partai: PDIP

  • Wakil Ketua Banggar: Kenaikan PPN 12 Persen Diinisiasi PDIP

    Wakil Ketua Banggar: Kenaikan PPN 12 Persen Diinisiasi PDIP

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Banggar yang juga Anggota Komisi XI DPR Wihadi Wiyanto mengatakan wacana kenaikan PPN 12 persen merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Payung hukum itu merupakan produk Legislatif periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh partai penguasa PDI Perjuangan (PDIP).

    “Kenaikan PPN 12 persen itu merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi 11 persen tahun 2022 dan 12 persen hingga 2025, dan itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan,” ujar Wihadi kepada wartawan, Minggu (22/12/2024).

    Wihadi mengaku aneh dengan sikap PDIP terhadap kenaikan PPN yang sangat bertolak belakang saat membentuk UU HPP tersebut. Terlebih, panja pembahasan kenaikan PPN yang tertuang dalam UU HPP jelas dipimpin langsung oleh fraksi partai besutan Megawati Soekarnoputri tersebut.

    “Jadi kita bisa melihat dari yang memimpin panja pun dari PDIP, kemudian kalau sekarang pihak PDIP sekarang meminta ditunda ini adalah merupakan sesuatu hal yang menyudutkan pemerintah Prabowo (Presiden Prabowo Subianto),” jelas Wihadi.

    Wihadi justru menegaskan jika Presiden Prabowo sebenarnya sudah ‘mengulik’ kebijakan itu agar tidak berdampak pada masyarakat menengah ke bawah. Salah satunya, dengan menerapkan kenaikan PPN terhadap item-item mewah.  

    “Sehingga pemikiran Pak Prabowo ini bahwa kalangan menengah bawah itu tetap terjaga daya belinya dan tidak menimbulkan  gejolak ekonomi, ini adalah merupakan langkah bijaksana dari Pak Prabowo,” tutur Wihadi.

    Wihadi kembali mengingatkan pihak-pihak tertentu untuk tidak menggiring isu kalau kenaikan PPN 12 persen merupakan keputusan pemerintahan Presiden Prabowo. Dia menekankan bila kebijakan ini diputuskan oleh DPR periode yang dipimpin oleh PDIP.

    “Jadi apabila sekarang ada informasi ada hal-hal yang mengkaitkan ini dengan pemerintah Pak Prabowo yang seakan-akan memutuskan itu adalah tidak benar, yang benar adalah UU ini produk dari pada DPR yang pada saat itu diinisiasi PDIP dan sekarang Pak Presiden Prabowo hanya menjalankan,” tegasnya.

    Wihadi justru menilai sikap PDIP sekarang adalah upaya ‘melempar bola panas’ kepada pemerintahan Presiden Prabowo. Padahal, kenaikan PPN 12 persen yang termaktub dalam UU HPP merupakan produk dari PDIP.

    “Jadi kami dalam hal ini melihat bahwa sikap PDIP ini adalah dalam hal PPN 12 persen adalah membuang muka jadi kami ingatkan bahwa apabila ingin mendukung pemerintahan maka tidak dengan cara seperti ini, tetapi bila ingin melakukan langkah-langkah oposisi maka ini adalah hak daripada PDIP,” pungkas Wihadi.

  • Waka Banggar: Kebijakan kenaikan PPN 12 persen diinisiasi PDIP

    Waka Banggar: Kebijakan kenaikan PPN 12 persen diinisiasi PDIP

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan produk legislatif periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh PDI Perjuangan (PDIP).

    “Kenaikan PPN 12 persen itu adalah merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan menjadi 11 persen tahun 2022 dan 12 persen hingga 2025, dan itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan,” kata Wihadi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.

    Legislator dari Fraksi Gerindra itu mengatakan bahwa Panitia Kerja (Panja) pembahasan kenaikan PPN yang tertuang dalam UU HPP saat itu diketuai oleh Fraksi PDIP.

    Untuk itu, dia menilai sikap PDIP saat ini terhadap penerapan kebijakan PPN 12 persen sangat bertolak belakang saat membentuk UU HPP tersebut.

