partai: PKB

  • Mudah! ini Cara Mencairkan Saldo JHT BPJS Tanpa Resign

    Mudah! ini Cara Mencairkan Saldo JHT BPJS Tanpa Resign

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pekerja yang ingin mencairkan dana BPJS Ketenagakerjaan tidak perlu menunggu sampai resign. Melalui program Jaminan Hari Tua (JHT), peserta yang masih aktif bekerja dapat melakukan pencairan sebagian sebesar 10% atau 30%.

    Dana 30% bisa dimanfaatkan khusus untuk uang muka (DP) pembelian rumah atau pembangunan rumah. Sementara itu, pencairan penuh atas sisa saldo baru dapat dilakukan setelah pekerja tidak lagi bekerja, meskipun belum mencapai usia pensiun.

    Syarat Pencairan Saldo JHT Tanpa Resign

    Dikutip dari situs resmi BPJS Ketenagakerjaan, berikut syarat-syarat yang memungkinkan peserta mencairkan saldo JHT:

    Usia pensiun 56 tahun
    Usia pensiun sesuai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) perusahaan
    Masa kerja berakhir sesuai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
    Berhenti usaha bagi Bukan Penerima Upah (BPU)
    Mengundurkan diri
    Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
    Meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
    Cacat total tetap
    Meninggal dunia
    Klaim sebagian JHT 10%
    Klaim sebagian JHT 30%

    Dokumen yang Perlu Disiapkan

    Untuk mencairkan saldo JHT, peserta perlu menyiapkan dokumen berikut:

    Kartu Peserta BPJAMSOSTEK

    E-KTP

    Buku tabungan

    Kartu keluarga (KK)

    Surat keterangan berhenti bekerja, surat pengalaman kerja, surat perjanjian kerja, surat penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), atau surat keterangan pensiun

    NPWP (jika ada)

    Cara Pencairan JHT Secara Online (Lapakasik)

    Peserta dapat mencairkan saldo secara langsung di kantor BPJS Ketenagakerjaan atau melalui portal online Lapakasik di lapakasik.bpjsketenagakerjaan.go.id.

    Cara ini berlaku bagi peserta yang:

    Mencapai usia pensiun

    Mengundurkan diri

    Terkena PHK

    Langkah-langkah pengajuan Lapakasik Online:

    Buka situs https://lapakasik.bpjsketenagakerjaan.go.id

    Isi data diri (NIK, nama lengkap, nomor kepesertaan)

    Unggah dokumen persyaratan dan foto diri terbaru (format JPG/JPEG/PNG/PDF, maksimal 6 MB)

    Klik Simpan setelah konfirmasi data

    Tunggu jadwal wawancara online yang dikirim melalui email

    Petugas BPJS akan menghubungi Anda melalui video call untuk verifikasi data

    Setelah proses selesai, saldo JHT akan dikirim ke rekening yang terdaftar

    Alternatif: Pencairan Melalui Aplikasi JMO

    Selain Lapakasik, pencairan juga bisa dilakukan melalui aplikasi JMO (Jamsostek Mobile) yang dapat diunduh di App Store atau Play Store.

    Langkah-langkah klaim melalui JMO:

    Buka aplikasi JMO

    Daftar menggunakan email dan password

    Pilih menu “Jaminan Hari Tua”

    Tekan tombol “Klaim JHT”

    Pastikan semua syarat telah terpenuhi

    Lihat jumlah saldo JHT dan klik “Selanjutnya”

    Pilih alasan klaim, lalu klik “Selanjutnya”

    Periksa dan konfirmasi data

    Ambil foto selfie dan unggah data NPWP serta nomor rekening aktif

    Klik “Konfirmasi” untuk memproses klaim

    Anda dapat memantau proses pencairan melalui menu “Tracking Klaim” di aplikasi JMO. Proses klaim umumnya memakan waktu 1-3 hari kerja.

    (dag/dag)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 5 Jenis Kendaraan yang Tak Perlu Bayar Pajak Tahunan

    5 Jenis Kendaraan yang Tak Perlu Bayar Pajak Tahunan

    Jakarta

    detikers! Kamu sudah tahu belum bahwa ada beberapa jenis kendaraan yang dibebaskan dari pajak kendaraan bermotor (PKB)? Berdasarkan aturannya, ternyata ada 5 jenis kendaraan yang tak perlu bayar pajak.

    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatur pajak kendaraan dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Aturan itu sudah diundangkan sejak 5 Januari 2024 dan telah berlaku sejak Januari 2025.

