partai: PDIP

  • Abolisi dan amnesti bagi Tom dan Hasto dari sisi yuridis-sosial

    Abolisi dan amnesti bagi Tom dan Hasto dari sisi yuridis-sosial

    Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, Jumat (1/8/2025), bebas dari proses hukum yang sedang ia jalani setelah mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/bar/pri.

    Abolisi dan amnesti bagi Tom dan Hasto dari sisi yuridis-sosial
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Minggu, 03 Agustus 2025 – 13:40 WIB

    Elshinta.com – Pada 30 Juli 2025, muncul sebuah berita yang cukup mengejutkan masyarakat Indonesia. Presiden Prabowo Subianto secara resmi memberikan abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti untuk Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyambut Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2025.

    Selanjutnya DPR telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R-43/Pres/072025 tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Tom Lembong.

    Keputusan DPR juga menyetujui pemberian amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto sebagaimana tertuang dalam Surat Presiden Nomor R-42/Pres/072725 tanggal 30 Juli 2025.

    Pendapat pro dan kontra juga mengemuka. Pemberlakuan hak prerogatif Presiden ini dinilai sarat dengan kepentingan politik dan menciderai sistem penegakan hukum. Ada juga pendapat yang justru menyanjung Presiden karena telah berjiwa besar dan mendengarkan aspirasi masyarakat luas.

    Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Presiden memiliki sejumlah kewenangan konstitusional, salah satunya adalah hak prerogatif untuk memberikan amnesti dan abolisi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.

    Dua bentuk pengampunan hukum ini seringkali menjadi perbincangan publik karena menyentuh ranah penegakan hukum dan keadilan. Namun, hak tersebut tidak bersifat mutlak, melainkan tunduk pada prinsip-prinsip hukum, syarat formil, dan kontrol konstitusional melalui pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    Lalu seperti apa format hukum yang berlaku dalam peristiwa ini. Menarik tentunya untuk dapat kita kaji atau analisis tentang bagaimana framework yuridis terhadap penggunaan kewenangan atau hak tersebut.

     

    Abolisi dan Amnesti dalam UUD 1945

    Pasal 14 UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden berhak memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung, serta amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

    Abolisi dan amnesti berbeda dari grasi. Amnesti dan abolisi bersifat kolektif dapat bernuansa politik, sehingga pertimbangan DPR bersifat wajib sebagai bentuk kontrol demokratis terhadap kekuasaan eksekutif.

    Amnesti dapat diartikan sebagai penghapusan akibat hukum pidana terhadap perbuatan pidana yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam kaitannya dengan kepentingan politik, yang biasanya diberikan untuk memulihkan hubungan negara dengan warga negara atau kelompok tertentu.

    Sedangkan abolisi adalah penghentian proses hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang atas perbuatan yang bersifat pidana, bahkan sebelum ada putusan pengadilan. Keduanya bersifat kolektif dan berimplikasi pada penghentian proses hukum atau penghapusan hukuman.

    Selain Konstitusi, UU No 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan KUHAP turut mengatur teknis pemasyarakatan, namun tidak secara eksplisit merinci mekanisme amnesti dan abolisi.

    Dalam Putusan MK No 7/PUU-IV/2006, MK menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi bukanlah tindakan administratif semata, melainkan tindakan hukum bersifat konstitusional yang wajib memperhatikan prinsip checks and balances.

    Secara yuridis, hak prerogatif Presiden atas amnesti dan abolisi adalah bentuk pengejawantahan fungsi Presiden sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan. Hak ini dapat menjadi alat korektif dalam sistem peradilan pidana, khususnya bila terdapat ketimpangan hukum atau pertimbangan kemanusiaan.

    Namun, dalam praktiknya, pemberian amnesti dan abolisi tidak boleh disalahgunakan untuk melindungi kepentingan politik tertentu. Oleh karena itu, pertimbangan dari DPR menjadi instrumen penting dalam menjaga akuntabilitas Presiden.

    Pemberian amnesti dan abolisi bukan hal baru di Indonesia. Pada 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan amnesti umum untuk 1.200 orang dan abolisi untuk kelompok yang terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka sebagai bagian dari kesepakatan damai Helsinki antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka. Langkah ini diapresiasi sebagai wujud politik hukum restoratif dan transisional.

    Pada 2019, Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, seorang korban pelecehan yang justru dijatuhi hukuman berdasarkan UU ITE. Ini merupakan preseden penting yang menunjukkan bahwa amnesti dapat diberikan pada kasus individual yang sarat kepentingan keadilan substantif.

    Abolisi untuk Thomas Lembong

    Dalam hukum pidana, abolisi adalah penghapusan hak negara untuk menuntut seseorang secara pidana, meskipun ada dugaan tindak pidana. Berbeda dari grasi (pasca-putusan), abolisi dapat diberikan sebelum proses peradilan dimulai atau saat masih berjalan. Abolisi bersifat prospektif dan menghentikan proses penegakan hukum, sehingga secara praktis dapat diartikan sebagai intervensi politik terhadap penuntutan pidana.

    Tom Lembong sebelumnya terseret kasus impor gula dengan kerugian Rp578 miliar. Jaksa mengungkap keterlibatan Tom telah terjadi sejak 12 Agustus 2015. Saat itu, Tom masih menjadi Menteri Perdagangan dan menyetujui impor gula kristal mentah yang akan diolah jadi kristal putih. Ia menyetujui tanpa melakukan rapat koordinasi dengan kementerian terkait.

