partai: PDIP

  • Puan: DPR Sudah Bersurat ke Prabowo Soal 24 Calon Dubes RI, Tinggal Pelantikan

    Puan: DPR Sudah Bersurat ke Prabowo Soal 24 Calon Dubes RI, Tinggal Pelantikan

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sudah bersurat kepada pemerintah terkait nama 24 calon dubes RI untuk negara sahabat dan organisasi internasional.

    Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa Komisi I DPR mengatakan bahwa pihaknya telah menyelesaikan proses uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap 24 calon tersebut.

    “Proses fit and proper dubes sudah selesai di komisi 1 dan DPR sudah bersurat kembali kepada pemerintah atau kepada presiden,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (15/7/2025).

    Dengan demikian, Puan berujar mekanisme selanjutnya saat ini ada di pemerintah. Mulai dari proses surat menyurat dengan negara tujuan hingga proses pelantikan nantinya.

    “Jadi sekarang bolanya ada di eksekutif atau ada di pemerintah,” tegas politisi PDI Perjuangan (PDIP) tersebut.

    Sebelumnya, Komisi I DPR RI telah merampungkan fit and proper test 24 calon dubes RI selama dua hari, mulai sejak Sabtu (5/7/2025) hingga Minggu (6/7/2025). Fit and proper test ini dilakukan dengan empat sesi dan setiap sesinya ada sebanyak 6 calon yang diuji.

    Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto menilai selama uji tersebut berlangsung, ke-24 calon dubes RI semuanya memiliki kualitas yang baik. Dia mengaku bahwa dalam internal Komisi I DPR tidak ada masalah berkenaan profiling ke-24 calon dubes RI. Ini karena, tidak ada debat-debat panjang antar fraksi. 

    “Dugaan saya tidak [ada masalah] ya. Sebab kalau ada, pasti ada debat-debat panjang. Tapi kalau ada satu dua yang nggak pas, namanya manusia,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (6/7/2025).

    Berikut 24 Calon Dubes yang Sudah diproses di Komisi I DPR Sabtu, 5 Juli 2025: 

    Dubes RI untuk Jerman (Berlin), Abdul Kadir Jaelani
    Dubes RI untuk Slovakia (Bratislava), Redianto Heru Nurcahyo
    Dubes RI untuk PTRI New York, Umar Hadi
    Dubes RI untuk Singapura, Hotmangaradja Pandjaitan
    Dubes RI untuk Jepang (Tokyo), Nurmala Kartini Sjahrir
    Dubes RI untuk AS (Washington DC), Indroyono Soesilo
    Dubes RI untuk Vietnam (Hanoi), Adam Mulawarman Tugio
    Dubes RI untuk Belanda (Den Haag), Laurentius Amrih Jinangkung
    Dubes RI untuk UAE, Judha Nugraha
    Dubes RI untuk PBB Jenewa, Sidharto Reza Suryodipuro
    Dubes RI untuk Qatar, Syahda Guruh Langkah Samudera
    Dubes RI untuk Brasil, Andhika Chrisnayudhanto

    Minggu, 6 Juli 2025

    Dubes RI untuk Algeria (Alger), Yusron Bahauddin Ambary
    Dubes RI untuk Azerbaijan (Baku), Berlian Helmy
    Dubes RI untuk Thailand (Bangkok), Hari Prabowo
    Dubes RI untuk Belgia (Brussel), Andi Rachmianto
    Dubes RI untuk Suriah (Damascus), Lukman Hakim Siregar
    Dubes RI untuk Bangladesh dan Nepal (Dhaka), Listyowati
    Dubes RI untuk Mesir (Kairo), Kuncoro Giri Waseso
    Dubes RI untuk Malaysia (Kuala Lumpur), Raden Dato Mohammad Iman Hascarya Kusumo
    Dubes RI untuk Oman (Muscat), Andi Rahardian
    Dubes RI untuk Papua Nugini (Port Moresby), Okto Dorinus Manik
    Dubes RI untuk Korea Utara (Pyongyang), Mayjen (Purn) Gina Yoginda
    Dubes RI untuk Ekuador (Quito), Imam As’ari