    Dalam aturan itu, dijelaskan bahwa objek PKB merupakan kepemilikan dan/atau penguasaan atas kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang dimaksud merupakan kendaraan bermotor yang wajib didaftarkan di wilayah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2024, ternyata ada beberapa kendaraan yang dikecualikan dari objek PKB. Setidaknya ada lima kendaraan yang dikecualikan dari objek PKB, yaitu kepemilikan dan/atau penguasaan atas:

    kereta api;Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;Kendaraan Bermotor kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik, dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan Pajak dari Pemerintah;Kendaraan Bermotor berbasis Energi Terbarukan; danKendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pabrikan atau importir yang semata-mata disediakan untuk keperluan pameran dan tidak untuk dijual.

    Perlu diketahui juga, sejak 5 Januari 2025, Pemprov DKI Jakarta telah memberlakukan tarif baru untuk pajak kendaraan bermotor. Adapun tarif PKB atas kepemilikan dan/atau penguasaan oleh orang pribadi ditetapkan sebesar:

    2% (dua persen) untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor pertama3% (tiga persen) untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor kedua4% (empat persen) untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor ketiga5% (lima persen) untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor keempat6% (enam persen) untuk kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor kelima dan seterusnya.

    Kepemilikan Kendaraan Bermotor dihitung berdasarkan atas nama, nomor induk kependudukan, dan/atau alamat yang sama.

    Selain itu, tarif PKB atas kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor yang digunakan untuk angkutan umum, angkutan karyawan, angkutan sekolah, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ditetapkan sebesar 0,5 persen. Tarif PKB atas kepemilikan dan/atau penguasaan oleh Badan ditetapkan sebesar 2 persen.

    (rgr/din)

  • PKB Sentil Projo soal Klaim Pihak Kalah Pilpres Ingin Jauhkan Prabowo-Jokowi

    PKB Sentil Projo soal Klaim Pihak Kalah Pilpres Ingin Jauhkan Prabowo-Jokowi

    Jakarta

    Ketua Fraksi PKB DPR RI, Jazilul Fawaid, menanggapi Wakil Ketua Umum (Waketum) Projo, Freddy Damanik, yang menuding pihak kalah Pilpres 2024 ingin menjauhkan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Jazilul menilai Projo sedang terpojok dan kehilangan kepercayaan.

    “Asal tuding itu menunjukkan posisinya sedang terpojok dan kehilangan kepercayaan,” kata Jazilul kepada wartawan, Rabu (8/10/2025).

    Jazilul mengatakan publik sudah pintar untuk menilai kondisi yang terjadi. Ia meminta Projo tak asal menuding soal pihak yang ingin Prabowo-Jokowi berpisah.

    “Hemat saya, becik ketitik olo ketoro ‘yang baik akan dinilai dan yang jelek akan tampak’, publik sudah cerdas melihat keadaan. Tidak perlu tudang-tuding dengan dugaan yang lemah dan tendensius,” ungkapnya.

    “Pihak-pihak yang terus menerus berusaha memperkeruh hubungan Presiden Prabowo dan Pak Jokowi adalah orang-orang atau kelompok yang sakit hati dengan Pak Jokowi, kelompok yang kalah Pilpres 2024 kemarin, kelompok yang tidak ingin Pak Prabowo memimpin Indonesia,” kata Freddy.

    (dwr/gbr)

  • Samsat Keliling tersedia di 14 lokasi Jadetabek pada Rabu

    Samsat Keliling tersedia di 14 lokasi Jadetabek pada Rabu

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya menyediakan layanan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Keliling di 14 lokasi di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jadetabek) pada Rabu untuk memudahkan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB).

    Melalui akun X resmi TMC Polda Metro Jaya, berikut 14 lokasi tersebut:

    1. Jakarta Pusat di halaman parkir Samsat Jakarta Pusat dan Lapangan Banteng pukul 08.00-14.00 WIB;

    2. Jakarta Utara di halaman parkir Samsat dan Masjid Al-Musyawarah Kelapa Gading pukul 08.00-14.00 WIB;

    3. Jakarta Barat di Mall Citraland pukul 08.00-14.00 WIB;

    4. Jakarta Selatan di halaman parkir Samsat pukul 09.00-15.00 WIB dan Gedung Sarinah Cikoko Pancoran pukul 09.00-14.00 WIB;