    Jaksa menyalahkan Tom karena tidak menunjuk BUMN untuk menstabilkan harga gula di Indonesia. Ia malah menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI Polri. Tom didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada 18 Juli 2025, Tom divonis 4,5 tahun penjara.

    Selanjutnya dalam pertimbangan Presiden untuk memberikan abolisi, Menteri Hukum menjelaskan bahwa pertimbangan pemberian abolisi itu didasari pula oleh pertimbangan-pertimbangan subjektif, salah satunya kontribusi Tom Lembong terhadap negara.

    Walaupun begitu tidak sedikit pihak yang menyarankan kepada Tom Lembong untuk menolak abolisi dan terus berjuang hingga putusan. Bahkan terdapat informasi bahwa Kejaksaan juga masih dalam proses mempelajari putusan hakim untuk pengajuan banding.

    Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 31/PUU-VIII/2010, MK menyatakan bahwa penggunaan kewenangan prerogatif presiden tidak boleh melanggar prinsip due process of law dan non-diskriminatif. Artinya pemberian abolisi kepada individu tertentu tanpa kriteria obyektif dan tidak berlaku umum berpotensi melanggar asas kepastian hukum dan keadilan.

    Abolisi harus proporsional dan tidak dapat digunakan sebagai alat perlindungan terhadap elit politik.

    Amnesti untuk Hasto Kristiyanto

    Amnesti adalah penghapusan akibat hukum pidana terhadap sekelompok orang atau individu yang melakukan tindak pidana tertentu.

    Dalam doktrin klasik, amnesti berlaku untuk delik politik, seperti pemberontakan, penghasutan terhadap negara, atau pelanggaran terhadap ketertiban umum yang bermotif ideologis. Selain itu amnesti juga diberikan dalam rangka rekonsiliasi nasional pasca-konflik, pemberontakan, atau peralihan rezim.

    Adapun dalam kasus Hasto, ia sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara karena terbukti bersalah memberikan suap kepada mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.

    Dalam Putusan Hakim, Hasto dinilai telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Menkumham menyebut bahwa pada mulanya pemerintah menargetkan pemberian amnesti terhadap 44 ribu narapidana. Hasto bersama 1116 terpidana lainnya akhirnya diberikan amnesti.

    Hal ini menjadi jawaban atas perjuangan Hasto dan seluruh pendukungnya yang selama ini menyerukan ketidakadilan dan kriminalisasi berdasar politik. Dengan amnesti tersebut maka seluruh akibat hukum pidana yang telah dijatuhkan kepada penerima amnesti dihapuskan. Dengan demikian status hukum mereka dipulihkan sepenuhnya.

    Dalam kasus pemberian abolisi dan amnesti terhadap Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, maka semua proses hukum terhadap keduanya dihentikan, serta keduanya harus dilepaskan atau dibebaskan.

    Banyak pihak kemudian mulai mencoba untuk mengkaji apakah abolisi dan amnesti tersebut memang dapat atau layak diberikan. Apakah pemberian tersebut berafiliasi dengan kepentingan politis.

    Untuk mengkaji hal ini, pertama kita harus mendalami dahulu makna dari amnesti dan abolisi.

    Amnesti dan abolisi memang dapat bernuansa politik, namun untuk memberikan keseimbangan dan obyektivitasnya, keputusan ini harus mendapat pertimbangan DPR. Oleh sebab itu, Presiden harus dapat menjelaskan alasan dari pemberian amnesti dan abolisi.

    Melihat dari alasan yuridisnya, maka Presiden memiliki hak prerogatif yang dijamin dalam Konstitusi untuk mengajukan amnesti dan abolisi kepada DPR demi kepentingan negara, termasuk dalam menciptakan stabilitas politik.

    Kita ketahui bersama bahwa gelombang protes terhadap proses hukum Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto sangat besar dan cukup menurunkan citra penegakan hukum.

    Hal kedua adalah pentingnya kita memahami bahwa hukum sangat berhubungan dengan politik. Roscoe Pound misalnya mengemukakan bahwa hukum adalah hasil dari kehendak politik yang saling bersaing dan berinteraksi. Karl Marx menyatakan perspektif hukum yang dipandang sebagai alat kekuasaan dan tujuan politik.

    Niklas Luhmann mengemukakan terkait dengan teori interdependesi hukum yang menyatakan bahwa hukum dan politik sangat berinteraksi dan saling mempengaruhi. Aliran Realisme seperti Jerome Frank dan Karl Llewellyn juga melihat bahwa hukum tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial dan kekuasaan politik.

    Seluruh teori tersebut menegaskan bahwa politik, pemerintahan, dan hukum saling berinteraksi. Amnesti dan Abolisi menjadi salah satu hal yang konkrit yang menjelaskan interaksi antara politik dan kekuasaan dengan hukum.

    Hal ketiga adalah apakah pemberian tersebut kemudian menegasikan penegakan hukum?

    Sejumlah akademisi hukum berpendapat bahwa Amnesti dan abolisi harus digunakan secara selektif dan proporsional demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Pertimbangan HAM dan keadilan restoratif menjadi landasan moral dalam penggunaannya.

