partai: PKB

  • Dicecar DPR soal LPG 3 Kg, Bahlil: Mau Ditata atau Jalan Apa Adanya?

    Dicecar DPR soal LPG 3 Kg, Bahlil: Mau Ditata atau Jalan Apa Adanya?

    Jakarta

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dicecar komisi XII DPR RI soal kebijakan pengecer LPG 3 kg yang harus menjadi pangkalan resmi. Kebijakan itu menimbulkan kehebohan dalam beberapa waktu ke belakang.

    Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, Muh Haris mengaku mendapat banyak aduan masyarakat soal hal tersebut. Menurutnya terjadi perubahan cepat yang menyulitkan masyarakat memperoleh LPG 3 kg di pengecer.

    “Perubahannya masa secepat itu sehingga berdampak kita sulit cari ke pengecer, tidak ada barangnya dan lain sebagainya. Prinsipnya setuju ke arah yang lebih baik tapi barangkali perlu dibuat tahapan-tahapan yang lebih smooth sehingga tidak ada dampak sosial, dampak psikologis bagi masyarakat,” ujarnya dalam rapat kerja di DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/1/2025).

    Senada, Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari mengaku dapat banyak laporan dari pelaku UMKM di Jabodetabek terkait masalah LPG 3 kg. Ia berharap kelangkaan yang saat ini terjadi bisa segera diselesaikan.

    “Kelangkaan LPG 3 kg yang hari ini terjadi meskipun di Jabodetabek tapi inikan wajah Indonesia sehingga kami harap perasaan ini diselesaikan secepat-cepatnya dan tidak diikuti daerah lain. Kalau ini tidak diatasi maka akan menimbulkan panic buying yang lebih sulit diatasi,” beber Ratna.

    Merespons pertanyaan anggota komisi XII DPR, Bahlil menegaskan niat pemerintah hanya ingin melakukan penataan distribusi LPG. Bahlil lantas bertanya balik ke parlemen apakah mereka setuju dengan penataan itu atau tidak.

    “Bapak ibu anggota Dewan yang saya hormati, menyangkut dengan LPG, kami sebenarnya bermaksud untuk bagaimana melakukan penataan saja, tidak ada maksud lain. Tapi kalau bapak ibu setuju untuk tidak kita lakukan penataan, ayo,” tutur Bahlil.

    “Nggak apa-apa, nggak apa-apa. Jadi kalau bapak ibu setuju untuk tidak usah melakukan penataan dengan pola yang seperti ini, nggak apa-apa kita nggak usah tata, kita jalan aja apa adanya. Kita setuju nggak? Kalau setuju, sepakati. Kalau nggak, nggak apa-apa saya akan sampaikan proposal,” sambung Bahlil.

    Bahlil mengakui pola penyaluran LPG 3 kg yang baru menjadi beban berat pemerintah dan butuh keberanian untuk membuat keputusan. Meski ada tantangan dan dinamika dalam pelaksanaannya, Bahlil menyebut hal itu demi melakukan perbaikan.

    Ia lalu menegaskan LPG 3 kg tidak langka dan stoknya tersedia untuk tiga bulan ke depan. Penataan ini, sebut Bahlil, tak lain untuk merapikan distribusi hingga di tingkat bawah.

    “Bahwa mereka ini juga butuh lapangan pekerjaan, setuju saya.Saya pernah jadi pengusaha UMKM kok. Pernah jual kue saya. Saya nggak pengin juga mereka itu susah. Tapi saya juga tidak ingin mereka di apa ya, kira-kira ada unsur-unsur lain lah. Akibat, mungkin juga mohon maaf, mereka tidak teliti. Bapak Ibu kan sudah tahu bahwa terjadi oplosan banyak-banyak,” ujar Bahlil.

    Dengan penataan lebih baik maka subsidi yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp 87 triliun untuk LPG 3 kg diharapkan lebih tepat sasaran. “Ini kalau kita biarkan (tidak ditata) uang Rp 87 triliun ini nyampe nggak? Itu aja kalau saya,” tutup Bahlil.

    (acd/acd)

  • Toyota Supra Tabrak Tiang Lampu Pakai Pelat Cantik, Ternyata Belum Bayar Pajak

    Toyota Supra Tabrak Tiang Lampu Pakai Pelat Cantik, Ternyata Belum Bayar Pajak

    Jakarta

    Pengemudi mobil Toyota Supra yang menabrak tiang lampu di dekat Bundaran HI ternyata masih mahasiswa. Fakta lain ditemukan, mobil sport itu belum membayar pajak.

    Sejumlah warga menyaksikan kecelakaan yang terjadi pada dini hari tadi sekitar pukul 02.00 WIB itu. Warga melihat mobil sport mewah tersebut melaju hilang kendali.