    5. Jakarta Timur di halaman parkir Samsat pukul 08.00-14.00 WIB dan Pasar Induk Kramat Jati pukul 08.00-14.00 WIB;

    6. Kota Tangerang di Alun-alun Cibodas dan parkiran busway Foodmosphere pukul 08.00-14.00 WIB;

    7. Serpong di halaman parkir Samsat pukul 08.00-14.00 WIB dan Mal ITC BSD Serpong pukul 16.00-19.00 WIB;

    8. Ciledug di Pasar Modern Banjar Wijaya Cipondoh dan Metland Cyber Puri Cipondoh pukul 09.00-14.00 WIB;

    9. Ciputat di halaman parkir Samsat dan Kantor Kelurahan Pondok Betung pukul 09.00-12.00 WIB;

    10. Kelapa Dua di halaman GTown Square Gading pukul 08.00-14.00 WIB;

    11. Kota Bekasi di Kantor Kecamatan Bekasi Utara pukul 08.00-12.00 WIB;

    12. Kabupaten Bekasi di Ruko Robson Lippo Cikarang pukul 08.00-12.00 WIB;

    13. Depok di halaman parkir Samsat pukul 08.00-14.00 WIB dan Kantor Kecamatan Tajur Halang pukul 09.00-12.00 WIB;

    14. Cinere di kantor Kelurahan Pondok Petir pukul 08.00-12.00 WIB.

    Beberapa dokumen persyaratan yang harus dibawa, antara lain KTP, BPKB dan STNK asli yang disertai lampiran fotokopi.

    Gerai Samsat Keliling hanya melayani pembayaran PKB tahunan, sedangkan untuk perpanjangan STNK (lima tahunan) dan ganti pelat nomor kendaraan harus dilakukan di kantor Samsat terdekat.

    Selama berada di gerai, penting untuk tetap menerapkan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran COVID-19 dengan menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menko PM Cak Imin Wajibkan Seluruh Ponpes Urus Izin Persetujuan Bangunan Gedung

    Menko PM Cak Imin Wajibkan Seluruh Ponpes Urus Izin Persetujuan Bangunan Gedung

    Jakarta (beritajatim.com) – Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menegaskan, tidak boleh ada lagi kasus seperti ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo. Karenya, dia meminta seluruh permasalahan infrastruktur pesantren di Indonesia selesai pada akhir tahun 2025.

    “Jadi saya sudah meminta kepada pak Menteri PU audit infrastruktur pesantren-pesantren paling tidak bisa selesai pada akhir 2025. Saya sampaikan cukup satu kali ini saja (musibah di Al Khoziny), jangan pernah ada lagi peristiwa musibah yang mengharukan dan mengerikan,” tegas Cak Imin di kantor Kementerian PU, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

    Cak Imin menuturkan, sebelum pembangunan dilanjutkan, setiap pesantren wajib mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) — yang sebelumnya dikenal sebagai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) — terlebih dahulu.

    “Sambil membenahi itu, Pak Menteri PU menjamin semua jenis perizinan akan digratiskan. Yang penting pastikan bangunan tanpa izin disetop dulu,” katanya.

    Sebagai langkah konkret, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penataan Pembangunan Pesantren. Satgas ini akan bekerja sama dengan lintas Kementerian untuk melakukan pengecekan dan penataan infrastruktur pesantren di seluruh Indonesia serta memastikan setiap bangunan memenuhi standar keamanan dan kelayakan konstruksi.

    Satgas, lanjut Cak Imin, juga diberi mandat untuk mengejar target percepatan pembenahan infrastruktur pesantren secara menyeluruh, termasuk melakukan pembangunan kembali terhadap bangunan yang dinilai tidak layak.

    Menurutnya, langkah cepat ini merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk memastikan keselamatan para santri dan seluruh elemen pesantren, sekaligus memperkuat tata kelola pembangunan lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia.

    “Kementerian PU nanti akan mengaudit fisik bangunan pesantren yang memang menjadi target perbaikan. Kalau memang ditemukan ada indikasi ketidaklayakan konstruksi, tentu itu kita segera benahi,” tegas Cak Imin. [hen/suf]

  • 2
                    
                        Presiden Harus “Orang Indonesia Asli”, Aturan Lama yang Hilang di Era Reformasi
                        Nasional

    2 Presiden Harus “Orang Indonesia Asli”, Aturan Lama yang Hilang di Era Reformasi Nasional

    Presiden Harus “Orang Indonesia Asli”, Aturan Lama yang Hilang di Era Reformasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com —
    Indonesia pernah mempunyai sebuah aturan yang kontroversial mengenai syarat untuk menjadi seorang presiden, yakni harus merupakan orang Indonesia asli.
    Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Presiden ialah orang Indonesia asli”.
    Namun, aturan ini berubah di era Reformasi ketika Majelis Permusawaratan Rakyat (MPR) menggulirkan amendemen.
    Aturan tersebut pun resmi dihapus dan diubah lewat amendemen kedua UUD 1945 yang diketok pada tahun 2000.
    Setelah diamandemen, Pasal 6 Ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.”
    Perubahan narasi dalam amendemen kedua UUD 1945 dinilai sudah relevan dengan masa kini.
    Menurut dosen hukum tata negara Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini, kata “asli” dalam versi awal sebelum amendemen saat itu disusun berdasarkan refleksi konteks sejarah di awal kemerdekaan.
    Saat itu, bangsa Indonesia baru merdeka sehingga masih ada kekhawatiran tentang kemungkinan campur tangan pihak asing atau bekas penjajah.
    “Jadi istilah orang Indonesia asli dimaksudkan sebagai bentuk proteksi terhadap kedaulatan politik bangsa yang masih sangat rentan dan belum stabil,” kata Titi saat dihubungi, Senin (9/10/2025).
    Seiring berjalannya waktu, frasa itu dihapus lewat amendemen UUD 1945 karena dianggap sudah tidak relevan.
    Menurut Titi, amendemen UUD 1945 itu menegaskan, semua warga negara Indonesia (WNI) memiliki kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan, tanpa ada diskriminasi atas dasar keturunan, ras, atau asal-usul.
    Oleh karenanya, syarat dalam Pasal 6 Ayat (1) UUD NRI 1945 versi amendemen yang menyebut “warga negara Indonesia sejak kelahiran dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain” dianggap sudah memadai dan relevan dengan masa ini.
    “(Versi lama) tidak relevan dengan perkembangan zaman dan prinsip-prinsip hak kewarganegaraan yang lebih egaliter,” kata Titi.
    Jika istilah orang Indonesia asli tetap dipertahankan, hal ini dinilai akan membuka ruang diskriminasi terhadap warga negara yang sah namun memiliki latar belakang keturunan tertentu seperti WNI keturunan Tionghoa, Arab, atau lainnya.
    Hal itu dinilai bertentangan dengan semangat demokrasi konstitusional dan hak asasi manusia yang dijunjung tinggi setelah reformasi.
    “Perubahan tersebut penting dan krusial karena memperkuat prinsip civic nationalism, bahwa keindonesiaan ditentukan oleh ikatan kewarganegaraan, bukan asal-usul darah atau etnis,” terangnya.
    Bagi Titi, penghapusan kata “asli” tersebut justru mempertegas bahwa syarat menjadi presiden di Indonesia tidak boleh didasarkan pada ras atau etnis, melainkan pada status kewarganegaraan dan loyalitas kepada negara.
    “Dalam konteks masa kini, menghidupkan kembali narasi “presiden harus WNI asli” tidak hanya ahistoris, tetapi juga berpotensi menghidupkan politik identitas yang sempit dan diskriminatif,” ujar dia.
    Senada dengan Titi, pakar hukum tata negara dari Themis Indonesia Feri Amsari juga menilai penghilangan kata “asli” dalam Pasal 6 Ayat (1) UUD 1945 sudah ideal.
    Jika kata “orang Indonesia asli” masih ada dalam beleid tersebut, tentu dapat menimbulkan beragam masalah.
    Sebab, perlu dijelaskan lebih lanjut definisi dan kriteria dari “orang Indonesia asli” yang dimaksud.
    Lebih jauh, kata “asli” juga berpotensi jadi masalah ketika membahas konteks Indonesia di masa depan yang mana banyak WNI melakukan kawin campuran antar negara.
    Lewat penghapusan kata “asli” dalam amendemen UUD 1945, diharapkan putra-putri Indonesia yang berasal dari pernikahan campuran tidak tertolak menjadi seorang presiden di masa depan.
    “Sepanjang mereka adalah warga negara Indonesia sejak lahir dan tidak pernah meminta status kewarganegaraan lain, sebenarnya itu sudah memperkuat nilai-nilai ke-Indonesiaan dari seorang calon presiden,” kata Feri.
    Meski sudah lama diubah, narasi soal “orang Indonesia asli” sebagai syarat calon presiden dan wakil presiden juga sempat menjadi kontroversi.
    Pada 2016, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ingin kembali memasukkan kata “orang Indonesia asli” dalam Pasal 6 Ayat (1) UUD 1945 yang sudah diamandemen.
    PPP saat itu ingin butir pasal tersebut menjadi: “Calon presiden dan calon wakil presiden harus seorang warga negara Indonesia asli sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden.”
    Usulan tersebut menjadi salah satu poin rekomendasi resmi dalam Musyawarah Kerja Nasional I PPP pada masa itu, tetapi disambut oleh pro dan kontra.
    Wakil presiden ketika itu, Jusuf Kalla, menilai belum tentu seluruh partai akan menyetujui usulan PPP terkait syarat calon presiden dan wakil presiden harus Indonesia asli.
     
