partai: PDIP

  • Dino Patti Djalal: Pemecatan PDIP Karma Politik Bagi Jokowi

    Dino Patti Djalal: Pemecatan PDIP Karma Politik Bagi Jokowi

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI Dino Patti Djalal menyinggung pemecatan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dari Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) merupakan sebuah karma politik bagi Jokowi sendiri. 

    Bahkan, eks Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat ini membeberkan pernah ada konspirasi dari Istana bahwa Jokowi disebut untuk secara tidak sah mengambil alih Partai Demokrat.

    “Pemecatan dari PDIP mungkin adalah karma politik bagi Jokowi, karena dulu dari Istana pernah ada konspirasi untuk secara tidak sah mengambil alih Partai Demokrat,” tulisnya melalui akun X @dinopattidjalal, seperti dikutip pada Selasa (17/12/2024).

    Dino melanjutkan, walaupun ada hal demikian, nyatanya Partai Demokrat berhasil mengalahkan upaya dari pengambil alihan tersebut dan juga tidak pernah membalas dalam hal apapun.

    “[Partai]Demokrat, setelah berhasil mengalahkan upaya take over ini, tidak pernah membalas. Karma terjadi dalam bentuk lain,” pungkas jubir Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat dulu.

    Diberitakan sebelumnya, DPP Partai PDI-Perjuangan (PDIP) mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya, serta 27 anggota partai lainnya.  

    Hal tersebut diumumkan oleh Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Partai, Komarudin Watubun, dalam sebuah video yang diterima oleh Bisnis pada Senin (16/12/2024). Dia menuturkan bahwa perintah ini berasal langsung dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri.  

    “Untuk mengumumkan secara resmi, sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai, di depan seluruh jajaran Ketua DPD Partai Se-Indonesia. DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap saudara Joko Widodo, saudara Gibran Rakabumi Raka, dan saudara Bobby Nasution, serta 27 anggota lain yang kena pemecatan,” tuturnya.  

    Pemecatan Jokowi ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan no. 1649/KPTS/DPP/XII/2024, mengenai pemecatan Joko Widodo dari keanggotaan PDIP.  

    “Terhitung setelah dikeluarkannya surat pemecatan ini, maka DPP PDI Perjuangan tidak ada hubungan dan tidak bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan oleh saudara Joko Widodo,” terangnya.

  • Ketua KPK Baru Diharap Mampu Tangkap Harun Masiku – Page 3

    Ketua KPK Baru Diharap Mampu Tangkap Harun Masiku – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menangkap buronan kasus suap, Harun Masiku. Sebab hal itu demi mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap KPK.

    Masih belum ditangkapnya Harun Masiku, dinilai sebagai pekerjaan rumah (PR) besar KPK hingga kini.

    “Saat ini salah satu pekerjaan besar KPK yang belum tuntas yaitu kasus menyangkut kegagalan meringkus buronan mantan calon anggota legislatif asal PDIP, Harun Masiku. Bagaimana tidak terhitung sudah empat tahun sejak ditetapkan sebagai tersangka, pencarian telah berlalu tanpa menghasilkan temuan yang signifikan,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Hikmahbudhi, Candra Aditya Nugraha saat berunjuk rasa di depan Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (17/12).

    “Apalagi saat ini masih dalam suasana bulan antikorupsi yang tepatnya diperingati 9 Desember lalu,” imbuhnya.

    Hikmahbudhi memiliki harapan besar terhadap pimpinan KPK yang baru. Mereka tak ingin penindakan yang dilakukan KPK hanya sekedar retorik, penuh kontroversi dan tumpul seperti sebelum-sebelumnya.

    “KPK harus mampu memasang target 100 hari kerja dengan menuntaskan kasus-kasus yang menjadi sorotan publik salah satunya menangkap buronan Harun Masiku, pimpinan KPK saat ini harus mampu mengembalikan kepercayaan publik dengan menuntaskan kasus-kasus korupsi yang mandek terutama yang terindikasi menyangkut para elit politik,” paparnya.

    Perkara suap pergantian antar waktu anggota DPR RI yang menjerat Harun Masiku, kata dia, menarik untuk ditelisik lebih lanjut. Sebab, diduga turut melibatkan pimpinan partai politik besar.

    “Melihat fenomena merunduknya KPK saat berhadapan dengan politisi, bukan tidak mungkin hal tersebut membentuk teori kausalitas, yakni suatu perkara melibatkan elite partai politik, maka penindakan lembaga anti rasuah itu akan mengendur,” tutur Candra.

     

  • Imigrasi Sebut KPK Tak Minta Lakukan Pencekalan untuk Harun Masiku

    Imigrasi Sebut KPK Tak Minta Lakukan Pencekalan untuk Harun Masiku

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak meminta Imigrasi untuk melakukan pencekalan terhadap Harun Masiku yang hingga saat ini masih buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO).

    Plt Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Saffar Muhammad Godam mengatakan, pihaknya belum menerima permintaan pencekalan terhadap Harun Masiku sejak 2021.

    “Terakhir (pencekalan Harun Masiku) berakhir pada 13 Januari 2021. KPK belum mengajukan permohonan kembali,” ujar Saffar Muhammad Godam di kantor Ditjen Imigrasi, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    Saffar Muhammad Godam menjelaskan, mekanisme pencegahan seseorang ke luar negeri dapat dilakukan apabila terdapat permohonan dari pihak yang berwenang, termasuk melakukan pencekalan terhadap Harun Masiku.

    Dengan tidak adanya permintaan pencekalan kembali dari KPK, maka sesuai dengan ketentuan, cekal terhadap Harun Masiku berakhir demi hukum.

    “Artinya orang ini (Harun Masiku) tidak dicegah, orang ini tidak dicegah untuk berpergian ke luar negeri,” ucapnya lagi.

    Meski KPK belum mengajukan permintaan kembali untuk pencekalan Harun Masiku, Imigrasi tetap melakukan pemantauan apabila ada pergerakan dari Harun Masiku.

    Namun, berdasarkan update data perlintasan, belum ditemukan catatan perjalanan keluar negeri untuk Harun Masiku.

    Saffar Muhammad Godam menegaskan, tindakan pecegahan baru dapat dilakukan apabila ada permintaan dari pihak berwenang atau instansi terkait.

    Dia mengaku, pihaknya masih menjalin komunikasi dengan KPK terkait Harun Masiku.

    “Terakhir komunikasi dengan KPK, berdasarkan surat dari kita mempertanyakan kembali status pencegahan Harun Masiku pada 11 Desember 2024,” jelas Saffar Muhammad Godam mengenai pencekalan Harun Masiku.

    Sebagai informasi, Harun Masiku merupakan mantan caleg PDIP yang terjerat perkara dugaan suap dalam pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.

    Harun Masiku diduga menyuap Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan agar dapat ditetapkan sebagai anggota DPR.

    Namun, sejak operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu dan sejumlah pihak lain pada 8 Januari 2020 hingga saat ini, Harun Masiku masih buron dan menghirup udara bebas.

    Sementara itu, KPK telah menyebar empat foto terbaru Harun Masiku saat memperbarui surat DPO mantan caleg PDIP tersebut.

    Dalam surat itu, KPK mencantumkan foto-foto Harun Masiku terbaru dengan gaya formal menggunakan batik dan kemeja serta dalam pose metal menggunakan kaus dan kemeja flanel.

  • Respons Jokowi Soal Dipecat PDIP: Biar Waktu yang Mengujinya

    Respons Jokowi Soal Dipecat PDIP: Biar Waktu yang Mengujinya

    Solo, Beritasatu.com – Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat bicara terkait dipecat dari PDIP, bersama putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dan menantunya, Bobby Nasution.

    “Ya ndak apa-apa. Ndak apa-apa. Saya menghormati itu,” ujarnya kepada awak media saat ditemui di kediamannya di Jalan Kutai Utara Nomor 1, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, seusai menerima kunjungan relawan Bala JP, Selasa (17/12/2024).

    Merespons pertanyaan wartawan soal Jokowi dipecat PDIP, mantan wali kota Solo itu menegaskan bahwa dirinya tidak berada dalam posisi untuk membela diri atau memberikan penilaian atas keputusan yang diambil oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

    “Saya tidak dalam posisi untuk membela atau memberikan penilaian karena keputusan itu sudah terjadi. Biar nanti waktu yang mengujinya,” ucapnya.

    Saat ditanya mengenai dasar Jokowi dipecat PDIP karena melanggar aturan, kode etik, dan disiplin partai, mantan gubernur DKI Jakarta itu memberikan jawaban serupa. “Tadi kan sudah saya sampaikan, saya tidak dalam posisi membela atau memberikan penilaian karena sudah diputuskan. Nanti, nanti waktu yang akan mengujinya,” tandasnya.