    Dalam negara hukum, tidak ada kekuasaan yang absolut, termasuk hak prerogatif Presiden. Oleh karena itu, mekanisme kontrol oleh DPR bukan hanya formalitas, tetapi bagian dari prinsip konstitusionalisme.

    Prof Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa hak prerogatif presiden tidak dapat dilepaskan dari prinsip checks and balances, dan harus ditujukan untuk kepentingan keadilan dan kemanusiaan. Abolisi dan Amnesti dalam hal ini tidak dapat dihubungkan dengan ketidakpercayaan pada sistem hukum atau absolutisme.

    Menakar Amnesti dan Abolisi

    Amnesti dan abolisi mencerminkan wajah manusiawi dari hukum. Dalam negara hukum yang demokratis, keduanya bukanlah bentuk impunitas, tetapi saluran korektif atas sistem peradilan yang bisa saja tidak sempurna.

    Oleh karenanya, penggunaan hak prerogatif Presiden ini harus dijaga agar tetap dalam koridor konstitusi dan etika publik. Politik kekuasaan dan hukum saling berinteraksi, namun kedewasaan dan pemikiran yang realis dan logis perlu untuk dikedepankan.

     

    Dalam hal ini, kita boleh berpendapat pula bahwa Presiden, walaupun memiliki hak prerogatif yang diatur dalam konstitusi, tidak serta merta memiliki kewenangan secara mutlak untuk melakukan semacam intervensi terhadap sistem peradilan dan penegak hukum.

    Prinsip check and balances dan saling menghormati antar-lembaga tetap ada dan diatur secara jelas. Presiden tetap membutuhkan pertimbangan DPR atau bahkan MA dalam hal pemberian Grasi dan Rehabilitasi.

    Dengan begitu, aturan yang ada tentang pemberian abolisi dan amnesti ini telah menegasikan kesewenangan atau intervensi penuh dari Pemerintah terhadap sistem penegakan hukum.

    Dengan adanya mekanisme pertimbangan tersebut, Presiden justru menghormati proses hukum dan mendukung penuh program penegakan hukum khususnya tindak pidana korupsi. Presiden dan DPR kemudian hanya menjadi jalan untuk mewujudkan kepentingan nasional dan keadilan sosial yang hidup dalam masyarakat.

    Pemberian abolisi dan amnesti ini dapat pula dibaca sebagai jalan untuk memberi koreksi terhadap hasil sistem penegakan hukum.

    Ketika terjadi sebuah kekeliruan atau kekosongan hukum dan di mana sistem peradilan dan penegakan hukum tidak mampu untuk mengimplementasi sebuah keadilan sosial-politik, amnesti dan abolisi menjadi jalan untuk meluruskan jalan untuk mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, stabilitas politik dan hukum, serta mengedepankan prinsip HAM dan kemanusiaan.

    Hal ini memperlihatkan semangat bahwa sistem hukum harus dapat menyeimbangkan tujuan hukum yakni keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Selain itu semangat dalam merestorasi atau mewujudkan keadilan yang restoratif, restitutif, rehabilitatif, dan substantif dapat diwujudkan dalam mekanisme  atau tindakan hukum yang luar biasa.

    Kita boleh saja melihat bahwa dunia hukum dan demokrasi kita belum sepenuhnya dapat terlaksana dengan sempurna. Namun kini kita setidaknya telah teruji dengan kedewasaan politik dan kekuasaan, responsivitas terhadap keinginan masyarakat, dan instrumen hukum yang demokratis dan restoratif.

    Sehingga ini menjadi pilar fundamental bangsa Indonesia yang memiliki semangat persatuan dan kesatuan, saling menghormati dan bergotong royong, berkeadilan sosial, dan mampu untuk menjadi dewasa secara politik yang mengakui segala kelemahan dan kekurangan untuk maju bersama.

    Semoga Indonesia makin jaya dan berdikari. Merdeka!

     

    *) Dr I Wayan Sudirta, Anggota Komisi III DPR RI

    Sumber : Antara

  • Gerindra Bersyukur Megawati Instruksikan Kader PDIP Dukung Pemerintahan Prabowo

    Gerindra Bersyukur Megawati Instruksikan Kader PDIP Dukung Pemerintahan Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Dewan Pembina sekaligus Ketua Dewan Kehormatan Partai Gerindra, Ahmad Muzani merasa bersyukur karena PDI Perjuangan (PDIP) mau mendukung pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto.

    Hal tersebut Muzani sampaikan kala merespons soal instruksi Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) kepada segenap kadernya untuk senantiasa mendukung pemerintahan Prabowo.

    “Kami bersyukur, berterima kasih kepada bentuk dukungan yang diberikan oleh Ibu Mega sebagai ketua PDI Perjuangan,” katanya di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (3/8/2025).

    Ketua MPR RI ini mengaku bahwa saat bertemu Megawati di banyak kesempatan, Presiden ke-5 RI itu berujar pemerintah hasil pemilihan umum (pemilu) memang harus didukung.

    “Ibu Mega dalam banyak kesempatan ketemu kami juga seperti itu bahwa pemerintah hasil pemilihan umum ini harus didukung, supaya pemerintah memiliki efektivitas dalam menjalankan kekuasaannya,” tutur dia.

    Sebagai informasi, melansir laman resmi PDIP pada Minggu (3/8/2025), instruksi Megawati itu dibeberkan langsung oleh Ketua DPP PDI Perjuangan, Deddy Sitorus kepada wartawan di Denpasar, Bali, Kamis (31/7/2025).

