partai: PDIP

  • Jelang Sumpah Pemuda, Hasto ajak bangsa kembali ke jati diri maritim

    Jelang Sumpah Pemuda, Hasto ajak bangsa kembali ke jati diri maritim

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Hasto Kristiyanto mengajak seluruh elemen bangsa untuk kembali pada semangat jati diri maritim dalam rangka menjelang Peringatan Sumpah Pemuda yang jatuh pada setiap tanggal 28 Oktober.

    Saat membuka Diskusi Grup Terarah (FGD) Bidang Pariwisata serta Bidang Kelautan dan Perikanan di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu, ia mengingatkan kembali pesan Presiden pertama RI Soekarno tentang pentingnya menjadikan Indonesia sebagai bangsa samudera dan negara maritim yang berdaulat melalui penguasaan teknologi, riset, dan inovasi, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.

    “Bung Karno pernah mengatakan, kita tidak akan menjadi negara kuat, sentosa, dan sejahtera jika tidak menguasai samudera raya. Kita tak bisa menjadi bangsa yang besar tanpa kembali menjadi bangsa bahari, bangsa pelaut, sebagaimana pada masa kejayaan dulu,” ujar Hasto, seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.

    Ia menyampaikan amanat itu disampaikan Bung Karno pada 23 September 1963 dan tetap relevan hingga kini. Dalam politik maritim, Bung Karno menggambarkan bahwa Indonesia merupakan negara yang disatukan oleh laut.

    Menurut Hasto, Bung Karno juga menegaskan bahwa kemajuan Indonesia bersumber dari kekuatan pertanian dan kelautan, bukan dari “tembok-tembok baja” yang justru mengabaikan jati diri bangsa.

    Untuk itu, kata dia, Presiden pertama RI berpesan agar Indonesia percaya bahwa kemajuan bangsa lahir dari tanah dan lautnya sendiri.

    “Ketika kita meninggalkan jati diri sebagai bangsa maritim, kita kehilangan arah pembangunan,” ujarnya.

    Karena itu, dirinya menegaskan sejak Kongres IV PDIP, Partai menempatkan laut sebagai halaman depan Indonesia. Dikatakan bahwa laut bukan keranjang sampah raksasa, melainkan masa depan Indonesia, sehingga harus dipahami.

    Dengan demikian, Hasto menuturkan momentum Sumpah Pemuda harus membangunkan semangat sekaligus meluruskan paradigma pembangunan yang salah, yang meninggalkan identitas Indonesia sebagai bangsa samudera.

    “Kejayaan Indonesia lahir karena kita menguasai lautan,” kata Hasto menegaskan.

    Adapun FGD di Cirebon itu turut dihadiri sejumlah Ketua DPP PDIP, seperti Wiryanti Sukamdani, Rokhmin Dahuri, Tri Rismaharini, dan Ribka Tjiptaning, bersama para anggota DPR RI Fraksi PDIP.

    Narasumber dalam FGD, yakni Hendra Sugandhi (Ketua Bidang Perikanan dan Peternakan APINDO) serta Juru masak, Handry Wahyu menyoroti potensi besar kelautan Cirebon yang dapat dimaksimalkan pemerintah daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hadapi Ekonomi Lesu, PDIP Genjot Desa Wisata dan Sektor Maritim: Kita Tenangkan Hati Rakyat – Page 3

    Hadapi Ekonomi Lesu, PDIP Genjot Desa Wisata dan Sektor Maritim: Kita Tenangkan Hati Rakyat – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – PDI Perjuangan (PDIP) menyatakan bahwa kegiatan diskusi, pameran UMKM, dan kunjungan ke desa wisata bukan sekadar seremoni, tetapi wujud nyata konsolidasi ideologi, politik, dan ekonomi kerakyatan.

    “Dari Cirebon, kita meneguhkan tekad bahwa PDI Perjuangan akan terus berjuang bersama rakyat, memperkuat basis di desa wisata dan masyarakat pesisir, serta memenangkan hati rakyat melalui kerja nyata dan gotong royong,” ujar Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto usai membuka diskusi di Kantor DPC PDIP Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (25/10/2025).

    Menurut Hasto, kegiatan ini membuktikan partai hadir dan bekerja bersama rakyat.

    “Partai ini mengakar kuat di desa-desa dan masyarakat pesisir,” tegasnya.