    “Namanya dalam demokrasi tentu boleh mengusulkan sesuai keyakinannya. Itu bukan mengamandemen sebenarnya, (tapi) kembali ke asal bunyi UUD 1945 yang asli itu begitu,” kata Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, 7 Oktober 2016.
    “Tetapi ini kan tentu tidak satu partai ini tidak, belum tentu yang lainnya juga setuju. Kita bicara dalam konteks demokrasi saja,” lanjut JK.
    Sejumlah politisi juga ada yang menilai bahwa usulan tersebut cenderung diskriminatif, bahkan perlu dikaji mendalam oleh semua fraksi yang ada di DPR RI.
    Misalnya, politikus PDI-P Hendrawan Supratikno menganggap semangat UUD 1945 harus melindungi, jangan sampai justru mendiskriminasi.
     
    “Kalau ada usulan amendemen UUD 1945 yang mengharuskan Presiden dan Wakil Presiden harus orang Indonesia asli yang maknanya pribumi itu malah tidak sesuai spirit UUD yang justru melindungi bukan mendiskriminasi. Itu tidak relevan namanya,” ujar Hendrawan pada Oktober 2016.
    Merespons isu yang sama, politikus Partai Kebangkitan Bangsa Daniel Johan menyatakan Indonesia telah memiliki Undang-Undang Kewarganegaraan yang telah mengatur pengertian orang Indonesia asli.
    Dalam aturan soal kewarganegaraan, tak disebutkan bila orang Indonesia asli berarti pribumi.
     
    “Kalau Presiden dan Wakil Presiden Indonesia harus pribumi, itu kemunduran. Kita sudah selesai dengan hal semacam itu di era reformasi, ini kok malah balik lagi ke masa lalu,” kata Daniel saat dihubungi, 4 Oktober 2016.
    Menurut Daniel, akan sulit untuk mengartikan orang Indonesia asli karena nenek moyang orang Indonesia sendiri tidak berasal dari dataran Indonesia, melainkan dari Indocina.
    “Kalau definisinya seperti itu berarti enggak ada yang orang Indonesia yang asli dong karena nenek moyangnya saja bukan dari dataran Indonesia, tapi dari Indocina,” ucapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pajak, Plat, dan Ekologi: Logika Eksternalitas di Balik Kebijakan Gubernur Bobby
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        7 Oktober 2025

    Pajak, Plat, dan Ekologi: Logika Eksternalitas di Balik Kebijakan Gubernur Bobby Regional 7 Oktober 2025

    Pajak, Plat, dan Ekologi: Logika Eksternalitas di Balik Kebijakan Gubernur Bobby
    Aktivis dan peneliti; Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, IPB University.
    SAYA
    lahir dan besar di Medan. Sejak kecil, jalan lintas Medan-Binjai-Langkat adalah pemandangan harian saya: berderet truk-truk besar, banyak di antaranya berplat BL dari Aceh.
    Setiap tahun, kondisi jalan itu kian memburuk, aspal mengelupas, lubang di mana-mana, dan debu makin tebal.
    Saya tidak menulis ini karena pro pada Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution. Saya menulis sebagai warga Sumut yang melihat ketimpangan logika fiskal di jalanan sendiri.
    Kendaraan yang menimbulkan kerusakan dan polusi di wilayah ini justru membayar pajaknya ke provinsi lain.
    Bagi saya, ini bukan soal plat atau sentimen daerah. Ini soal tanggung jawab eksternalitas. Setiap aktivitas ekonomi, terutama yang menggunakan infrastruktur publik dan menghasilkan dampak lingkungan, semestinya menyumbang kembali kepada wilayah yang menanggung akibatnya. Dalam hal ini, Sumatera Utara.
    Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) menegaskan bahwa kendaraan bermotor wajib didaftarkan di wilayah provinsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Sementara itu, Pasal 9 menjelaskan bahwa dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) mencakup faktor kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
     
