partai: PDIP

  • Respons Ganjar Usai PDIP Pecat Jokowi dan Keluarga

    Respons Ganjar Usai PDIP Pecat Jokowi dan Keluarga

    Bisnis.com, YOGYAKARTA – Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan alias PDIP Ganjar Pranowo mengemukakan bahwa pemecatan terhadap Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution, dan Gibran Rakabuming Raka sudah dibahas sejak lama.

    Ganjar mengatakan hal itu saat ditemui Bisnis di Bandara Internasional Yogyakarta pada hari ini, Senin (16/12)2024). “Tidak perlu ada yang dikomentari lagi. Ini [pemberhentian] adalah proses lama yang berjalan dan baru hari ini diumumkan,” kata Ganjar.

    Bekas Gubernur Jawa Tengah ini menganalogikan keputusan PDIP seperti aturan yang ada di organisasi. Menurutnya, siapapun yang menjadi bagian sebuah organisasi wajib mengikuti aturan. Namun, jika sebaliknya, maka tentu ada sanksi sesuai mekanisme yang berlaku.

    “Ya kalau kemudian kita ikut organisasi, misal wartawan dan enggak mengikuti aturan yang ada. Kamu layak ndak disitu? ya seperti itu,” ujarnya.

    PDIP Pecat Jokowi dan Keluarga

    Sebelumnya, DPP Partai PDI-Perjuangan (PDIP) mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya, serta 27 anggota partai lainnya. 

    Hal tersebut diumumkan oleh Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Partai, Komarudin Watubun, dalam sebuah video yang diterima oleh Bisnis pada Senin (16/12/2024). Dia menuturkan bahwa perintah ini berasal langsung dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri. 

    “Untuk mengumumkan secara resmi, sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai, di depan seluruh jajaran Ketua DPD Partai Se-Indonesia. DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap saudara Joko Widodo, saudara Gibran Rakabumi Raka, dan saudara Bobby Nasution, serta 27 anggota lain yang kena pemecatan,” tuturnya. 

    Pemecatan Jokowi ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan no. 1649/KPTS/DPP/XII/2024, mengenai pemecatan Joko Widodo dari keanggotaan PDIP. 

    Sama halnya pada Gibran dan Bobby. Gibran dipecat berdasarkan SK 1650/KPTS/DPP/XII/2024 dan Bobby dengan SK 1651/KPTS/XII/2024. Kedua SK tersebut sama-sama ditetapkan di Jakarta, 4 Desember 2024. 

    Sama dengan SK pemecatan Jokowi, SK Gibran dan Bobby juga ditandatangani oleh Megawati dan Hasto.

  • Pro Kontra Majunya Ahok Sebagai Pimpinan BUMN

    Pro Kontra Majunya Ahok Sebagai Pimpinan BUMN

    JAKARTA – Nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atau BTP kembali jadi sorotan publik. Kali ini ia dikabarkan akan menjadi salah satu pimpinan BUMN. Rumor ini tersiar sejak kedatangannya ke kantor Kementerian BUMN beberapa waktu lalu.

    Malu-malu, Ahok mengaku memang diminta oleh Menteri BUMN Erick Thohir untuk berkontribusi sebagai pejabat BUMN. Namun, sayangnya ia tak mau membuka apa jabatan yang ditawarkan.

    Majunya Ahok sebagai pimpinan BUMN menuai pro kontra. Status Ahok sebagai mantan narapidana dipertanyakaan. Sebagian pihak menganggap bahwa dalam menunjuk pimpinan BUMN juga harus mempertimbangkan rekam jejak seseorang yang akan ditunjuk.

    Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mengatakan, banyak kriteria yang harus diperhatikan, salah satunya menyangkut masalah integritas. Sekalipun ini wewenang eksekutif.