  • Respons Anies Kritik RI Absen di Sidang PBB, Puan: Itu Periode Lalu, Prabowo Sekarang Aktif

    Respons Anies Kritik RI Absen di Sidang PBB, Puan: Itu Periode Lalu, Prabowo Sekarang Aktif

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPR Puan Maharani merespons kritikan eks Gubernur Jakarta, Anies Baswedan yang menyatakan soal absennya Presiden RI dalam sejumlah forum internasional, termasuk sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Menurut Puan yang dikritik Anies saat itu adalah ketidakaktifan pemimpin negara Indonesia di forum-forum internasional pada periode lalu.

    “Itu kan di periode yang lalu,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (15/7/2025).

    Lebih lanjut, cucu proklamator RI ini berharap agar Presiden RI saat ini yakni Prabowo Subianto agar sering menghadiri agenda dan forum-forum internasional. Bahkan menurutnya, sebenarnya saja Prabowo sudah terlihat aktif menghadiri itu.

    “Saya tentu saja berharap pada Pak Presiden Prabowo, insyaallah nantinya tentu saja beliau akan hadir pada forum-forum internasional seperti PBB. Karena kita juga melihat bahwa Presiden Prabowo kan sekarang sangat aktif di forum-forum internasional,” ucapnya.

    Sementara itu, legislator PDI Perjuangan (PDIP) Aria Bima menilai kritikan Anies tersebut sah-sah saja dilakukan, asalkan bersifat argumentatif dan konstruktif. 

    “Itu saya kira satu kritik yang tidak salah dan bagaimana kritik-kritik itu akan menjadi cara untuk lebih mencerdaskan bangsa ini, rakyat ini soal kriteria pemimpin ke depan,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).

    Sebagai informasi, mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan menuturkan Indonesia harus bereperan aktif di kancah internasional. Dia juga menyinggung 

    “Kita harus selalu muncul dalam pertemuan-pertemuan global. Bapak Ibu sekalian bertahun-tahun Indonesia absen di pertemuan PBB. Kepala negara tidak muncul. Selalu Menteri Luar Negeri,” katanya dalam berpidato di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I Gerakan Rakyat, di Jakarta Pusat, Minggu (13/7/2025).

  • Puan Bantah Pembahasan RUU KUHAP Tidak Transparan dan Buru-buru

    Puan Bantah Pembahasan RUU KUHAP Tidak Transparan dan Buru-buru

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPR Puan Maharani membantah pembahasan revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dilakukan tidak transparan.

    Puan menuturkan bahwa saat ini pula pihaknya masih terus melakukan pembahasan secara terbuka dengan mengundang dan menerima masukan dari berbagai pihak atau elemen masyarakat.

    “Kami melakukan pembahasan tersebut secara terbuka, mengundang pihak-pihak yang memang kami harus lakukan bersama-sama untuk bisa melakukan pembahasan tersebut,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).

    Tak sampai di situ, legislator PDI Perjuangan (PDIP) ini juga menekankan bahwa pembahasan revisi UU itu tidak dilakukan secara terburu-buru. Menurutnya, komisi teknis terkait juga sudah membahas revisi ini sejak beberapa bulan lalu hingga sekarang.

    “Jadi kita tidak terburu-buru, kita juga sudah melakukan ini dari bulan-bulan yang lalu, dari sidang-sidang yang lalu,” pungkasnya. 

    Sebagai informasi, pada Senin (14/7/2025) kemarin terdapat sejumlah massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP, menggelar aksi unjuk rasa guna mengundang debat publik kepada DPR dan pemerintah soal revisi KUHAP.

    Merespons hal tersebut, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman justru mengundang mereka untuk segera datang menghampirinya di Gedung DPR untuk menyampaikan aspirasinya.

    “Silakan datang nih, ini kan rumah rakyat, rumah mereka. Datang ke sini memberikan lagi aspirasinya seperti apa? Mereka bilang Pak Habiburokhman aja yang kesana. Lah kan saya cuma sendiri, nggak mungkin dong,” ucapnya dalam konferensi pers di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Selasa (15/7/2025).