    Ketentuan ini mengandung filosofi bahwa PKB bukan sekadar pajak atas kepemilikan, tetapi juga mekanisme fiskal untuk menginternalisasi dampak ekologis dari aktivitas transportasi.
    Lebih lanjut, Pasal 10 ayat (4) menegaskan bahwa kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan/atau alamat yang sama.
    Dengan demikian, lokasi pendaftaran dan pemungutan pajak ditentukan oleh alamat administratif pemilik kendaraan.
    Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memperkuat hubungan antara aspek fiskal dan lingkungan.
    Pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa dasar pengenaan PKB merupakan hasil perkalian antara nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
    Klausul ini menjadi bukti yuridis bahwa beban ekologis (kerusakan jalan dan polusi) sudah diinternalisasi dalam struktur pajak kendaraan itu sendiri.
    Artinya, PKB secara konseptual memang dirancang untuk menanggung sebagian dari eksternalitas negatif akibat aktivitas kendaraan di wilayah tertentu.
    Dengan pemahaman itu, bila kendaraan berplat Aceh (BL) terdaftar di Aceh, tetapi beroperasi di Sumatera Utara, maka pajaknya tetap disetor ke kas Pemerintah Provinsi Aceh.
    Sumatera Utara tidak memperoleh bagian dari PKB tersebut, meskipun jalan dan lingkungannya menanggung beban eksternalitas negatif berupa kerusakan, polusi, dan kemacetan.
    Dengan kata lain, Sumatera Utara hanya menerima dampak ekologis tanpa kompensasi fiskal.
    Saya menduga, inilah logika yang melandasi kebijakan Gubernur Bobby untuk menertibkan kendaraan plat luar daerah.
    Kebijakan ini bukan sekadar penegakan administrasi, melainkan bagian dari upaya menyeimbangkan antara kewajiban fiskal dan tanggung jawab ekologis atas aktivitas ekonomi lintas wilayah.
    Konsep eksternalitas pertama kali diperkenalkan oleh Arthur C. Pigou (1920) dalam
    The Economics of Welfare
    .
    Pigou menjelaskan bahwa setiap aktivitas ekonomi menimbulkan dampak sosial di luar harga pasar, baik berupa manfaat maupun kerugian.
    Untuk mengoreksinya, pemerintah perlu mengenakan pajak korektif (
    Pigouvian tax
    ) agar pelaku ekonomi menanggung biaya sosial yang ditimbulkannya.
    Pandangan ini diperkuat oleh Musgrave dan Musgrave (1989) yang menegaskan bahwa fungsi pajak publik adalah mengoreksi kegagalan pasar akibat eksternalitas.
    Joseph Stiglitz (2000) menambahkan bahwa eksternalitas negatif seperti polusi atau kerusakan jalan menuntut kebijakan fiskal yang mampu menginternalisasi biaya sosial, sehingga tidak dibebankan kepada masyarakat luas.
    Dalam konteks Indonesia, Fauzi (2006) menjelaskan bahwa eksternalitas merupakan dampak dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain tanpa mekanisme kompensasi.
    Eksternalitas negatif terjadi ketika aktivitas seseorang menimbulkan kerugian bagi pihak lain tanpa pembayaran balik, sehingga menimbulkan inefisiensi alokasi sumber daya.
    Bila teori tersebut diterapkan, maka kerusakan jalan dan pencemaran akibat kendaraan berat berplat BL di Sumatera Utara adalah bentuk nyata eksternalitas negatif.
    Biaya sosialnya ditanggung oleh masyarakat Sumut, sedangkan penerimaan pajaknya justru dinikmati oleh daerah lain.
    Inilah yang tampaknya menjadi dasar kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Penertiban kendaraan plat luar bukan tindakan emosional, melainkan upaya mengoreksi ketimpangan fiskal dan ekologis yang sudah lama terjadi.
    Tujuannya adalah menyamakan lokasi pemungutan pajak dengan lokasi timbulnya dampak, terutama bagi kendaraan yang beroperasi penuh di Sumut.
    Langkah ini juga tidak sepenuhnya represif. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memberikan insentif penghapusan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) bagi perusahaan yang bersedia memindahkan pendaftaran armadanya ke Sumut.
    Artinya, kebijakan ini bukan menambah pajak baru, melainkan menata ulang domisili fiskal agar sejalan dengan domisili aktivitas ekonomi.
    Kebijakan seperti ini bukan hal baru di Indonesia. Di Jawa Barat, Gubernur Dedi Mulyadi memberikan pembebasan PKB dan BBNKB bagi kendaraan mutasi dari luar daerah ke Jabar, agar pajak kendaraan yang beroperasi di wilayah Jabar masuk ke kas daerah.
    Di Banten, Gubernur Andra Soni menetapkan pembebasan pokok PKB bagi kendaraan mutasi dari luar provinsi, untuk mendorong armada operasional perusahaan di wilayahnya mengganti plat luar dan menyumbang PAD provinsi.
    Kedua contoh tersebut menunjukkan bahwa langkah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki preseden administratif di provinsi lain, meskipun dengan pendekatan berbeda.
    Di daerah lain berbasis insentif, sedangkan di Sumut dilakukan melalui penertiban dan imbauan tegas.
    Pada konteks ini, kebijakan tersebut juga berfungsi sebagai upaya mendorong, menertibkan, sekaligus menyadarkan para pengusaha asal Aceh yang beroperasi di Sumatera Utara agar menunaikan kompensasi fiskal atas biaya eksternalitas di wilayah operasinya.
    Prinsipnya sederhana: siapa pun yang memanfaatkan infrastruktur publik dan menimbulkan dampak sosial-ekologis di suatu wilayah, wajib berkontribusi pada pembiayaan publik di wilayah tersebut.
    Dari sisi teori eksternalitas, kebijakan ini merupakan bentuk internalisasi spasial, yaitu memastikan biaya sosial dibayar di tempat dampak muncul.
    Manfaatnya ada tiga: efisiensi fiskal, karena penerimaan daerah sejalan dengan beban publik yang ditanggung; keadilan ekologis, karena daerah yang menanggung kerusakan memperoleh kompensasi yang layak; dan disiplin pasar, karena pelaku usaha akan memperhitungkan biaya lingkungan dalam keputusan bisnisnya.
    Sebagai warga Medan, saya melihat kebijakan ini bukan sebagai konflik antarprovinsi, melainkan sebagai upaya memperbaiki tata kelola pajak daerah yang selama ini salah alamat.
    Jalan yang rusak tidak peduli plat mana yang melintas, tetapi rakyat yang melintas setiap hari menanggung akibatnya.
    Sumatera Utara membutuhkan keadilan fiskal. Dan keadilan itu bermula dari kesadaran sederhana: siapa pun yang memanfaatkan infrastruktur publik untuk kegiatan ekonominya, harus menanggung biaya sosial di tempat ia menimbulkan dampak.
    Jadi, ketika Gubernur Sumatera Utara menertibkan kendaraan plat luar, sesungguhnya ia sedang menyuarakan prinsip yang jauh lebih universal dari sekadar otonomi daerah, yaitu keadilan ekologis dalam perpajakan.
    Pajak seharusnya mengikuti dampak, bukan sekadar mengikuti alamat di STNK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anak Buah Cak Imin Sumringah Lihat Aksi SBY Tak Salami Kapolri Listyo Sigit: Sudah Wakili Rakyat

    Anak Buah Cak Imin Sumringah Lihat Aksi SBY Tak Salami Kapolri Listyo Sigit: Sudah Wakili Rakyat

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Umar Hasibuan, sumringah melihat momen mantan Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang tidak menyalami Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

    Seperti diketahui, momen itu terjadi di sela-sela acara peringatan HUT ke-80 TNI di Jakarta, kemarin.

    Dalam video yang beredar luas di media sosial, SBY terlihat menyalami sejumlah tokoh yang ada di barisan depan.

    “Terimakasih Pak SBY,” ujar Umar di X @UmarHasibuan__ (6/10/2025).

    Hanya saja, ayah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu melewati Kapolri Listyo Sigit tanpa berjabat tangan.

    “Sudah mewakili saya dan rakyat yang kesel sama Listyo Sigit,” ucap anak buah Muhaimin Iskandar alias Cak Imin ini.

    Momen itu pun langsung menuai beragam spekulasi dan komentar publik.

    “Semoga video ini benar adanya,” tandasnya.

    Sebelumnya diketahui, perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI) di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu (5/10/2025), tak hanya menampilkan kemegahan parade militer, tetapi juga menyisakan satu momen yang ramai dibicarakan publik.

    Sorotan itu tertuju pada sikap Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang tampak melewati Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit Prabowo, ketika sesi salaman di mimbar kehormatan.

    Dalam tayangan video yang diunggah melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, SBY terlihat menaiki mimbar tempat Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden, dan sejumlah pejabat tinggi negara telah berdiri menyambut.