    Deddy menyebut Megawati meminta seluruh kadernya mendukung pemerintahan Prabowo agar selalu berpijak kepada rakyat dan menjaga bangsa. 

    “Ibu menegaskan bahwa kita mendukung pemerintah, dalam arti mendukung segala upaya yang positif untuk menjaga negara, menghadapi krisis fiskal, defisit, pembayaran utang luar negeri, tantangan geopolitik, hingga tekanan ekonomi global,” katanya.

  • Hitung-hitungan Adi Prayitno Usai Putusan Prabowo: PDIP Dukung Pemerintah, Anak-anak Tom Lembong Belum Ada Tanda

    Hitung-hitungan Adi Prayitno Usai Putusan Prabowo: PDIP Dukung Pemerintah, Anak-anak Tom Lembong Belum Ada Tanda

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Politik Adi Prayitno, ikut memberikan komentarnya mengenai abolisi yang diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto.

    Ia pun memberikan hitung-hitungannya mengenai kemungkinan yang terjadi setelah putusan Presiden itu diberikan.

    Adi tidak menjamin setelah putusan tersebut Indonesia akan lebih harmonis dan perdebatan soal polemik yang menyangkut keduanya berhenti.

    “Tak ada jaminan apapun. Kalau PDIP jelas dukung pemerintah,” ujar Adi di pribadinya di X @Adiprayitno_20, dikutip Minggu (3/8/2025).

    Dikatakan Adi, jika pada satu sisi PDIP bakal memberikan dukungannya pada pemerintahan Prabowo, pendukung Tom Lembong belum tentu demikian.

    “Anak-anak Tom yang merupakan reinkarnasi anak-anak abah dukung pemerintah kagak? Belum ada tandanya,” tandasnya.

    Sebelumnya, Geizs Chalifah, membagikan momen kebersamaannya dengan mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, usai melaksanakan salat Jumat berjemaah, Jumat (1/8/2025).

    Nampak di Facebook pribadinya, Geizs mengunggah foto bersama Anies seraya mengungkapkan perbedaan cara pandang di antara keduanya.

    “Bada (setelah) Jumat. Anies dengan kebaikannya berfikir yang selalu positif saya tetap sinikal,” kata Geizs, Jumat (1/8/2025).

    Geizs menyinggung secara tajam soal kasus yang menimpa mantan Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, yang baru saja mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

    Dikatakan Geizs, meskipun Tom Lembong sudah dibebaskan melalui mekanisme abolisi, penghapusan perkara sebelum putusan inkrah bukan berarti pelaku kriminalisasi terhadapnya bisa lepas begitu saja.

  • Perlakuan Jokowi ke Tom Lembong Tak Berperasaan

    Perlakuan Jokowi ke Tom Lembong Tak Berperasaan

    GELORA.CO -Pengamat politik senior Ikrar Nusa Bhakti menyatakan bahwa pemberian abolisi terhadap Tom Lembong merupakan langkah penting, namun belum cukup. 

    Ia menilai masih ada persoalan hukum dan moral yang harus diselesaikan secara menyeluruh.

    “Saya juga menyetujui argumen bahwa meskipun abolisi sudah dikeluarkan, proses belum selesai. Karena masih ada kasus-kasus lain yang harus diselesaikan,” ujar Ikrar seperti dikutip redaksi melalui kanal YouTube Indonesia Lawyer Club, Minggu, 3 Agustus 2025.

    Ia secara terang menyindir perlakuan Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang dinilainya tidak berperasaan terhadap Tom Lembong yang pernah berjasa dalam pemerintahan.

    “Jokowi ini adalah seorang politisi yang kadang-kadang buat saya ini menjadi orang yang kalau melakukan sesuatu pembunuhan itu benar-benar tanpa perasaan,” jelasnya.

    Dia membeberkan, Tom Lembong pernah menjadi penasihat presiden yang membantu  menjelaskan posisi ekonomi Indonesia. Lalu  menjadi Menteri Perdagangan dan dikenal sangat jujur. 

    “Ternyata orang sudah berjasa dalam konferensi internasional tersebut dan juga sudah menjadi pimpinan BKPM yang sangat jujur dan kemudian menjadi Menteri Perdagangan juga yang menurut saya sangat jujur, tiba-tiba dimasukkan penjara,” ungkapnya.

    Menurutnya, kejanggalan muncul ketika kasus-kasus hukum terhadap tokoh-tokoh tersebut muncul jauh setelah peristiwa berlangsung, dan justru mencuat setelah mereka tak lagi berada dalam lingkar kekuasaan.

    “Tom itu menjabat antara 2015-2016, tapi kasusnya baru muncul tahun 2023. Begitu juga dengan Hasto, kasusnya dari 2014, tapi baru mencuat setelah Jokowi tidak lagi jadi Presiden di bawah PDIP,” jelasnya.

    Ikrar menyebut, Presiden Prabowo tampaknya mampu membaca bahwa ada sesuatu yang janggal dalam proses hukum tersebut. Karena itu, ia menilai abolisi dan amnesti yang dikeluarkan merupakan bentuk koreksi terhadap ketidakadilan yang sempat terjadi.