    Di lain sisi, dia juga menegaskan selama Rapat Paripurna belum dimulai, pihaknya masih bisa menerima masukan terhadap revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    “Sahnya undang-undang itu adalah di Paripurna. Bukan hanya di undang-undang ini sebetulnya. Semua undang-undang. Selama janur kuning Paripurna belum diketuk. Masih terbuka peluang [terima masukan]. Dulu KUHP saja batal,” kata legislator Gerindra tersebut.

  • Puan soal Beras Oplosan: Selidiki Sampai Tuntas!

    Puan soal Beras Oplosan: Selidiki Sampai Tuntas!

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPR RI Puan Maharani mendesak agar kasus beras premium oplosan yang beredar di pasaran untuk dikupas dan diselidiki dengan tuntas. 

    Hal tersebut dirinya sampaikan seusai Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (15/7/2025).

    “Kupas dan selidiki dengan tuntas terkait dengan beras oplosan. Jadi jangan sampai kemudian terkait dengan beras ini merugikan rakyat,” kata politisi PDI Perjuangan (PDIP) tersebut.

    Puan mengatakan dirinya melihat bahwa saat ini sudah dilakukan tindak lanjut terkait beras oplosan ini. Dia mendukung untuk menindaklanjuti secara hukum pihak-pihak yang melakukan hal tersebut.

    “Dan DPR tentu saja akan melakukan pengawasan melalui komisi-komisi yang ada di DPR untuk ikut menindaklanjuti terkait dengan hal itu,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Kementerian Pertanian (Kementan) menilai praktik kecurangan ini disebut berpotensi menimbulkan kerugian hingga hampir Rp100 triliun. 

    Kementan menyebut setidaknya ada 212 merek beras premium yang beredar di pasaran diduga melakukan pengoplosan, pelanggaran standar mutu, berat, hingga harga eceran tertinggi (HET).

    “Ini sangat merugikan konsumen. Kalau dibiarkan, kerugian bisa mencapai Rp99 triliun per tahun,” kata Amran dalam keterangan tertulis, dikutip pada Senin (14/7/2025).

  • Penetapan Hari Kebudayaan Tuai Polemik, PDIP dan Fadli Zon Satu Suara

    Penetapan Hari Kebudayaan Tuai Polemik, PDIP dan Fadli Zon Satu Suara

    Bisnis.com, JAKARTA — Penetapan peringatan Hari Kebudayaan pada tanggal 17 Oktober memicu polemik. Banyak pihak mengkritisi keputusan Menteri Kebudayaan Fadli Zon itu karena bertepatan dengan hari lahir Presiden Prabowo Subianto.

    Menariknya, setelah sempat tak terdengar,  Fadli Zon menjelaskan bahwa penetapan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional merujuk pada tanggal penandatanganan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara.

    Adapun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo pada 17 Oktober 1951.

    “PP tersebut menetapkan lambang Negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian integral dari identitas bangsa,” kata Fadli dilansir dari Antara, Selasa (15/7/2025).

    “Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, tetapi filosofi hidup bangsa Indonesia, yang mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman.”

    Penetapan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional, menurut dia, antara lain ditujukan untuk memperkuat identitas nasional dengan Garuda Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai simbol pemersatu.

    “17 Oktober adalah momen penting dalam perjalanan identitas negara kita. Ini bukan hanya tentang sejarah, tetapi juga tentang masa depan kebudayaan Indonesia yang harus dirawat oleh seluruh anak bangsa,” kata Fadli.

    Penetapan Hari Kebudayaan Nasional juga dimaksudkan untuk mendorong upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan serta meningkatkan pemahaman generasi muda mengenai budaya Indonesia.

    Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan pemahaman publik tentang kebudayaan nasional, memperkuat peran kebudayaan dalam upaya memajukan peradaban bangsa, serta menjadikan kebudayaan sebagai landasan pembangunan karakter dan kesejahteraan bangsa.