    “Jadi kita bisa melihat dari yang memimpin Panja pun dari PDIP, kemudian kalau sekarang pihak PDIP sekarang meminta ditunda ini adalah merupakan sesuatu hal yang menyudutkan pemerintah Prabowo (Presiden Prabowo Subianto),” ujar anggota Komisi XI DPR RI itu.

    Dia pun mengingatkan pihak-pihak tertentu untuk tidak menggiring isu bahwa kenaikan PPN 12 persen merupakan keputusan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sebab kebijakan itu menjadi payung hukum yang diputuskan PDIP pada periode 2019-2024.

    “Jadi apabila sekarang ada informasi ada hal-hal yang mengkaitkan ini dengan pemerintah Pak Prabowo yang seakan-akan memutuskan itu adalah tidak benar, yang benar adalah UU ini produk dari pada DPR yang pada saat itu diinisiasi PDI Perjuangan dan sekarang Pak Presiden Prabowo hanya menjalankan,” ucapnya.

    Sebaliknya, dia menilai sikap PDIP saat ini seperti upaya “melempar bola panas” kepada pemerintahan Presiden Prabowo, padahal kenaikan PPN 12 persen yang termaktub dalam UU HPP merupakan produk DPR periode sebelumnya dari PDIP.

    “Jadi kami dalam hal ini melihat bahwa sikap PDIP ini adalah dalam hal PPN 12 persen adalah membuang muka, jadi kami ingatkan bahwa apabila ingin mendukung pemerintahan maka tidak dengan cara seperti ini, tetapi bila ingin melakukan langkah-langkah oposisi maka ini adalah hak daripada PDIP,” tuturnya.

    Dia pun menegaskan jika Presiden Prabowo sedianya sudah “mengulik” kebijakan itu agar tidak berdampak pada masyarakat menengah ke bawah, salah satunya dengan menerapkan kenaikan PPN tersebut dikenakan terhadap barang-barang mewah.

    “Sehingga pemikiran Pak Prabowo ini bahwa kalangan menengah bawah itu tetap terjaga daya belinya dan tidak menimbulkan gejolak ekonomi, ini adalah merupakan langkah bijaksana dari Pak Prabowo,” kata dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Guido Merung
    Copyright © ANTARA 2024

  • Dulu Inisiasi PPN 12 Persen Sekarang Malah Menolak, PROJO: PDIP Jangan Cuci Tangan! – Halaman all

    Dulu Inisiasi PPN 12 Persen Sekarang Malah Menolak, PROJO: PDIP Jangan Cuci Tangan! – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ormas PROJO melihat PDI Perjuangan melemparkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan diberlakukan pada Januari 2025 kepada Presiden Prabowo Subianto. 

    “PDIP sebagai pemilik suara terbesar di DPR waktu itu ikut mendorong pemberlakuan PPN 12 persen. Kok, sekarang lempar batu sembunyi tangan,“ kata Wakil Ketua Umum DPP PROJO Freddy Damanik pada Minggu (22/12/2025).

    Freddy menerangkan bahwa RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) disetujui DPR untuk menjadi undang-undang pada 29 Oktober 2021, dan mulai berlaku pada 2022. UU HPP inilah yang mengatur kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025. 

    PROJO menilai PDIP sebagai partai pemenang yang berkuasa ketika itu tidak bisa lepas tanggung jawab terhadap rakyat. Ketua DPR waktu itu juga politikus PDIP Puan Maharani, yang kini kembali menjabat Ketua DPR. Namun, para politikus PDIP justru membuat seolah Presiden Prabowo yang menyebabkan munculnya kenaikan tarif PPN 12 persen. 

    “Masyarakat harus tahu bahwa ada tindakan membohongi publik lewat pernyataan-pernyataan yang memojokkan Presiden Prabowo, PROJO mendukung penuh kebijakan pemerintahan Prabowo, “ ujar Freddy Damanik. 