  • Langkah Presiden Koreksi Peradilan Sesat Harus Didukung

    Langkah Presiden Koreksi Peradilan Sesat Harus Didukung

    GELORA.CO -Politikus Partai Demokrat, Andi Arief, menanggapi pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti kepada mantan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Menurut Andi, langkah tersebut sejalan dengan semangat konstitusi yang telah mengantisipasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam proses peradilan.

    “Penyusun konstitusi kita tahun 1945 sudah tahu, suatu saat akan terjadi peradilan politik, peradilan sesat, peradilan balas dendam. Karenanya, diberikan hak khusus pada Presiden untuk mengoreksinya,” ujar Andi Arief lewat akun X miliknya, Minggu, 3 Agustus 2025.

    Ia menegaskan bahwa kewenangan Presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi harus dipandang sebagai mekanisme koreksi terhadap potensi kesalahan atau penyalahgunaan hukum yang bermuatan politis.

    “Kalau Presiden mengkoreksi peradilan yang sesat, itu harus didukung. Tapi kalau Presiden yang justru menginisiasi peradilan sesat, itu yang harus dicegah,” tegasnya.

    Pemberian amnesti dan abolis sesungguhnya i bukan hal baru dalam sejarah politik Indonesia. Sejak era awal kemerdekaan hingga pemerintahan reformasi, presiden beberapa kali menggunakan kewenangan ini.

    Tujuannya untuk meredakan ketegangan politik, mengoreksi kekeliruan hukum, atau memulihkan keadilan bagi pihak-pihak tertentu

  • Alasan Mega soal PDIP Ambil Posisi Penyeimbang Pemerintah

    Alasan Mega soal PDIP Ambil Posisi Penyeimbang Pemerintah

    Jakarta

    Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengatakan PDIP tidak berada dalam posisi oposisi atau koalisi. Megawati menegaskan PDIP akan menjadi partai penyeimbang pemerintah.

    Dirangkum detikcom, Sabtu (2/8), pernyataan tersebut disampaikan Megawati dalam pidato politiknya saat penutupan Kongres ke-6 PDIP, di Nusa Dua Bali Convention Center, Bali. Megawati mengatakan Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.

    “Saya menegaskan satu hal, yang kerap disalahpahami dalam ruang demokrasi kita, bahwa ini saya ulangi untuk kamu mesti ingat, dalam sistem pemerintahan presidensial seperti yang kita anut, tidak, tidak, tidak dikenal istilah oposisi dan koalisi,” kata Megawati.

    Demokrasi Indonesia, kata Mega, bukan merupakan demokrasi bersifat blok-blokan kekuasaan. Namun, Megawati mengatakan demokrasi Indonesia bertumpu pada kedaulatan rakyat dan konstitusi.

    “Oleh karena itu, PDIP tidak memposisikan sebagai oposisi dan juga tidak semata-mata membangun koalisi kekuasaan,” ujarnya.

    “Kita adalah partai ideologis, yang berdiri di atas kebenaran, berpihak pada rakyat, dan bersikap tegas sebagai partai penyeimbang, demi menjaga arah pembangunan nasional tetap berada di dalam rel konstitusi dan kepentingan rakyat banyak,” sambung dia.

    Megawati menegaskan PDIP akan mendukung kebijakan pemerintah selama berpihak kepada rakyat. Namun, dia menekankan partainya juga akan menentang keras jika terdapat penyimpangan dalam kebijakan pemerintah.

    “Kita akan mendukung setiap kebijakan pemerintah yang berpihak pada rakyat. Namun kita juga akan bersuara lantang dan bertindak tegas terhadap setiap penyimpangan dari nilai-nilai pancasila, keadilan sosial, dan amanat penderitaan, dan saya hukum yang berkeadilan,” ungkapnya.

    PDIP akan terus berkomitmen terhadap kesejahteraan rakyat. Mega pun mengajak para kader untuk terus menjaga demokrasi Indonesia.

    “Sebab, bagi kita keberpihakan bukan soal berada di dalam atau di luar pemerintahan, tetapi soal setia pada kebenaran, dan berpijak pada moralitas politik yang diajarkan oleh bapak bangsa kita Bung Karno. Kita pun jangan lupa adalah sama-sama warga negara Indonesia yang sah,” tuturnya.

    “Mari kita jaga terus peran strategis PDIP dalam wajah demokrasi Indonesia yang susah payah telah kita laksanakan, yang dengan nama reformasi sebagai kekuatan ideologis, sebagai penyeimbang konstitusional, dan kembali sebagai pelopor perjuangan rakyat,” imbuh dia.

    Mega Jadi Ketum PDIP Periode 2025-2030

    Jajaran kepengurusan PDIP periode 2025-2030. (dok. Monang Sinaga)

    Dalam kongres tersebut, Megawati kembali terpilih sebagai Ketum PDIP periode 2025-2030. Kemudian, Megawati juga menetapkan struktur kepengurusan partai.

    “Saudara-saudara dengan suara bulat telah memilih saya kembali sebagai Ketum melalui Rakernas pada waktu itu yang kelima partai pada tahun 2024. Saya waktu itu ingat sekali karena banyak yang “Apakah sah?”, banyak orang mengatakan, kenapa tidak sah,” kata Megawati dalam sambutannya.

    Megawati menyebut setiap kader PDIP tak boleh ragu dengan keputusan itu. Ia menyebut hal itu sudah sesuai dengan AD/ART partai.