    Isu yang diangkat PDIP di Cirebon bukan tanpa alasan. Sektor pariwisata dan kelautan menjadi dua pilar penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS 2024, kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB nasional mencapai 5,2 persen, dengan lebih dari 2.000 desa wisata aktif di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, hampir separuhnya berada di wilayah pesisir dan perdesaan.

    Sementara itu, menurut Prof Rokhmin Dahuri, putra nelayan yang dipilih Megawati Soekarnoputri menjadi Menteri Kelautan dalam usia 38 tahun, potensi ekonomi maritim Indonesia diperkirakan mencapai USD 1,3 triliun per tahun, namun baru sekitar 25 persen yang termanfaatkan. Di wilayah seperti Cirebon dan Pantura Jawa Barat, ribuan nelayan menggantungkan hidup pada laut yang kini menghadapi tantangan modernisasi alat tangkap, fluktuasi harga ikan, dan keterbatasan akses pasar.

    Dalam konteks itu, PDIP melihat perlunya sinergi antara desa wisata dan ekonomi pesisir sebagai basis baru pertumbuhan ekonomi rakyat, yang sejalan dengan ajaran Bung Karno tentang nation of maritime and agrarian character, bangsa yang kuat karena menguasai laut dan tanahnya sendiri.

    Kegiatan di Cirebon tersebut digelar bersama oleh Ketua DPP PDIP Bidang Pariwisata Wiryanti Sukamdani dan Ketua DPP PDIP Bidang Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri. Tujuannya, untuk mengidentifikasi kebutuhan, tantangan, dan peluang masyarakat desa wisata serta nelayan pesisir.

    “FGD ini menjadi peta isu prioritas masyarakat desa wisata dan pesisir yang dapat diterjemahkan menjadi program kerja partai di daerah,” ujar Rokhmin.

     

  • Sambut Penurunan Harga Pupuk, Fraksi PDIP Jatim: Distribusi Harus Bersih

    Sambut Penurunan Harga Pupuk, Fraksi PDIP Jatim: Distribusi Harus Bersih

    Surabaya (beritajatim.com) – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Wara Renny Sundari Pramana, atau yang akrab disapa Bunda Renny, menilai penurunan harga pupuk bersubsidi hingga 20 persen mulai Rabu (22/10/2025) sebagai angin segar bagi petani. Dia menyebut keberhasilan kebijakan ini hanya akan terasa jika distribusinya berjalan tanpa celah kecurangan.

    “Kami menyambut baik kebijakan penurunan harga ini karena jelas berpihak kepada petani. Tapi yang tak kalah penting adalah distribusi harus bersih dan memastikan pupuknya tersedia hingga sampai ke tangan petani sesuai harga resmi, tanpa permainan distributor atau pengecer,” ujar Bunda Renny.

    Dia menilai, penurunan harga harus benar-benar dirasakan petani kecil, bukan hanya menjadi angka dalam kebijakan. Karena itu, pengawasan distribusi perlu diperketat agar tak muncul celah penimbunan atau penyimpangan.

    “Jawa Timur adalah salah satu lumbung pangan nasional. Maka kebijakan sebesar ini harus diikuti langkah konkret di lapangan, distribusi lancar, stok cukup, dan harga sesuai aturan,” tutur dia.

    Kebijakan penurunan harga ini diumumkan Menteri Pertanian sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Andi Amran Sulaiman. Harga pupuk Urea turun dari Rp2.250 menjadi Rp1.800 per kilogram, atau dari Rp112.500 menjadi Rp90.000 per sak ukuran 50 kilogram. Sedangkan pupuk NPK turun dari Rp2.300 menjadi Rp1.840 per kilogram atau setara Rp92.000 per sak.

    Fraksi PDI Perjuangan menilai keputusan tersebut menjadi kabar baik bagi jutaan petani di Jawa Timur. Langkah ini, lanjut dia, diharapkan menurunkan biaya produksi, menjaga stabilitas produktivitas pertanian, dan meningkatkan kesejahteraan petani.

    “Petani adalah tulang punggung ketahanan pangan bangsa. Kalau mereka makmur, bangsa pun kuat,” pungkas Bunda Renny, politisi perempuan asal Kediri.

    Bunda Renny juga mendorong pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota ikut mengawal pengawasan bersama TNI, Polri, dan kelompok tani. Menurut dia, sinergi ini penting agar kebijakan penurunan harga pupuk tak dihambat mafia dan tepat menyasar petani yang berhak.

    Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa penurunan harga pupuk bersubsidi merupakan terobosan besar pada tahun kedua pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dia menyebut langkah ini menjadi sejarah baru bagi sektor pertanian Indonesia.

    “Selama puluhan tahun harga pupuk selalu naik, tapi kini berhasil diturunkan. Ini adalah langkah bersejarah bagi dunia pertanian,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta.[asg/ted]

  • Pro-Kontra Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Oktober 2025

    Pro-Kontra Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional Nasional 24 Oktober 2025

    Pro-Kontra Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Meski pro dan kontra mengemuka, Kementerian Sosial RI resmi turut mengusulkan nama Presiden Kedua RI, Soeharto, sebagai salah satu pahlawan nasional pada 21 Oktober 2025.
    Usulan tersebut diserahkan kepada Kementerian Kebudayaan yang kini memegang mandat untuk menetapkan gelar pahlawan nasional atas usulan yang diberikan.
    Menteri Sosial RI, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengatakan, usulan Soeharto jadi ”
    National Hero
    ” sudah melalui proses panjang.
    Dia mengatakan, usulan Soeharto sebagai pahlawan nasional sudah dia terima sejak menjabat sebagai Menteri Sosial.
    “Jadi ini juga sudah dibahas oleh tim secara sungguh-sungguh. Berulang-ulang mereka melakukan sidang, telah melalui proses itu,” kata Gus Ipul di Kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
    Usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional sebenarnya bukan kali pertama mencuat.
    Catatan
    Kompas.com
    , usulan ini juga pernah digaungkan oleh elit politik partai Golkar yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR-RI, Ade Komarudin pada 2016 silam.
    Ade mengatakan, Soeharto banyak berbakti pada bangsa, terllepas dari kekurangan yang ada.
    Wacana ini kemudian terus bergulir dari tahun ke tahun, bahkan sempat menjadi dagangan politik untuk Partai Berkarya jelang pemilihan umum 2019.
    DPP Partai Berkarya Badarudin Andi Picunang mengikrar janji, jika partai pecahan Golkar itu masuk Senayan, maka usulan Soeharto jadi pahlawan nasional bisa diperjuangkan lebih kuat lagi.
    Kini usulan Soeharto sebagai pahlawan nasional kembali mencuat. Partai Golkar konsisten mendukung usulan tersebut.
    Golkar yang besar dan dibesarkan Soeharto itu mendorong agar Soeharto bisa menjadi nama yang bersanding dengan pahlawan-pahlawan nasional lainnya karena memiliki jasa yang besar.
    “Perdebatan soal pemberian gelar pahlawan kepada Pak Harto tentu wajar. Setiap tokoh besar pasti memiliki sisi yang menuai pro dan kontra. Namun, perbedaan pandangan itu tidak bisa menghapus kenyataan bahwa Pak Harto memiliki jasa besar bagi bangsa ini,” kata Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Sarmuji, Selasa (21/10/2025).
    Sarmuji menilai, generasi muda saat ini mungkin tidak dapat membayangkan kondisi ekonomi Indonesia sebelum Soeharto memimpin.
    Dia menyebut, dulu, kondisi rakyat sebenarnya kesulitan pangan.
    “Dari kisah orangtua kami dan catatan sejarah, kondisi saat itu sangat berat, banyak rakyat yang kesulitan memperoleh pangan,” ucap dia.
    Setelah Soeharto memimpin, ada perubahan besar dalam waktu relatif singkat, terutama di bidang ketahanan pangan dan pembangunan ekonomi.
    “Di bawah kepemimpinan Pak Harto, situasi itu berubah drastis. Indonesia bukan hanya keluar dari krisis pangan, tetapi juga sempat mencapai swasembada yang membanggakan,” kata Sarmuji.
    Namun suara lantang penolakan Soeharto sebagai
    National Hero
    tak kalah konsisten, datang dari para pegiat HAM, aktivis, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
    Politikus PDI-P, Guntur Romli mengatakan, gelar “hero” untuk Soeharto akan menimbulkan stigma gerakan reformasi sebagai ”
    villain
    “, penjahat, atau musuh dari pahlawan.
    Para korban khususnya mahasiswa yang memperjuangkan demokrasi pada 1998 akan dianggap sebagai penjahat dan pengkhianat.
    “Kalau Soeharto mau diangkat pahlawan, maka otomatis mahasiswa ’98 yang menggerakkan reformasi dan menggulingkan Soeharto akan disebut penjahat dan pengkhianat. Ini tidak bisa dibenarkan,” ujar Guntur saat dihubungi, Kamis (23/10/2025).
    Dia menilai pemberian gelar itu juga akan mengaburkan sejumlah catatan kelam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi sepanjang masa Orde Baru.
    Guntur menyebut negara telah mengakui sejumlah peristiwa pelanggaran HAM di masa pemerintahan Soeharto, mulai dari peristiwa 1965–1966 hingga penghilangan paksa aktivis menjelang kejatuhan rezim pada 1998.
    “Kalau Soeharto diangkat pahlawan, maka peristiwa-peristiwa yang disebut pelanggaran HAM seperti peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius 1982-1985, Talangsari 1989, Rumah Geudong, Penghilangan Paksa 1997–1998, Trisakti, Semanggi I dan II, hingga Kerusuhan Mei 1998 bukan lagi pelanggaran HAM, tapi bisa disebut kebenaran oleh rezim Orde Baru saat itu,” tutur Guntur.
    Belum lagi usulan ini disejajarkan dengan para tokoh yang menentang Orde Baru dan kepemimpinan Soeharto, seperti Marsinah, dan Presiden Keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
    “Saya miris, untuk mengangkat Soeharto jadi pahlawan, tapi seakan-akan nama seperti Gus Dur dan Marsinah dijadikan barter. Padahal Gus Dur dan Marsinah dikenal melawan Soeharto dan Orde Baru,” kata Guntur.
    Selain melanggar HAM, Soeharto secara spesifik disebut dalam TAP MPR 11/1998 atas perlakuan nepotisme dan tindakan korupsi.
    TAP MPR itu mengatakan:

    Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak, asasi manusia
    ,”
    Namun TAP MPR tersebut kini telah berubah, dan nama Soeharto menghilang.
    Koordinator untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pencabutan itu tak lantas membuat Soeharto layak menjadi pahlawan nasional.
    Karena meski dibebaskan secara politis atas dugaan nepotisme dan korupsi, nama Soeharto berkelindan dengan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
    “Pada sekitar Mei sampai dengan Juni, kami bahkan telah menyerahkan kepada Kementerian Kebudayaan maupun kepada Kementerian Sosial terkait catatan-catatan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, di mana kita tahu terdapat 5-6 kasus pelanggaran berat HAM yang terjadi di era Orde Baru, dan itu disebabkan karena rezim pada saat itu menggunakan kekuatan militer untuk melakukan kekerasan,” kata Wakil Koordinator Kontras, Andrie Yunus, Kamis.
    Selain itu, kaitan erat dengan nepotisme di masa Orde Baru, sudah sepantasnya Soeharto tidak memenuhi syarat pemberian gelar pahlawan.
    “Dari syarat-syarat tersebut yang juga tidak terpenuhi, kemudian catatan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan di era Soeharto, kami tegaskan kembali bahwa Soeharto tidak layak untuk diberikan gelar pahlawan,” ujar dia.
    Catatan Kompas.com, terdapat beberapa kejahatan kemanusiaan yang terjadi saat Soeharto memimpin. Pertama, kasus Penembakan Misterius (Petrus) 1981-1985 dengan perintah langsung Soeharto untuk menghukum mati para bromocorah hingga preman tanpa proses peradilan.
    Amnesty Internasional dalam laporannya mencatat bahwa korban jiwa karena kebijakan tersebut mencapai kurang lebih sekitar 5.000 orang, tersebar di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bandung.
    Kedua, peristiwa Tanjung Priok 1984-1987. Soeharto disebut menggunakan militer sebagai instrumen kebijakan politiknya.
    Akibat dari kebijakan ini, dalam Peristiwa Tanjung Priok 1984, sekitar lebih dari 24 orang meninggal, 36 terluka berat, dan 19 luka ringan.
    Ketiga, peristiwa Talangsari 1984-1987 yang menyebabkan 130 orang meninggal, 77 orang mengalami pengusiran paksa, 45 orang mengalami penyiksaan, dan 229 orang mengalami penganiayaan.
    Keempat, peristiwa 27 Juli 1996 atau lebih dikenal dengan peristiwa Kudatuli yang mencoba mendongkel Megawati sebagai Ketua DPP PDI saat itu.
    Peristiwa ini menyebabkan 11 orang meninggal, 149 luka-luka, 23 orang hilang, dan 124 orang ditahan.
    Kemudian, ada peristiwa Trisakti 12 Mei 1998, kerusuhan 13-15 Mei 1998 yang juga terjadi perkosaan massal, dan penculikan para aktivis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mahasiswa 98 yang Menggulingkan Dia akan Disebut Penjahat