    Menurut Freddy, pemerintah tidak lepas tangan dengan persoalan ini. Presiden Prabowo melaksanakan perintah UU HPP untuk menerapkan tarif PPN 12 persen per 1 Januari 2025. Meski begitu, tarif pajak tersebut hanya dikenakan bagi barang mewah. Ini bukti Presiden Prabowo memahami kondisi dan mencari cara untuk tidak membebani rakyat.

    PROJO berpendapat jika sekarang tidak setuju dengan kenaikan PPN, seharusnya PDIP melakukan mekanisme perubahan undang-undang di DPR. Toh, PDIP adalah fraksi terbesar di parlemen. 

    “Sebaiknya PDIP jangan seperti lempar batu sembunyi tangan, harus bertanggungjawab dengan keputusan yang sudah diambil. PDI P jangan cuci tangan. ” kata  Fredd Damanik.

    Diinisiasi PDIP

    Sebelumnya Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Wihadi Wiyanto mengatakan, wacana kenaikan PPN 12 persen merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). 

    Menurutnya, payung hukum itu merupakan produk Legislatif periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh PDI Perjuangan (PDIP).

    “Kenaikan PPN 12 persen, itu adalah merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan menjadi 11 persen tahun 2022 dan 12 persen hingga 2025, dan itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan,” kata Wihadi saat dihubungi wartawan, Jakarta, Sabtu (21/12/2024).

    Anggota Komisi XI DPR RI, itu menilai sikap PDIP terhadap kenaikan PPN sangat bertolak belakang saat membentuk UU HPP tersebut.

    Terlebih, kata dia, panja pembahasan kenaikan PPN yang tertuang dalam UU HPP jelas dipimpin langsung oleh fraksi partai besutan Megawati Seokarnoputri tersebut.

    “Jadi kita bisa melihat dari yang memimpin panja pun dari PDIP, kemudian kalau sekarang pihak PDIP sekarang meminta ditunda ini adalah merupakan sesuatu hal yang menyudutkan pemerintah Prabowo (Presiden Prabowo Subianto),” kata Wihadi.

    Wihadi justru menegaskan jika Presiden Prabowo sebenarnya sudah ‘mengulik’ kebijakan itu agar tidak berdampak pada masyarakat menengah ke bawah. Salah satunya, dengan menerapkan kenaikan PPN terhadap item-item mewah.  

    “Sehingga pemikiran Pak Prabowo ini bahwa kalangan menengah bawah itu tetap terjaga daya belinya dan tidak menimbulkan  gejolak ekonomi, ini adalah merupakan langkah bijaksana dari Pak Prabowo,” kata Wihadi.

    Wihadi kembali mengingatkan pihak-pihak tertentu untuk tidak menggiring isu bahwa kenaikan PPN 12 persen merupakan keputusan pemerintahan Presiden Prabowo. Dia menekankan bila kebijakan ini diputuskan oleh DPR periode yang dipimpin oleh PDIP.

    “Jadi apabila sekarang ada informasi ada hal-hal yang mengkaitkan ini dengan pemerintah Pak Prabowo yang seakan-akan memutuskan itu adalah tidak benar, yang benar adalah UU ini produk dari pada DPR yang pada saat itu diinisiasi PDI Perjuangan dan sekarang Pak Presiden Prabowo hanya menjalankan,” tegasnya.

    Wihadi justru menilai sikap PDIP sekarang adalah upaya ‘melempar bola panas’ kepada pemerintahan Presiden Prabowo. Padahal, kenaikan PPN 12 persen yang termaktub dalam UU HPP merupakan produk dari PDIP.

    “Jadi kami dalam hal ini melihat bahwa sikap PDIP ini adalah dalam hal PPN 12 persen adalah membuang muka jadi kami ingatkan bahwa apabila ingin mendukung pemerintahan maka tidak dengan cara seperti ini, tetapi bila ingin melakukan langkah-langkah oposisi maka ini adalah hak daripada PDIP,” kat Wihadi.