    “Saya hanya mengatakan bahwa untuk menjadi pejabat pemerintah banyak faktor yang jadi pertimbangan. Salah satu faktor integritas dan behavior. Bagaimanapun juga ini menyangkut masalah bangsa dan negara,” kata Syarief, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 14 November.

    Syarief kemudian menyinggung soal larangan eks koruptor maju dalam pemilihan kepala daerah. Bagi dia, eksekutif harus bisa memperhatikan hal ini dalam menunjuk seseorang untuk pimpinan BUMN.

    “Sudah ada pandangan dari KPU bahwa eks narapidana tak boleh, dan itu kan sudah pernah dilakukan. Jadi saya memberikan contoh bahwa pejabat-pejabat negara itu betul-betul harus selektif. Tak boleh hanya karena pertimbangan dia dari pendukung saya, ataupun dari partai saya,” tuturnya.

    Alih-alih menolak Ahok, Syarief mengaku, pihaknya masih akan mempertimbangkan masalah ini. Sebab, pemegang kuasa atas penunjukan pimpinan negara dalam hal ini pimpinan BUMN adalah pemerintah.

    “Faktor menolak atau tak menolak, ini harus kita pertimbangkan nanti, kita liat nanti gimana. Kita serahkan kepada pihak eksekutif gimana, saya ingin tekankan bahwa untuk memilih pejabat publik itu, faktor-faktor juga jadi pertimbangan,” jelasnya.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan, ada tiga kunci yang menjadi kriteria pengangkatan anggota direksi atau komisiaris atau dewan pengawas.

    “Pertama, harus punya integritas. Kedua, harus memiliki pengalaman dan kapabilitas mempuni dibidang bisnis. Ketiga, yang saya kira perlu dilihat adalah bagaimana visi misi dari masing masing kandidiat,” katanya, saat dihubungi VOI.

    Terkait dengan status mantan narapidana boleh diangkat sebagai anggota direksi atau komisaris maupun dewan pengawas, Tauhid mengatakan, pidana yang tidak diperkenankan adalah yang merugikan negara.

    “Misalnya anggota direksi diangkat berdasarkan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, dan dedikasi yang tinggi. Tidak ada soal pidana (SARA) hanya tinggal tafsiran dari Pasal 45 tersebut,” tuturnya.

    Jika mengacu kepada UU No 19/2003 tentang BUMN, Ahok bisa-bisa saja menjadi bos di perusahaan negara. Sebab di pasal 45 ayat (1), larangan bagi seseorang untuk menjadi calon direksi BUMN adalah pernah melakukan tindak pidana yang merugikan negara.

    Berikut bunyi pasal tersebut:

    “Yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.”

    Artinya, Ahok memang pernah melakukan tindak pidana karena dianggap menistakan agama. Namun sepertinya kekhilafan yang dilakukannya tidak berakibat kepada kebocoran kas negara. Jadi, rasanya sah-sah saja kalau Erick Thohir mempercayakan salah satu BUMN ke tangan Ahok. Sebab dari sisi kapabilitas dan integritas, Ahok sudah mendapat banyak pengakuan.

    Tauhid menjelaskan, bisa atau tidaknya Ahok menjadi pimpinan BUMN juga tergantung dari uji kelayakan dan kepatutan. Apalagi soal pembuktian integritas, sebab berkaitan dengan etik seorang petinggi negara.

    “Eks narapidana bisa menjadi pimpinan BUMN atau tidak, tergantung kalau misalnya menurut saya akan menjadi catatan soal integritas tadi. Kalau integritas tersebut pembuktiannya meragukan, akan sebaiknya perlu dikaji ulang atau sebaiknya jangan dipilih dulu,” tuturnya.

    Tidak Harus Keluar dari PDIP

    Sementara Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga menjelaskan, Ahok tak perlu mundur dari keanggotanya di PDIP bila ia ingin masuk ke dalam perusahaan BUMN. Ahok hanyalah kader biasa dan tak masuk dalam kepengurusan partai sehingga tak perlu mundur dari PDIP.