  • 8
                    
                        Empat Titik Demo di Jakarta Hari Ini
                        Megapolitan

    8 Empat Titik Demo di Jakarta Hari Ini Megapolitan

    Empat Titik Demo di Jakarta Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Empat aksi demonstrasi berlangsung di wilayah Jakarta Pusat pada hari ini Senin (6/10/2025).
    Aparat kepolisian menyiagakan 2.013 personel gabungan untuk mengamankan demo tersebut.
    “Kuat pengamanan wilayah Jakarta Pusat sebanyak 2.013 personel,” ujar Kepala Seksi Humas Polres Metro Jakarta Pusat, Iptu Ruslan Basuki dalam keterangannya, Senin.
    Aksi pertama digelar oleh BEM Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia bersama sejumlah elemen masyarakat di Pospol Merdeka Barat, Gambir.
    Selanjutnya, Asosiasi Cendekia Muda Indonesia menggelar unjuk rasa di depan Badan Gizi Nasional, Jalan Kebon Sirih.
    Sementara BEM Fakultas Hukum dan Fakultas FISIP Universitas Ibnu Chaldun Jakarta melakukan aksi di depan kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh.
    Lalu massa BEM UI melaksanakan aksi bertajuk “Rapat Dengar Pendapat Warga (RDPW)” di depan gerbang DPR RI.
    Aksi tersebut dimulai sekitar pukul 13.00 WIB sebagai bentuk kritik terhadap kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang memasuki satu tahun masa jabatan.
    Wakil Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI 2025, Bima Surya, mengatakan aksi ini merupakan bentuk solidaritas terhadap aktivis dan massa aksi yang ditahan setelah demonstrasi pada Agustus–September lalu.
    “Salah satunya itu, selain poin utama aksi hari ini adalah bentuk solidaritas kepada massa aksi dan aktivis yang ditahan pasca gelombang demonstrasi Agustus–September,” kata Bima saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin.
    Bima menjelaskan, RDPW merupakan parodi dari rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang biasa dilakukan DPR RI.
    Namun, konsepnya dibuat lebih kreatif dengan menghadirkan panggung seni, teater sastra, bazar UMKM, lapak kutek, dan pojok baca buku.
    “Sebab itu juga nama aksinya Rapat Dengar Pendapat Warga (RDPW), pelesetan dari RDPU yang sering dilakukan DPR,” ujar Bima.
    Aksi ini turut diikuti sekitar 15 organisasi dan LSM yang tergabung dalam Koalisi Rapat Dengar Pendapat Warga, dengan undangan terbuka untuk berbagai BEM dan kelompok masyarakat lainnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Senin, layanan Samsat Keliling Jadetabek buka di 13 lokasi

    Senin, layanan Samsat Keliling Jadetabek buka di 13 lokasi

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menyediakan layanan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Keliling di 13 lokasi yang tersebar di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek) pada Senin.

    Samsat Keliling melayani pengesahan STNK setiap tahun, pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Santunan Wajib Dana Kecelakaan Lalu-lintas (SWDKLLJ).

    Berikut 14 lokasi layanan Samsat Keliling di Jadetabek, seperti dikutip dari akun X (dulu Twitter) resmi TMC Polda Metro Jaya @tmcpoldametro:

    1. Jakarta Pusat di halaman parkir Samsat Jakarta Pusat dan Lapangan Banteng pukul 08.00-14.00 WIB;

    2. Jakarta Utara di halaman parkir Samsat Jakarta Utara dan Itali Mall Artha Gading pukul 08.00-14.00 WIB;

    3. Jakarta Barat di Mal Citraland pukul 08.00-14.00 WIB;

    4. Jakarta Selatan di halaman parkir Samsat Jakarta Selatan pukul 08.00-15.00 WIB dan Pos Polisi Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata pukul 09.00-14.00 WIB;

    5. Jakarta Timur di halaman parkir Samsat Jakarta Timur dari jam 08.00-15.00 WIB, dan Pasar Induk Kramat Jati pukul 08.00-14.00 WIB;

    6. Kota Tangerang di Alun-alun Cibodas dan Parkiran Busway Foodmosehere 08.00-14.00 WIB;

    7. Serpong di halaman parkir Samsat Serpong pukul 08.00-15.00 WIB dan ITC BSD pukul 16.00-19.00 WIB;

    8. Ciledug di Kantor Kecamatan Pinang, dan Ruko Green Village dari jam 09.00 – 12.00 WIB;

    9. Ciputat di halaman parkir Samsat dan Kantor Kelurahan Pondok Betung pukul 09.00-12.00 WIB;

    10. Kelapa Dua di Halaman Gtown Square Gading pukul 08.00-14.00 WIB;

    11. Kabupaten Bekasi di Pasar Bersih Jababeka Cikarang, dari pukul 09.00-14.00 WIB;

    12. Depok di halaman parkir Samsat Depok pukul 08.00-14.00 WIB dan Kantor Kecamatan Bojong Gede 08.00-12.00 WIB;

    13. Cinere di halaman Kantor Kelurahan Pondok Petir 08.00-12.00 WIB.

    Samsat Keliling di Kota Bekasi untuk sementara waktu tidak tersedia pada Senin.

    Beberapa dokumen persyaratan yang harus dibawa masyarakat saat mengakses pelayanan di Samsat Keliling, yaitu KTP asli pemilik kendaraan, BPKB, dan STNK, masing-masing disertai fotokopi. Syarat lainnya, yakni pemohon tidak memiliki tunggakan PKB selama lebih dari satu tahun.

    Gerai Samsat Keliling hanya melayani pembayaran PKB tahunan, sementara untuk pembayaran pajak kendaraan lima tahunan dan ganti pelat nomor kendaraan pemohon dapat dilakukan di kantor Samsat terdekat.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.