    “Untuk kronologi, mobil Toyota Supra dengan pelat nomor D-1-RIM sedang melaju keluar dari Bundaran HI arah Senayan lalu hilang kendali di depan Halte Tosari,” kata seorang saksi, D Haikal, Senin (3/2/2025).

    Berdasarkan penelusuran dari laman Bapenda Jabar per 3 Februari 2025, Toyota Supra dengan pelat nomor cantik itu teregistrasi keluaran tahun 2019. Warnanya abu-abu muda metalik yang terdaftar di wilayah Bandung.

    Lebih lanjut mobil itu ternyata belum membayar pajak. Totalnya Rp 28.658.900. Rinciannya sebagai berikut:

    – PKB Pokok: Rp 16.987.200
    – PKB Denda: Rp 169.900
    – SWDKLJJ Pokok: Rp 143.000
    – SWDKLJJ Denda: Rp 35.000
    – Opsen PKB Pokok: Rp 11.211.600
    – Opsen PKB Denda: Rp 112.200

    Total: Rp 28.658.900

    Diketahui tanggal pajak yang harus dibayarkan 12 Januari 2025. Mobil itu statusnya milik pertama.

    Diduga sopir sport car Toyota Supra itu tidak bisa mengendalikan mobil. Di atas kertas, mobil itu menggendong mesin dengan konfigurasi 3.000 cc turbo 6-silinder segaris, dikombinasi transmisi 8-speed Sport Automatic. Di atas kertas bisa menghasilkan tenaga maksimal sebesar 340 PS yang dicapai pada putaran mesin 5.000-6.500 rpm dan torsi maksimal sekitar 500 Nm pada putaran 1.600-4.500 rpm.

    “Kendaraan yang terlibat sedan Toyota Supra out of control,” kata Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani kepada wartawan, Senin (3/2/2025).

    “Dugaan sementara penyebab kecelakaan pengemudi sedan Toyota Supra kurang hati-hati dan konsentrasi dalam berkendara,” lanjut Ojo.

    Insiden kecelakaan terjadi pada Senin (3/2), pukul 02.00 WIB. Saat itu mobil Toyota Supra yang dikemudikan pria berinisial UNY (22) melaju dari Utara ke Selatan di Jalan MH Thamrin.

    “Sesampainya di Bundaran HI, kendaraan Sedan Toyota Supra memutar balik dan sampai di TKP tepatnya depan Kedubes Jerman, diduga kurang hati-hati dan konsentrasi oleng menabrak tiang penerangan lampu jalan dan menabrak pembatas taman,” jelas Ojo.

    Akibat kejadian itu, tiang lampu jalan roboh dan menimpa pengendara motor Honda Vario, pria berinisial ER (31). Kecelakaan tersebut juga mengakibatkan pengemudi mobil Supra mengalami luka.

    (riar/rgr)

  • Anggota Komisi V DPRD Jabar Sebut Kebijakan Disdik Tak Bijak, Berpotensi Timbulkan Ketidakadilan Baru

    Anggota Komisi V DPRD Jabar Sebut Kebijakan Disdik Tak Bijak, Berpotensi Timbulkan Ketidakadilan Baru

    JABAR EKSPRES – Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Maulana Yusuf Erwinsyah kembali menyoroti isu tentang pengambilan ijazah yang diminta untuk segera diserahkan oleh sekolah kepada orangtua siswa.

    Diketahui, kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui surat edaran, terkait percepatan penyerahan ijazah jenjang SMA, SMK, dan SLB tahun ajaran 2023/2024 atau sebelumnya.

    “Isu ini mencuat di tengah keresahan masyarakat terhadap praktik penahanan ijazah oleh sekolah akibat tunggakan biaya pendidikan,” katanya kepada Jabar Ekspres melalui seluler, Senin (3/2).

    Menurut Maulana, sepintas kebijakan tersebut tampak mulia dan berpihak pada masyarakat kecil, namun jika ditelaah lebih dalam, arahan Disdik Jabar dinilai terjebak dalam euforia populisme.

    BACA JUGA: Soal Pembayaran Tunggakan Ijazah, Audiensi Komisi V DPRD Jabar dengan Sekolah Swasta Masih Buntu

    “Ini justru berpotensi menciptakan ketidakadilan baru, khususnya bagi sekolah swasta. Bahkan, mengundang potensi anarkisme dalam sistem pendidikan kita,” ucapnya.

    Kebijakan Populis yang Tidak Bijak

    Legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menerangkan, populisme dalam konteks ini adalah upaya menghadirkan kebijakan yang tampak pro-rakyat, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.

    Kebijakan pembebasan ijazah digaungkan oleh pemerintah sebagai solusi instan atas ketidakmampuan sebagian orangtua membayar biaya pendidikan.