    PDIP: Jangan Disimplifikasi

    Sementara itu, legislator PDI Perjuangan (PDIP), Aria Bima menyambut baik dan mengapresiasi Menteri Kebudayaan, Fadli Zon yang menetapkan Hari Kebudayaan jatuh setiap 17 Oktober, yang juga ternyata bertepatan dengan ulang tahun Presiden Prabowo Subianto.

    Menurut dia, hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi pemerintah tidak hanya terbatas pada persoalan politik dan ekonomi saja, tetapi juga melihat bahwa fondasi kebudayaan juga penting.

    Lebih lanjut, dia juga merasa seharusnya penetapan Hari Kebudayaan jangan disimplifikasi atau disederhanakan dengan hari lahirnya Prabowo. 

    “Saya kira Pak Prabowo juga tidak akan suka kalau hari kelahirannya, kemudian dijadikan sebagai satu hal yang monumental seperti Hari Kebudayaan. Pak Prabowo sadar benar sebagai negarawan, tidak maulah bicara soal kebudayaan itu kemudian dianalogikan dengan hari kelahirannya,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).

    Politisi PDIP ini berpandangan bahwa menetapkan Hari Kebudayaan nasional sama artinya dengan menempatkan kebanggaan bangsa. Bahkan, dia menyebut misalnya saja lagu Indonesia Raya, Halo Halo Bandung, dan Maju Tak Gentar mampu menyatukan semangat untuk merdeka.

    “Peradaban bangsa ini adalah sesuatu hal yang harus kita jadikan sebagai value, core value, pembangunan nation and character bangsa kita. Bangsa yang besar karena faktor keyakinan budayanya itu menjadi value bangsa,” ucapnya.

    Dengan demikian, Aria berharap dengan adanya Hari Kebudayaan ini dapat menjadikan bangsa Indonesia lebih bangga dengan berbagai peradaban yang dilahirkan oleh para leluhur dan tokoh-tokoh sebelumnya.

    “Dan itu mampu memproteksi budaya-budaya Barat, budaya-budaya Arab, budaya-budaya luar yang akan menjadikan bangsa ini tidak berkarakter dan tidak bangga dengan dirinya,” pungkasnya.

    Penetapan Hari Kebudayaan

    Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menetapkan Hari Kebudayaan jatuh pada 17 Oktober. Ketetapan itu tertuang dalam surat keputusan menteri (kepmen) yang diterbitkan oleh Fadli pekan lalu.  

    Berdasarkan salinan Keputusan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia No.162/M/2025 yang tersebar di sejumlah media, perayaan hari baru secara nasional itu ditetapkan berdasarkan 11 payung hukum dalam bentuk undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), keputusan presiden (keppres) serta peraturan menteri.  

    Kepmen No.162/M/2025 itu memuat tiga butir keputusan dari Fadli Zon sebagai menteri. “Menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan,” demikian dikutip Bisnis dari butir kesatu Keputusan Menteri (Kepmen) itu. 

    Adapun 17 Oktober diketahui merupakan hari ulang tahun Presiden Prabowo Subianto. Dia lahir pada 17 Oktober 1951. Kini Prabowo juga diketahui merupakan Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, di mana Fadli Zon menjabat sebagi Wakil Ketua Umum dan Wakil Ketua Dewan Pembina.  

  • Fahri Hamzah Sebut Jokowi Beda Paham dengan PDIP Karena Diintervensi, Dedy Palakka: Kebenaran Faktual

    Fahri Hamzah Sebut Jokowi Beda Paham dengan PDIP Karena Diintervensi, Dedy Palakka: Kebenaran Faktual

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kader PSI, Dedy Nur Palakka menanggapi pernyataan Fahri Hamzah. Terkait Presiden ke-7 Jokowi yang beda haluan dengan PDIP di akhir masa jabatannya.

    “Bang @Fahrihamzah sedang menyampaikan kebenaran faktual dari sistem Presidensialisme,” kata Dedy dikutip dari unggahannya di X, Selasa (15/7/2025).

    Menurut Dedy, mestinya partai tidak cawe-cawe lagi. Ketika calon yang diusungnya terpilih sebagai presiden.