    Ketika disinggung soal kartu tanda anggota (KTA) PDIP yang dimilikinya, apakah akan dikembalikan, Jokowi enggan menjawab dan hanya tertawa. Ia juga memilih tidak berkomentar mengenai pemecatan Gibran. “Ya tanya saja ke Mas Gibran kok tanya ke saya,” katanya.

    Jokowi juga kembali menyebut konsep partai perorangan saat ditanya langkah selanjutnya setelah tidak lagi bergabung dengan PDIP. Ketika ditanya apakah akan membentuk partai baru, ia hanya menjawab singkat, “Saya sudah sampaikan partai perorangan,” ujarnya sambil berseloroh.

    Jokowi dipecat PDIP bersama 26 kader lainnya, termasuk Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.

    “Terhitung setelah dikeluarkannya surat pemecatan ini, maka DPP PDIP tidak ada hubungan dan tidak bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan oleh saudara Joko Widodo,” kata Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan, Komaruddin Watubun, Senin (16/12/2024) mengenai Jokowi dipecat PDIP.

  • Dipecat PDIP, Anas Urbaningrum Bilang Pilihan Jokowi dan Keluarga hanya Merapat ke Partai Pohon atau Burung

    Dipecat PDIP, Anas Urbaningrum Bilang Pilihan Jokowi dan Keluarga hanya Merapat ke Partai Pohon atau Burung

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Setelah dipecat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), mantan Presiden Jokowi dan keluarganya disebut hanya memiliki dua pilihan.

    Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional (PKN), Anas Urbaningrum yang turut memberikan komentarnya terkait pemecatan yang dilakukan PDIP.

    “Jika benar-benar ingin masuk partai (lagi), partai apa yang paling besar peluangnya untuk dipilih Pak Jokowi?,” ujar Anas dalam keterangannya di aplikasi X @anasurbaninggrum (16/12/2024).

    Blak-blakan, Anas menyebut bahwa baik Jokowi maupun anaknya memiliki dua pilihan tersisa.

    Bergabung dengan Partai Gerindra yang disebutnya sebagai partai burung atau Golkar yang dia beri istilah partai pohon. “Sebut saja antara dua pilihan, Pohon dan Burung,” tandasnya.

    Untuk diketahui, DPP PDIP resmi melakukan pemecatan terhadap Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution.

    SK pemecatan untuk Jokowi terdaftar dengan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024, sedangkan SK pemecatan Gibran Rakabuming Raka memiliki nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024.

    Sementara itu, SK pemecatan Bobby Nasution teregistrasi dengan nomor 1651/KPTS/DPP/XII/2024.

    Keputusan ini juga disertai dengan larangan bagi ketiganya untuk melakukan kegiatan politik atau menduduki jabatan apa pun yang mengatasnamakan PDIP.

    Dengan demikian, Jokowi, Gibran, dan Bobby tidak lagi memiliki hubungan struktural maupun kegiatan politik di bawah naungan partai berlambang banteng tersebut.(Muhsin/fajar)

  • Jokowi hormati keputusan PDIP

    Jokowi hormati keputusan PDIP

    Solo (ANTARA) – Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menghormati keputusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang telah memecat dirinya dan putra serta menantunya Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution sebagai kader.

    “Ya nggak apa-apa, saya menghormati itu,” katanya di Solo, Jawa Tengah, Selasa.

    Ia mengaku tidak ingin membela diri atau mencari pembenaran terkait sikap PDIP.

    “Saya tidak dalam posisi untuk membela atau memberikan penilaian karena keputusan itu sudah terjadi. Nanti waktu yang akan mengujinya, saya rasa itu saja,” katanya.

    Disinggung soal pengembalian kartu tanda anggota (KTA) ke partai, ia hanya menanggapi dengan senyuman.

    Sementara itu, terkait soal kemungkinan dirinya membuat partai politik baru, ia kembali menyinggung partai perorangan.

    “Saya sudah menyampaikan, partai perorangan,” katanya.

    Mengenai alasan pemecatan, ia tidak ingin mencari pembenaran terkait hal itu.

    “Tadi sudah saya sampaikan, saya tidak dalam posisi membela atau memberikan penilaian, karena sudah diputuskan. Nanti nanti waktu yang akan mengujinya,” katanya.

    Pewarta: Aris Wasita
    Editor: Guido Merung
    Copyright © ANTARA 2024

  • Respons Bobby Nasution Usai Dipecat PDIP: Saya kan Gerindra

    Respons Bobby Nasution Usai Dipecat PDIP: Saya kan Gerindra

    Medan, CNN Indonesia

    Wali Kota Medan Bobby Nasution tak ambil pusing dengan sikap PDI Perjuangan (PDIP) yang mengumumkan pemecatannya dari keanggotaan partai.