    “Akan tetapi, apakah semata-mata memutuskan rantai kewajiban finansial tanpa solusi struktural benar-benar menjadi jawaban?,” terang Maulana.

    BACA JUGA: Gedung DPRD Bandung Barat Bakal Ditempati Secara Bertahap

    Dia menegaskan, ijazah bukan sekadar selembar kertas melainkan representasi dari proses pendidikan yang melibatkan sumber daya manusia, fasilitas dan biaya operasional.

    Oleh karenanya, menurut Maulana menghapus kewajiban administratif tanpa memperhitungkan bagaimana institusi pendidikan bertahan, justru akan menimbulkan ketimpangan baru.

    “Sekolah akan kehilangan pendapatan penting yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Akhirnya, siapa yang dirugikan? Para siswa itu sendiri,” tegasnya.

    Ketidakjelasan Data: Siapa yang Benar-Benar Tidak Mampu?

    Maulana berujar, terkait surat edaran Disdik Jabar yang menjadi perhatian publik itu, ada yang luput dari kebijakan pemerintah.

    BACA JUGA: Gedung DPRD Bandung Barat Bakal Ditempati Secara Bertahap

  • Anggaran PU Dipangkas Total, Komisi V DPR: Pembangunan Infrastruktur Bakal Tersendat

    Anggaran PU Dipangkas Total, Komisi V DPR: Pembangunan Infrastruktur Bakal Tersendat

    loading…

    Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda menyatakan pemangkasan besar-besaran anggaran di Kementerian PU bakal menyebabkan sejumlah pembangunan infrastruktur strategis tersendat. Foto/Ilustrasi/Dok.SindoNews

    JAKARTA – Pemangkasan besar-besaran anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) bakal berbuntut panjang. Sejumlah pembangunan infrastruktur strategis dipastikan bakal tersendat.

    “Pengurangan anggaran Kementerian PU hingga lebih dari 60% pasti berdampak pada keberlanjutan pembangunan infrastruktur strategis seperti jalan, bendungan, hingga irigasi. Kami tentu menunggu strategi baru pembangunan infrastruktur dari Pemerintah karena tidak mungkin pembangunan tanpa dukungan infrastruktur memadai,” ujar Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda, Senin (3/2/2025).

    Baca Juga

    Huda mengungkapkan pihaknya telah menerima pemberitahuan dari Kementerian PU jika terjadi pemangkasan anggaran sebagai dampak Inpres 1/2025 tentang Efisiensi APBN dan APBD. Dari Rp110 triliun anggaran Kemen PU di APBN 2025 dipangkas menjadi Rp29 triliun saja.

    “Kami telah menerima pemberitahuan dari Kementerian (PU) jika memang ada pemangkasan besar-besaran anggaran di sektor infrastruktur,” kata politisi PKB ini.

    Pemangkasan anggaran di Kemen PU, lanjut Huda menjadi penanda ada pergeseran strategi pembangunan di era Presiden Prabowo.

    Jika sebelumnya Presiden Jokowi bertumpu pada pembangunan infrastruktur sehingga alokasi APBN untuk Kemen PU begitu besar, maka saat ini strategi tersebut tampak diubah.

    Baca Juga

    “Tentu ini menarik untuk ditunggu bagaimana strategi pembangunan infrastruktur di era Presiden Prabowo dengan adanya pemangkasan besar-besar anggaran di Kemen PU,” katanya.

  • Prabowo Pangkas Total Anggaran PU, Komisi V: Pembangunan Infrastruktur Bakal Tersendat – Page 3

    Prabowo Pangkas Total Anggaran PU, Komisi V: Pembangunan Infrastruktur Bakal Tersendat – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pemangkasan besar-besaran anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) bakal berbuntut panjang. Sejumlah pembangunan infrastruktur strategis dipastikan bakal tersendat.

    “Pengurangan anggaran Kementerian PU hingga lebih dari 60% pasti berdampak pada keberlanjutan pembangunan infrastruktur strategis seperti jalan, bendungan, hingga irigasi. Kami tentu menunggu strategi baru pembangunan infrastruktur dari Pemerintah karena tidak mungkin pembangunan tanpa dukungan infrastruktur memadai,” ujar Wakil Ketua Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai kebangkitan Bangsa Syaiful Huda, Senin (3/2/2025).

    Huda mengungkapkan pihaknya telah menerima pemberitahuan dari Kementerian PU jika terjadi pemangkasan anggaran sebagai dampak Inpres 1/2025 tentang Efisiensi APBN dan APBD. Dari Rp110 triliun anggaran Kemen PU di APBN 2025 dipangkas menjadi Rp29 triliun saja.

    “Kami telah menerima pemberitahuan dari Kementerian (PU) jika memang ada pemangkasan besar-besaran anggaran di sektor infrastruktur,” katanya.