    “Yang memang wajib mundur itu kan pengurus, contohnya, saya kalau dicontohkan jadi eksekutif ya saya mundur dari kepengurusan partai. Tapi kalau jadi bagian dari anggota kan boleh saja,” kata Eriko.

    Bila memang nantinya Ahok menjadi salah satu komisaris maupun direksi di BUMN, maka dirinya harus mundur dari kepengurusan atau anggota partai, sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN.

    Eriko menjelaskan, partainya mendukung Ahok untuk menjadi pimpinan di perusahaan BUMN. PDIP pun rela melepas Ahok dari keanggotaan PDIP asalkan memang ada aturan yang mengharuskan Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mundur dari partai.

    “Karena bagi kami seorang kader bukan ditentukan keanggotannya tapi langkah pebuatan maupun perilakunya. Itu yang jauh lebih penting daripada sekadar kartu anggota saja tapi gimana melakukan yang terbaik bagi rakyat,” tuturnya.

    Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman mengatakan, pejabat di BUMN tidak boleh bergabung dengan partai politik. Ahok yang saat ini berstatus kader PDIP itu menurut Fadjroel harus mengundurkan diri dari keanggotaan partai.

    “Kalau mau masuk BUMN, harus mengundurkan diri. Karena ada surat pakta integritas,” ujar Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 13 November.

    BUMN Apa yang Cocok untuk Ahok?

    Wakil Ketua Komisi VI Martin Manurung menilai, sosok Ahok lebih cocok berada di BUMN-BUMN yang kebijakannya langsung menyentuh atau bersinggungan dengan pelayanan publik.

    Menurut Manurung, Ahok cocok di tempatkan di BUMN yang belum baik perkembangannya. Seperti PLN atau Garuda. Sebab, kedua perusahaan tersebut langsung bersinggungan dengan publik.

    “Nah kalau BUMN yang tidak bersentuhan dengan publik kan tidak terasa peran Pak Ahok di situ,” ucapnya.

    “Atau sekalian pada BUMN yang masih merugi yang jadi kebangan kita. Apa contohnya? seperti Krakatau Still, itu kan kebanggan kita dari zaman Pak Harto, tapi sekarang jadi kaya gitu,” sambungnya.

  • Terungkap! Alasan PDIP Baru Pecat Jokowi, Gibran, Bobby Setelah Pilkada

    Terungkap! Alasan PDIP Baru Pecat Jokowi, Gibran, Bobby Setelah Pilkada

    Bisnis.com, JAKARTA – PDI Perjuangan (PDIP) membeberkan alasan pihaknya baru memecat Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) beserta anak dan mantunya, yaitu Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution saat ini. 

    Ketua PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif Deddy Yevri Hanteru Sitorus mengatakan bahwa Jokowi dan keluarganya memang sejak awal rencananya ingin dipecat setelah proses Pilpres dan Pilkada 2024 selesai digelar. 

    Pasalnya, menurut Deddy, keduanya tengah menjadi peserta pemilu dan hal tersebut akan mengganggu stabilitas pencalonan anak dan mantu Jokowi.

    “Kami juga kan tidak ingin ada narasi jahat melakukan pemecatan karena anak-mantu beliau [Jokowi] bertarung di Pilpres dan Pilkada atau tidak siap berkontestasi,” tutur Deddy di Jakarta, Senin (16/12).

    Maka dari itu, kata Deddy, PDIP melakukan pemecatan terhadap Jokowi, Gibran, dan Bobby setelah Pilpres dan Pilkada Serentak 2024 rampung.

    “Jadi tentu yang terbaik adalah melakukan pemecatan setelah semua kontestasi politik selesai,” katanya.

    Deddy mengimbau masyarakat agar tidak membuat narasi yang mendiskreditkan PDIP terkait pemecatan terhadap tiga kadernya itu.