    “Kalau kalian PDIP juga tidak boleh ragu, karena itu semuanya adalah tercangkup di dalam AD/ART kita,” kata Megawati.

    Ia menyebut amanat yang diberikan kader sebagai kepercayaan. Megawati mengatakan akan menerima hal itu dengan tanggung jawab.

    “Saya terima dengan penuh rasa tanggung jawab, bukan dengan kegembiraan, tetapi dg perenungan karena kepercayaan itu bukan pujian ia adalah beban sejarah, kepercayaan itu adalah perintah rakyat yang amanah ideologis,” ujar Megawati.

    “Saya bukan ketua umum yang untuk dilayani, saya adalah ketua umum supaya saya selalu dipercaya menjaga api ideologi agar tidak padam,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 2

    (amw/jbr)

  • Prabowo beri Hasto Amnesti, PDIP: Negarawan dan berjiwa besar

    Prabowo beri Hasto Amnesti, PDIP: Negarawan dan berjiwa besar

    Foto : Istimewa

    Prabowo beri Hasto Amnesti, PDIP: Negarawan dan berjiwa besar
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Minggu, 03 Agustus 2025 – 06:32 WIB

    Elshinta.com – Politikus PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth mengapresiasi Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti kepada Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto. Langkah Prabowo itu ia nilai sebagai  sikap kenegarawanan di tengah dinamika hukum dan politik yang terjadi. 

    Kenneth menilai bahwa dukungan dan keterlibatan Prabowo dalam konteks pemberian amnesti adalah cermin kedewasaan berpolitik, serta komitmen terhadap semangat rekonsiliasi kebangsaan.

    “Izinkan saya menyampaikan rasa hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Presiden Republik Indonesia Jenderal TNI Purnawirawan Prabowo Subianto atas sikap kenegarawanan dan jiwa besar beliau dalam menyikapi dinamika politik dan hukum yang saat ini tengah mewarnai perjalanan demokrasi bangsa kita,” ujar Kenneth dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).

    Kent -sapaan akrabnya- mengatakan, bahwa langkah ini menunjukkan Prabowo sebagai tokoh nasional yang memiliki kepekaan politik tinggi, kejernihan berpikir, serta semangat besar untuk menjaga stabilitas nasional dan memperkuat persatuan.

    “Langkah Bapak Presiden Prabowo Subianto, menunjukkan sikap terbuka, solutif, dan menjunjung tinggi semangat rekonsiliasi. Ini bukan keputusan yang mudah, tetapi inilah wujud dari keberanian moral dan keteguhan dalam menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya,” tambah Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta itu.

    Menurutnya, pemberian amnesti bukan sekadar tindakan hukum, tetapi adalah keputusan politik yang menunjukkan adanya visi jangka panjang dalam menjaga kohesi sosial dan demokrasi. Ia menilai, Prabowo telah menunjukkan kualitas sebagai negarawan sejati, bukan hanya sebagai pemimpin partai atau elite pemerintahan.

    “Amnesti ini bukan hanya soal hukum. Ini soal sikap politik yang berpandangan jauh ke depan. Keberanian untuk memaafkan dan merangkul adalah kekuatan sejati dalam membangun bangsa,” ucap Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu.

    Kent juga menyebut bahwa Sekjen DPP PDI Perjuangan Pak Hasto Kristiyanto, meski dalam perjalanan politiknya tidak luput dari kontroversi, tetap merupakan bagian penting dari proses demokrasi nasional. Dalam negara hukum yang demokratis, penyelesaian konflik semestinya dilakukan melalui mekanisme politik dan hukum yang adil, proporsional, dan berpihak pada persatuan bangsa.

    Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) DPD PDI Perjuangan Provinsi DKI Jakarta itu berharap, langkah Prabowo dapat menjadi awal dari era baru perpolitikan nasional yang lebih inklusif dan menjunjung tinggi dialog serta nilai-nilai kebangsaan.

    “Saya mengapresiasi setinggi-tingginya kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto. Semoga ini menjadi penanda bagi politik Indonesia yang lebih dewasa dan penuh semangat kebangsaan,” tuturnya.

    Selain itu, Kent juga mengapresiasi tim kuasa hukum Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang telah menunjukkan dedikasi, integritas, serta keberanian dalam membela prinsip-prinsip hukum dan keadilan di tengah dinamika politik yang kompleks.

    “Saya juga mengapresiasi setinggi-tingginya atas perjuangan dan pengorbanan dari tim penasihat hukum Sekjen DPP PDI Perjuangan Pak Hasto Kristiyanto, yang telah menjalankan tugasnya tidak hanya sebagai pembela hukum, tetapi juga sebagai penjaga marwah konstitusi dan demokrasi. Keberanian untuk bersuara, menjelaskan posisi hukum dengan lugas, serta menolak intervensi politik dalam proses hukum merupakan cermin dari profesionalisme dan komitmen terhadap etika hukum. “Satyam Eva Jayate” (Pada Akhirnya Kebenaranlah Yang Akan Menang),” bebernya.

    Kent percaya sikap yang ditunjukkan oleh tim kuasa hukum Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto merupakan bagian dari perjuangan menjaga keutuhan demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia. 

    “Saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan setulus-tulusnya. Semoga integritas dan keteguhan ini terus menjadi inspirasi bagi para penasihat hukum di seluruh negeri ini,” pungkasnya.