    Pemangkasan anggaran di Kemen PU, lanjut Huda, menjadi penanda ada pergeseran strategi pembangunan di era Presiden Prabowo. Jika sebelumnya Presiden Jokowi bertumpu pada pembangunan infrastruktur sehingga alokasi APBN untuk Kemen PU begitu besar maka saat ini strategi tersebut tampak diubah.

    “Tentu ini menarik untuk ditunggu bagaimana strategi pembangunan infrastruktur di era Presiden Prabowo dengan adanya pemangkasan besar-besar anggaran di Kemen PU,” katanya.

    Huda yakin jika pemerintah telah menyiapkan skema baru pembangunan infrastruktur di Indonesia. Menurutnya dalam berbagai kesempatan Presiden Prabowo menegaskan jika pembangunan infrastruktur harus memberikan dampak nyata kepada rakyat.

    “Pernyataan Presiden tersebut menjadi indikasi jika Pemerintah akan selektif dalam memilih proyek pembangunan infrastruktur. Selain itu bisa jadi ada skema baru pembiayaan infrastruktur dengan tidak lagi bertumpu pada APBN,” kata Syaiful Huda.

     

  • Cegah Kelangkaan LPG 3 Kg, Pemprov Jakarta Didorong Aktif Infokan Lokasi Pangkalan Resmi – Page 3

    Cegah Kelangkaan LPG 3 Kg, Pemprov Jakarta Didorong Aktif Infokan Lokasi Pangkalan Resmi – Page 3

    Terkait hal ini, Anggota Komisi VI DPR RI, Imas Aan Ubudiah meminta tata ulang niaga elpiji dipersiapkan lebih matang sehingga tidak merugikan masyarakat.

    “Kami menilai penataan ulang tata niaga LPG 3 kilogram tidak disiapkan secara matang sehingga memicu kepanikan masyarakat. Dalam beberapa hari terakhir kami menerima laporan masyarakat jika mereka kesulitan membeli LPG 3 kilogram,” jelas dia dalam keterangannya, Senin (3/2/2025).

    Politikus PKB ini mengatakan, selama ini gas tersebut sudah dijual jauh di atas harga eceran tertinggi. 

    “Memang gas LPG 3 kilogram ini dikhususkan untuk warga kurang mampu dengan harga Rp12.000. Meskipun faktanya pengguna gas ini juga datang dari warga berkecukupan dan dijual di pasaran di kisaran Rp20.000-Rp25.000,” ungkap Imas.

    Dia juga memandang, penjualan melalui pangkalan resmi tersebut terkesan mendadak. Pasalnya, banyak masyarakat yang belum mendengar aturan tersebut.

    Imas juga mengkritisi, lsngksh pemerintah yang baru membuka pendaftaran bagi warga yang berniat menjadi pangkalan resmi.

    “Ini kan artinya terlambat, aturan pembelian di pangkalan resmi sudah diberlakukan, tetapi warga atau pedagang yang menjadi pangkalan resmi masih belum ditetapkan,” jelas dia.

  • PKB Sebut Tata Ulang Niaga LPG 3 Kg Tidak Matang – Page 3

    PKB Sebut Tata Ulang Niaga LPG 3 Kg Tidak Matang – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pengecer LPG 3 kilogram (Kg) kini sulit memasok gas lantaran kebijakan baru pemerintah. Hal ini pun menuai polemik.

    Terkait hal ini, Anggota Komisi VI DPR RI, Imas Aan Ubudiah meminta tata ulang niaga elpiji dipersiapkan lebih matang sehingga tidak merugikan masyarakat. 

    “Kami menilai penataan ulang tata niaga LPG 3 kilogram tidak disiapkan secara matang sehingga memicu kepanikan masyarakat. Dalam beberapa hari terakhir kami menerima laporan masyarakat jika mereka kesulitan membeli LPG 3 kilogram,” jelas dia dalam keterangannya, Senin (3/2/2025).

    Politikus PKB ini mengatakan, selama ini gas tersebut sudah dijual jauh di atas harga eceran tertinggi. 

    “Memang gas LPG 3 kilogram ini dikhususkan untuk warga kurang mampu dengan harga Rp12.000. Meskipun faktanya pengguna gas ini juga datang dari warga berkecukupan dan dijual di pasaran di kisaran Rp20.000-Rp25.000,” ungkap Imas.

    Dia juga memandang, penjualan melalui pangkalan resmi tersebut terkesan mendadak. Pasalnya, banyak masyarakat yang belum mendengar aturan tersebut.

    Imas juga mengkritisi, lsngksh pemerintah yang baru membuka pendaftaran bagi warga yang berniat menjadi pangkalan resmi.

    “Ini kan artinya terlambat, aturan pembelian di pangkalan resmi sudah diberlakukan, tetapi warga atau pedagang yang menjadi pangkalan resmi masih belum ditetapkan,” jelas dia.