    “Sehingga jelas dan tegas bahwa proses ini semata-mata untuk menegakkan aturan dan disiplin partai,” ujarnya.

  • Resmi Dipecat PDIP, Pengamat: Power Jokowi Berkurang

    Resmi Dipecat PDIP, Pengamat: Power Jokowi Berkurang

    Surabaya (beritajatim.com) – PDI Perjuangan telah mengeluarkan surat keputusan terkait pemecatan Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, Bobby Nasution, dan 27 kader lainnya dari partai. Mereka bukan lagi kader PDIP.

    Keputusan itu dibacakan oleh Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun. Pemecatan Jokowi disampaikan berdasarkan Surat Keputusan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024.

    “Saya mendapat perintah langsung dari Ketua Umum PDIP untuk mengumumkan secara resmi, sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai di depan seluruh jajaran Ketua DPD Partai se-Indonesia. DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap saudara Joko Widodo, Saudara Gibran Rakabuming Raka, dan Saudara Bobby Nasution serta 27 anggota lain yang kena pemecatan,” kata Komarudin, Senin (16/12/2024).

    Pasca pemecatan Jokowi, apa analisa pengamat politik Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Dr. Agus Machfud Fauzi, M.Si terkait relasi PDIP dengan rezim Prabowo saat ini?

    “Relasi PDIP dengan rezim Pemerintahan Prabowo saat ini sebetulnya secara historis ada hubungan yang baik. Pak Prabowo adalah pasangan Bu Megawati Ketum PDIP pada Pilpres 2009. Tetapi dalam perjalanannya memang 2024 agak berbeda. Saya melihatnya kedua pihak akan mencari format baru, bagaimana relasi PDIP dengan Pak Prabowo,” kata Agus kepada beritajatim.com, Senin (16/12/2024) malam.

    “Sebelum pembentukan kabinet, Pak Prabowo sebenarnya bersemangat mengajak PDIP bergabung. Tapi, akhirnya PDIP di luar dari rezim. Sekarang sepertinya PDIP masih wait and see, komentar Mbak Puan yang akomodatif, tapi Sekjen Hasto sering kontra,” lanjutnya.

    Menurut Agus, dengan pemecatan keluarga Jokowi dari PDIP, sebetulnya di satu sisi memberikan kemerdekaan dari semacam bagian keluarga besar PDIP. Di sisi lain, power mereka akan berkurang. “Hanya kalau mereka bisa menentukan pilihan yang tepat (parpol baru), maka bisa saja powernya kembali lagi dan lebih besar. Tapi kalau tidak tepat pilihannya, bisa saja powernya sangat kecil,” tuturnya.

    PDIP, lanjut dia, memang belum menyatakan secara tegas sebagai oposisi pemerintah. Hanya saja, format oposisi seperti apa belum dijelaskan secara tegas.

    Konsolidasi PDIP ke depan, disarankan lebih baik agar mengkonsolidasikan menjadi partai oposisi. “Ini agar ada check and balancing di antara sesama pengelola negara, dan menguntungkan rakyat. Eksekutif dan legislatif sangat baik jika ada check and balancing, dan penguasa tidak semena-mena. Hal ini juga akan membesarkan PDIP ke depan, jika konsisten dengan sikap oposisinya. Ini karena masyarakat membutuhkan hal itu,” ujarnya.

    Bagaimana dinamika politik menjelang Kongres PDIP 2025? “Ya memang mempersiapkan kongres ke depan, ini momentum yang tidak bisa diprediksi. Bisa saja produk yang terjadi selama ini, semuanya setuju Bu Mega jadi ketua umum. Tapi bisa saja juga terjadi selanjutnya pemerintah masuk ke dalamnya, yang punya kepentingan dengan PDIP, dan lahirlah PDIP yang berbeda. Saya melihatnya masih agak berat kekuatan non internal PDIP, jika Bu Mega masih menjadi Ketum dan memimpin PDIP,” pungkas Agus yang merupakan eks Komisioner KPU Jatim ini. (tok/kun)

  • PDIP Pecat Jokowi, Bahlil Lahadalia Sebut Partai Golkar Terbuka Lebar

    PDIP Pecat Jokowi, Bahlil Lahadalia Sebut Partai Golkar Terbuka Lebar

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Partai Golkar sangat terbuka jika mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi), ingin bergabung dengan partai berlambang pohon beringin tersebut.