    Penulis : Rama Pamungkas

     

    Sumber : Radio Elshinta

  • Amnesti Hasto dan Sikap Politik Megawati…
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Agustus 2025

    Amnesti Hasto dan Sikap Politik Megawati… Nasional 3 Agustus 2025

    Amnesti Hasto dan Sikap Politik Megawati…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden
    Prabowo Subianto
    mengeluarkan keputusan untuk memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
    PDI-P
    ), Hasto Kristiyanto, yang terseret kasus Harun Masiku.
    Pemberian amnesti tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) yang telah mendapat pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Ayat (2) UUD 1945.
    Secara hukum, amnesti adalah tindakan negara yang menghapus seluruh akibat pidana atas suatu perbuatan, termasuk menghentikan proses hukum yang tengah berjalan.
    Melalui amnesti ini, status hukum Hasto dinyatakan berakhir secara permanen, termasuk penyidikan dan penuntutan yang sempat dilakukan oleh aparat penegak hukum.
    Artinya, negara mengambil sikap bahwa perkara tersebut tidak lagi dianggap sebagai tindakan pidana yang perlu diproses lebih lanjut.
    Secara politik, keputusan ini menjadi isyarat penting dari pemerintahan Prabowo, terutama dalam menghadapi dinamika relasi dengan partai-partai di luar koalisi pemerintah.
    Meskipun tidak secara eksplisit disebut sebagai bentuk rekonsiliasi, amnesti terhadap figur sentral PDI-P jelas menyimpan bobot politis yang tidak kecil.
    Langkah ini juga mencerminkan pemanfaatan kewenangan konstitusional Presiden untuk mengintervensi proses hukum demi pertimbangan keadilan dan kepentingan nasional yang lebih luas.
    Dalam praktik ketatanegaraan, pemberian amnesti kerap digunakan untuk meredam ketegangan politik atau menyelesaikan perkara yang dianggap sarat kepentingan non-hukum.
    Sebelum amnesti disampaikan, Ketua Umum
    Megawati Soekarnoputri
    memerintahkan para kadernya untuk mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam acara Bimbingan Teknis atau Bimtek PDI-Perjuangan di Bali.
    Perintah Megawati agar kadernya mendukung pemerintahan Prabowo ini diungkapkan oleh Ketua DPP PDI-P Deddy Yevri Sitorus.
    “Sembari juga memastikan bahwa kita punya cukup banyak gagasan dalam rangka menjaga dan mendukung pemerintah agar betul-betul ada pada rel yang seharusnya,” kata Deddy, di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (31/7/2025) malam.
    Menurut dia, dukungan yang diberikan itu bagi upaya-upaya positif yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga negara, bangsa, dan rakyat agar mampu melalui kondisi yang belum baik saat ini.
    Dia mengatakan, upaya-upaya yang perlu didukung di antaranya untuk mengatasi kondisi fiskal yang sangat tidak stabil, pemasukan negara yang berkurang, tantangan pembayaran utang luar negeri, hingga tantangan geopolitik dan ekonomi global.
    Secara umum, dia mengatakan bahwa Megawati ingin supaya partai berlambang kepala banteng itu tetap solid secara organisasi dengan memiliki frekuensi yang sama.
    Untuk itu, menurut dia, Megawati meminta kepada para kadernya untuk turun ke masyarakat agar mengetahui persoalan-persoalan murni yang dialami masyarakat.
    Menurut dia, Megawati selalu berpesan bahwa partai politik adalah tiang utama dari pemerintahan.
    Dengan landasan undang-undang yang ada, dia mengatakan bahwa partai politik harus solid untuk bisa berperan dengan baik.
    “Sudah tentu kita sebagai partai, terutama anggota legislatif kita, sebagai bagian dari negara ini, tentu harus berpikir menyatukan frekuensi. Selain itu, kita juga menggunakan kesempatan itu untuk menemukan inovasi-inovasi baru,” kata Anggota Komisi II DPR RI itu.
    Meski tidak menjadi oposisi, partai berlambang banteng moncong putih itu menegaskan tetap berada di luar pemerintahan.
    Politikus PDI-P Yasonna Laoly menuturkan, dukungan yang dilakukan PDI-P adalah sebagai penyeimbang atau menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah.
    “Kan kalau PDI-P kemarin di bimtek, ibu sudah mengatakan. Kita dukung pemerintahan Pak Prabowo, walaupun kita berada di luar kabinet. Kita tetap mendukung sebagai penyeimbang,” ujar Yasonna, di sela-sela rangkaian Kongres ini.
    Presiden Prabowo Subianto menyatakan, Partai Gerindra yang ia pimpin dan PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri merupakan kakak dan adik.
    Meski hubungan kedua partai bagaikan saudara kandung, Prabowo menyebutkan bahwa PDI-P dan Gerindra tidak boleh berada dalam koalisi bila merujuk praktik demokrasi di negara barat.
    “Ini sebenarnya PDI-P sama Gerindra ini kakak-adik. Tapi, benar kita ini karena apa ya, demokrasi kita kan diajarkan oleh negara barat, jadi enggak boleh koalisi satu,” kata Prabowo, dalam peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025).
    Prabowo menuturkan, sebagai negara demokrasi, harus ada pihak yang mengoreksi kebijakan pemerintah.
    PDI-P dalam hal ini tidak menjadi bagian dari koalisi bersama Gerindra.
    Perwakilan PDI-P juga tidak ada dalam Kabinet Merah Putih dan lebih banyak menduduki kursi di parlemen.
    “Itu memang benar, harus ada yang di luar (koalisi), koreksi kita gitu, ngoreksi. Tapi, ya sedulur, ya kan?” ucap Prabowo.
    “Kalau bahasanya itu jaksa Agung, hopeng (hao pengyou—teman baik). Bahasanya Pak Utut hopeng, karena suhunya sama dia ini,” imbuh dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kaget Badai Berlalu Juga, Prabowo Sangat Menghormati Hukum