    Imas menegaskan aturan pembelian elpiji melalui pangkalan resmi tidak boleh merugikan masyarakat. Selama ini pembelian LPG hingga tingkat pengecer banyak membantu masyarakat di mana mereka bisa 24 jam memenuhi kebutuhan masyarakat.

    “Meskipun harganya relatif mahal karena rantai distribusinya panjang keberadaan pengecer ini cukup membantu karena mereka standby 24 jam. Nah kalau di pangkalan resmi apakah bisa seperti itu,” pungkasnya.

  • Gas Elpiji 3 Kg Langka, Tata Niaga LPG Harus Disiapkan dengan Matang

    Gas Elpiji 3 Kg Langka, Tata Niaga LPG Harus Disiapkan dengan Matang

    Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Imas Aan Ubudiah angkat bicara soal kebijakan pelarangan pengecer menjual gas LPG 3 kg (kilogram) yang memicu kepanikan masyarakat. Imas meminta tata ulang niaga elpiji dipersiapkan lebih matang sehingga tidak merugikan masyarakat. 

    “Kami menilai penataan ulang tata niaga elpiji 3 kilogram tidak disiapkan secara matang sehingga memicu kepanikan masyarakat. Dalam beberapa hari terakhir kami menerima laporan masyarakat jika mereka kesulitan membeli elpiji 3 kilogram karena adanya aturan pembelian harus melalui pangkalan resmi,” ujar Imas kepada wartawan, Senin (3/2/2025). 

    Masyarakat yang sebelumnya bisa membeli gas elpiji di toko-toko kelontong, kini harus membeli di pangkalan resmi gas LPG 3 kg dengan mengakses laman https://subsiditepatlpg.mypertamina.id/infolpg3kg atau menghubungi call center 135. Apabila ada pengecer yang ingin melakukan penjualan LPG 3 kg, harus terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi dari Pertamina. 

    Imas memahami niat baik pemerintah untuk menata ulang distribusi gas melon agar tepat sasaran dan tidak memberatkan masyarakat. Saat ini memang gas melon dijual jauh di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah yakni Rp 12.000.

    “Memang gas LPG 3 kg ini dikhususkan untuk warga kurang mampu dengan harga Rp 12.000. Meskipun faktanya pengguna gas elpiji ini juga datang dari warga berkecukupan dan dijual di pasaran di kisaran Rp 20.000-Rp 25.000,” jelas Imas.

    Imas menilai, aturan penjualan gas LPG 3 kg atau dikenal sebagai gas melon harus melalui pangkalan resmi ini terkesan mendadak. Menurut dia, banyak masyarakat yang belum dengan aturan tersebut. Selain itu ternyata pemerintah baru saja membuka pendaftaran bagi warga yang berniat menjadi pangkalan resmi. 

    “Ini kan artinya terlambat, aturan pembelian di pangkalan resmi sudah diberlakukan tetapi warga atau pedagang yang menjadi pangkalan resmi masih  belum ditetapkan,” tandas dia.

    Dia menegaskan aturan pembelian LPG 3 kg melalui pangkalan resmi tidak boleh merugikan masyarakat. Selama ini pembelian elpiji hingga tingkat pengecer banyak membantu masyarakat di mana mereka bisa 24 jam memenuhi kebutuhan masyarakat.

    “Meskipun harganya relatif mahal karena rantai distribusinya panjang keberadaan pengecer ini cukup membantu karena mereka standby 24 jam. Nah kalau di pangkalan resmi apakah bisa seperti itu,” pungkas Imas tentang peraturan penjualan yang membuat gas elpiji 3 kg langka.

  • Menekan Biaya Politik: Pelajaran dari Pilkada Situbondo

    Menekan Biaya Politik: Pelajaran dari Pilkada Situbondo

    Jakarta

    Di sebuah kafe di Kemang, seorang teman yang baru terpilih kembali sebagai bupati mengeluh soal biaya politik. “Tidak sebanyak periode pertama, tapi tetap saja besar, Mas,” keluhnya sambil menyeruput kopi.

    Mahalnya biaya politik kerap menjadi keluhan klasik setiap pemilu dan pilkada. Banyak yang merasa terbebani dengan tingginya biaya kampanye, logistik, dan aktivitas politik lainnya. Namun, benarkah politik harus selalu menguras kantong? Di Situbondo, sebuah daerah dengan mayoritas masyarakat santri, ada pelajaran berharga tentang bagaimana strategi cerdas dapat mematahkan mahalnya biaya politik tersebut.