    “Siapapun yang dipilih oleh Rakyat ialah yang memegang kendali penuh, Partai Politik ngga usah cawe-cawe lagi,” ujarnya.

    Ketika kandidat tersebut terpilih, maka tugas partai selesai.

    “Tugas mereka selesai saat kandidatnya sudah terpilih, sekarang biarkan kandidat yang terpilih yang menyusun kabinetnya sesuai dengan visi misi yang sudah di tawarkan kepada Rakyat,” pungkasnya.

    Pernyataan Fahri itu disampaikan dalam YouTube Zulfan Lindan Unpacking Indonesia. Ia memaparkan mengapa Jokowi dan PDIP berbeda paham.

    “Akibat dari kita tidak menata sistem dengan baik. Misalnya, Pak Jokowi dipilih rakyat, tapi kita tahu ada intervensi besar selama beliau memimpin,” papar Fahri dalam siniar itu.

    Menurut Wakil Menteri Perumahan Rakyat itu, Jokowi diintervensi dari belakang. Menurutnya, itu sangat tidak enak.

    “Itu yang menciptakan mekanisme dari Jokowi. Melakukan politik yang tidak diketahui partainya,” ujar Fahri.

    Menurutnya, dari kasus Jokowi bisa dipelajari. Bahwa mestinya presiden tifak bisa diintervensi oleh partainya ketika sudah menjabat.

    “Maka kita mesti belajar bahwa presiden itu kalau sudah terpilih jangan diintervensi, jangan diganggu dari belakang, jangan punya agenda lain di belakang layar. Jangan istilahnya itu sendiri-sendiri, jelasnya.

  • PDIP Dorong Kodifikasi dibanding Buat Omnibus Law UU Politik

    PDIP Dorong Kodifikasi dibanding Buat Omnibus Law UU Politik

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima berpendapat bahwa pendekatan kodifikasi lebih tepat dibandingkan dengan omnibus law dalam merevisi Undang-Undang Pemilu.

    Aria menuturkan bahwa lodifikasi cara pandang merevisi UU Pemilu dapat menjadi holistik atau menyeluruh. Ini juga karena setiap UU kepemiluan memiliki keterkaitannya masinga-masing.

    “Saling keterkaitannya ada gitu antara UU partai politiknya, UU pemilunya, UU mungkin sampai pada kedudukan lembaga-lembaga seperti DPR nya, UU KPU nya, Bawaslunya. Semua harus terintegrasi dalam suatu alur yang sama satu persepsi dan satu perspektif,” katanya dikutip, Selasa (15/7/2025).

    Adapun, satu persepsi sama yang dimaksud Aria adalah berkenaan tentang pemilu yang demokratis, baik penyelenggaraannya, pelaksana, pengawasnya partai politik, hingga pemilihnya.

    “Saya sepakat kalau UU nanti lebih kodifikasi, daripada omnibus law atau sendiri sendiri ya,” tuturnya.

    Meski demikian, Aria belum bisa memastikan bagaimana teknis pengelompokan dalam kodifikasi nantinya, karena masih butuh pendalaman lebih lanjut. Namun yang jelas, kodifikasi itu nanti harus mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

    “Kita harus evaluasi, termasuk kenapa terjadi PSU atau pemilu ulang. Itu jadi bahan kajian dalam merumuskan UU. Siapa bertugas apa, untuk kepentingan siapa, oleh siapa. Transparansi dan partisipasi publik, terutama dari kalangan intelektual kampus dan non-kampus, juga penting untuk dilibatkan dalam pembahasan ini,” urainya.

    Sebelumnya, DPR telah menyetujui kodifikasi dan kompilasi UU Paket Pemilu dan partai Politik menjadi bagian dari aturan rencana strategis (Renstra) DPR periode 2025-2029. 

    Hal tersebut disetujui dalam Sidang Paripurna ke-23 laporan dari Badan Legislasi (Baleg) di kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (8/7/2025). 

    “Laporan Baleg terhadap hasil pembahasan rancangan Peraturan DPR RI tentang Renstra DPR RI 2025-2029, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi Peraturan DPR RI?” kata Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir di ruang paripurna. 