    Mahasiswa 98 yang Menggulingkan Dia akan Disebut Penjahat

    GELORA.CO – PDIP menolak wacana pengangkatan Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai pahlawan nasional, yang diusulkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos). 

    Politisi PDIP, Guntur Romli, menilai langkah tersebut akan menodai semangat reformasi 1998 yang justru menggulingkan kekuasaan Soeharto karena praktik korupsi, kolusi, nepotisme, serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

    “Kalau Soeharto mau diangkat pahlawan, maka otomatis mahasiswa ’98 yang menggerakkan reformasi dan menggulingkan Soeharto akan disebut penjahat dan pengkhianat. Ini tidak bisa dibenarkan,” kata Guntur, Kamis (23/10/2025).

    Menurutnya, pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional akan berimplikasi pada pembenaran terhadap sejumlah peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia, yang telah diakui negara sebagai pelanggaran HAM berat pada masa Orde Baru.

    “Kalau Soeharto diangkat pahlawan, maka peristiwa-peristiwa yang disebut pelanggaran HAM seperti peristiwa 1965–1966, penembakan misterius 1982–1985, Talangsari 1989, Rumah Geudong 1989–1998, penghilangan paksa 1997–1998, kerusuhan Mei 1998, Trisakti, Semanggi I dan II, serta pembantaian dukun santet 1998 bukan lagi pelanggaran HAM, tapi bisa disebut kebenaran oleh rezim Orde Baru,” ujarnya.

    Dia menegaskan, logika sejarah dan moral tidak dapat dibalik demi kepentingan politik tertentu. Dia mengingatkan, Gus Dur dan Marsinah, yang dikenal sebagai simbol perjuangan melawan ketidakadilan dan represi Orde Baru, justru menjadi korban dari kebijakan yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Soeharto.

    “Saya miris, untuk mengangkat Soeharto jadi pahlawan, tapi seakan-akan nama seperti Gus Dur dan Marsinah dijadikan barter. Padahal Gus Dur dan Marsinah dikenal melawan Soeharto dan Orde Baru. Maka secara logika, tidak mungkin semuanya disebut pahlawan,” tuturnya.

    Politisi muda PDIP itu menegaskan bahwa pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional bertentangan dengan fakta sejarah. Justru, gerakan reformasi 1998 yang berhasil menumbangkan Soeharto itulah yang harus dijaga sebagai tonggak demokrasi dan kebebasan bangsa Indonesia.

    “Karena melawan Soeharto dan Orde Baru, yang layak jadi pahlawan ya Gus Dur dan Marsinah. Soeharto tetap dengan fakta sejarah, mantan presiden yang digulingkan oleh gerakan reformasi 1998 karena KKN, otoriter, dan pelanggaran HAM berat,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, menyerahkan berkas 40 nama yang diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional ke Menteri Kebudayaan (Menbud) sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon di Kantor Kemenbud, Jakarta Pusat, Selasa (21/10/2025).

    Beberapa nama yang tercantum dalam berkas tersebut dan dinilai telah memenuhi syarat adalah Presiden ke-2 RI Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), serta Marsinah yang merupakan tokoh buruh dan aktivis perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur.

    “Usulan ini berupa nama-nama yang telah dibahas selama beberapa tahun terakhir ini. Jadi ada yang mungkin sudah memenuhi syarat sejak 5 tahun lalu, 6 tahun lalu, 7 tahun lalu. Dan ada beberapa nama yang memang kita bahas dan kita putuskan pada tahun ini. Di antaranya Presiden Soeharto, Presiden Abdurrahman Wahid dan juga ada Marsinah serta ada beberapa tokoh-tokoh yang lain,” kata Gus Ipul, sapaan akrabnya, kepada wartawan.