    Kaget Badai Berlalu Juga, Prabowo Sangat Menghormati Hukum

    GELORA.CO -Politisi PDIP Ruhut Sitompul mengaku terkejut dengan keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada rekan separtainya Hasto Kristiyanto. Baginya, penghapusan hukum bagi Hasto seperti kejadian yang tak disangka-sangka.

    “Kami juga kaget kok. Saya kemarin dengar itu serasa mimpi. Kenapa saya katakan demikian? Baru saya teringat lagu Erros Djarot badai pasti berlalu, oh rupanya berlalu juga badai itu,” kata Ruhut dikutip redaksi dari Youtube ILC, Minggu 3 Agustus 2025. 

    Ruhut memuji langkah Prabowo yang memilih memberikan amnesti kepada Hasto, bukan mengintervensi saat perkara masih berproses di pengadilan. Meski secara politik Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri telah menginstruksikan agar seluruh kader mendukung Prabowo sekalipun berada di luar pemerintahan.

    “Harus dukung karena kami memang tahu ada chemistry antara Pak Prabowo dan Ibu ketua umum. Jadi mereka memang hubungannya sangat-sangat akrab. Tapi dalam hati kami kader-kader PDI Perjuangan, apa enggak bisa ya presiden itu.. Ya, saya tahu Pak Prabowo itu sangat menghormati hukum. Bisa saja kalau beliau mau intervensi tapi beliau enggak (lakukan),” tutur Ruhut.

    Ruhut yang 48 tahun aktif sebagai advokat menyaksikan persidangan Hasto tiap pekan hingga mempertanyakan apakah Indonesia masih negara hukum atau negara kekuasaan.

    “Karena selama kami melaksanakan tugas litigasi, kami selalu mengkumandangkan hukum harus jadi panglima. Tapi kalau kemarin enggak ada. Saya lihat bagaimana penuntut di dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan ya diulang-ulang,” kata Ruhut.

    Ditegaskan Ruhut tidak ada yang dilanggar oleh Presiden Prabowo. Amnesti adalah hak prerogatif dan kewenangan konstitusional presiden. 

    “Ada yang namanya abolisi ada yang namanya amnesti. Oh, ini rupanya yang akan diambil oleh seorang negarawan yang kita tahu namanya Jenderal TNI Purnawirawan Kopasus Prabowo Subianto. Ini kami aja orang hukum enggak ngira langkah ini yang akan diambil. Karena itu benar kami kaget,” tambahnya.

    “Kita harus menghormati Indonesia sebagai negara hukum. Dan betul kita semua orang yang mengerti tata negara, itu hak prerogratif daripada presiden,” tukasnya 

    Ruhut mengajak semua pihak untuk tidak terus-terusan berpolemik. Dia juga mengajak untuk mendukung pemerintahan Prabowo dalam menjawab tantangan kedepan.

    “Ibarat bawa mobil kita enggak usah lagi lihat kaca spion dulu deh, jangan kita lihat ke belakang. Jadi akhirnya nanti ramai lagi. Tapi tidak sampai ya sekitar empat tahun lebih enggak terasa itu masa jabatan Pak Prabowo, kita dukunglah beliau karena banyak tantangan yang sedang dihadapi,” demikian kata Ruhut.

  • Pemesan Kasus Hasto dan Tom Lembong Tak Nyenyak Tidur

    Pemesan Kasus Hasto dan Tom Lembong Tak Nyenyak Tidur

    GELORA.CO -Siapa pun yang mengorder kasus mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto agar masuk perangkap hukum tidak akan tenang hidupnya saat ini.

    Hal ini menyusul keptusan Presiden Prabowo Subianto yang membebaskan Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto dari penjara usai memperoleh abolisi dan amnesti.

    “”Pengorder” kasus Hasto dan Tom Lembong pasti tidak nyenyak tidur. Mungkin berandai-andai tentang nasibnya ke depan,” kata Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi dikutip dari akun X pribadinya, Minggu 3 Juli 2025.

    Bukan cuma itu, Islah juga menyoroti aparat penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung) dan juga para hakim yang memutus perkara Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto.

    “Bagaimana perasaanmu setelah sempat dibuat “dungu” oleh pusaran politik seperti ini?” tanya Islah.

    Pekan lalu, Hasto divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap terkait perkara korupsi Harun Masiku. 

    Sementara itu, Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus impor gula kristal mentah pada 18 Juli silam.

    Presiden Prabowo kemudian melalui Surat Presiden Nomor R43/Pres/072025 tertanggal 30 Juli 2025 meminta pertimbangan DPR untuk pemberian amnesti dan abolisi terhadap 1.178 narapidana. Dalam dokumen itu terdapat nama Tom dan Hasto