partai: PKB

  • Serangan Balik Koalisi Pendukung Prabowo usai PDIP Kritik PPN 12%

    Serangan Balik Koalisi Pendukung Prabowo usai PDIP Kritik PPN 12%

    Bisnis.com, JAKARTA — Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyesalkan sikap PDI Perjuangan atau PDIP yang menolak kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%.

    PSI menjadi partai keempat yang menyerang balik PDIP. Sebelumnya ada Gerindra, PKB, dan Golkar yang telah melontarkan pernyataan dengan nada yang sama kepada partai berlambang banteng tersebut.  

    Juru Bicara PSI, I Putu Yoga Saputra menilai bahwa partai yang dinahkodai Megawati Soekarnoputri itu bak pahlawan kesiangan, padahal sempat terlibat dalam panitia kerja (panja) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).  Bahkan, Ketua Panja UU HPP berasal dari PDIP.

    “Kami sangat menyesalkan sikap PDIP. Lihat jejak digital, PDIP menjadi pengusul dan terlibat dalam panja UU HPP. Bahkan Ketua Panja dari PDIP. Kalau sekarang mereka menolak, apa namanya? Ya, pahlawan kesiangan,”  katanya lewat rilisnya, Senin (23/12/2024).

    Menurutnya, PPN 12% itu sudah menjadi amanat UU yang apabila tidak dijalankan, justru melanggar hukum dan mengundang risiko sosial.

    “Kenaikan itu bermanfaat dalam jangka panjang terkait peningkatan penerimaan negara untuk membiayai sejumlah hal, termasuk program kesejahteraan sosial. Ujung-ujungnya akan kembali ke rakyat,” ujar Yoga.

    Satu hal lain, Fraksi PDIP adalah fraksi terbesar di DPR RI. Mereka sangat bisa mengarahkan pembahasan sebuah UU. “Kalau mereka tidak ada di parlemen atau fraksi kecil, okelah. PDIP itu fraksi terbesar di DPR. Tidak ada catatan sama sekali mereka menolak saat pembahasan,” pungkas Yoga.

    Gerindra Minta PDIP Oposisi 

    Sementara itu, Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan bahkan menyarankan agar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) segera menyatakan diri sebagai oposisi. 

    Sebelum Hergun, politikus Gerindra lainnya yakni Wihadi Wiyanto dan Bahtra Banong juga mengungkapkan hal yang sama. Mereka mempertanyakan sikap PDIP yang berubah menetang tarif PPN 12%..

    Adapun Heru Gunawan menuding bahwa banyak politisi PDIP mengunakan isu PPN untuk menyampaikan kritik kepada pemerintahan Prabowo Subianto atas rencana kenaikan PPN 12% atas barang tertentu.

    Dia menyebut Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang juga menjabat sebagai Ketua DPR RI menyatakan, kenaikan PPN 12% dapat memperburuk kondisi kelas menengah dan pelaku usaha kecil.

    Termasuk, mantan calon presiden yang diusung PDIP yang juga Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo menyatakan, kebijakan tersebut bisa membuat ngilu kehidupan rakyat.  

    “Menurutnya, PDIP tidak perlu bermain drama dengan berpura-pura membela rakyat kecil. Semua tahu, bahwa kenaikan PPN 12% merupakan tanggung jawab PDIP yang kala itu menjadi pimpinan pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP),” tuturnya lewat rilisnya, Minggu (22/12/2024).

    Politisi yang biasa disapa Hergun itu menyatakan, dasar kenaikan PPN adalah Pasal 7 Ayat (1) UU HPP yang menyatakan tarif PPN sebesar 11% berlaku 1 April 2022 dan tarif 12% berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

    Dia menilai bahwa berdasarkan ketentuan UU HPP, kenaikan tarif PPN dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama sudah dilakukan pada 2022.

    “Waktu itu PDIP paling bersemangat menyampaikan kenaikan PPN dan bahkan mau pasang badan. Sehingga aneh menjelang pemberlakukan tahap kedua, PDIP berpaling muka dan mengkritik dengan keras,” katanya.

    Lebih lanjut, mantan anggota Panja UU HPP itu, menjelaskan bahwa pembahasan tingkat I UU HPP dilakukan di Komisi XI DPR. Waktu itu yang menjabat sebagai Ketua Panja adalah kader PDIP Dolfi OFP.

    Selain itu, sebagai partai terbesar di DPR, PDIP juga mengirim anggotanya paling banyak di Panja. “Pembahasan di tingkat I terbilang lancar. Hampir semua fraksi menyatakan persetujuannya terhadap UU HPP. Lalu, pembahasan dilanjutkan pada tingkat II yaitu di Rapat Paripurna DPR RI. Konfigurasinya tidak berbeda. Perlu diketahui, waktu itu Ketua DPR juga dijabat oleh kader PDIP Puan Maharani,” jelasnya.

    Hergun menyatakan, pembentukan UU HPP sejatinya bertujuan memperkuat fondasi fiskal dan meningkatkan tax ratio Indonesia. Sebagaimana diketahui, tax ratio Indonesia tercatat masih lebih rendah dibanding negara-negara lain.