  • PDIP Satu Suara soal Niat Prabowo Membentuk Ditjen Pesantren: Santri Punya Peran Penting – Page 3

    PDIP Satu Suara soal Niat Prabowo Membentuk Ditjen Pesantren: Santri Punya Peran Penting – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyambut positif kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren di bawah Kementerian Agama (Kemenag).

    Menurut dia, kebijakan itu merupakan bentuk pengakuan terhadap peran besar santri dalam sejarah perjuangan bangsa sekaligus momentum memperkuat semangat kebangsaan di kalangan pesantren.

    “Itu suatu hal yang baik, karena kita lihat peran dari santri sangat penting. Bayangkan pada awal kemerdekaan kita mampu menggelorakan spirit itu,” kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025).

    Hasto menegaskan, PDIP akan turut membantu pemerintah memperkuat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren, terutama dari sisi narasi patriotisme dan cinta tanah air, sebagai bagian dari dedikasi terhadap agama.

    “PDI Perjuangan akan ikut memperkuat dari sisi narasinya, narasi patriotismenya, narasi cinta tanah air. Sebagai bagian juga dari dedikasi terhadap agama. Hubbul watan minal iman itu yang akan kita dorong,” ujar dia.

    Menurut dia, penguatan pesantren juga perlu dibarengi dengan pembangunan kesadaran kebangsaan dan kemajuan ilmu pengetahuan.

    Dia mengatakan, semangat itu sejalan dengan gagasan Bung Karno yang menekankan bahwa Islam harus bersekutu dengan ilmu pengetahuan.

    “Tetapi juga dalam suatu kesadaran untuk membangun kepemimpinan Indonesia bagi dunia, untuk itu kita harus bergerak cepat, agar pesantren-pesantren juga menjadi motor kemajuan. Bung karno mengatakan Islam harus bersekutu juga dengan ilmu pengetahuan,” tandas dia.

  • Said Abdullah: Santri dan Pesantren Kini Berkembang Pesat, Mampu Hadapi Tantangan Modernitas – Page 3

    Said Abdullah: Santri dan Pesantren Kini Berkembang Pesat, Mampu Hadapi Tantangan Modernitas – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah, menegaskan bahwa santri dan dunia pesantren saat ini telah berkembang pesat dan mampu menjawab tantangan modernitas. Ia menyebut stigma bahwa santri berpandangan kolot dan tertinggal sudah tidak relevan lagi, karena banyak pesantren kini melahirkan wirausaha muda dan profesional di berbagai bidang.

    “Santri dan pesantren kerapkali diasosiasikan ndeso, kurang pergaulan, dan berpandangan kolot, bahkan digambarkan memelihara budaya feodal,” kata Said Abdullah dalam keterangannya memperingati Hari Santri Nasional 2025, Rabu (22/10/2025).

    “Namun santri dan dunia pesantren saat ini telah berkembang pesat. Banyak sekali pesantren yang telah berakselerasi dengan perkembangan zaman,” tambahnya.

    Menurut Said, para santri kini tidak hanya dibekali ilmu agama, tetapi juga berbagai keahlian seperti komputer, bahasa asing, menjahit, beternak, hingga jurnalisme dan fotografi. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren telah menjadi ruang pembentukan karakter sekaligus pusat pemberdayaan ekonomi dan sosial.

    Ia mencontohkan beberapa pesantren yang berhasil membangun kemandirian ekonomi, seperti Pesantren Sidogiri di Pasuruan yang memiliki jaringan toko ritel di lebih dari 125 lokasi di Jawa dan Kalimantan, serta Pesantren Lirboyo di Kediri yang mengembangkan usaha roti, pengolahan sampah plastik, dan depo air minum.

    “Dua contoh diatas hanya sedikit ulasan dari banyaknya kegiatan wirausaha di pesantren. Bila kita ulas satu per satu, akan sangat banyak sekali gambaran kegiatan usaha yang digawangi oleh para santri di pesantren,” ujarnya.

  • PDIP Bentuk Tim Kaji Proyek Kereta Cepat Whoosh – Page 3

    PDIP Bentuk Tim Kaji Proyek Kereta Cepat Whoosh – Page 3

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, secara blak-blakan tidak akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutupi pembayaran proyek kereta cepat Whoosh yang dikelola PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

    Purbaya menjelaskan, alasan tidak mau membayar. Ia menilai dividen Danantara mampu membayar utang Whoosh tersebut. Bahkan diperkirakan dividen yang dimiliki Danantara sebesar Rp 80 – 90 triliun setiap tahunnya.