    PDIP Desak Dibatalkan

    Sebelumnya diberitakan, Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka justru meminta Presiden Prabowo Subianto membatalkan rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen pada 1 Januari 2025. Keputusan diyakini akan berdampak besar kepada masyarakat.

    Rieke menjelaskan bahwa penundaan kenaikan PPN 12 persen bertujuan untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) akan semakin meningkat. Selain itu, kenaikan PPN juga beepotensi akan menaikan harga kebutuhan pokok.

    “Berdasarkan pertimbangan ekonomi dan moneter antara lain angka PHK meningkat, deflasi selama kurang lebih lima bulan berturut-turut yang harus diwaspadai berdampak pada krisis ekonomi dan kenaikan harga kebutuhan pokok,” ujar Rieke kepada wartawan, Sabtu (21/12/2024).

    Rieke menjelaskan argumentasi pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen sesuai pasal 7 UU Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan dinilai juga tidak tepat. Dia meminta pemerintah harus mengambil secara utuh aturan tersebut.

    Dalam Pasal 7 ayat (3) UU tersebut, tarif pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen setelah berkonsultasi dengan alar kelengkapan DPR RI.

    Dalam UU itu juga dijelaskan, Menteri Keuangan RI diberikan kewenangan menentukan besaran PPN perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya.

    “Saya sangat mendukung Presiden Prabowo menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen,” jelasnya.

    Sebagai gantinya, Rieke mengusulkan pemerintah menerapkan dengan tegas self assessment monitoring system dalam tata kelola perpajakan. 

    Di antaranya, perpajakan selain menjadi pendapatan utama negara, berfungsi sebagai instrumen  pemberantasan korupsi, sekaligus sebagai basis perumusan strategi pelunasan utang negara.

    Selain itu, terwujudnya satu data pajak Indonesia, agar negara mampu menguji SPT wajib pajak,  akurasi pemetaan, perencanaan penerimaan dan pengeluaran negara secara komprehensif, termasuk pendapatan yang legal maupun ilegal.

    “Dan memastikan seluruh transaksi keuangan dan non- keuangan wajib pajak, wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan,” jelasnya.

    Di sisi lain, Rieke juga meminta dana pembangunan infrastruktur wajib dengan skala prioritas  lyang memengaruhi hajat hidup orang banyak.

    “Inovasi dan kreativitas mencari sumber anggaran negara yang tidak membebani pajak rakyat dan membahayakan keselamatan negara, termasuk segera menghimpun dan mengkalkulasikan dana kasus-kasus korupsi, serta segera dikembalikan ke kas negara,” pungkasnya.

  • Puan soal Harga Tiket Pesawat: Jangan Hanya Harga, Fokus Pelayanan

    Puan soal Harga Tiket Pesawat: Jangan Hanya Harga, Fokus Pelayanan

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan pandangannya terkait kebijakan penurunan harga tiket pesawat oleh pemerintah jelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025.

    Menurutnya, kebijakan ini pun harus diimbangi dengan kualitas pelayanan. Dia mengatakan semua operator harus bisa memastikan bahwa lonjakan penumpang tidak akan menurunkan standar pelayanan dan keselamatan.

    Tak hanya berpesan pada operator, cucu proklamator RI ini turut mengingatkan pemerintah untuk melakukan pengawasan supaya kualitas pelayanan, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat yang menggunakan transportasi udara tetap terjaga meskipun ada penurunan harga tiket pesawat.

    “Kebijakan ini tidak boleh hanya berfokus pada aspek harga, melainkan juga pada kualitas pelayanan,” ujar Puan dalam keterangan resmi yang dikutip pada Minggu (22/12/2024).

    Lebih jauh, Politikus PDI Perjuangan (PDIP) turut mengimbau agar semua instansi terkait dapat bersinergi demi memastikan kelancaran transportasi masyarakat selama masa libur Nataru ini.

    “Bukan hanya di bandara saja, tapi semua moda transportasi seperti angkutan darat, kereta api, dan moda laut harus bisa memberikan pelayanan terbaik,” tuturnya.