    “Pada 2021 tax ratio Indonesia tercatat sebesar 10,9%. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata 36 negara Asia Pasifik yang sebesar 19,3%. Tax ratio Indonesia juga tercatat lebih rendah 22 poin persen dibanding negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dengan rata-rata 34%,” jelasnya.

    Jawaban PDIP

    Wakil Ketua Komisi XI DPR RI sekaligus anggota Banggar DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Dolfie Othniel Frederic Palit, menjawab tudingan politikus Gerindra tentang protes kenaikan tarif PPN menjadi 12%. 

    Dolfie bahkan menegaskan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) disetujui oe 8 fraksi di parlemen dalam paripurna 7 Oktober 2021 lalu.

    Adapun, kedelapan fraksi tersebut adalah Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi NasDem, Fraksi PKB, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP menyetujui UU HPP. Dia menyebut hanya Fraksi PKS tidak menyetujui itu.

    “Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP. Selanjutnya RUU HPP dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR RI [Komisi XI]. Disahkan dalam Paripurna tanggal 7 Oktober 2021,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, pada Minggu (22/12/2024).

    Adapun dalam amanat UU HPP, lanjut Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU HPP pada kala itu, bahwa tarif PPN mulai 2025 adalah 12%, yang sebelumnya adalah 11%.

    Dia menjelaskan, dalam UU itu, pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif dalam rentang 5% hingga 15% dan bisa menurunkan ataupun menaikkan. Sesuai dengan Pasal 7 Ayat (3) UU HPP, tambahnya, pemerintah dapat mengubah tarif PPN sesuai dengan persetujuan DPR.

    “Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa kenaikan atau penurunan tarif PPN sangat bergantung pada kondisi perekonomian nasional. Oleh karena itu, pemerintah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN [naik atau turun],” jelasnya.

    Kendati demikian, Politikus PDIP ini menyebut jika Pemerintahan Prabowo Subianto tetap menggunakan tarif PPN 12%, ada enam hal yang perlu menjadi perhatian saat membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

    “Kinerja ekonomi nasional yang semakin membaik, pertumbuhan ekonomi berkualitas, penciptaan lapangan kerja, penghasilan masyarakat meningkat, pelayanan publik yang semakin baik, efisiensi dan efektivitas belanja negara,” pungkasnya.

  • Ekonomi Tahun Depan Masih Berat, Ini Gara-garanya

    Ekonomi Tahun Depan Masih Berat, Ini Gara-garanya

    Jakarta: Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta memprediksi perlambatan ekonomi khususnya di Jakarta masih terjadi pada tahun depan, diantaranya sebagai akibat ketidakstabilan geopolitik dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
     
    “Diprediksi masih terjadi perlambatan ekonomi sebagai akibat dari ketidakstabilan geopolitik, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, penegakan hukum yang belum tegas, penindakan terhadap segala bentuk penyelundupan, dan lainnya,” kata Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Diana Dewi saat dihubungi di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Senin, 23 Desember 2024.
     
    Semua itu, sambung Diana, akan memperberat pertumbuhan perekonomian. Dia lalu berpendapat kondisi geopolitik tak menentu dan fluktuasi ekonomi juga membuat para pelaku usaha meninjau perjalanan bisnis mereka pada akhir 2024.
     
    Selain itu, ada berbagai kebijakan pemerintah yang juga mengharuskan mereka meninjau kembali bisnis dan fokus kembali pada transformasi bisnis mereka.
     
    Berbagai kebijakan ini antara lain kenaikan pajak pertambahan pertambahan nilai (PPN) 12 persen, rencana pungutan tambahan pajak (opsen) pajak kendaraan bermotor, tabungan perumahan rakyat, hingga kenaikan upah minimum provinsi (UMP) Jakarta sebesar 6,5 persen.
     

     

    Pelaku usaha butuh insentif
     
    Oleh karena itu, Kadin DKI, sambung dia, mengusulkan pemerintah memberikan insentif atau stimulus pada pelaku usaha misalnya keringanan pajak atau pembayaran pinjaman di bank.
     
    “Sebab bila tidak (ada insentif atau stimulus), tentu kondisi ini membutuhkan extra effort (upaya ekstra) agar pelaku usaha dapat menjalankan bisnis secara stabil. Para pengusaha akan melakukan refocusing (fokus kembali),” kata Diana.
     
    Adapun berbagai kebijakan yang pemerintah terapkan berlaku tahun depan antara lain menaikkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025, lalu opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sebesar 66 persen yang dihitung dari besaran pajak terutang.
     
    Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan UMP 2025 naik 6,5 persen dibandingkan tahun lalu, dari semula Rp5.067.381, menjadi Rp5.396.760.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Dulu Ikut Menyetujui saat Pengesahan

    Dulu Ikut Menyetujui saat Pengesahan

    loading…

    Wakil Ketua Umum DPP PKB Faisol Riza meminta masyarakat untuk melakukan judicial review terkait dengan PPN12%. Foto/SINDOnews

    JAKARTA – Kenaikan PPN 12% menuai pro kontra di masyarakat. Sikap pemerintah yang tetap memberlakukan PPN 12% ditentang sejumlah pihak, termasuk tokoh-tokoh dari PDI Perjuangan (PDIP).