    Survei Politika Research and Consulting (PRC) pada Juni 2024 menunjukkan bahwa 43% masyarakat Situbondo cenderung mengikuti pilihan politik kiai, yang sering disebut sebagai basis kultural. Masih terdapat 57% pemilih di luar basis kultural tersebut. Data ini menunjukkan bahwa dibutuhkan strategi politik yang dapat membentuk simpul kerelawanan tidak hanya di basis kultural. Tujuannya untuk merangkul semua segmen pemilih yang ada di Kabupaten Situbondo.

    Pemilih kultural di Situbondo, misalnya, sangat bergantung pada keputusan kiai atau pilihan kiai. Mereka cenderung taat dan konsisten mengikuti pilihan pemimpin spiritualnya. Kelompok ini sering bergerak dengan politik berbasis kepercayaan, yang kami sebut ‘politik spiritual kiai’.

    Di sisi lain, pemilih struktural yang merupakan pendukung loyal partai politik tertentu, sudah sejak lama menjadi basis pemilih partai-partai seperti PPP dan PKB. Meskipun sering selaras dengan pemilih kultural, mereka memiliki preferensi berbeda yang perlu pendekatan secara spesifik sesuai dengan dinamika politik dan tradisi partai tersebut.

    Selain itu, terdapat pula pemilih intelektual di Situbondo. Walaupun jumlahnya relatif kecil, mereka tetap memiliki pengaruh strategis, misalnya dalam membentuk opini publik, memberikan legitimasi kepada kandidat, menyebarkan narasi positif. Mereka cenderung rasional dan memilih berdasarkan gagasan, visi-misi, dan program kerja kandidat yang dianggap relevan sesuai dengan harapan-harapan mereka.

    Sementara itu, pemilih pragmatis adalah kelompok yang berbeda lagi. Mereka cenderung memilih kandidat berdasarkan keuntungan langsung yang mereka terima, seperti uang, bantuan material, atau fasilitas lainnya.

    Untuk menciptakan strategi politik yang efektif, memahami karakteristik dan kebutuhan setiap kelompok pemilih adalah hal yang esensial. Tantangan utama adalah mengintegrasikan atau “mengawinkan” kelompok pemilih organik –yang mencakup pemilih intelektual dan pragmatis– dengan pemilih kultural dan struktural, yang cenderung memiliki nilai-nilai perjuangan yang berbeda.

    Dalam konteks ini, pendekatan berbasis kerelawanan menjadi mekanisme penting untuk menjembatani perbedaan nilai dan preferensi tersebut, menciptakan sinergi antarkelompok demi tercapainya tujuan politik bersama.

    Strategi Relawan: dari Nilai ke Militansi

    Di Situbondo, strategi relawan dihidupkan melalui semangat gotong-royong yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Ini sejalan dengan teori volunteerism Wilson dan Musick, yang menjelaskan bahwa relawan bergerak karena nilai (values), kebutuhan pengembangan diri (understanding), dan relasi sosial (social connection). Semangat gotong royong tersebut menjadi landasan yang mengintegrasikan berbagai kelompok pemilih dalam upaya memenangkan kandidat.

    Kunci utama keberhasilan strategi relawan ini adalah memanfaatkan kekuatan kelompok kultural sebagai simpul utama. Kelompok kultural memiliki peran sentral dalam menghubungkan masyarakat dari berbagai lapisan sosial. Lebih dari itu, mereka mampu membentuk relawan-relawan militan yang berasal dari segmen masyarakat yang beragam. Para relawan ini tidak hanya menjadi pendukung pasif, tetapi juga bertransformasi menjadi motor penggerak kampanye yang aktif, penuh dedikasi, dan berorientasi pada hasil.

    Fenomena menarik muncul ketika masyarakat dari kelompok kultural, struktural, organik dapat bersatu mendukung satu kandidat. Militansi para relawan terlihat dalam aksi nyata, seperti menggalang dana secara mandiri untuk kebutuhan kampanye, hingga mengadakan syukuran atas kemenangan kandidat tanpa bantuan finansial dari tim pemenangan. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan berbasis kerelawanan tidak hanya murah, tetapi juga tulus dan solid, memberikan dasar kuat untuk strategi politik yang efektif.

    Hal ini mencerminkan bahwa politik kerelawanan dapat membangkitkan semangat kebersamaan dan kesadaran kolektif yang kuat. Relawan yang berasal dari berbagai latar belakang sosial dan berbagai latar belakang pesantren ini bekerja dengan semangat tinggi untuk memastikan kandidat yang mereka dukung menang, bukan hanya karena janji materi, tetapi karena mereka percaya pada prinsip dan nilai-nilai yang dijunjung oleh calon tersebut.

    Lebih jauh, kerelawanan ini membuktikan bahwa politik dapat melampaui janji materi dan pragmatisme. Relawan bekerja dengan semangat tinggi bukan semata-mata karena keuntungan langsung, tetapi karena keyakinan pada nilai-nilai dan prinsip yang dijunjung oleh kandidat yang mereka dukung. Hal ini mencerminkan potensi besar politik kerelawanan dalam membangun semangat kebersamaan dan kesadaran kolektif masyarakat.

    Strategi berbasis relawan juga memberikan peluang baru dalam demokrasi, sekaligus membangun demokrasi yang lebih partisipatif dan sehat. Dengan pendekatan yang tepat, biaya politik dapat ditekan tanpa mengurangi kualitas kampanye. Kuncinya adalah memahami peta pemilih dan mengintegrasikan setiap segmen masyarakat dengan strategi yang sesuai.

    Kelebihan masyarakat kultural di Situbondo tidak hanya terletak pada militansi mereka saat kampanye, tetapi juga pada peran mereka setelah kandidat terpilih. Tokoh agama seperti kiai memainkan peran penting sebagai penjaga moralitas dan pelaksana kontrol sosial. Ketika pemimpin menyimpang, masyarakat kultural dapat menuntut pertanggungjawaban dengan cara yang efektif, bahkan menumbangkan pemerintahan yang korup atau menyimpang.

    Sejarah mencatat peristiwa penting pada 29 Oktober 2008, ketika masyarakat dan santri di Situbondo melakukan aksi blokade massa untuk menuntut Bupati Ismunarso diadili atas dugaan korupsi dana kas kabupaten atau “kasgate”. Aksi tersebut mencerminkan keberanian masyarakat kultural bersama pemimpin spiritualnya dalam menegakkan keadilan dan integritas pemerintahan.

    Dalam konteks ini, teori demokrasi deliberatif Jurgen Habermas dapat memberikan penjelasan. Habermas menekankan bahwa demokrasi yang sehat memerlukan ruang publik untuk diskusi terbuka dan rasional. Di Situbondo, politik spiritual menciptakan ruang tersebut melalui interaksi antara pemimpin dan masyarakat, di mana tokoh agama berperan sebagai moderator yang memastikan kebijakan yang diambil sesuai dengan prinsip moralitas yang lebih tinggi. Dalam konteks Situbondo, ruang ini tercipta melalui interaksi di pesantren, majelis-majelis salawat, forum keagamaan, dan kegiatan sosial, di mana kia-kiai berperan sebagai penjaga moral.

    Militansi masyarakat kultural di Situbondo menjadi motor perubahan yang nyata. Mereka tidak hanya menjadi pendukung kandidat, tetapi juga penjaga moral dan pelaksana kontrol sosial. Fenomena ini mengajarkan bahwa demokrasi tidak selalu tentang uang. Dengan strategi berbasis nilai-nilai lokal dan semangat kerelawanan, Situbondo telah menunjukkan bahwa demokrasi dapat menjadi lebih sehat, transparan, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.

    Situbondo mengajarkan kita satu hal: kemenangan bukan soal modal besar, tetapi soal memahami dan menggerakkan hati rakyat.

    Nurul Fatta konsultan politik di Politika Research and Consulting (PRC)

    (mmu/mmu)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Tim Pembina Samsat Jabar Telusuri 5,4 Juta Penunggak Pajak

    Tim Pembina Samsat Jabar Telusuri 5,4 Juta Penunggak Pajak

    BANDUNG – Tim Pembina Samsat Jawa Barat yang terdiri dari Bapenda Jabar, Ditlantas Polda Jabar dan Jasa Raharja menelusuri 5,4 juta penunggak pajak. 

    Kepala Bapenda Jabar, Dedi Taufik mengatakan, Tim Pembina Samsat Jabar telah melakukan rapat koordinasi guna membahas strategi bersama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar PKB di Jawa Barat.

    Dedi menerangkan, jumlah potensi aktif dari pajak kendaraan bermotor di Jawa Barat sebanyak 17.032.596 unit dengan rincian 14.114.056 roda dua, dan 2.918.540 roda empat, dengan di dalamnya ada sekitar lima juta unit kendaraan yang statusnya belum melakukan pembayaran (pajak).

    “Ini tentu berkaitan dengan bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Kendaraan. Fokus kami dan tim Pembina samsat tentu agar angkanya bisa terus ditekan,” kata Dedi dalam keterangan di Bandung dikutip dari Antara, Minggu, 2 Februari. 

    Pendapatan dari pajak ini akan berkolerasi langsung pada peningkatan pembangunan di berbagai bidang termasuk sektor kesehatan hingga pendidikan, yang juga ditargetkan oleh Gubernur Jabar terpilih Dedi Mulyadi untuk diakselerasi.

    “Beliau (Dedi Mulyadi) sangat concern mengenai peningkatan kualitas jalan, pembangunan ruang kelas, peningkatan elektrifikasi sampai peningkatan layanan kesehatan. Tentu, tugas Bapenda adalah menterjemahkan dengan cara memastikan pendapatan yang dikelola bisa maksimal agar visi tersebut bisa terwujud,” ujar dia.

    Sebagai “modal” untuk pelaksanaan berbagai program, kata Dedi, pada tahun 2024 tercatat, total pendapatan daerah mencapai lebih dari Rp36 triliun yang berasal dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp24,88 triliun, Pendapatan Transfer Rp11,38 triliun dan sektor Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Rp23,19 miliar.

    Jika dirinci, kontribusi terbesar dari pendapatan daerah tersebut adalah PKB dengan nilai Rp9,48 triliun. Namun, disebutkan tetap harus ada upaya untuk meningkatkan kesadaran atau kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak.

    Beberapa strategi, kata dia, sudah disiapkan oleh Tim Pembina Samsat untuk menekan angka kendaraan bermotor berstatus menunggak. Terdapat 12 langkah yang dijalankan pada tahun 2025 ini.

    “Konsep besarnya adalah menggabungkan hal yang bersifat humanis dan ketegasan, ada program relaksasi (diskon) serta peningkatan atau kemudahan layanan dalam membayar pajak,” ucap Dedi.

    Beberapa strategi yang disusun, yakni melakukan penelusuran Kendaraan Tidak Melakukan Daftar Ulang (KTMDU) secara door to door dengan agen penelusur yang sudah bekerja sama di setiap kabupaten/kota.

    Lalu, melaksanakan operasi gabungan (Pemeriksaan PKB) di seluruh wilayah kabupaten dan kota bersama Tim Pembina Samsat. Kemudian, melaksanakan Operasi Khusus (Implementasi pasal 74 UU 22/2009 tentang penghapusan data kendaraan) di seluruh kabupaten kota bersama Tim Pembina Samsat kewilayahan.

    Selanjutnya, peningkatan sistem digitalisasi layanan pembayaran PKB tahunan disertai penagihan dan sosialisasi perpajakan dan pengesahan melalui WhatsApp blast. Lalu kolaborasi bersama ETLE Lodaya (Polda Jawa Barat) apabila ada yang terkena tilang dan dalam kondisi menunggak maka diterbitkan juga surat pemberitahuan kewajiban pembayaran pajak.

    Melaksanakan sosialisasi secara masif sampai ke tingkat RT dan RW. Lalu, melaksanakan kegiatan pendataan dan pemantauan pembayaran pajak untuk kendaraan plat merah dan kendaraan yang dimiliki/dikuasai oleh ASN (pemprov, kab/kot, hingga desa) melalui aplikasi ZONITA PAMOR dan SIDAKEP

    Relaksasi sebagian pokok tunggakan dan denda terhadap Wajib Pajak yang menunggak PKB. Lalu, melaksanakan pendataan bersama Gakkum Ditlantas Polda Jabar untuk melakukan pendataan ke seluruh polres/polsek untuk mendata kendaraan hasil tilang (hasil tindak pidana, kendaraan kecelakaan, kendaraan rusak berat, kendaraan menunggak)

    Strategi berikutnya, adalah penelusuran dan sosialisasi ketaatan membayar pajak bagi KTMDU yang bekerjasama dengan Babinkamtibmas. Serta, optimalisasi Payment Point Online Bank (PPOB) melalui Bumdes dan Koperasi.

    Adapun, Dirlantas Polda Jabar, Kombes Pol Ruminio Ardano mengatakan bahwa kunci dari strategi ini adalah tingkat kepatuhan dan kesadaran masyarakat membayar pajak meningkat. Selain itu, elemen penting lainnya adalah pendataan yang melibatkan Pemprov, Pemkot, Pemkab, kepolisian dan Jasa Raharja.

    “Kita bisa melakukan kegiatan yang bersifat proaktif, sosialisasi hingga Tingkat RT agar Masyarakat tahu mengapa membayar pajak itu penting. Lalu upaya peningkatan pelayanan bisa lebih memudahkan dan dekat kepada masyarakat seperti program samsat keliling atau digitalisasi yang makin memudahkan pembayaran,” ujar Ruminio.

    Penegakan hukum sendiri, kata dia, adalah upaya terakhir, karena dari 12 langkah yang disusun itu mayoritas konsepnya pendekatan humanis.

    “Bagi kepolisian yang paling penting adalah regident kendaraan untuk melindungi masyarakat. Karena berimpact pada hal lainnya,” ujar Ruminio melanjutkan.

    Ia pun menyatakan bahwa Tim Bapenda dan Jasa Raharja melaksanakan pendataan bersama Gakkum Ditlantas Polda Jabar untuk melakukan pendataan dari tingkat Polda sampai ke seluruh Polres atau Polsek untuk mendata kendaraan yang merupakan barang bukti tilang, tindak pidana dan kecelakaan.