    Puan kembali menegaskan bahwasannya selain pelayanan yang perlu ditingkatkan di simpul transportasi, pemerintah harus memastikan aspek keselamatan dan keamanan masyarakat.

    “Keselamatan dan keamanan masyarakat dalam perjalanan harus menjadi prioritas utama. Pemeriksaan keamanan tidak boleh tergesa-gesa, dan semua prosedur harus dilakukan sesuai standar yang berlaku,” ucap putri Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri tersebut.

    Dia juga meminta agar posko pelayanan dan SDM medis siap membantu kebutuhan masyarakat di tiap-tiap titik perjalanan masyarakat.

    Pemerintah turunkan harga tiket

    Pemerintah pada akhir November 2024 telah mengumumkan bahwa penurunan harga tiket pesawat jelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025 mencapai 10% atau setara Rp157.500 per tiket dengan tiga komponen utama. 

    Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan, pihaknya memutuskan beberapa kebijakan bersama stakeholder terkait yaitu Kementerian Perhubungan, Angkasa Pura Indonesia, Pertamina dan maskapai domestik untuk menurunkan harga tiket pesawat. 

    AHY menyebut, penurunan harga tiket ini bertujuan untuk membantu masyarakat dan juga menggerakkan ekonomi termasuk pariwisata. 

    “Maka dari semua elemen tadi termasuk menurunkan biaya atau jasa di bandar udaraan termasuk juga avtur dan tentunya fuel surcharges maka bisa dikurangi harga tiket itu kurang lebih 10%,” AHY dalam keterangan resmi, Selasa (26/11/2024).

  • Gerindra Sindir PDIP Soal Protes PPN 12%: Lempar Batu Sembunyi Tangan

    Gerindra Sindir PDIP Soal Protes PPN 12%: Lempar Batu Sembunyi Tangan

    Bisnis.com, JAKARTA – Gerindra menyindir PDI Perjuangan alias PDIP telah lempar batu sembunyi tangan terkait isu kenaikan tarif PPN menjadi 12%.

    Mereka justru menyebut bahwa partai berlambang banteng tersebut merupakan inisiatif di balik Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias HPP.

    “PDIP terus mencari simpati rakyat, tetapi mereka lupa bahwa merekalah yang mengusulkan soal kenaikan PPN 12 persen itu,” kata anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI Bahtra Banong dilansir dari Antara, Minggu (22/12/2024).

    Bahtra menjelaskan bahwa ketua panitia kerja (panja) mengenai kenaikan PPN 12 persen pada waktu itu adalah kader PDIP sekaligus Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel.

    Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa sikap PDIP saat ini yang memiliki sentimen negatif terhadap keputusan pemerintah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka soal kenaikan PPN merupakan hal yang tidak layak diperlihatkan kepada publik.

    “Mereka minta batalkan, padahal pengusulnya mereka dan bahkan ketua panja adalah kader mereka. Kenapa sekarang ramai-ramai mereka tolak?” katanya.

    Menurut ia, PDIP seharusnya memberikan apresiasi kepada Presiden Prabowo karena bertanggung jawab melaksanakan kebijakan PPN 12 persen tersebut.

    “Mereka seharusnya apresiasi Presiden Prabowo karena berani bertanggung jawab atas sebuah kebijakan yang diusulkan DPR dan pemerintahan sebelumnya, termasuk oleh PDIP pada saat itu,” ujarnya.

  • PDI-P Kritik PPN 12 Persen, Gerindra: Mereka Ketua Panjanya

    PDI-P Kritik PPN 12 Persen, Gerindra: Mereka Ketua Panjanya

    PDI-P Kritik PPN 12 Persen, Gerindra: Mereka Ketua Panjanya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengaku heran dengan respons kritis PDI-P terhadap kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.
    Rahayu mengungkit bahwa ketika rancangan beleid itu dibahas di DPR dalam Rancangan Undang-undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP), PDI-P merupakan fraksi yang mendapatkan jatah kursi ketua panitia kerja (panja) melalui kadernya, Dolfie Othniel Frederic Palit.
    “Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDI-P berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang
    PPN 12 persen
    ,” kata Rahayu dalam pesan singkatnya kepada Kompas.com, Sabtu (21/12/2024) malam.
    Kemenakan Presiden RI Prabowo Subianto itu bilang, banyak dari anggota partainya yang saat itu hanya bisa senyum dan geleng-geleng tertawa mendengar respons kritis PDIP itu.
    “Dalam hati, hebat kali memang kawan ini bikin kontennya,” lanjut dia.
    “Padahal mereka saat itu Ketua Panja RUU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen ini. Kalau menolak ya kenapa tidak waktu mereka ketua panjanya?” tambah Saras.
    Adapun sistematika UU HPP terdiri dari 9 bab dan 19 pasal. UU ini telah mengubah beberapa ketentuan di UU lainnya, di antaranya UU KUP, UU Pajak Penghasilan, UU PPN, UU Cukai, dan UU Cipta Kerja.
    Dolfie berujar ketika itu, pembahasan RUU HPP didasarkan pada surat presiden serta surat keputusan pimpinan DPR RI tanggal 22 Juni 2021 yang memutuskan bahwa pembahasan RUU KUP dilakukan oleh komisi XI bersama pemerintah.
    Fraksi yang menyetujui adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP. Sedangkan satu fraksi yang menolak adalah PKS.
    Dalam paparan Dolfie, PKS menolak RUU HPP karena tidak sepakat rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. Menurutnya, kenaikan tarif akan kontra produktif dengan proses pemulihan ekonomi nasional.
    PKS juga menolak pengungkapan sukarela harta wajib pajak (WP) alias tax amnesty. Pada pelaksanaan tax amnesty tahun 2016, PKS juga menolak program tersebut.
    “Sementara fraksi PDIP menyetujui karena RUU memperhatikan aspirasi pelaku UMKM dengan tetap berkomitmen bahwa bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat, jasa pendidikan, jasa kesehatan, transportasi darat, keuangan, dibebaskan dari pengenaan PPN,” ucap Dolfie.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Isu Politik Sepekan: Jokowi Dipecat PDIP hingga Wacana Presiden Prabowo Maafkan Koruptor

    Isu Politik Sepekan: Jokowi Dipecat PDIP hingga Wacana Presiden Prabowo Maafkan Koruptor

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah isu politik dalam sepekan terakhir menjadi fokus pembaca. Berita mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dipecat PDIP menjadi isu politik yang hangat diperbicangkan selama sepekan terakhir.

    Isu politik pekan ini lainnya, terkait wacana Presiden Prabowo Subianto memaafkan koruptor, usulan agar kepala daerah kembali dipilih DPRD, Presiden Prabowo yang mengunjungi Mesir untuk menghadiri KTT D-8, hingga kinerja menteri Kabinet Merah Putih versi survei LPI.

    Berikut isu politik sepekan Beritasatu.com.

    1. Respons Jokowi Soal Dipecat PDIP: Biar Waktu yang Mengujinya
    Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi dipecat PDIP. Jokowi dipecat bersama putra sulungnya yang juga Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, serta menantunya Bobby Nasution. Ketiganya menjadi bagian dari 27 kader yang dipecat PDIP.

    Merespons pertanyaan wartawan, Jokowi menegaskan dirinya tidak berada dalam posisi untuk membela diri atau memberikan penilaian atas keputusan pemecatan yang diambil oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Biar nanti waktu yang mengujinya,” ucapnya kepada awak media saat ditemui di kediamannya di Jalan Kutai Utara Nomor 1, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, seusai menerima kunjungan relawan Bala JP, Selasa (17/12/2024).

    Ia juga memilih tidak berkomentar mengenai pemecatan Gibran. Jokowi juga kembali menyebut konsep partai perorangan saat ditanya langkah selanjutnya setelah tidak lagi bergabung dengan PDIP.

    2. Wacana Prabowo Memaafkan Koruptor, Yusril: Demi Pemulihan Aset Negara
    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, memberikan tanggapan terkait pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang usulan memaafkan koruptor asal mereka mengembalikan uang hasil korupsi.