    Padahal pemberlakukan PPN 12% merupakan mandat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UUHPP) yang sudah disahkan oleh DPR periode lalu dan diteken pemberlakuannya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Oktober 2021.

    “Kalau memang keberatan dengan pemberlakuan PPN 12% sesuai dengan UU HPP, masyarakat sebaiknya menguji melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. PDIP kan ikut menyetujui saat pengesahan, silakan teman-teman PDIP berargumentasi kembali dalam sidang JR di MK kenapa dulu menyetujui lalu sekarang menolak,” kata Wakil Ketua Umum DPP PKB Faisol Riza, Senin (23/12/2024).

    Riza menyarankan agar pemerintah sebaiknya diberi kesempatan untuk menjalankan undang-undang demi menjaga kebijakan fiskal nasional dan keberlangsungan berbagai jenis subsidi untuk rakyat.

    “Berilah kesempatan pemerintah untuk menjalankannya. Toh, kalau pajak kembalinya juga tetap kepada rakyat melalui belanja pemerintah seperti bansos atau subsidi listrik, elpiji dan BBM. Masa PDIP sekarang lebih setuju pencabutan subsidi untuk rakyat?” jelas Riza.

    Riza menjelaskan, pajak adalah bentuk nyata eksistensi sebuah negara dan bangsa. Aturan dibuat untuk digunakan bagi kepentingan bersama. Semakin maju negara, biasanya rasio pajak akan semakin besar. Negara yang besar membutuhkan pajak besar untuk membiayai pembangunan.

    “Indonesia saat ini sudah menjadi anggota G20 dan G8, karena tergolong sebagai negara besar. Maka wajar jika pendapatan negara dituntut semakin besar dari sektor pajak,” ujarnya.

    Karena itu, Riza kembali mengajak semua pihak untuk memberi kesempatan kepada pemerintahan Prabowo guna menyukseskan program-program untuk kesejahteraan rakyat.

    “Kalau kita tidak menambah pajak dari mana kita akan membiayai gaji guru, sertifikasi guru, pembangunan gedung sekolah, 3 juta rumah untuk rakyat, makan bergizi gratis, dan lainnya. Pajak adalah sarana kita untuk membangun. Kalau tidak nambah PPN, kita pasti sudah memangkas subsidi bahkan bisa mencabut banyak jenis subsidi,” ujar aktivis 98 ini.

    Meski demikian, Riza juga menyampaikan perlunya pengawasan terhadap pelaksanaan belanja pemerintah. “Sekali lagi, berikan kesempatan kepada pemerintah menjalankan UU menyangkut PPN 12%. Kita awasi pelaksanaannya agar tidak disalahgunakan atau terjadi kebocoran. Setelah itu kita evaluasi bersama pelaksanaannya,” tambah Riza.

    (cip)

  • Pemutihan Denda Pajak di Jakarta Masih Ada, Sebentar Lagi Berakhir!

    Pemutihan Denda Pajak di Jakarta Masih Ada, Sebentar Lagi Berakhir!

    Jakarta

    Pemutihan denda pajak kendaraan di Jakarta masih ada. Program pemutihan ini berakhir pada 31 Desember 2024.

    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menggelar pemutihan pajak kendaraan dan bea balik nama kendaraan baru. Langkah ini dilakukan untuk mendorong kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakan dan mempercepat target penerimaan pajak.

    Pemutihan tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor e-0098 Tahun 2024 Tentang Penghapusan Sanksi Administrasi Secara Jabatan Untuk Jenis Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Penyerahan Pertama.

    Pemutihan Denda Pajak Kendaraan di Jakarta

    Adapun Penghapusan Sanksi Administrasi Secara Jabatan Untuk Jenis Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Penyerahan Pertama, diantaranya adalah:

    1. Memberikan penghapusan sanksi administrasi secara jabatan untuk jenis Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Penyerahan Pertama.

    2. Penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud, diberikan terhadap sanksi administrasi berupa bunga yang timbul akibat keterlambatan pembayaran pajak terutang dan/atau denda yang timbul akibat keterlambatan pendaftaran dengan cara melakukan penyesuaian pada sistem informasi manajemen pajak daerah tanpa melalui mekanisme permohonan wajib pajak.

    3. Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU dan diktum KEDUA, diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pokok pajak periode 2 Desember sampai dengan tanggal 31 Desember 2024

    Pemerintah DKI Jakarta mengajak seluruh pemilik kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta untuk memanfaatkan kebijakan ini. Dengan melunasi PKB dan BBNKB sebelum akhir tahun, warga tidak hanya memenuhi kewajiban pajaknya tetapi juga turut berkontribusi dalam pembangunan kota Jakarta.

    Kantor Samsat Buka Hari Sabtu

    Untuk mendukung kebijakan ini perlu diketahui pula bahwa sampai dengan akhir tahun 2024, layanan Samsat DKI Jakarta tetap buka di hari Sabtu. Tambahan hari Layanan ini tersedia di seluruh Kantor Samsat Induk DKI Jakarta, dimulai sejak 26 Oktober 2024 hingga 28 Desember 2024 dengan jam operasional pukul 08.00 hingga 12.00.

    (dry/din)

  • PDIP: Kami Minta Kaji Ulang Penerapan PPN 12 Persen, Bukan Menyalahkan Prabowo

    PDIP: Kami Minta Kaji Ulang Penerapan PPN 12 Persen, Bukan Menyalahkan Prabowo

    PDIP: Kami Minta Kaji Ulang Penerapan PPN 12 Persen, Bukan Menyalahkan Prabowo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua DPP
    PDIP
    Deddy Sitorus menegaskan bahwa partainya tidak menolak penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang menjadi amanah Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
    Fraksi PDI-P, kata Deddy, hanya meminta pemerintah mengkaji ulang pemberlakuan kebijakan itu dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini.
    “Kita minta mengkaji ulang, apakah tahun depan itu sudah pantas kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Kita minta itu mengkaji,” ujar Deddy dalam keterangan tertulis yang diterima
    Kompas.com
    , dikutip Senin (23/12/2024).
    Deddy mengeklaim bahwa PDIP tidak bermaksud menyalahkan Presiden
    Prabowo
    Subianto soal rencana penerapan kebijakan tersebut mulai Januari 2025.
    Dia beralasan bahwa partainya justru tidak ingin ada persoalan baru yang muncul di awal pemerintahan Prabowo imbas kenaikan
    PPN 12 persen
    tersebut.
    “Jadi itu bukan bermaksud menyalahkan Pak Prabowo tetapi minta supaya dikaji dengan baik, apakah betul-betul itu menjadi jawaban dan tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru,” kata Deddy.
    “Tapi kalau pemerintah percaya diri itu tidak akan menyengsarakan rakyat, silahkan terus. Kan tugas kita untuk melihat bagaimana kondisi,” pungkasnya.
    Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengaku heran dengan respons kritis PDI-P terhadap kenaikan PPN menjadi 12 persen.
    Rahayu mengungkit bahwa ketika rancangan beleid itu dibahas di DPR, PDI-P adalah fraksi yang mendapatkan jatah kursi ketua panitia kerja (panja) melalui kadernya, Dolfie Othniel Frederic Palit.
    “Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDI-P berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12 persen,” kata Rahayu dalam pesan singkatnya kepada
    Kompas.com
    , Sabtu (21/12/2024) malam.
    Ia juga menyampaikan, banyak dari anggota partainya yang saat itu hanya bisa senyum dan geleng-geleng tertawa mendengar respons kritis PDIP itu.
    “Dalam hati, hebat kali memang kawan ini bikin kontennya,” ucap perempuan yang akrab disapa Sara itu.
    “Padahal mereka saat itu Ketua Panja RUU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen ini. Kalau menolak, ya kenapa tidak waktu mereka ketua panjanya?” sambungnya.
    Adapun sistematika UU HPP terdiri dari 9 bab dan 19 pasal. UU ini telah mengubah beberapa ketentuan di UU lainnya, di antaranya UU KUP, UU Pajak Penghasilan, UU PPN, UU Cukai, dan UU Cipta Kerja.
    Dolfie berujar ketika itu, pembahasan RUU HPP didasarkan pada surat presiden serta surat keputusan pimpinan DPR RI tanggal 22 Juni 2021 yang memutuskan bahwa pembahasan RUU KUP dilakukan oleh Komisi XI bersama pemerintah.
    Fraksi yang menyetujui adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP, sedangkan satu fraksi yang menolak adalah PKS. Dalam paparan Dolfie, PKS menolak RUU HPP karena tidak sepakat rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen.
    Menurutnya, kenaikan tarif akan kontra produktif dengan proses pemulihan ekonomi nasional. PKS juga menolak pengungkapan sukarela harta wajib pajak (WP) alias tax amnesty. Pada pelaksanaan tax amnesty tahun 2016, PKS juga menolak program tersebut.
    “Sementara fraksi PDIP menyetujui karena RUU memperhatikan aspirasi pelaku UMKM dengan tetap berkomitmen bahwa bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat, jasa pendidikan, jasa kesehatan, transportasi darat, keuangan, dibebaskan dari pengenaan PPN,” ucap Dolfie.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jazilul PKB Anggap Polemik Kenaikan PPN 12% Hal Wajar

    Jazilul PKB Anggap Polemik Kenaikan PPN 12% Hal Wajar

    loading…

    Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR Jazilul Fawaid menilai wajar terjadi polemik terkait penolakan terhadap kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 %. Foto/Dok SINDOnews

    JAKARTA – Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR Jazilul Fawaid menilai wajar terjadi polemik terkait penolakan terhadap kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) menjadi 12 %. Namun, ia menilai, sedianya polemik itu tak perlu muncul lantaran sebagian fraksi di DPR telah setuju pengesahan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang menjadi dasar kenaikan PPN tersebut.

