Yogyakarta (beritajatim.com) – Pakar politik menilai pemecatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya secara resmi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menandai langkah de jure yang tegas.
Hal ini dikarenakan, secara de facto, Jokowi dan keluarga memang sudah tidak dianggap lagi sebagai bagian dari PDIP setelah memilih berseberangan dalam Pilpres dan Pilkada 2024.
“Langkah tegas ini menunjukkan sikap politik PDIP yang kian jelas dalam membangun posisinya sebagai oposisi pemerintah. Hal tersebut dikemukakan oleh sejumlah pengamat politik yang menilai bahwa keputusan ini merupakan bentuk konkret PDIP untuk mempertegas perannya dalam menjaga keseimbangan demokrasi.
“Saya melihat ketegasan PDIP ini sebagai langkah konkret untuk menunjukkan posisinya sebagai oposisi pemerintah. Sebagai masyarakat, kita tentu berharap kekuatan parlementer akan berimbang agar dinamika demokrasi tetap berjalan, khususnya dalam pengawasan terhadap kinerja pemerintah,” ujar Pakar komunikasi politik sekaligus pengajar Fakultas Ilmu Komunikasi dan Multimedia (Fikomm) dari Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), Dr Nastain Muhamad Selasa (17/12/2024).
Nastain menjelaskannya pemilihan posisi oposisi oleh PDIP dianggap sebagai langkah politis yang logis, terlebih setelah Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, resmi menjadi wakil presiden terpilih mendampingi Prabowo Subianto. Kondisi ini menegaskan adanya jarak politik yang makin melebar antara Jokowi dan PDIP.
Sebagai partai besar dengan sejarah panjang, PDIP dinilai mampu menjalankan konsolidasi internal tanpa terpengaruh oleh perpecahan dengan figur-figur tertentu. Hal ini karena kekuatan politik PDIP tidak bergantung pada sosok personal seperti Jokowi maupun Ganjar Pranowo, tetapi lebih pada ideologi yang diwariskan oleh Bung Karno.
Nastain kemudian menilai, dinamika internal PDIP tidak akan banyak memengaruhi kekuatan politik partai tersebut. Bonding politik PDIP selama ini terbangun kuat pada ideologi Soekarno dan bukan pada loyalitas terhadap individu tertentu.
“Jika melihat pengalaman sebelumnya, tidak banyak mantan presiden yang memiliki massa loyal hingga mampu menggoyahkan kemapanan partai sebesar PDIP. Sejarah menunjukkan bahwa PDIP memiliki fondasi politik yang kokoh dan ideologi yang jelas,” tambah pengamat.
Nastain menegaskan keputusan PDIP untuk mengambil posisi sebagai oposisi membawa harapan baru bagi publik. Dinamika politik yang sehat dengan adanya pengawasan dari pihak oposisi dinilai penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan di pemerintahan.
Publik berharap bahwa langkah ini akan meningkatkan kualitas demokrasi dan memastikan kebijakan pemerintah berjalan sesuai kepentingan rakyat.
Dengan pondasi ideologi yang kuat dan pengalaman panjang dalam politik nasional, PDIP diyakini akan tetap solid meskipun menghadapi tantangan dan dinamika internal.
Pada bagian akhir, Dr Nastain menganalisa pemecatan Jokowi dan keluarganya secara resmi dari PDIP menjadi babak baru dalam peta politik Indonesia. Langkah ini tidak hanya mempertegas posisi PDIP sebagai oposisi, tetapi juga menunjukkan kedewasaan partai dalam menjaga ideologi dan konsistensi politiknya.
“Kini, publik menantikan bagaimana dinamika politik akan berkembang menuju pemerintahan baru di 2025,” bebernya. [aje]