    Menurut Yusril, wacana Prabowo memaafkan koruptor ini merupakan langkah sistematis dan cepat untuk menyelesaikan masalah korupsi yang telah lama menjadi persoalan di masyarakat. Menurutnya, hasil dari upaya pemberantasan korupsi saat ini belum terlalu memuaskan.

    Yusril juga menguraikan mekanisme hukum yang mungkin dilakukan. Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti dan abolisi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

    3. Usulan Kepala Daerah Dipilih DPRD, Bima Arya: Presiden Prabowo Tak Ingin Terburu-buru
    Selain berita Jokowi yang dipecat PDIP, isu politik sepekan lainnya yang hangat diperbincangkan, yakni Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan kajian terkait sistem pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal ini didasari oleh tingginya biaya politik dalam penyelenggaraan pilkada.

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyatakan Presiden Prabowo telah melontarkan wacana pemilihan kepala daerah yang mungkin akan kembali dilakukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Untuk merealisasikan ini, Kemendagri akan berkolaborasi dengan perguruan tinggi dan para peneliti.

    4. Prabowo Hadiri KTT D-8 di Mesir
    Presiden Prabowo Subianto mengunjungi Mesir untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-11 Developing Eight (D-8) dan bertemu Presiden Abdel Fattah El-Sisi. Prabowo dan rombongan mendarat di Bandara Internasional Kairo, Selasa (17/12/2024) sekitar pukul 20.15 waktu setempat.

    KTT D-8, sebuah forum kerja sama ekonomi antara delapan negara berkembang, yaitu Bangladesh, Mesir, Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Turki, dan Pakistan.  Dalam konferensi ini, Indonesia akan menerima jabatan sebagai ketua D-8 pada 2026.

    5. Daftar 10 Menteri Terbaik Kabinet Merah Putih
    Hasil survei terbaru Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) menunjukkan bahwa Menko Polkam Budi Gunawan menjadi menteri terbaik Kabinet Merah Putih. Berdasarkan hasil survei LPI tersebut menunjukkan mayoritas responden menilai kinerja Budi Gunawan terbaik di antara 10 menteri kabinet yang terjaring, meskipun selisih dengan menteri yang lain tidak terlalu berbeda jauh.

    Dari berbagai aspek yang diukur LPI, Budi Gunawan unggul dibandingkan menteri yang lainnya, yakni di aspek kinerja, dimensi progam kerja, dan kapasitasnya bekerja sesuai dengan visi-misi Pemerintahan Prabowo-Gibran.

    Penilaian ini tidak terlepas dari kinerja Budi Gunawan dalam memastikan situasi politik dan keamanan terkendali dan stabil.

    Demikian berita-berita politik sepekan yang menarik perhatian pembaca Beritasatu.com, di antaranya Jokowi yang dipecat PDIP.

  • Hindari PHK Massal, Komisi IX DPR Dukung Upaya Pemerintah Selamatkan Sritex – Halaman all

    Hindari PHK Massal, Komisi IX DPR Dukung Upaya Pemerintah Selamatkan Sritex – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi IX DPR RI mendukung pemerintah untuk menyelamatkan perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang pengajuan kasasinya ditolak Mahkamah Agung.

    “Upaya pemerintah untuk menyelamatkan Sritex, terutama untuk menghindari PHK massal, harus kita dukung. Sritex yang telah beroperasi puluhan tahun di Indonesia tentu berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi kita,” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris kepada wartawan, Sabtu (21/12/2024).

    Namun, Charles mengingatkan upaya itu harus dalam koridor hukum yang ada.

    “Jangan sampai upaya penyelamatan ini melanggar peraturan perundangan yang ada,” kata dia.

    Politisi PDIP itu mendorong pihak perusahaan terus melakukan perbaikan demi menyelamatkan para pekerja. 