    “Kami menganggap wajar polemik kenaikan PPN 12%, meskipun mestinya sudah tidak diperlukan lagi sebab hampir semua partai di DPR pada tahun 2021 telah menyetujui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kenaikan PPN 12% bagian dari pelaksanaan UU HPP,” ujar Jazilul dalam keterangan tertulis yang dikutip, Senin (23/12/2024).

    Kendati demikian, Gus Jazil sapaan akrabnya meminta pemerintah untuk menjalankan UU HPP secara bijaksana. Ia meminta agar pemerintah mengantisipasi dampak yang akan ditimbulkan akibat dari kenaikan PPN menjadi 12%.

    “Fraksi PKB menyetujui kenaikan PPN 12% dengan harapan pemerintah tetap melakukan skema kebijakan ekonomi lainnya yang dapat mengurangi tekanan kenaikan harga dan daya beli masyarakat,” urainya.

    Wakil Ketua Badan Anggaran DPR ini khawatir akan timbul dampak lesunya daya beli masyarakat bila kenaikan PPN 12% tidak disertai kebijakan ekonomi lainnya.

    ”Hemat saya dalam melaksanakan kebijakan kenaikan PPN 12% diperlukan keberanian pemerintah dan dukungan sektor usaha agar tidak muncul gejolak ekonomi di tengah masyarakat, misal PPN 12% untuk tahap awal dikenakan pada barang barang mewah,” kata Gus Jazil.

  • Samsat keliling buka di 14 wilayah Jadetabek pada Senin

    Samsat keliling buka di 14 wilayah Jadetabek pada Senin

    pastikan membawa KTP, BPKB,  STNK asli yang masing-masing disertai fotokopi

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya menyediakan layanan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Keliling untuk memudahkan pemilik kendaraan membayar pajak di 14 wilayah di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek) pada Senin.

    Melalui akun X resmi TMC Polda Metro Jaya,14 wilayah itu meliputi:

    Jakarta Pusat di halaman parkir Samsat dan Lapangan Banteng pukul 08.00-14.00 WIB; Jakarta Utara di halaman parkir Samsat dan Masjid AL-Musyawarah Kelapa Gading pukul 08.00-14.00 WIB; Jakarta Barat di Mall Citraland pukul 08.00-14.00 WIB; Jakarta Selatan di halaman parkir Samsat pukul 08.00-14.00 WIB dan TMP Kalibata pukul 09.00-14.00 WIB; Jakarta Timur di halaman parkir Samsat pukul 08.00-15.00 WIB dan Pasar Kramat Jati pukul 08.00-14.00 WIB; Kota Tangerang di pangkalan busway Foodmossphere dan Perumnas 2 Cibodas pukul 08.00-14.00 WIB; Serpong di halaman parkir Samsat Serpong pukul 08.00-14.00 WIB dan Mal ITC BSD Serpong pukul 16.00-19.00 WIB; Ciledug di halaman Kantor Kecamatan Pinang dan Rukan Fresh Market Green Lake City Cipondoh pukul 09.00-12.00 WIB; Ciputat di Kantor Kelurahan Pondok Betung dan Pasar Gintung Ciputat Timur pukul 09.00-12.00 WIB; Kelapa Dua di Pasar Modern Intermoda Cisauk dan Hall G Town Square pukul 08.00-14.00 WIB; Kota Bekasi di halaman parkir Samsat pukul 08.00-12.00 WIB; Kabupaten Bekasi di Pasar Bersih Jababeka pukul 09.00-12.00 WIB; Depok di halaman parkir Samsat pukul 08.00-14.00 WIB dan Lapangan Bola Cipayung pukul 08.00-12.00 WIB; Cinere di halaman parkir Samsat pukul 08.00-12.00 WIB.

    Terdapat sejumlah persyaratan yang harus diperhatikan sebelum membayar pajak kendaraan, yakni pastikan membawa KTP, BPKB, STNK asli yang masing-masing disertai fotokopi.

    Gerai Samsat Keliling hanya melayani pembayaran PKB tahunan, sedangkan untuk perpanjangan STNK (lima tahunan) dan ganti pelat nomor kendaraan harus mendatangi kantor samsat terdekat.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024

  • Asal Usul Kenaikan PPN 12 Persen: Diusulkan Jokowi, Disetujui DPR, Kini Ditolak Banyak Pihak

    Asal Usul Kenaikan PPN 12 Persen: Diusulkan Jokowi, Disetujui DPR, Kini Ditolak Banyak Pihak