    Suami dari Kahiyang Ayu itu menegaskan saat ini sudah berstatus kader Partai Gerindra.

    “Saya kan Gerindra, sudah dari kemarin, bukan dari sekarang,” kata Bobby tersenyum di Hotel Mercure Medan, Selasa (17/12).

    Menurut Bobby, hubungannya dengan kader PDI Perjuangan di Sumut juga cukup baik meski ia tak lagi menjadi kader PDIP.

    “Dengan PDIP baik, tadi duduk di samping anggota DPRD Medan dari PDIP,” ucap Bobby Nasution.

    Namun begitu, Bobby Nasution enggan menanggapi lebih jauh soal pemecatannya. Bobby minta isu politik bisa dibahas di lain waktu.

    “Politik nanti,” tegas Gubernur Sumut terpilih di Pilkada Sumut 2024 itu.

    Bobby Nasution sempat menjadi kader PDI Perjuangan. Setelah menjadi kader, PDI Perjuangan mengusung Bobby Nasution maju pada Pilkada Medan. Bobby akhirnya terpilih menjadi Wali Kota Medan periode 2021-2024.

    Hubungan Bobby dengan PDI Perjuangan memburuk hingga puncaknya terjadi saat Pilpres 2024. Bobby menyatakan dukungan kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.

    Gibran merupakan abang ipar dari Bobby Nasution. Saat itu mantu Presiden RI ke-7 Jokowi itu masih menjadi kader PDI Perjuangan. Sementara itu, PDIP telah mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024.

    Pada akhirnya, PDIP Perjuangan secara resmi menyatakan pemecatan Bobby Nasution. Tak hanya Bobby, mertuanya Joko Widodo dan kakak iparnya yang juga Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka juga sudah resmi dipecat dari keanggotaan.

    Pengumuman pemecatan itu disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Partai Komarudin Watubun didampingi sejumlah Ketua DPP DPP PDIP lain, mulai dari Bambang Wuryanto, Said Abdullah, hingga Olly Dondokambey.

    “Saya Komarudin Watubun Ketua Bidang kehormatan PDI Perjuangan bersama ini tanggal 16 Desember 2024 saya mendapat perintah langsung dari ketua umum PDIP untuk mengumumkan secara resmi sesuai AD ART partai di depan seluruh jajaran ketua DPD partai seluruh Indonesia,” kata Komar dalam siaran video yang diterima CNNIndonesia.com.

    DPP PDI Perjuangan mengumumkan SK pemecatan terhadap Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution serta 27 anggota lain. SK Pemecatan itu tertuang dalam SK Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 tentang pemecatan Jokowi dari keanggotaan PDIP.

    (fnr/wis)

    [Gambas:Video CNN]

  • Demokrat Hormati Keputusan PDI-P yang Pecat Jokowi, Gibran, dan Bobby

    Demokrat Hormati Keputusan PDI-P yang Pecat Jokowi, Gibran, dan Bobby

    Demokrat Hormati Keputusan PDI-P yang Pecat Jokowi, Gibran, dan Bobby
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Dewan Kehormatan DPP
    Partai Demokrat
    Hinca Pandjaitan memberikan tanggapan terkait keputusan
    PDI-P
    yang memecat Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), beserta keluarganya, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.
    “Kami menghormati saja putusan teman-teman di PDIP,” kata Hinca saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (17/12/2024).
    Hinca mengungkapkan bahwa dirinya tidak ingin berkomentar lebih jauh mengenai keputusan yang diambil oleh partai lain.
    “Kalau ada kejadian di rumahmu, rumahmu kau urus. Jangan kau urus rumah orang lain. Begini di partai politik sangat menghormati kedaulatan masing-masing partai,” ujarnya.
    “Kami mengelola partai kami. Kami kembangkan, mudah-mudahan Demokrat kembali lagi berjaya dan kami yakin partai ini akan berkembang lebih baik,” imbuhnya.
    Sebelumnya, PDIP secara resmi memecat Jokowi, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, dan Calon Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dari keanggotaan partai.
    Pemecatan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 yang diungkapkan oleh Ketua DPP Bidang Kehormatan PDIP, Komarudin Watubun.
    “Menimbang dan seterusnya, mengingat dan seterusnya, memperhatikan, memutuskan, menetapkan, satu memberi sanksi organisasi berupa pemecatan kepada Joko Widodo dari keanggotaan PDIP,” kata Komarudin pada Senin (16/12/2024).
    SK tersebut ditetapkan sejak 14 Desember 2024 dan ditandatangani oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri serta Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
    Pemecatan ini disebabkan oleh ketidakpatuhan Jokowi dalam mendukung calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang diusung oleh PDI-P.
    Dalam surat pemecatan, PDIP menegaskan bahwa Jokowi telah melanggar anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai, dengan pelanggaran yang dikategorikan berat.
    “Dengan melawan terang-terangan terhadap keputusan DPP Partai terkait dukungan calon presiden dan wakil presiden pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung oleh PDIP pada
    Pemilu 2024
    ,” tulis surat tersebut.
    Selain itu, PDIP juga menilai bahwa Jokowi mendukung calon presiden dan wakil presiden dari partai lain yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju.
    PDIP menambahkan bahwa Jokowi telah menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK), yang dinilai sebagai awal dari kerusakan sistem demokrasi, hukum, dan moral-etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
    “Ini merupakan pelanggaran etik dan disiplin partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat,” tegas PDI-P.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Beda Sikap Wacana Pilkada Dipilih DPRD: Tenggelam Era SBY, Digaungkan Lagi oleh Prabowo