    Hal itu ditegaskan Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia. Dia menyebut, artainya terbuka bagi siapapun yang ingin bergabung.

    Hal itu dikatakan Bahlil saat ditanya mengenai kemungkinan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Wali Kota Medan Bobby Nasution ingin bergabung dengan partai beringin itu. Ketiganya diketahui baru saja dipecat oleh PDI Perjuangan (PDIP).

    “Golkar itu sangat inklusif. Golkar itu terbuka bagi semua anak bangsa yang pingin mengabdikan dirinya lewat politik lewat partai,” ucap Bahlil di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (16/12).

    Menurut dia, dirinya akan memantau perkembangan lebih lanjut usai Jokowi, Gibran, dan Bobby usai dipecat. “Jadi, saya pikir kita lihat perkembangannya dari apa yang menjadi respons ya,” kata dia.

    Menteri ESDM itu menyerahkan keputusan tersebut kepada Jokowi, Gibran dan Bobby jika ingin bergabung masuk ke Golkar. “Ya, semua kita serahkan kepada bapak-bapak dan warga negara yang ada, termasuk Bapak Presiden Jokowi,” tuturnya.

    Sebelumnya, PDI Perjuangan resmi mengumumkan pemecatan Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) dari keanggotaan parpol berlambang Banteng moncong putih.

    Pemecatan ini seperti tertuang dalam surat keputusan bernomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 yang ditandatangani Ketum dan Sekjen PDIP Megawati Soekarnoputri serta Hasto Kristiyanto tertanggal 4 Desember.

  • Jokowi Dipecat PDIP, Bahlil hingga AHY Buka Suara

    Jokowi Dipecat PDIP, Bahlil hingga AHY Buka Suara

    Jakarta, CNN Indonesia

    Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyebut partainya terbuka untuk semua orang. Hal itu ia sampaikan setelah PDIP memecat Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution.

    Bahlil mengatakan tak ada batasan untuk siapa pun bergabung dengan Golkar. Hal itu juga berlaku untuk Jokowi dan keluarga.

    “Golkar itu sangat inklusif, Golkar itu terbuka bagi semua anak bangsa yang ingin mengabdikan dirinya lewat politik, lewat partai,” kata Bahlil di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (16/12).

    Bahlil enggan berkomentar soal pemecatan Jokowi. Menurutnya, hal itu adalah urusan internal PDIP. Saat ditanya apakah sudah berkomunikasi dengan Jokowi, Bahlil enggan menjawab gamblang. Dia justru berguyon kepada wartawan.

    “Ada deh,” ujarnya.

    “Ya setiap partai pasti punya keinginan untuk mengajak tokoh-tokoh yang potensial. Pak Jokowi kan mantan presiden, pasti punya simpati yang banyak orang, dukungan banyak orang. Ya kita lihatlah,” ucap Bahlil.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar, Sarmuji meyakini Jokowi akan merenung untuk menentukan langkah politik dia selanjutnya.

    Pernyataan itu disampaikan Sarmuji merespons keputusan resmi DPP PDIP yang telah mengumumkan pemecatan Jokowi, Senin (16/12).

    “Saya pikir Pak Jokowi sekarang dalam tahap merenung untuk langkah beliau selanjutnya di politik. Kita tunggu saja langkah Pak Jokowi selanjutnya,” kata Sarmuji saat dihubungi, Senin (16/12).