    Asal Usul Kenaikan PPN 12 Persen: Diusulkan Jokowi, Disetujui DPR, Kini Ditolak Banyak Pihak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025, mendapat penolakan luas dari masyarakat.
    Tak hanya lewat petisi di media sosial, sejumlah elemen masyarakat pun turun ke jalan menyuarakan penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan pungutan pajak ini.
    Di tataran elite partai politik, PDI Perjuangan menjadi parpol yang paling keras menolak rencana kenaikan tersebut.
    Meskipun, fraksi partai ini juga yang menjadi pimpinan panitia kerja (panja), ketika Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang menjadi dasar kenaikan PPN tersebut, dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
    Ketua DPP PDI-P sekaligus Ketua DPR RI, Puan Maharani, misalnya, menilai kenaikan PPN akan memperburuk situasi ekonomi, terutama masyarakat kelas menengah dan pelaku usaha kecil.
    “Kita harus memahami kondisi rakyat, jangan sampai dengan kenaikan PPN ini malah membuat perekonomian rakyat semakin sulit,” ujar Puan dalam keterangannya, Rabu (18/12/2024).
    “Pemerintah harus menyiapkan langkah antisipatif, termasuk stimulus ekonomi yang benar-benar efektif, agar kenaikan PPN ini tidak menambah beban bagi rakyat kecil,” ujarnya.
    Ia mengatakan, kondisi perekonomian masyarakat saat ini sudah cukup tertekan. Hal ini yang kemudian membuat tidak sedikit dari mereka yang justru terjebak pinjaman online (pinjol) demi memenuhi kebutuhannya.
    “Dengan dinamika ekonomi yang ada saat ini, banyak masyarakat yang sudah tertekan. Tak sedikit yang lalu akhirnya terjerumus pada pinjaman online (pinjol) dengan bunga tak masuk akal. Kita berharap tak ada lagi tambahan tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat,” ungkap Puan.
    Sementara itu, Ketua DPP PDI-P Ganjar Pranowo mengatakan, kenaikan PPN memang memiliki tujuan yang baik untuk memenuhi pemasukan negara dan menutup defisit. Namun, penerapannya dilaksanakan pada waktu yang kurang tepat.
    “Kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen ini bisa membuat ngilu sedikit kehidupan rakyat. Dengan angka ini, Indonesia menjadi negara dengan PPN tertinggi di ASEAN bersama Filipina,” kata Ganjar dalam unggahan video di akun Instagram pribadinya @ganjar_pranowo, Kamis (19/12/2024), melansir
    Kompas.tv
    .
    Ia khawatir, menaikkan PPN pada saat ini justru akan memunculkan efek samping yang tidak diinginkan, seperti menurunnya daya beli masyarakat dan kepercayaan terhadap pemerintah.
    “Saya khawatir kenaikan
    PPN 12 persen
    yang dimaksudkan sebagai obat justru menyebabkan sejumlah komplikasi. Jika kita membiarkan ini terjadi, maka kita bukan saja kehilangan pekerjaan, tetapi juga kepercayaan. Kepercayaan rakyat kepada negara bahwa negara hadir melindungi mereka,” kata Ganjar.
    Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai
    Gerindra
    , Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengaku heran dengan respons kritis PDI-P atas rencana kenaikan ini. 
    Ia pun mengungkit bahwa pembahasan RUU HPP pada tiga tahun lalu, justru dikomandoi oleh Fraksi PDI-P. Saat itu, kader PDI-P, Dolfie Othniel Frederic Palit, ditunjuk menjadi ketua panjanya.
    “Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDI-P berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12 persen,” kata Rahayu dalam pesan singkatnya kepada
    Kompas.com
    , Sabtu (21/12/2024) malam.
    Kemenakan Presiden RI Prabowo Subianto itu bilang, banyak anggota partainya yang hanya bisa senyum dan geleng-geleng tertawa mendengar respons kritis
    PDIP
    .
    “Dalam hati, hebat kali memang kawan ini bikin kontennya,” lanjut dia.
    “Padahal mereka saat itu Ketua Panja RUU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen ini. Kalau menolak ya kenapa tidak waktu mereka ketua panjanya?” tambah Saras.
    Dihubungi terpisah, Dolfie berdalih bahwa pembahasan revisi UU HPP merupakan usul inisiatif pemerintahan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. 
    “UU HPP merupakan UU inisiatif pemerintahan Jokowi yang disampaikan ke DPR pada 5 Mei 2021,” kata Dolfie kepada Kompas.com, Minggu (22/12/2024).
    “Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP,” sambungnya.
    Sebagai informasi, hubungan Jokowi saat itu masih menyandang status kader PDI-P. Namun, baru-baru ini Jokowi dan keluarganya dipecat dari partai karena dianggap melakukan pelanggaran berat.
    Dari laporan Dolfie, pembahasan revisi UU tersebut terbilang cepat, yaitu hanya berlangsung selama lima bulan hingga disahkan pada 7 Oktober 2021.
    Diketahui, Jokowi mengirim Jokowi mengirimkan surat presiden bernomor R-21/Pres/05/2021 pada 5 Mei 2021. Surat itu kemudian ditindaklanjuti oleh pimpinan DPR RI dengan menerbitkan surat nomor PW/08529/DPR RI/VI/2021 tanggal 22 Juni 2021.
    Saat itu, UU HPP masih menggunakan nomenklatur Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Sebab, UU HPP merupakan revisi kelima dari UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP.
    Pada 28 Juni 2021, Komisi XI memulai pembahasan Revisi UU KUP bersama Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM dengan agenda membentuk panitia kerja (panja).
    Setelahnya, Komisi XI DPR RI melanjutkan pendalaman, perumusan, dan sinkronisasi terkaiu RUU itu. Dolfie mengeklaim DPR juga sudah melakukan rapat dengar pendapat dari akademisi, praktisi, pakar, maupun pengamat.