    “Apabila ada kesinambungan antara pemerintah dan manajemen Sritex tentu harapannya perusahaan ini akan terus beroperasi dan tetap berkontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex melakukan konsolidasi internal dan memutuskan untuk melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) setelah permohonan kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA).

    Permohonan kasasi mereka ajukan sebagai sikap keberatan atas putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Semarang.

    “Upaya hukum ini kami tempuh agar kami dapat menjaga keberlangsungan usaha dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 50 ribu karyawan yang telah bekerja bersama-sama kami selama puluhan tahun,” kata Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto dikutip dari keterangan tertulis pada Jumat ini.

    “Langkah hukum ini kami tempuh tidak semata untuk kepentingan perusahaan, tetapi membawa serta aspirasi seluruh keluarga besar Sritex,” lanjutnya.

    Sebagaimana diketahui, putusan penolakan kasasi dengan Nomor Perkara : 1345 K/PDT.SUS-PAILIT 2024 tersebut telah dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Agung Hamdi dan dua anggota yakni Hakim Agung Nani Indrawati dan Lucas Prakoso pada Rabu, 18 Desember 2024.

    Selama proses pengajuan kasasi ke MA, ia mengatakan Sritex telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan usahanya, dan tidak melakukan PHK, sebagaimana pesan disampaikan pemerintah.

    Ia menyebut Sritex berupaya semaksimal mungkin menjaga situasi perusahaan tetap kondusif di tengah berbagai keterbatasan gerak akibat status pailit yang menimpa.

    Iwan mengungkap bahwa upaya yang mereka lakukan tidak mudah karena berkejaran dengan waktu dan keterbatasan sumber daya.

    “Pilihan untuk menempuh upaya hukum lanjutan berupa PK kami lakukan agar keluarga besar Sritex tetap dapat bekerja, bertahan hidup, dan menghidupi keluarganya di tengah situasi perekonomian yang sedang sulit,” ujar Iwan.

    Ia pun berharap pemerintah memberikan keadilan hukum yang mempertimbangkan kemanusiaan, dengan mendukung upaya Sritex untuk tetap dapat melanjutkan kegiatan usaha dan berkontribusi pada kemajuan industri tekstil nasional.

    Sebelumnya, perjalanan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan perusahaan-perusahaan terkait dalam Grup Sritex, yaitu PT Sinat Panjta Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, untuk menghindari status pailit akhirnya menemui jalan buntu.

    Hal ini terjadi setelah Mahkamah Agung (MA) menolak upaya kasasi yang diajukan oleh Grup Sritex terhadap putusan pembatalan pengesahan perdamaian (homologasi) yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Semarang.

    Kasasi yang diajukan oleh Grup Sritex, yang diwakili oleh tim kuasa hukumnya, Aji Wijaya & Co, bertujuan untuk membatalkan putusan pailit yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang.

    Putusan tersebut merujuk pada pembatalan homologasi no.2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg jo. no.12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg.

    Namun pada 18 Desember 2024, Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak kasasi tersebut melalui Putusan No. 1345 K/Pdt. Sus-Pailit/2024, yang kini telah berkekuatan hukum tetap.

    “Amar putusan: tolak,” bunyi putusan yang dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung, Kamis (19/12/2024).

    Putusan kasasi ini mempertegas keputusan Pengadilan Niaga Semarang sebelumnya, yang menguatkan status kepailitan bagi Grup Sritex.

    Dengan demikian, perusahaan-perusahaan dalam Grup Sritex kini harus menghadapi proses hukum yang lebih lanjut seiring dengan status pailit yang sudah tidak dapat dibatalkan lagi.

     

     

  • Eks Komandan TKN Sebut PDIP Ingin Jadi Pahlawan Kesiangan di Isu PPN 12

    Eks Komandan TKN Sebut PDIP Ingin Jadi Pahlawan Kesiangan di Isu PPN 12

  • Soal Kenaikan Pajak 12 Persen, Gerindra: PDIP Seperti Lempar Batu Sembunyi Tangan

    Soal Kenaikan Pajak 12 Persen, Gerindra: PDIP Seperti Lempar Batu Sembunyi Tangan