    Menurut dia, banyak pilihan yang bisa diambil Jokowi saat ini, baik itu bergabung dengan partai politik maupun sebaliknya. Sarmuji mengatakan, jika toh akhirnya Jokowi bergabung dengan Golkar, pihaknya akan menerima dengan tangan terbuka. Begitu pula dengan Gibran.

    “Jika setelah mempertimbangkan segala hal Pak Jokowi masuk ke Golkar, sebagai partai terbuka, tidak ada halangan Bagi Golkar untuk menerima beliau dengan tangan terbuka,” kata Sarmuji.

    “Siapapun bisa bergabung ke partai Golkar asal setia kepada pancasila dan UUD 1945. Ini sebagai konsekuensi dari partai terbuka,” imbuhnya.

    Sarmuji menilai sikap resmi yang diambil PDIP untuk memecat Jokowi beserta putra dan menantunya bukan kejutan menjelang akhir tahun. Menurut dia, PDIP sebelumnya telah beberapa kali menyampaikan status kadernya itu baik tersurat maupun tersirat.

    “Saya pikir ini bukan sebuah kejutan akhir tahun karena sudah berkali-kali disampaikan baik secara eksplisit maupun implisit,” kata dia.

    AHY buka suara

    Terpisah, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga minim bicara soal pemecatan Jokowi. Dia pun enggan menjawab saat ditanya apakah Demokrat hendak menawarkan Jokowi bergabung.

    “Saya enggak mau berkomentar terlalu jauh ya. Kita jagalah situasi politik secara nasional,” ucap AHY.

    Sebelumnya, PDIP mengumumkan pemecatan Jokowi dan keluarga. Pemecatan itu tertuang dalam SK Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024.

    “DPP partai akan mengumumkan SK pemecatan terhadap saudara Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution serta 27 anggota lain yang kena pemecatan,” kata Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Partai Komarudin Watubun dalam siaran video yang diterima CNNIndonesia.com.

    (dhf/thr/DAL)

    [Gambas:Video CNN]

  • Nawawi Harap Pimpinan KPK Baru Dapat Ungkap Kasus Harun Masiku

    Nawawi Harap Pimpinan KPK Baru Dapat Ungkap Kasus Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi berharap agar ada titik terang untuk penyelesaian kasus pencarian Harun Masiku.

    Hal ini disampaikannya saat pelantikan pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2024—2029 oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/12/2024).

    “Kebetulan salah satu, bahkan yang menjadi ketua disini kan pernah menjabat direktur penyidikan, dan perkara itu sudah berlangsung sejak yang bersangkutan masih direktur penyidikan, tentu akan lebih optimal lagi ya,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan.

    Dia pun meyakini bahwa kasus tersebut akan tetap berjalan di kepengurusan pimpinan KPK saat ini.  

    “Tetap berjalan [pencarian Harun Masiku],” pungkas Nawawi.

    Sekadar informasi, sudah empat tahun berlalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum kunjung menemukan Harun Masiku. Dia merupakan buron kasus suap penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024 hingga jelang selesai masa kepemimpinan komisioner jilid V.

    Untuk diketahui, KPK telah menetapkan Harun sebagai buron sejak 2020 atau kala periode awal pimpinan masa jabatan 2019-2023 (diperpanjang hingga 2024 sebab putusan Mahkamah Konstitusi). Namun, hampir lima tahun berselang, mantan caleg PDI Perjuangan (PDIP) itu tak kunjung ditemukan. 

    Jelang pergantian tahun ke 2025, lima orang calon pimpinan baru KPK pun sudah terpilih. Mereka akan segera dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto setelah sebelumnya mendapatkan persetujuan DPR, Kamis (5/12/2024). 

    Pergantian pimpinan KPK hingga presiden dan DPR sudah dilewati oleh KPK jilid V. Namun, Harun belum berhasil dibawa ke proses hukum.

    Teranyar, KPK telah memperbaharui upaya penangkapan DPO tersebut. Salah satunya dengan memperbaharui surat pencarian Harun. Pada surat DPO terbaru bernomor R/5739/DIK.01.02/01-23/12/2024, ada empat buah foto Harun yang dilampirkan.

    Ciri-cirinya yakni tinggi badan 172 cm, rambut berwarna hitam, warna kulit sawo matang serta berciri khusus yakni berkacamatan, suara sengau dengan logat Toraja/Bugis. 

    Kasus yang menjerat Harun masih sama, yakni dugaan pemberian suap kepada Anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan. Hal itu dilakukan olehnya bersama-sama dengan Saeful Bahri. Baik Wahyu dan Saeful telah menjalani hukuman pidana penjara. 

    Nama penyidik yang bisa dihubungi pada surat itu yakni Rossa Purbo Bekti, dan ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada 5 Desember 2024.

    Lampiran DPO Harun yang diteken 5 Desember lalu itu tentu cukup berbeda dengan yang ditandatangani pada 17 Januari 2020 silam. Pada surat bernomor R/143/DIK.01.02/01-23/01/2020 itu, hanya ada satu foto Harun yang disertakan. Ciri-cirinya pun tidak terperinci sebagaimana surat terbaru, hanya ada rambut hita dan warna kulit sawo matang. 

    Nomor telepon penyidik yang disertakan juga masih bernama Wahyu Indrajaya, yang kini sudah tidak lagi bertugas di KPK. Di sisi lain, surat itu masih diteken oleh Firli Bahuri, Ketua KPK 2019-2024 yang sebelumnya mengundurkan diri usai ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan.

  • PDIP Beberkan Alasan Umumkan Pemecatan Jokowi dan Gibran Pasca Pilkada 2024 – Page 3

    PDIP Beberkan Alasan Umumkan Pemecatan Jokowi dan Gibran Pasca Pilkada 2024 – Page 3

    Komarudin kemudian membacakan surat keputusan atau SK bernomor Surat Keputusan No 1649/KPTS/DPP/XII/2024, No 1650/KPTS/DPP/XII/2024 dan No 1651/KPTS/DPP/XII/2024.

    Adapun surat keputusan saya baca sebagai berikut:

    1. Surat Keputusan No 1649/KPTS/DPP/XII/2024 tentang pemecatan Joko Widodo dari keanggotaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

    Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menimbang dan seterusnya, mengingat dan seterusnya, memperhatikan, memutuskan, menetapkan

    1. Memberikan sanksi organisasi berupa pemecatan kepada Joko Widodo dari keanggotan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

    2. Melarang saudara tersebut di atas pada diktum satu di atas untuk tidak melakukan kegiatan dan menduduki jabatan apapun yang mengatasnamakan Partai Demokrasi di Indonesia Perjuangan

    3. Terhitung setelah dikeluarkan surat pemecatannya ini maka DPP di perjuangan tidak ada hubungan dan tidak bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dilakukan oleh saudara Joko Widodo

    4. ⁠DPP PDI Perjuangan akan mempertanggungjawabkan surat keputusan ini pada kongres yang akan datang.

    5. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

    Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Desember 2024. Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri ditandatangani, Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto ditandatangani.

  • Junjung Etik dan Moral, Alasan PDIP Baru Umumkan Pemecatan Jokowi

    Junjung Etik dan Moral, Alasan PDIP Baru Umumkan Pemecatan Jokowi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — PDIP mengumumkan pemecatan terhadap Jokowi dari partai pada Senin ini setelah terbit surat bernomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024, tertanggal 4 Desember yang ditandatangani Ketum dan Sekjen PDIP Megawati Soekarnoputri serta Hasto Kristiyanto.

    Selain Jokowi, PDIP juga memecat anak dan menantu eks Gubernur Jakarta itu, yakni Gibran Rakabuming Raka serta Bobby Nasution. Surat pemecatan terhadap Gibran dan Bobby masing-masing bernomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024 serta 1651/KPTS/DPP/XII/2024. Surat pemecatan kedua tokoh masing-masing diterbitkan pada 4 Desember 2024 dan ditandatangani oleh Megawati serta Hasto.

    Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Yevri Sitorus menyebut partainya menjaga nilai etik dan moral untuk pengumuman pemecatan terhadap Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi).

    Oleh karena itu, PDIP, kata dia, baru sekarang mengumumkan pemecatan Jokowi dari statusnya sebagai kader partai. Padahal, bisa saja hal itu dilakukan saat pelaksanaan Pilpres 2024.

    “Kami memiliki nilai etik dan moralitas politik untuk menjaga martabat Jokowi sebagai presiden yang harus dihormati semasa menjabat,” kata Deddy melalui layanan pesan, dilansir jpnn, Senin (16/12).

    Toh, kata eks aktivis Walhi itu, PDIP ingin fokus ke hajatan politik lain setelah pilpres 2024, yakni pilkada, sehingga tidak buru-buru mengumumkan pemecatan Jokowi.

    “Setelah pilkada selesai, kami baru punya waktu untuk mengumpulkan pimpinan partai dari seluruh provinsi untuk mengevaluasi kader-kader yang melakukan pelanggaran aturan partai,” kata Deddy.

  • PDIP Tasyakuran di 31 Kecamatan, Doakan Megawati dan Masa Depan Kota Surabaya

    PDIP Tasyakuran di 31 Kecamatan, Doakan Megawati dan Masa Depan Kota Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – PDI Perjuangan (PDIP) Kota Surabaya menggelar tasyakuran serentak di 31 kecamatan. Ini sebagai bentuk rasa syukur atas kemenangan Pilkada 2024.

    Acara ini melibatkan pengurus PAC, Ranting, hingga Anak Ranting, serta masyarakat setempat. Syukuran ini menjadi ajang konsolidasi sekaligus refleksi bagi PDI Perjuangan di penghujung tahun.

    Selain rasa syukur, kegiatan ini juga menjadi momentum untuk memanjatkan doa bagi Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Kesehatan dan keberkahan Megawati menjadi harapan besar bagi kader dan simpatisan partai agar kepemimpinannya terus membawa PDI Perjuangan maju.

    “Kami semua mendoakan agar Ibu Megawati diberi kesehatan dan kekuatan untuk terus memimpin partai ini dengan bijaksana,” ujar Wakil Sekretaris DPC PDI Perjuangan Surabaya, Achmad Hidayat, Senin (16/12/2024).

    Tidak hanya untuk Ketua Umum, doa bersama juga dipanjatkan bagi Walikota Surabaya Eri Cahyadi, Wakil Walikota Armuji, dan Ketua DPC PDIP Adi Sutarwijono. Para kader berharap ketiga pemimpin tersebut diberi keberkahan dalam menjalankan tugas mereka untuk masyarakat.

    “Semoga mereka senantiasa menjadi pemimpin yang ‘Ngayomi, Ngayemi, dan Ngayani’, melindungi dan membawa manfaat bagi warga Surabaya,” tambah Achmad.

    Syukuran ini juga berlangsung di lokasi yang sarat makna, yakni di Makam Eyang Wongso Negoro, Kelurahan Bangkingan Kecamatan Lakarsantri. Momentum penghujung tahun menjadikan acara ini sekaligus doa untuk keselamatan Kota Surabaya dan Republik Indonesia memasuki tahun baru.

    “Momentum ini menjadi bentuk refleksi bersama. Kami berharap Kota Surabaya dan seluruh rakyat Indonesia senantiasa dalam lindungan Tuhan dan diberi keselamatan di tahun mendatang,” tutup mantan aktivis GMNI ini. [asg/suf]