    Kemudian, pernyataan itu disetujui oleh 316 peserta rapat paripurna yang hadir. Dalam hal ini, Adies mengatakan bahwa kodifikasi dan kompilasi UU Paket Pemilu dan partai Politik bakal ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang ada.

  • PDIP Soal Anies Soroti Presiden Absen di Sidang PBB: Kritiknya Tidak Salah

    PDIP Soal Anies Soroti Presiden Absen di Sidang PBB: Kritiknya Tidak Salah

    Bisnis.com, JAKARTA — Politisi PDI Perjuangan (PDIP), Aria Bima menanggapi kritikan dari eks Gubernur Jakarta, Anies Baswedan yang menyatakan soal absennya Presiden Prabowo Subianto dalam sejumlah forum internasional, termasuk sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Menurut dia, hal tersebut sah-sah saja dilakukan yang penting kritiknya itu bersifat argumentatif dan konstruktif. Sebab itu, dia menilai Anies tidak salah mengkritik hal tersebut.

    “Itu saya kira satu kritik yang tidak salah dan bagaimana kritik-kritik itu akan menjadi cara untuk lebih mencerdaskan bangsa ini, rakyat ini soal kriteria pemimpin ke depan,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).

    Dengan demikian pula, Wakil Ketua Komisi II DPR ini berpandangan Anies telah memulai dengan cara-cara yang fair dan lebih terbuka. Pasalnya, dia melihar kritik yang membangun memang diperlukan.

    Meski begitu, dia berujar bahwa sebenarnya bila dicermati sudah banyak juga forum-forum internasional yang diikuti oleh Joko Widodo (Jokowi) kala menjabat sebagai Presiden ke-7 RI.

    “Saat Pak Jokowi menjadi presiden, saya kira perlu kita cermati lagi karena juga forum yang diikuti oleh Pak Jokowi cukup banyak. Saya tidak langsung membenarkan, tapi juga tidak menyalahkan apa yang disampaikan oleh Mas Anies,” tegasnya.

    Sebagai informasi, mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan menuturkan Indonesia harus bereperan aktif di kancah internasional. Dia juga menyinggung 

    “Kita harus selalu muncul dalam pertemuan-pertemuan global. Bapak Ibu sekalian bertahun-tahun Indonesia absen di pertemuan PBB. Kepala negara tidak muncul. Selalu Menteri Luar Negeri,” katanya dalam berpidato di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I Gerakan Rakyat, di Jakarta Pusat, Minggu (13/7/2025).

  • Hari Kebudayaan 17 Oktober Bertepatan Ultah Prabowo, PDIP: Jangan Disimplifikasikan

    Hari Kebudayaan 17 Oktober Bertepatan Ultah Prabowo, PDIP: Jangan Disimplifikasikan

    Bisnis.com, JAKARTA — Legislator PDI Perjuangan (PDIP), Aria Bima menyambut baik dan mengapresiasi Menteri Kebudayaan, Fadli Zon yang menetapkan Hari Kebudayaan jatuh setiap 17 Oktober, yang juga ternyata bertepatan dengan ulang tahun Presiden Prabowo Subianto.

    Menurut dia, hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi pemerintah tidak hanya terbatas pada persoalan politik dan ekonomi saja, tetapi juga melihat bahwa fondasi kebudayaan juga penting.

    Lebih lanjut, dia juga merasa seharusnya penetapan Hari Kebudayaan jangan disimplifikasi atau disederhanakan dengan hari lahirnya Prabowo. 

    “Saya kira Pak Prabowo juga tidak akan suka kalau hari kelahirannya, kemudian dijadikan sebagai satu hal yang monumental seperti Hari Kebudayaan. Pak Prabowo sadar benar sebagai negarawan, tidak maulah bicara soal kebudayaan itu kemudian dianalogikan dengan hari kelahirannya,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).

    Politisi PDIP ini berpandangan bahwa menetapkan Hari Kebudayaan nasional sama artinya dengan menempatkan kebanggaan bangsa. Bahkan, dia menyebut misalnya saja lagu Indonesia Raya, Halo Halo Bandung, dan Maju Tak Gentar mampu menyatukan semangat untuk merdeka.