    “Lembaga yang dilibatkan dalam penggalian informasi dan keilmuan melalui rapat dengar pendapat ini di antaranya KADIN, HIPMI, APRINDO, Asosiasi Ekspor Impor, Asosiasi Pendidikan, Asosiasi Keagamaan, dan Asosiasi Kesehatan, HIMBARA, Perbanas, Asbisindo, Asosiasi BPR, Asosiasi Buruh, YLKI, HKTI, dan Asosiasi Pedagang Pasar,” tulis laporan yang dibacakan Dolfie.
    Dari berbagai rapat itu, disepakati perubahan nomenklatur menjadi Harmonisasi Peraturan Perpajakan serta memuat aturan yang membuat
    PPN naik
    12 persen di tahun 2025.
    Pada 29 September 2021, ditetapkan bahwa RUU HPP akan dibawa ke rapat paripurna untuk diketok menjadi undang-undang.
    Tercatat sebanyak delapan dari sembilan fraksi di DPR setuju dengan revisi UU HPP yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, PPP. Hanya PKS yang menolak revisi tersebut.
    RUU HPP pun resmi ditetapkan DPR menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna pada 7 Oktober 2021. Rapat saat itu dihadiri 120 anggota dan 327 anggota secara virtual.
    “Kepada seluruh anggota dewan, apakah RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?,” tanya Pimpinan Sidang dan Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar dalam Sidang Paripurna pada 7 Oktober 2021, disambut ucapan setuju para anggota DPR.
    Adapun UU HPP mengubah dan menambah regulasi terkait perpajakan. Beberapa di antaranya yakni mengubah UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), UU Pajak Penghasilan (UU PPh).
    Kemudian, mengubah UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN).
    Lalu, mengatur program pengungkapan sukarela Wajib Pajak, mengatur pajak karbon, dan mengubah UU terkait cukai.
    Tujuan pembentukan UU ini diklaim untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi, mengoptimalkan penerimaan negara.
    Selanjutnya diklaim akan mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum, mereformasi administrasi, konsolidasi perpajakan, perluasan basis perpajakan, dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
    Berdasarkan UU HPP, kenaikan tarif PPN diatur dalam Pasal 7 yang menyebut PPN sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
    Dalam UU HPP Pasal 4A, barang yang tidak terkena pajak meliputi makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, uang, emas batangan, hingga barang kebutuhan pokok. Sejumlah jasa juga dibebaskan dari PPN 12 persen yaitu jasa keagamaan, kesenian dan hiburan, perhotelan, penyediaan tempat parkir, katering, keuangan, hingga pendidikan.
    Sejumlah jasa juga dibebaskan dari PPN 12 persen yaitu jasa keagamaan, kesenian dan hiburan, perhotelan, penyediaan tempat parkir, katering, keuangan, hingga pendidikan.
    Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah akan menerapkan kenaikan tarif PPN 12 persen khusus untuk barang dan jasa mewah.
    Menurutnya, barang dan jasa mewah ini dikonsumsi oleh penduduk terkaya dengan pengeluaran menengah ke atas yang masuk dalam kategori desil 9-10 .
    “Kita akan menyisir untuk kelompok harga barang dan jasa yang masuk kategori barang dan jasa premium tersebut,” terangnya dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).
    Barang dan jasa mewah yang akan dikenai PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025 adalah Rumah Sakit kelas VIP atau pelayanan kesehatan premium lainnya; Pendidikan standar internasional berbayar mahal atau pelayanan pendidikan premium lainnya; Listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3600-6600 VA.
    Kemudian, beras premium; buah-buahan premium; ikan premium, seperti salmon dan tuna udang dan crustasea premium seperti king crab; daging premium, seperti wagyu atau kobe yang harganya jutaan.
    Sedangkan barang yang tidak kena PPN 12 persen yaitu beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng/ikan bolu, ikan cakalang/ikan sisik, ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tongkol/ikan ambu-ambu, ikan tuna, telur ayam ras, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, serta gula pasir.
    Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen pun menuai kontra dari masyarakat.
    Kebijakan ini diprediksi akan memicu lonjakan harga barang dan jasa, yang berpotensi mengubah pola konsumsi masyarakat. Banyak yang khawatir bahwa PPN yang lebih tinggi akan memberikan efek domino yang merugikan.
    Sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi tolak kenaikan PPN 12 persen di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024). Inisiator gerakan Bareng Warga, Rasyid Azhari menilai, kenaikan PPN 12 persen akan berdampak luas pada perekonomian masyarakat.
    Menurutnya, alasan pemerintah mengatakan bahwa kenaikan PPN 12 persen hanya dikenakan untuk barang mewah merupakan sebuah cara untuk meredam isu ini.
    “Harus dibatalkan karena dampaknya sangat luas. Harusnya didengarkan ya, itu doang harapannya,” katanya.
    Warganet di media sosial juga ramai-ramai menandatangai petisi penolakan kenaikan PPN menjadi 12 persen yang akan berlaku tahun depan.
    Penandatanganan petisi penolakan kenaikan PPN 12 persen tersebut dibuka seiring digelarnya demonstrasi tolak kenaikan PPN tersebut. Petisi dibuat oleh akun dengan nama “Bareng Warga” dengan judul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!”.
    Petisi Penolakan Kenaikan PPN 12 persen itu telah diserahkan ke Kantor Kementrian Sekretaris Negara (Kemensesneg) oleh perwakilan aksi massa di Jakarta Pusat, saat aksi demontrasi berlangsung.
    Berdasarkan pantauan Kompas.com, hingga Kamis pukul 20.00 WIB, petisi penolakan kenaikan PPN 12 persen tersebut telah ditandatangani lebih dari 132.703 ribu dari target 150.000 orang.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Soal Gelar Pahlawan, Yenny Wahid: Buat Gus Dur Mungkin Tidak Penting