    Beda Sikap Wacana Pilkada Dipilih DPRD: Tenggelam Era SBY, Digaungkan Lagi oleh Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dilaksanakan di Indonesia sejak 2015 menjadi sebuah momentum penting dalam proses demokrasi negara.

    Sistem Pilkada yang semula diikuti oleh pemilihan langsung oleh masyarakat kini menjadi perhatian berbagai kalangan, terutama terkait dengan isu pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

    Terkait hal itu, ada perbedaan sikap dan pandangan antara dua tokoh besar, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Prabowo Subianto dalam menyikapi mengenai isu tersebut.

    Sebenarnya, pada 2014, isu Pilkada kembali ke DPRD sudah bergulir, saat itu Fraksi Partai Demokrat memilih walk out dari rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada.

    Aksi itu mendapat kritikan, sebab tanpa kekuatan Demokrat, kubu pro pilkada langsung akan kalah di voting yang langsung terbukti benar, paripurna DPR akhirnya memutuskan mengembalikan pemilihan pilkada ke DPRD.

    Namun, usai melakukan lawatan ke luar Negeri, SBY langsung memutuskan memilih penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung.

    Dalam keterangan yang disampaikannya langsung kepada wartawan di ruang Credential, Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/10/2014) malam, Presiden Ke-6 RI itu mengemukakan baru saja menandatangani dua Perppu terkait ketidak setujuannya atas keputusan DPR yang menetapkan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dilakuka melalui DPRD.

    Perppu pertama yang telah ditandatagani terkait Pilkada ini, kata SBY, adalah Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Perppu itu sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD.

    Selanjutnya, sebagai konsekuensi dari penetapan Perppu Pilkada secara langsung tersebut, maka untuk menghilangkan ketidakpastian hukum di masyarakat, SBY juga menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang isinya menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih Kepala Daerah.

    “Kedua Perppu tersebut saya tandatangani sebagai bentuk nyata dari perjuangan saya bersama-sama dengan rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung,” ujar SBY.

    Ketua Majelis Pertimbangan Partai Demokrat itu menegaskan, bahwa dirinya mendukung penuh pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan yang mendasar.

    Oleh karena itu, meskipun menghormati proses pengambilan keputusan terkait RUU Pilkada di DPR, yang memutuskan mekanisme pemilihan kepala daerah oleh DPRD, SBY tetap berikhtiar demi tegaknya kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

    SBY mengaku sependapat dengan pandangan bahwa pilkada langsung adalah buah dari perjuangan reformasi. Apalagi dia sendiri menjadi Presiden melalui pemilihan Presiden langsung oleh rakyat pada 2004 dan 2009.

    “Maka, sebagai bentuk konsistensi dan ucapan terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada saya selaku Presiden selama dua periode ini, kiranya wajar jika saya tetap mendukung pilkada secara langsung,” tandas SBY.

    Di sisi lain, Presiden Ke-8 RI Prabowo Subianto, memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan Pilkada. Dalam beberapa kesempatan, Prabowo secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh DPRD, bukan secara langsung oleh masyarakat.

    Prabowo berpendapat bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD lebih efektif dalam menciptakan pemerintahan yang stabil dan terhindar dari konflik-konflik yang sering muncul dalam Pilkada langsung.

    Dia melihat bahwa dalam banyak kasus, Pilkada langsung juga memberikan pengeluaran yang besar bagi Negara. Sehingga pemilihan oleh DPRD dapat mengurangi biaya politik yang besar dalam Pilkada langsung.

    Orang nomor satu di Indonesia itu ingin mengubah sistem pemilihan kepala daerah alias PIlkada dari langsung ke sistem berdasarkan representasi di DPRD.

    Dia menyoroti mekanisme pemilihan kepala daerah alias Pilkada secara langsung yang menurutnya tidak efisien dan cenderung berbiaya tinggi. Padahal uang tersebut seharusnya bisa digunakan untuk program-program yang lebih bermanfaat.  

    “Apalagi ada Mbak Puan, kawan-kawan dari PDIP, kawan-kawan partai-partai lain. Mari kita berpikir, mari kita tanya. Apa sistem ini berapa puluh triliun habis dalam satu dua hari? Dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing,” ujar Prabowo, Kamis (12/12/2024).

    Lantaran banyak ketua umum Partai Politik yang hadir dalam perayaan tersebut, ia kemudian sempat berkelakar bahwa permasalahan tersebut dapat diputuskan malam hari itu juga.

    “Ini sebetulnya begitu banyak ketua umum partai disini, sebenarnya kita bisa putuskan malam hari ini juga. Gimana?” tanya Prabowo.

    Adapun Prabowo kemudian mencontohkan mekanisme pemilihan di negara-negara seperti Malaysia dan India yang menerapkan sistem bahwa pemilihan pemimpin daerah melalui lembaga legislatif.

    Dalam catatan Bisnis, Indonesia pernah menerapkan sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD alias sistem tidak langsung. Namun demikian, seiring dengan berlalunya UU Pilkada, pemerintah mengubah mekanisme pemilihannya secara langsung pada tahun 2005.

    “Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India. Sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah. DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati. Efisien, enggak keluar duit,” tuturnya.

    Prabowo kemudian menilai bahwa anggaran yang dikeluarkan tersebut dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sekolah hingga perbaikan irigasi.

    Perbedaan pandangan SBY dan Prabowo terkait dengan Pilkada serentak, khususnya terkait dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD, mencerminkan dua perspektif yang berbeda tentang bagaimana demokrasi dan pemerintahan daerah seharusnya dijalankan.

    SBY lebih mengutamakan prinsip partisipasi langsung rakyat dalam menentukan pemimpin daerah mereka, sementara Prabowo lebih menekankan pentingnya stabilitas pemerintahan dan kualitas pemimpin yang dipilih melalui proses legislatif.

  • Setelah Jokowi Dipecat PDIP, Denny Siregar Sebut Tawaran Partai Rekrut Jokowi Hanya Basa-basi

    Setelah Jokowi Dipecat PDIP, Denny Siregar Sebut Tawaran Partai Rekrut Jokowi Hanya Basa-basi

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Presiden ke-7 Jokowi telah resmi dipecat PDIP. Spekulasi mencuat ke partai mana Jokowi akan berlabuh.

    Sejumlah partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) menyatakan terbuka jika Jokowi ingin bergabungZ seperti Golkar, Gerindra, dan PAN.

    Hal tersebut dikomentari Pegiat Media Sosial Denny Siregar. Ia menyebut memang memungkinkan jika dulu Jokowi ditawari.

    “Waktu jadi Presiden, kemungkinan besar banyak partai ingin merekrut,” kata Denny dikutip Dari unggahannya di X, Selasa (17/12/2024).

    Alasannya, menurut Denny bukan karena kapasitas Jokowi. Tapi karena saat itu ia jadi orang nomor satu di Indonesia.

    “Bukan karena kepintarannya, tapi karena ingin mencicipi kekuasaan,” tambahnya.

    Kini, ia meragukan tawaran tersebut. Denny menilainya hanya sekadar basa-basi.

    “Sekarang, partai-partai itu cuman basa basi. Kalau mau rekrut, udah dari kemaren doi disana,” pungkasnya.

    Adapun pemecatan Jokowi tertuang dalam surat keputusan bernomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 yang ditandatangani Ketum dan Sekjen PDIP Megawati Soekarnoputri serta Hasto Kristiyanto tertanggal 4 Desember.

    Tidak sendiri, PDIP juga memecat keluarga Jokowi. Seperti Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution.
    (Arya/Fajar)