    “Peradaban bangsa ini adalah sesuatu hal yang harus kita jadikan sebagai value, core value, pembangunan nation and character bangsa kita. Bangsa yang besar karena faktor keyakinan budayanya itu menjadi value bangsa,” ucapnya.

    Dengan demikian, Aria berharap dengan adanya Hari Kebudayaan ini dapat menjadikan bangsa Indonesia lebih bangga dengan berbagai peradaban yang dilahirkan oleh para leluhur dan tokoh-tokoh sebelumnya.

    “Dan itu mampu memproteksi budaya-budaya Barat, budaya-budaya Arab, budaya-budaya luar yang akan menjadikan bangsa ini tidak berkarakter dan tidak bangga dengan dirinya,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menetapkan Hari Kebudayaan jatuh pada 17 Oktober. Ketetapan itu tertuang dalam surat keputusan menteri (kepmen) yang diterbitkan oleh Fadli pekan lalu.  

    Berdasarkan salinan Keputusan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia No.162/M/2025 yang tersebar di sejumlah media, perayaan hari baru secara nasional itu ditetapkan berdasarkan 11 payung hukum dalam bentuk undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), keputusan presiden (keppres) serta peraturan menteri.  

    Kepmen No.162/M/2025 itu memuat tiga butir keputusan dari Fadli Zon sebagai menteri. “Menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan,” demikian dikutip Bisnis dari butir kesatu Keputusan Menteri (Kepmen) itu. 

    Adapun 17 Oktober diketahui merupakan hari ulang tahun Presiden Prabowo Subianto. Dia lahir pada 17 Oktober 1951. Kini Prabowo juga diketahui merupakan Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, di mana Fadli Zon menjabat sebagi Wakil Ketua Umum dan Wakil Ketua Dewan Pembina.  

    Selain jabatan politik, Fadli Zon juga tercatat sering mendampingi Prabowo baik dalam momen formal maupun non-formal.

  • Hasto Sebut Jaksa KPK Tak Bisa Jawab Pertanyaan Soal Kriminalisasi

    Hasto Sebut Jaksa KPK Tak Bisa Jawab Pertanyaan Soal Kriminalisasi

    Bisnis.com, Jakarta — Terdakwa Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menuding jaksa KPK tidak bisa menjawab pertanyaan dari penasihat hukum saat sidang replik di PN Jakarta Pusat.

    Hasto membeberkan pertanyaan penasihat hukum itu di antaranya soal kriminalisasi terhadap dirinya, rekayasa kasus hingga penyelundupan fakta terkait perkara yang kini tengah menjerat Hasto.

    “Dari replik tadi terlihat bahwa terhadap fakta-fakta yang kami sampaikan adanya rekayasa dan juga penyelundupan fakta dan kriminalisasi ternyata tidak mampu dijawab oleh penuntut umum,” tuturnya di Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Selain itu, Hasto juga menilai bahwa KPK selama ini telah melakukan penggiringan opini publik melalui saksi-saksi internal KPK yang merupakan saksi fakta atas operasi tangkap tangan (OTT).

    “Padahal yang terjadi sebenarnya mereka dihadirkan dengan suatu berita acara pemeriksaan di mana di dalam BAP itu mengungkapkan suatu fakta fakta yang diselundupkan,” katanya.

    Maka dari itu, Hasto menegaskan pihaknya bakal siapkan duplik terbaik dalam rangka melawan replik JPU KPK tersebut sekaligus memberikan pendidikan politik ke publik bahwa putusan pengadilan harus mengacu kepada fakta persidangan, bukan asumsi.

    “Kami akan persiapkan dupliknya dengan sebaik-baiknya sekaligus sebagai suatu pendidikan politik tentang bagaimana keputusan harus diambil berdasarkan fakta hukum yang ada di persidangan bukan berdasarkan asumsi dari JPU. Merdeka,” ujarnya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, JPU dari KPK menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

    Selain itu, JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.  Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. 

    Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah.