakan rapat. Dalam perkembangan selanjutnya, gedung semakin ramai dengan tambahan gedung DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dan Masjid Baiturrahman.

    Perluasan dan penambahan gedung baru juga sempat direncanakan, dengan alasan gedung nusantara I tempat para wakil rakyat berkantor sudah miring. Namun rencana ini batal karena mendapat banyak kritikan. Dari semua gedung yang ada, ikon gedung kura-kura tak tergantikan. Bangunan yang sangat khas. Di gedung ini peristiwa bersejarah banyak terjadi, seperti pengambilan sumpah jabatan presiden dan wakil presiden terpilih.

    Sumber : Sumber Lain

  • Siapa Pendiri Raksasa Tekstil Sritex? Ini Sosoknya

    Siapa Pendiri Raksasa Tekstil Sritex? Ini Sosoknya

    Jakarta, Beritasatu.com – Sritex atau PT Sri Rejeki Isman Tbk, adalah salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan ini sebelumnya mengalami pailit dan kemudian memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya. Namun, siapa sebenarnya sosok pendiri Sritex?

    Dikenal dengan produk berkualitas tinggi, Sritex dipercaya sebagai pemasok seragam militer untuk North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan Jerman.

    Sritex berawal dari sebuah usaha dagang tekstil kecil bernama UD Sri Redjeki di Pasar Klewer, Solo. Haji Muhammad Lukminto mendirikan usaha ini pada 1966. Ia memulai kariernya di bidang tekstil dengan berdagang kain di pasar tersebut.

    Lukminto lahir dengan nama Ie Djie Shien pada 1 Juni 1946 di Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga Tionghoa dan sempat putus sekolah akibat kebijakan pemerintah pasca insiden G-30-S/PKI yang melarang etnis Tionghoa untuk bersekolah. Setelah putus sekolah, Lukminto mengikuti jejak kakaknya, Ie Ay Djing atau Emilia untuk berdagang kain di Pasar Klewer, Solo.

    Dengan modal awal Rp 100.000 dari orang tuanya, dia membeli kain belaco dari Semarang dan Bandung. Ia kemudian menjualnya dengan berkeliling di Pasar Klewer, Pasar Kliwon, hingga ke pabrik-pabrik batik rumahan. Pada 1967, berkat kegigihannya, dia berhasil membeli dua kios di Pasar Klewer dan terus memperbesar usaha tekstilnya.

    Pada 1968, Lukminto membuka pabrik cetak pertamanya di Solo. Kemudian, pada 1972, dia mengambil langkah besar dengan mendirikan pabrik pertamanya di Semanggi, Solo.

    Pada 10 tahun kemudian, dia mendirikan pabrik tenun pertamanya dengan nama PT Sri Rejeki Isman atau PT Sritex di Desa Jetis, Sukoharjo. Pabrik ini terus berkembang hingga memiliki empat lini produksi, yaitu pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen.

    Pada 1994, Sritex mulai mengerjakan seragam pesanan pasukan negara-negara di bawah NATO. Sritex berhasil mengantongi sertifikat dari organisasi pakta pertahanan Atlantik Utara. Hingga kini, Sritex telah membuat seragam militer untuk lebih dari 33 negara.

    Lukminto mendapatkan penghargaan dari Presiden Soeharto pada 3 Maret 1992, yang meresmikan pabriknya bersama dengan pabrik lainnya di Surakarta. Ia juga menerima penghargaan MURI pada 2007.

    Namun, Lukminto meninggal dunia pada 5 Februari 2014 di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, akibat sakit yang dideritanya. Lukminto menikah dengan Susyana, dan dikaruniai lima orang anak, yaitu Vonny Imelda, Iwan Setiawan Lukminto, Lenny Imelda, Iwan Kurniawan Lukminto, dan Margaret Imelda.

    Setelah Lukminto wafat pada 5 Februari 2014, kepemimpinan Sritex diteruskan oleh anak-anaknya. Iwan Setiawan Lukminto sempat menjabat sebagai direktur utama hingga 2021, sebelum digantikan oleh adiknya, Iwan Kurniawan Lukminto, yang kini memimpin perusahaan. Peran keluarga Lukminto dalam mengelola Sritex tetap berlanjut, dengan istri Iwan Kurniawan Lukminto, Mira Christina Setiady, turut terlibat sebagai direktur operasional.

  • Menteri Agama Perjuangkan Soeharto Raih Gelar Pahlawan Nasional dalam Memori Hari Ini, 1 Maret 2009

    Menteri Agama Perjuangkan Soeharto Raih Gelar Pahlawan Nasional dalam Memori Hari Ini, 1 Maret 2009

    JAKARTA – Memori hari ini,  16 tahun yang lalu, 1 Maret 2009, Menteri Agama (Menag), Muhammad Maftuh Basyuni mengungkap akan perjuangkan Soeharto raih gelar pahlawan nasional. Mantan Presiden Indonesia itu dianggapnya punya sumbangsih besar bagi bangsa dan negara.

    Sebelumnya, Soeharto dikenal ikut dalam perang revolusi melawan Belanda. Ia juga dikenal sebagai orang penting dalam penumpasan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Peran itu membuat nama Soeharto mencuat dan jadi Presiden Indonesia.

    Soeharto bukan orang baru dalam Sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Ia sudah eksis sedari perang revolusi. Suatu perang yang terjadi karena Belanda ingin menguasai Indonesia kali kedua. Soeharto ambil bagian sebagai pejuang kemerdekaan yang memilih angkat senjata.

    Eksistensinya dalam Perang Revolusi juga muncul dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Semangat Soeharto berbakti pada bangsa dan negara tak lantas berhenti kala Belanda benar-benar mengakui kedaulatan Indonesia.

    Ia terus aktif berbakti sebagai prajurit TNI. Perannya yang paling vital terjadi saat muncul pemberontakan Gerakan 30 September 1965. Sederet Jenderal TNI Angkatan Darat diculik dan dibunuh kaum pemberontak.

    Muhammad Maftuh Basyuni yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama (Menag) era 2004-2009. (ANTARA)

    Kondisi itu membuat kekosongan kekuasaan Angkatan Darat. Namun, Soeharto yang kala itu Panglima Komando Strategis Angkatan Darat atau Pangkostrad mengambil alih kepemimpinan. Ia dengan terukur mencoba memukul mundur pemberontak dan berhasil.

    Kondisi itu membuat Soeharto menganggap PKI sebagai dalang. Ia mulai mengejar semua orang yang terhubung dengan PKI. Kemudian, PKI sendiri segera dibubarkan. Kondisi itu membuat Soeharto muncul bak tokoh besar.

    Segenap mahasiswa mulai mendukungnya jadi orang nomor satu Indonesia. Keinginan itu kesampaian. Soeharto jadi Presiden Indonesia kedua. Prestasinya bejibun. Utamanya dalam bidang Pembangunan ekonomi.

    Masalahnya kepemimpinan Soeharto represif. Ia juga menggunakan militer sebagai penjaga kekuasaan dan kepentingan kelompoknya. Soeharto dan Orde Baru (Orba) akhirnya lengser karena gejolak politik 1998.

    “Soeharto punya julukan lain yaitu Penyelamat Pancasila, Memegang Teguh Konstitusi, Memiliki Indra Keenam, Menyatu dengan Aspirasi Bangsa, Negarawan Puncak Bangsa, bahkan Pemimpin Paripurna. Para pembantunya berujar, meski sang jenderal tidak mengenyam pendidikan tinggi, nyatanya bisa membawa negeri ini ke arah yang lebih baik dan lebih maju,” ungkap Femi Adi Soempeno dalam buku Mereka Mengkhianati Saya (2008).

    Soeharto memang telah tiada sedari 2008. Namun, gema kekuasaannya masih dikenang. Kenangan itu terbagi dua. Pertama, kenangan positif terkait jejak kehebatan Soeharto sebagai prajurit TNI dan Presiden. Kedua, kenangan negatif yang terjadi sepanjang kekuasaannya yang represif.

    Menag, Muhammad Maftuh Basyuni pun tak meragukan jasa Soeharto. Ia pun berjanji akan memperjuangkan Soeharto untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional pada 1 Maret 2009, atau tepat pada tanggal Soeharto diyakini memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949.

    Basyuni menganggap perjuangan menjadikan Soeharto sebagai pahlawan cukup penting. Soeharto sudah tak diragukan terkait kontribusinya pada bangsa dan negara. Soeharto tak ada kurangnya sebagai prajurit. Tindak-tanduknya sebagai prajurit lurus membela bangsa dan negara.

    Soeharto pun semasa jadi presiden banyak peduli pada kepentingan umat Islam. Sekalipun pandangan itu banyak pula yang tak setuju. Namun, Basyuni tetap memperjuangkan supaya Soeharto berada dalam barisan pahlawan nasional.

    “Untuk itu saya nanti dengan Pak Haryono Suyono yang juga masuk dalam tim (tim pemberian gelar kehormatan) akan memperjuangkan untuk itu. Untuk kepentingan itulah bangsa Indonesia juga telah mengalami perjalanan sejarah yang tak terlupakan.”

    “Dalam kondisi pemerintahan yang terpuruk, Letkol Soeharto merancang dan melancarkan serangan umum ke sejumlah markas dan pos pertahanan tentara Belanda di dalam kota Yogya, tanggal 1 Maret 1949. Dihantam dalam serangan dadakan, pasukan Belanda pimpinan Kolonel Van Langen, kocar-kacir. Mereka hanya bisa bertahan, meminta bala bantuan ke Magelang dan Semarang,” ungkap Basyuni sebagaimana dikutip laman Kemenag, 1 Maret 2009.

  • Masjid Besar Al-Ula Saksi Sejarah Agama Islam di Balikpapan

    Masjid Besar Al-Ula Saksi Sejarah Agama Islam di Balikpapan

    Balikpapan, Beritasatu.com – Masjid Besar Al-Ula di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, telah berdiri kokoh selama lebih dari 150 tahun merupakan saksi bisu sejarah perjuangan agama Islam di Kota Balikpapan.

    Masjid yang terletak di kawasan Jalan Letjen Suprapto, Kecamatan Balikpapan Barat ini, sebenarnya telah berdiri sejak 1920-an. Awalnya, masjid ini hanyalah sebuah surau kecil yang didirikan para pedagang yang datang ke Balikpapan untuk berdagang rempah-rempah dan hasil bumi lainnya. Kedatangan saudagar ini membawa ajaran Islam ke wilayah Balikpapan.

    Pada awalnya, Surau Al-Ula hanya dapat menampung kurang dari 20 jemaah. Namun, seiring bertambahnya jumlah pedagang dan penganut agama Islam, surau ini tidak mampu lagi menampung jemaah. Akhirnya, surau tersebut direnovasi menjadi masjid yang dapat digunakan untuk melaksanakan salat Jumat berjemaah untuk pertama kalinya.

    Kini, Masjid Besar Al-Ula dapat menampung hingga 3.000 jemaah. Bangunan masjid ini telah melalui berbagai tantangan sejarah, termasuk masa penjajahan dan revolusi, tetapi tetap berdiri kokoh. Beberapa peristiwa besar, seperti bom yang dijatuhkan kapal Belanda pada 1942 dan peristiwa pembakaran rumah-rumah oleh PKI pada 1965, tidak mampu merusak masjid ini.

    Sekretaris Pengurus Masjid Besar Al-Ula, Aswan, menjelaskan, masjid ini telah dikelola oleh generasi keempat keluarga yang menjaga keberlanjutan dan keutuhan masjid.

    “Masjid ini sudah ada sejak sebelum pembentukan Kota Balikpapan, jadi umurnya lebih dari seratus tahun,” kata Aswan kepada wartawan, Jumat (28/2/2025).

    Aswan menceritakan peristiwa penting yang terjadi di masa lalu, seperti saat masjid dibom oleh kapal Belanda pada tahun 1942. Meski bom tersebut mendarat di dalam masjid, bom itu tidak meledak. Begitu pula pada era PKI, meski rumah-rumah di sekitar masjid dibakar, masjid ini tetap kokoh dan tidak terbakar sedikit pun.

    Selama bulan Ramadan, Masjid Besar Al-Ula tetap digunakan sebagai pusat ibadah bagi umat Muslim di Balikpapan. Masjid ini mengadakan salat tarawih berjemaah dan menyediakan 500 porsi makanan berbuka puasa setiap hari untuk jemaah.

    Apabila berkunjung ke Kalimantan Timur, jangan lewatkan untuk mengunjungi Masjid Besar Al-Ula Balikpapan sebagai destinasi wisata religi, terutama di bulan Ramadan.

  • Peringatan Keras dari Cikeas & Isu Dwifungsi ABRI Bangkit Lagi

    Peringatan Keras dari Cikeas & Isu Dwifungsi ABRI Bangkit Lagi

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbagi pengalaman kepada 38 pengurus daerah Partai Demokrat di rumah Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Minggu (23/2/2025) lalu.

    SBY memamerkan sejumlah ruangan. Salah satunya ruang kerjanya. Di ruang kerja SBY tampak foto almarhumah Kristiani Herrawati atau Ani Yudhoyono dan sebuah meja kayu berwarna cokelat. Ayah dari Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY kemudian membagian pengalamannya tentang meja kayu yang dia anggap sangat bersejarah.

    “Meja ini, dulu tempat saya bekerja tanpa mengenal waktu. Malam hari,” ujar SBY kepada para pengurus Demokrat. 

    SBY mengatakan bahwa harus bekerja keras karena situasi negara saat itu genting. Terjadi transisi dari otoritarianisme Orde Baru ke reformasi tahun 1998-1999. Salah satu tuntutan reformasi pada waktu itu adalah, reformasi TNI dan penghapusan dwifungsi ABRI.

    “Di sinilah naskah utama reformasi. Di sini. Dwifungsi kita akhiri. Kekaryaan kita akhiri, bisnis TNI yang keluar dari lapangan kita akhiri, sistem hukum kita tata kembali,” kata SBY.

    Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Prabowo Subianto Perbesar

    SBY adalah salah satu jenderal yang mengawal proses transisi Indonesia pada tahun 1998. Pada waktu itu, SBY menjabat sebagai Kepala Staf Teritorial alias Kaster TNI. Seperti yang dicatat sejarah kemudian, dwifungsi berhasil diakhiri dan TNI kembali ke tugas serta fungsinya sebagai penjaga kedaulatan negara.

    Namun demikian, setelah hampir 27 tahun reformasi berlangsung, upaya untuk mengembalikan dwifungsi ABRI mulai tampak. Ada sejumlah perwira aktif yang masuk ke pemerintahan. Padahal UU TNI secara tegas melarang perwira aktif duduk di jabatan sipil.

    SBY sendiri menganggap bahwa anggota, Tentara Nasional Indonesia (TNI) aktif tabu untuk memasuki dunia politik atau politik praktis. “Itu salah satu doktrin yang kita keluarkan dulu pada saat reformasi ABRI yang saya menjadi tim reformasinya, ketuanya, kami jalankan,” katanya.

    “Kalau masih jadi jenderal aktif misalnya, jangan berpolitik. Kalau berpolitik, pensiun,” tegasnya.

    Di sisi lain, Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menepis anggapan bahwa keberadaan TNI aktif di institusi sipil, adalah representasi dari kembalinya doktrin dwifungsi ABRI. Menurutnya, diskursus dwifungsi ABRI sudah tidak relevan, apalagi setelah proses demokratisasi yang berjalan sejak 1998.

    “Kami tuh sudah lupakan pemikiran dwifungsi. Dulu kan dwifungsi bisa sampai pemimpin daerah. Sekarang kan sudah dipilih langsung, demokrasi. Mau gimana lagi dwifungsi?” kata Maruli dilansir dari Antara, Kamis (20/2/2025

    Asal-usul Dwifungsi 

    Isu tentang Dwifungsi ABRI kembali mengemuka setelah pengangkatan Mayor TNI Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet dan Letjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Badan Urusan Logistik alias Bulog.

    Keduanya masih tercatat sebagai prajurit TNI aktif. Alhasil, pengangkatan Mayor Teddy dan Letjen Novi Helmy dianggap bertentangan dengan Undang-undang atau UU TNI.

    Adapun pembatasan ruang gerak militer untuk menduduki jabatan sipil sejatinya merupakan buah dari reformasi. Salah satu tuntutan reformasi pada 1998 adalah penghapusan Dwifungsi ABRI. Dwifungsi ABRI adalah salah satu doktrin militer yang telah hidup sejak era Bung Karno dan menjadi kekuatan mapan pada era rezim Suharto. Pelopor Dwifungsi ABRI atau militer adalah Jenderal AH Nasution.

    Harold Crouch (1999) dalam buku Militer dan Politik di Indonesia menulis bahwa hubungan militer dan politik tidak pernah dipisahkan di Indonesia. Dia mengatakan bahwa pada masa revolusi kemerdekaan yang  berlangsung dari 1945-1949, tentara terlibat aktif dalam tindakan politik maupun militer.

    “Tiadanya tradisi yang apolitis di kalangan tentara lebih memudahkan memainkan pemimpin tentara memainkan peran mereka semacam revolusi,“ tulis Crouch.

    Presiden Prabowo Subianto meninjau pasukan TNI Perbesar

    Tentara kemudian berperan dalam banyak bidang. Di bidang ekonomi, banyak perwira militer yang berperan di sana. Tentara pada era demokrasi liberal, juga memiliki wadah politik termasuk memiliki hak suara dalam Pemilu 1955. Pada perkembangannya, terutama setelah penerapan Demokrasi Terpimpin pada 1959, tentara menjadi kekuatan penyeimbang di pemerintahan.

    Tentara menjadi lawan kubu kiri yakni komunis (PKI) dalam tarik menarik pengaruh kepentingan, khususnya di lingkaran kekuasaan Sukarno. Peristiwa G30S 1965, yang ditandai oleh tindakan pasukan pengaman presiden alias Cakrabirawa menculik dan membunuh jenderal-jenderal Angkatan Darat, membalikkan keadaan.

    Kubu komunis kemudian terpental dari lingkaran kekuasaan. Elite-elitenya dibabar habis. Pengikutnya diburu dan dibantai oleh gelombang ’serangan balasan’ milisi dan militer secara langsung. Peneliti asal Australia Robert Crib menulis bahwa, jumlah korban tewas beragam, namun angka paling optimistis ada di angka 1 juta orang.

    Setelah 1965, militer berhasil menguasai keadaan. Mereka mengendalikan kehidupan masyarakat sipil. Wacana atau diskursus dibatasi. Suharto, jenderal AD yang pada waktu itu menjabat sebagai Pangkostrad, naik ke tampuk kekuasaan. Dia dilantik sebagai presiden menggantikan Sukarno pada 1967. Lahirlah Orde Baru.

    Dwifungsi ABRI menapaki wajah yang paling sempurna. Peran militer tidak terbatas ekonomi dan kaki tangan kekuasaan, bahkan penguasa tertinggi dari pemerintahan sipil pada waktu itu adalah seorang jenderal Angkatan Darat.

    Banyak penulis, salah satunya Max Lane dalam Unfinished Nation; Indonesia Before and After Suharto menyoroti menguatnya peran militer dalam politik Indonesia. Tokoh-tokoh militer memiliki jabatan strategis. Ali Moertopo salah satunya. Dia adalah orang yang menanamkan fondasi-fondasi penting Orde Baru.

    Salah satu strategi Ali Moertopo untuk memisahkan masyarakat dengan politik adalah dengan strategi massa mengambang. Partai-partai disederhanakan menjadi tiga. Gerakan pembangunan berlangsung massif.

    Di sisi lain jabatan-jabatan menteri hingga kepala daerah banyak diisi oleh orang-orang militer. Dwifungsi ABRI runtuh setelah munculnya gerakan demokratisasi pada 1998. Suharto tumbang. Pada tahun 2004 lahir UU TNI yang memisahkan peran TNI dalam kehidupan sipil. TNI kembali ke barak.

    Namun demikian, setelah 20 tahun berlalu, ada upaya untuk membangkitkan kembali ’dwifungsi ABRI’. Perwira-perwira TNI aktif mulai mengisi jabatan sipil. Sementara itu, di DPR kini telah bergulir amandemen UU TNI yang dikhawatirkan kembali membawa militer untuk mengurus persoalan masyarakat sipil.

    Bangkitkan Dwifungsi?

    Sementara itu, Kementerian Pertahanan (Kemhan) memastikan tidak memiliki niat untuk membangkitkan kembali sistem dwi fungsi TNI seperti yang memungkinkan pejabat militer aktif menempati jabatan-jabatan politik.

    “Kementerian Pertahanan dan TNI itu tidak ada sama sekali niat untuk seperti yang dikhawatirkan masyarakat ya, bahwa ada dwi fungsi TNI atau mengembalikan dwi fungsi ABRI,” kata Kepala Biro (Karo) Infohan Setjen Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang dilansir dari Antara.

    Frega menambahkan bahwa penempatan pejabat TNI aktif di beberapa sektor yang umumnya dijabat masyarakat sipil semata-mata untuk membantu kinerja pemerintah dalam memperkuat kedaulatan.

    Dia menilai saat ini penguatan kedaulatan yang menjadi perhatian TNI bukan hanya di bidang pertahanan saja melainkan pangan, ekonomi hingga kebudayaan.

    Frega pun mengambil contoh di bidang kedaulatan pangan. Menurut Frega, TNI juga berperan dalam memperkuat kedaulatan pangan dengan menempatkan orang-orang terbaiknya di sektor pangan negara.

    Tentu orang yang dipilih harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang ketahanan pangan dan teritorial.

    “Berbicara tentang kedaulatan pangan bagian dari pertahanan nirmiliter dimana ada permintaan dari lembaga-lembaga negara yang memang membutuhkan keadilan tertentu pada jabatan tertentu,” kata Frega.

  • 5 Tokoh Kopassus Paling Legendaris! Nomor 2 Kini Jadi Presiden!

    5 Tokoh Kopassus Paling Legendaris! Nomor 2 Kini Jadi Presiden!

    Jakarta, Beritasatu.com – Komando Pasukan Khusus (Kopassus) adalah unit elite dalam jajaran TNI Angkatan Darat yang memiliki reputasi tinggi di bidang tempur. Kemampuannya yang luar biasa menjadikan satuan ini disegani tidak hanya di Indonesia tetapi juga di kancah internasional.

    Sejak dibentuk, Kopassus telah memainkan peran penting dalam berbagai operasi militer, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Dalam sejarahnya, satuan ini telah melahirkan banyak prajurit hebat yang kontribusinya diakui luas.

    Mereka adalah sosok-sosok yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, menjadi inspirasi bagi generasi penerus, serta memberikan dampak besar bagi dunia militer Indonesia. Keberanian dan pengabdian mereka dalam menjalankan tugas membuat nama mereka tercatat dalam sejarah Kopassus.

    Berdasarkan berbagai sumber, berikut adalah beberapa tokoh legendaris Kopassus yang telah berjasa besar bagi Indonesia.

    1. Muhammad Idjon Djanbi

    Rokus Bernardus Visser, yang lebih dikenal sebagai Idjon Djanbi, merupakan tokoh sentral dalam pembentukan Kopassus. Sebagai mantan perwira Pasukan Khusus Belanda, ia direkrut oleh Kolonel Alex Kawilarang untuk melatih pasukan elite Indonesia. Pada 1952, ia mulai membangun cikal bakal Kopassus guna menghadapi ancaman pemberontakan DI/TII.

    Dalam prosesnya, Idjon Djanbi memiliki peran besar dalam membentuk karakter serta ketangguhan fisik dan mental prajurit Kopassus. Metode pelatihan keras yang diterapkannya menjadi dasar pembentukan Kopassus sebagai satuan tempur elite yang disegani hingga kini.

    2. Prabowo Subianto

    Prabowo Subianto adalah salah satu figur penting dalam sejarah Kopassus. Saat ini, ia menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, tetapi kiprahnya di dunia militer tetap menjadi sorotan. Pangkat terakhirnya adalah Letnan Jenderal, dan ia pernah menjabat sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus.

    Prabowo memulai karier militernya sebagai Komandan Pleton Group I dan terlibat dalam operasi Tim Nanggala di Timor Leste. Pada usia 26 tahun, ia memimpin misi untuk menangkap Nicolau dos Reis Lobato, perdana menteri pertama Timor Timur. Operasi tersebut berakhir dengan tewasnya Nicolau di lembah Mindelo pada akhir Desember 1978.

    Selain itu, Prabowo juga berperan dalam penangkapan Letkol Xanana Gusmao dan kemudian dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teror (Gultor) Kopassus pada 1983. Karier militernya terus meningkat hingga pada 1995 ia ditunjuk sebagai Danjen Kopassus dengan pangkat Mayor Jenderal. Pada 28 Februari 2024, ia dianugerahi pangkat kehormatan Jenderal TNI bintang empat oleh Presiden Joko Widodo.

    3. Alex Kawilarang

    Kolonel Alex Evert Kawilarang merupakan tokoh yang berjasa dalam pembentukan Kopassus. Ia adalah pemimpin militer yang berhasil menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Selain itu, perannya dalam menangani gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan DI/TII sangat berpengaruh terhadap stabilitas nasional.

    Alex Kawilarang juga berperan dalam membentuk pasukan komando Angkatan Darat yang menjadi cikal bakal Kopassus. Meskipun kemudian memilih untuk meninggalkan militer, kontribusinya terhadap Kopassus tetap dihormati dan dikenang hingga sekarang.

    4. Slamet Riyadi

    Ignatius Slamet Riyadi adalah tokoh yang pertama kali menggagas pembentukan satuan pasukan khusus di Indonesia, meskipun gagasan ini baru diwujudkan oleh Alex Kawilarang. Pada usia 23 tahun, ia sudah dipercaya memimpin pasukan dalam upaya menumpas pemberontakan RMS di wilayah Timur Indonesia.

    Sayangnya, perjalanan militernya terhenti ketika ia gugur dalam pertempuran melawan pasukan RMS pada 4 November 1950 di Ambon. Meski usianya masih muda, pemikirannya tetap dikenang sebagai salah satu visi besar dalam sejarah militer Indonesia.

    5. Sarwo Edhie Wibowo

    Sarwo Edhie Wibowo, yang juga merupakan ayah mertua Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Kopassus. Ia pernah menjabat sebagai Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang saat ini dikenal sebagai Kopassus.

    Saat terjadi peristiwa G30S/PKI, Sarwo Edhie memimpin operasi untuk menemukan dan mengevakuasi jenazah para jenderal yang gugur di Lubang Buaya. Ia juga berperan dalam penumpasan gerakan PKI di berbagai wilayah di Jawa Tengah.

    Para tokoh legendaris Kopassus ini telah memberikan kontribusi besar bagi sejarah militer Indonesia. Dari Idjon Djanbi yang membangun dasar latihan Kopassus hingga Prabowo Subianto yang terlibat dalam berbagai operasi penting, mereka semua adalah simbol keberanian dan dedikasi dalam menjaga kedaulatan bangsa.

  • Komandan Tempur Basmi PKI Madiun, TP2GD Jatim Usulkan KH Yusuf Hasyim Pahlawan Nasional

    Komandan Tempur Basmi PKI Madiun, TP2GD Jatim Usulkan KH Yusuf Hasyim Pahlawan Nasional

    Surabaya (beritajatim.com) – Tahap pengusulan Gelar Pahlawan Nasional (GPN) untuk KH M Yusuf Hasyim asal Kabupaten Jombang terus bergulir.

    Terbaru, Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Jawa Timur telah menggelar sidang sebagai salah satu persyaratan usulan di Ruang Rapim I Gedung A Dinas Sosial (Dinsos) Jatim.

    Setelah diteliti dan dikaji terkait data perjuangannya, putra bungsu dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari itu dipandang layak untuk diusulkan sebagai Calon Pahlawan Nasional (CPN). Bahkan, dalam sidang TP2GD yang berjumlah 13 orang itu tidak ada yang keberatan atas usulan KH M Yusuf Hasyim sebagai CPN.

    Banyak catatan sejarah kepahlawanannya yang membuat layak dijadikan Pahlawan Nasional. Di antaranya yang paling menonjol yakni, KH M Yusuf Hasyim menjadi komandan tempur melawan pemberontakan PKI di Madiun, 18 September 1948.

    Kiai Yusuf menyelamatkan banyak tokoh dan kiai di wilayah Madiun dan sekitarnya, antara lain Kapten Hambali, KH Ahmad Sahal dan KH Imam Zarkasyi.

    Selain itu, KH Yusuf Hasyim yang memiliki pangkat Letnan Satu juga ikut perang melawan Van Der Plas pada Juli 1947 di Desa Laban. Dua kilometer ke utara Tebuireng, Jombang. Beliau terkena tembak, tapi masih selamat. Di tahun 1949, beliau pernah menjadi Komandan Kompi Laskar Hizbullah Jombang untuk menghalau mundur pasukan Belanda di Desa Cukir, Jombang.

    Bahkan di luar itu masih banyak jasa KH Yusuf Hasyim yang mampu menjadi pemersatu bangsa melalui syiar-syiar agama. Salah satunya menjadi Komandan Banser NU menjelang peristiwa pemberontakan G30S/PKI 1965 yang gagal.

    Atas segala perjuangannya dalam menyelamatkan negara dan pangkat yang diperoleh, KH Yusuf Hasyim disebut sebagai kiai yang memiliki pangkat militer.

    Kepala Dinsos Jatim, Dra Restu Novi Widiani MM melalui Plt Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial (Dayasos) Yusmanu SST menyebutkan, hasil sidang TP2GD terkait pengusulan GPN KH M Yusuf Hasyim sudah dibuatkan berita acara. Sehingga, lanjutan usulan gelar pahlawan akan dilanjutkan ke Seminar Nasional.

    “Berkas-berkas pengajuan sudah lengkap. Dari TP2GD Jatim juga sepakat untuk berlanjut ke Seminar Nasional,” katanya, Senin (24/2/2025).

    Seminar Nasional yang dimaksud itu akan melibatkan berbagai unsur. Baik tingkat nasional maupun tingkat daerah dan ditetapkan rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur. Selanjutnya, baru disampaikan ke Kementerian Sosial (Kemensos) RI untuk diproses lebih lanjut.

    Sebelum naik ke tingkat provinsi, pada Februari lalu usulan KH Yusuf Hasyim juga telah melalui pengkajian oleh TP2GD Kabupaten Jombang. Pada saat itu, peserta TP2GD Kabupaten Jombang telah mengambil kesepakatan setuju dan layak M KH Yusuf Hasyim diusulkan sebagai Pahlawan Nasional.

    “Sebelum naik ke tingkat provinsi, di kabupaten harus melalui kajian lewat TP2GD Kabupaten Jombang. Jadi, ketika TP2GD Kabupaten Jombang sudah setuju, maka lanjut ke tingkat provinsi,” imbuhnya.

    Sementara itu, turut hadir dalam sidang TP2GD Jawa Timur, Asisten Administrasi Umum, Setdaprov Jatim Dr H Akh Jazuli SH MSi menyebutkan, dari segala perjuangan yang pernah dilakukan, KH Yusuf Hasyim layak untuk diusulkan sebagai Pahlawan Nasional. “Berdasarkan bukti sejarah yang ada, semoga KH Yusuf Hasyim dapat gelar sebagai Pahlawan Nasional,” katanya.

    Sebagai informasi, ada sejumlah cara untuk mengusulkan CPN. Di antaranya, masyarakat mengusulkan langsung CPN ke Bupati atau Wali Kota setempat. Lalu Bupati atau Wali Kota mengusulkan CPN ke Gubernur melalui Dinsos Provinsi. Tentunya dilengkapi dengan berbagai persyaratan administrasi sesuai ketentuan yang berlaku.

    Setelah itu, Dinsos Provinsi mengajukan pembentukan TP2GD kepada Gubernur dan disahkan melalui surat keputusan Gubernur. TP2GD yang sudah disahkan, bakal mulai membahas, meneliti dan mengkaji usulan yang telah diterima Dinsos Provinsi.

    Ketika usulan dinyatakan memenuhi syarat, maka akan diajukan ke Gubernur sebagai bahan pertimbangan untuk menerbitkan surat rekomendasi kepada Kemensos RI. Jika sudah memenuhi syarat, makam Kemensos RI akan menindaklanjuti usulan CPN kepada Presiden RI melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan (GTK).

    Selanjutnya, kewenangan penganugerahan GPN adalah hak prerogatif Presiden RI. Jika sudah disepakati, maka upacara penganugerahan GPN oleh Presiden RI dilakukan menjelang atau saat peringatan Hari Pahlawan 10 November. (tok/ted)

  • Sejarah dan Fakta tentang Dwifungsi ABRI

    Sejarah dan Fakta tentang Dwifungsi ABRI

    Bisnis.com, JAKARTA — Isu tentang Dwifungsi ABRI kembali mengemuka setelah pengangkatan Mayor TNI Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet dan Letjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Badan Urusan Logistik alias Bulog.

    Keduanya masih tercatat sebagai prajurit TNI aktif. Alhasil, pengangkatan Mayor Teddy dan Letjen Novi Helmy dianggap bertentangan dengan Undang-undang atau UU TNI.

    Adapun pembatasan ruang gerak militer untuk menduduki jabatan sipil sejatinya merupakan buah dari reformasi. Salah satu tuntutan reformasi pada 1998 adalah penghapusan Dwifungsi ABRI. Dwifungsi ABRI adalah salah satu doktrin militer yang telah hidup sejak era Bung Karno dan menjadi kekuatan mapan pada era rezim Suharto. Pelopor Dwifungsi ABRI atau militer adalah Jenderal AH Nasution.

    Harold Crouch (1999) dalam buku Militer dan Politik di Indonesia menulis bahwa hubungan militer dan politik tidak pernah dipisahkan di Indonesia. Dia mengatakan bahwa pada masa revolusi kemerdekaan yang  berlangsung dari 1945-1949, tentara terlibat aktif dalam tindakan politik maupun militer.

    “Tiadanya tradisi yang apolitis di kalangan tentara lebih memudahkan memainkan pemimpin tentara memainkan peran mereka semacam revolusi,“ tulis Crouch.

    Tentara kemudian berperan dalam banyak bidang. Di bidang ekonomi, banyak perwira militer yang berperan di sana. Tentara pada era demokrasi liberal, juga memiliki wadah politik termasuk memiliki hak suara dalam Pemilu 1955. Pada perkembangannya, terutama setelah penerapan Demokrasi Terpimpin pada 1959, tentara menjadi kekuatan penyeimbang di pemerintahan.

    Tentara menjadi lawan kubu kiri yakni komunis (PKI) dalam tarik menarik pengaruh kepentingan, khususnya di lingkaran kekuasaan Sukarno. Peristiwa G30S 1965, yang ditandai oleh tindakan pasukan pengaman presiden alias Cakrabirawa menculik dan membunuh jenderal-jenderal Angkatan Darat, membalikkan keadaan.

    Kubu komunis kemudian terpental dari lingkaran kekuasaan. Elite-elitenya dibabar habis. Pengikutnya diburu dan dibantai oleh gelombang ’serangan balasan’ milisi dan militer secara langsung. Peneliti asal Australia Robert Crib menulis bahwa, jumlah korban tewas beragam, namun angka paling optimistis ada di angka 1 juta orang.

    Setelah 1965, militer berhasil menguasai keadaan. Mereka mengendalikan kehidupan masyarakat sipil. Wacana atau diskursus dibatasi. Suharto, jenderal AD yang pada waktu itu menjabat sebagai Pangkostrad, naik ke tampuk kekuasaan. Dia dilantik sebagai presiden menggantikan Sukarno pada 1967. Lahirlah Orde Baru.

    Dwifungsi ABRI menapaki wajah yang paling sempurna. Peran militer tidak terbatas ekonomi dan kaki tangan kekuasaan, bahkan penguasa tertinggi dari pemerintahan sipil pada waktu itu adalah seorang jenderal Angkatan Darat.

    Banyak penulis, salah satunya Max Lane dalam Unfinished Nation; Indonesia Before and After Suharto menyoroti menguatnya peran militer dalam politik Indonesia. Tokoh-tokoh militer memiliki jabatan strategis. Ali Moertopo salah satunya. Dia adalah orang yang menanamkan fondasi-fondasi penting Orde Baru.

    Salah satu strategi Ali Moertopo untuk memisahkan masyarakat dengan politik adalah dengan strategi massa mengambang. Partai-partai disederhanakan menjadi tiga. Gerakan pembangunan berlangsung massif.

    Di sisi lain jabatan-jabatan menteri hingga kepala daerah banyak diisi oleh orang-orang militer. Dwifungsi ABRI runtuh setelah munculnya gerakan demokratisasi pada 1998. Suharto tumbang. Pada tahun 2004 lahir UU TNI yang memisahkan peran TNI dalam kehidupan sipil. TNI kembali ke barak.

    Namun demikian, setelah 20 tahun berlalu, ada upaya untuk membangkitkan kembali ’dwifungsi ABRI’. Perwira-perwira TNI aktif mulai mengisi jabatan sipil. Sementara itu, di DPR kini telah bergulir amandemen UU TNI yang dikhawatirkan kembali membawa militer untuk mengurus persoalan masyarakat sipil.

  • Dejavu Dwifungsi ABRI

    Dejavu Dwifungsi ABRI

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk TNI aktif yakni Mayjen Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Badan Urusan Logistik alias Bulog.

    Penunjukan TNI aktif di jabatan sipil dianggap menabrak undang-undang dan mengingatkan kembali kepada dwifungsi ABRI. Namun demikian, Erick berdalih bahwa penunjukan itu dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja BUMN pangan tersebut.  

    “Tentu saja penyegaran itu perlu dilakukan. Penugasan yang diberikan harus bisa dijalankan secara maksimal. Oleh karena itu, kami melakukan review dan evaluasi,” ujar Erick di Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Adapun, Novi Helmy Prasetya sebelumnya menjabat sebagai Asisten Teritorial Panglima TNI terhitung sejak Februari 2024. Pria kelahiran 10 November 1971 di Bangkalan, Jawa Timur itu merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) dari Satuan Infanteri atau Kopassus.

    Novi diketahui menduduki sejumlah posisi strategis, di antaranya Kasiops Paspampres Grup A pada 2003, Wadan Grup B Paspampres di 2013, dan menempati posisi Danrem 061/Surya Kencana pada 2019-2020.

    Dia juga sempat menjabat posisi Aspers Kaskogabwilhan III, Kaskogartap I/Jakarta, Mayor Jenderal Pangdivif 3/Kostrad, dan Pangdam Iskandar Muda.

    Jenderal bintang dua ini turut melakukan sejumlah operasi militer, antara lain operasi Timor Timur 1996, operasi Tribuana tahun 1999 kemudian penugasan luar negeri melaksanakan Pengamanan VVIP RI 1 di Rusia tahun 2013, Inggris 2004, dan Jerman 2015.

    Pengangkatan Novi Helmy menjadi sorotan karena keputusan itu dinilai menyalahi Undang-undang TNI, sekaligus Undang-undang Dasar 1945.

    Novi pun mengakui hingga saat ini dirinya masih aktif sebagai prajurit. Sejak Februari 2024, dia tercatat masih menjabat sebagai Asisten Teritorial Panglima TNI. “Ya masih aktivitas [sebagai prajurit TNI],” kata Novi kepada awak media di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Minggu (9/2/2025).

    Aturan di UU TNI

    Tentara menduduki jabatan sipil sejatinya bukan suatu hal yang baru. Pada era Orde Baru, dimana sistem politik masih otoriter, banyak tentara yang menjadi pejabat di lingkungan kementerian bahkan kepala daerah hingga tingkat yang paling kecil di kelurahan.

    Namun demikian, sejak reformasi, ada gelombang besar untuk mengembalikan tentara ke tugas dan fungsinya secara tradisional. Dwifungsi ABRI dihilangkan. Secara eksplisit Undang-undang TNI telah mengatur secara tegas bahwa prajurit TNI aktif dilarang untuk menduduki jabatan sipil.

    Pasal 47 UU TNI, misalnya, mengatur prajurit atau siapapun yang berasal dari rumpun militer hanya bisa menduduki jabatan sipil jika mengundurkan diri atau memasuki masa purna tugas dari dinas kemiliteran.

    Kendati demikian, beleid tentang TNI juga memberikan relaksasi, bahwa prajurit TNI tetap bisa menduduki jabatan sipil namun terbatas.

    Jabatan sipil yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif antara lain pejabat di kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

    Isu Dwifungsi ABRI

    Dwifungsi ABRI adalah salah satu doktrin militer yang telah hidup sejak era Bung Karno dan menjadi kekuatan mapan pada era rezim Suharto. Pelopor Dwifungsi ABRI atau militer adalah Jenderal AH Nasution.

    Harold Crouch (1999) dalam buku Militer dan Politik di Indonesia menulis bahwa hubungan militer dan politik tidak pernah dipisahkan di Indonesia. Dia mengatakan bahwa pada masa revolusi kemerdekaan yang  berlangsung dari 1945-1949, tentara terlibat aktif dalam tindakan politik maupun militer.

    “Tiadanya tradisi yang apolitis di kalangan tentara lebih memudahkan memainkan pemimpin tentara memainkan peran mereka semacam revolusi,“ tulis Crouch.

    Tentara kemudian berperan dalam banyak bidang. Di bidang ekonomi, banyak perwira militer yang berperan di sana. Tentara pada era demokrasi liberal, juga memiliki wadah politik termasuk memiliki hak suara dalam Pemilu 1955. Pada perkembangannya, terutama setelah penerapan Demokrasi Terpimpin pada 1959, tentara menjadi kekuatan penyeimbang di pemerintahan.

    Tentara menjadi lawan kubu kiri yakni komunis (PKI) dalam tarik menarik pengaruh kepentingan, khususnya di lingkaran kekuasaan Sukarno. Peristiwa G30S 1965, yang ditandai oleh tindakan pasukan pengaman presiden alias Cakrabirawa menculik dan membunuh jenderal-jenderal Angkatan Darat, membalikkan keadaan.

    Kubu komunis kemudian terpental dari lingkaran kekuasaan. Elite-elitenya dibabar habis. Pengikutnya diburu dan dibantai oleh gelombang ’serangan balasan’ milisi dan militer secara langsung. Peneliti asal Australia Robert Crib menulis bahwa, jumlah korban tewas beragam, namun angka paling optimistis ada di angka 1 juta orang.

    Setelah 1965, militer berhasil menguasai keadaan. Mereka mengendalikan kehidupan masyarakat sipil. Wacana atau diskursus dibatasi. Suharto, jenderal AD yang pada waktu itu menjabat sebagai Pangkostrad, naik ke tampuk kekuasaan. Dia dilantik sebagai presiden menggantikan Sukarno pada 1967. Lahirlah Orde Baru.

    Dwifungsi ABRI menapaki wajah yang paling sempurna. Peran militer tidak terbatas ekonomi dan kaki tangan kekuasaan, bahkan penguasa tertinggi dari pemerintahan sipil pada waktu itu adalah seorang jenderal Angkatan Darat.

    Banyak penulis, salah satunya Max Lane dalam Unfinished Nation; Indonesia Before and After Suharto menyoroti menguatnya peran militer dalam politik Indonesia. Tokoh-tokoh militer memiliki jabatan strategis. Ali Moertopo salah satunya.

    Ali adalah orang yang menanamkan fondasi-fondasi penting Orde Baru. Salah satu strategi Ali Moertopo untuk memisahkan masyarakat dengan politik adalah dengan strategi massa mengambang. Partai-partai disederhanakan menjadi tiga. Gerakan pembangunan berlangsung massif.

    Di sisi lain jabatan-jabatan menteri hingga kepala daerah banyak diisi oleh orang-orang militer. Dwifungsi ABRI runtuh setelah munculnya gerakan demokratisasi pada 1998. Suharto tumbang. Pada tahun 2004 lahir UU TNI yang memisahkan peran TNI dalam kehidupan sipil. TNI kembali ke barak.

    Namun demikian, setelah lebih dari 20 tahun berlalu, saat ini mulai ada upaya melibatkan TNI di luar tugas dan fungsinya di bidang pertahanan negara. TNI mulai masuk jabatan sipil. 

    TNI Bantah Dwifungsi 

    Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Hariyanto mengatakan penunjukan Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya itu sudah sesuai dengan Memorantum of Understanding (MoU) antara TNI dan BUMN.

    Menurutnya, TNI dan BUMN telah menjalin kerja sama strategis, salah satunya adalah menunjuk anggota TNI aktif menjadi Dirut Perum Bulog.

    “Jadi ini merupakan bagian dari kerja sama strategis antara TNI dan BUMN yang telah didasarkan pada MoU antar kedua institusi, yang telah dilaksanakan sebelumnya,” tutur Hariyanto saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (10/2/2024).

    Dia menjelaskan bahwa penunjukan itu juga telah melewati tahap seleksi dan disepakati Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto. Menurutnya, Mayjen TNI Novi Helmi sudah memenuhi unsur strategis dan kontribusi.

    “Panglima TNI telah menyetujui permintaan tersebut setelah mempertimbangkan aspek strategis dan kontribusi yang bisa diberikan oleh Mayjen TNI Novi Helmy di Bulog,” kata Hariyanto.

    Menurutnya, TNI dan Bulog akan memberi dukungan penuh untuk pengadaan beras dan gabah nasional 2025. Hal tersebut, kata Hariyanto sudah disepakati di dalam MoU.

    “Kerja sama ini akan memanfaatkan gudang-gudang TNI yang tersebar di seluruh Indonesia untuk memperkuat ketahanan pangan nasional,” ujarnya.

  • Momen Prabowo Subianto Menangis di Hadapan Jenderal TNI Purnawirawan

    Momen Prabowo Subianto Menangis di Hadapan Jenderal TNI Purnawirawan

    loading…

    Letjen TNI (Purn) Kemal Idris merupakan tokoh militer yang sangat dihormati Presiden Prabowo Subianto. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Siapa yang tidak kenal Prabowo Subianto . Putra dari Begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo itu, saat ini menjabat sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia.

    Lahir di Jakarta, 17 Oktober 1951, Prabowo dikenal sebagai Jenderal Kopassus yang cerdas dan berani di medan tempur. Berbagai tugas operasi telah dijalani abituren Akademi Militer (Akmil) 1974 ini.

    Mulai dari Operasi Seroja di Timor-Timur (Timtim) sekarang bernama Timor Leste hingga Operasi Mapenduma, pembebasan sandera di pedalaman Papua. Tempaan yang keras saat mengikuti pendidikan prajurit Korps Baret Merah Kopassus dan kejamnya medan operasi membuatnya menjadi sosok yang disegani baik kawan maupun lawan.

    Namun di balik sikapnya yang keras dan tegas, Prabowo juga seorang manusia biasa yang bisa menangis. Hal itu terjadi saat Prabowo menemui Letnan Jenderal (Letjen) TNI Purnawirawan Kemal Idris.

    Hal itu diungkap Prabowo dalam buku biografinya berjudul “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto”. Dalam buku tersebut Prabowo menceritakan awal mula mengenal sosok Kemal Idris.

    “Usia saya waktu itu baru 17 tahun. Saya baru saja pulang dari luar negeri. Pak Kemal Idris sudah sangat terkenal sebagai tokoh TNI. Pada saat itu ia dikenal sebagai salah satu tokoh TNI Angkatan Darat yang merupakan salah satu tokoh kunci di awal mulainya Orde Baru,” kenang Prabowo dikutip SindoNews (9/2/2025).

    Pascapemberontakan G30S/PKI, Kemal Idris bersama Letnan Jenderal TNI HR Dharsono dan Mayor Jenderal TNI Surono yang kemudian menjadi KSAD dan selanjutnya Wapangab juga bersama Kolonel Infanteri (pada saat itu) Sarwo Edi Wibowo adalah tokoh-tokoh kunci yang mendukung Soeharto sampai dikukuhkan sebagai Presiden Republik Indonesia kedua menggantikan Soekarno.

    “Waktu saya bertemu Pak Kemal Idris, ia bicara, “Saya ini sahabat pamanmu (Pak Subianto yang gugur dalam peristiwa Lengkong). Pamanmu orang yang sangat berani. Jika pamanmu masih hidup, saya yakin dia yang jadi Pangkostrad. Kamu harus ikut jejak pamanmu. Subianto itu dulu jagoan,” ujar Prabowo.