    Soal Gelar Pahlawan, Yenny Wahid: Buat Gus Dur Mungkin Tidak Penting

    Soal Gelar Pahlawan, Yenny Wahid: Buat Gus Dur Mungkin Tidak Penting
    Tim Redaksi
     
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Putri Abdurahman Wahid atau
    Gus Dur
    ,
    Yenny Wahid
    , menganggap bahwa status pahlawan nasional yang diusulkan untuk ayahnya adalah sebuah kehormatan.
    Ia mengapresiasi Presiden RI Prabowo Subianto yang mengungkit usulan itu dalam lawatannya ke Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Namun, Yenny meyakini, Gus Dur tidak akan menganggapnya penting.
    “Buat Gus Dur penting nggak sih simbol, status? Saya rasa kita semua sama jawab. Buat Gus Dur mungkin tidak terlalu penting,” kata Yenny selepas peringatan haul Gus Dur dan Riyanto di kantor GP Ansor, Jakarta, Minggu (22/12/2024) malam.
    “Bagi kami keluarga, silakan saja prosesnya berjalan natural. Dari dulu keluarga sih tidak pernah berharap apa-apa. Bagi kami yang paling penting kan justru pengetahuan masyarakat,” tambahnya.
    Yenny menilai, status pahlawan nasional itu dinilai lebih penting agar masyarakat, terutama generasi selanjutnya, dapat belajar nilai-nilai keteladanan dari Gus Dur.
    Selain itu, menurut dia, itu merupakan pengakuan yang semestinya untuk Gus Dur secara legal-formal atas sumbangsih serta nilai-nilai yang diperjuangkan Gus Dur selama hidupnya buat bangsa dan negara.
    Suri tauladan ini diyakini menjadi prasyarat masyarakat yang adil, rukun, dan maju.
    “Yang paling penting adalah bahwa Gus Dur tetap ada di hati rakyat dan kerja-kerja Gus Dur diteruskan oleh masyarakat,” ucap Yenny.
    “Karena kan ketika Gus Dur masih ada, beliau memperjuangkan banyak sekali nilai. Nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai keadilan, nilai-nilai penghormatan terhadap keberagaman misalnya, nilai-nilai ketuhanan. Kita tentu berharap bahwa nilai-nilai itu akan dipraktikkan di Indonesia,” ungkapnya.
    Sebelumnya, usulan agar Gus Dur dijadikan pahlawan nasional kembali mencuat setelah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, melontarkan hal tersebut pekan lalu.
    Dikutip Antara, Cak Imin menuturkan PKB bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah meneguhkan kembali bahwa Gus Dur tidak pernah melakukan kesalahan konstitusional dalam memimpin pemerintahan.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Begal Resahkan Pengendara di Suramadu, Aba Syafi Serukan Pengamanan Ketat

    Begal Resahkan Pengendara di Suramadu, Aba Syafi Serukan Pengamanan Ketat

    Bangkalan (beritajatim.com) – Dugaan aksi pembegalan yang terjadi di Jembatan Suramadu belakangan ini semakin meresahkan pengendara, khususnya pengguna roda dua. Meski demikian, hingga saat ini belum ada petugas yang melakukan patroli selama 24 jam di jembatan terpanjang di Jawa Timur tersebut.

    Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKB Dapil Jatim XI Madura, H. Syafiuddin, menyatakan pentingnya kehadiran petugas patroli untuk menjaga keamanan di jembatan yang menghubungkan Bangkalan dan Surabaya. Menurutnya, Jembatan Suramadu memiliki potensi besar dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan tindak kejahatan.

    “Memang perlu ada petugas yang melakukan patroli di sepanjang jembatan itu,” tegas Syafiuddin, Minggu (22/12/2024).

    Politisi yang akrab disapa Aba Syafi itu juga mengungkapkan bahwa dirinya telah mengajukan permohonan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menyediakan petugas jaga di Jembatan Suramadu. Langkah tersebut, menurutnya, sangat mendesak guna mencegah penyalahgunaan fasilitas umum oleh pihak tak bertanggung jawab.

    “Sudah saya sampaikan itu sebelumnya namun belum bisa diakomodir. Namun nanti akan saya sampaikan lagi ke PUPR supaya bisa disediakan petugas patroli di jembatan itu,” pungkasnya. [sar/but]