    “Sudah saya sampaikan (soal tidak mau membayar utang Whoosh memakai APBN). Kenapa? Karena kan Danantara terima dividen dari BUMN kan, hampir Rp 80 – 90 triliun. Itu cukup untuk menutup bayaran tahunan untuk kereta api cepat” kata Menkeu Purbaya usai Rapat Dewan Pengawas Danantara, di Wisma Danantara, Jakarta, Rabu (15/10/2025).

    Diketahui, utang Whoosh yang harus dibayar adalah Rp 2 triliun setiap tahun. Lebih lanjut, Purbaya mengatakan Danantara akan mempelajari usulan dari dirinya.

    Dalam kesempatan berbeda, saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan keenganan membayar utang Whoos merupakan keputusan yang diambil karena sumber pembayaran proyek tersebut kini berasal dari BUMN holding investasi, bukan langsung dari kas negara.

    Menkeu Purbaya menjelaskan secara gamblang, bahwa dividen perusahaan pelat merah yang sebelumnya masuk ke APBN kini sudah dialihkan ke BPI Danantara. Artinya, APBN tidak perlu menanggung utang kereta cepat tersebut.

    “Tapi ketika sudah dipisahkan, dan seluruh dividen masuk ke Danantara, Danantara cukup mampu untuk membayar itu. Jadi bukan nggak dibayar, tapi Danantara, bukan APBN, kelihatannya. Arahnya saya maunya ke sana,” ujar Purbaya.

  • PDIP ajak santri teladani ketekunan intelektual Bung Karno

    PDIP ajak santri teladani ketekunan intelektual Bung Karno

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Agama dan Kepercayaan (nonaktif) Zuhairi Misrawi mengajak para santri untuk meneladani dan mendalami pemikiran Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno tentang Islam.

    Menurutnya, Bung Karno memiliki pandangan yang kokoh, visioner, dan berkemajuan dalam memadukan nilai-nilai keislaman dengan semangat kebangsaan.

    “Kalau kita membaca tulisan dan pidato-pidato Bung Karno tentang keislaman, kita akan menemukan satu visi yang kokoh, yang visioner, futuristik, dan jauh ke depan tentang bagaimana membangun negeri ini,” kata Zuhairi di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta, Rabu.

    Hal itu disampaikan Zuhairi dalam peringatan Hari Santri Nasional 2025 yang diadakan DPP PDIP dengan tema Santri Berjuang: Ajaran Bung Karno, Warisan Kemerdekaan dan Kontribusi Generasi Muda.

    Duta Besar Indonesia untuk Tunisia ini menilai, Hari Santri adalah waktu yang tepat untuk menggali kembali gagasan-gagasan Islam Bung Karno yang berakar pada spiritualitas dan nasionalisme.

    Dia menuturkan, perjalanan intelektual keislaman Bung Karno dimulai dari interaksinya dengan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Bung Karno kerap mengikuti ceramahnya saat di Surabaya. Dari situ, tumbuh pandangan keislaman yang progresif dan berkemajuan.

    Selain itu, Bung Karno juga banyak belajar dari H.O.S. Cokroaminoto, tempat ia berinteraksi dengan tokoh-tokoh pergerakan seperti Haji Agus Salim. Puncak pendalaman spiritual Bung Karno terjadi saat masa pengasingannya di Ende, di mana ia memperdalam kajian tafsir, hadis, dan sejarah Islam.

    “Para santri harus meneladani semangat Bung Karno yang tekun belajar tafsir, hadis, dan sejarah. Dari situ beliau menemukan kekuatan spiritual yang menjadi dasar perjuangan kemerdekaan,” ujanya.

    Zuhairi juga mengungkapkan Bung Karno banyak berinteraksi dengan Syaikhona Kholil Bangkalan, dan dari Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari pernah mendapat restu menjelang proklamasi kemerdekaan.

    “Kenapa visi Islam Bung Karno paket sempurna? Karena menggabungkan dua kekuatan besar yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Itulah yang menjadikan visi Islam Bung Karno, Islam yang mempersatukan seluruh elemen bangsa,” tuturnya.

    Pada kesempatan yang sama, Sekjen Nasyiatul Aisyiyah Muhammadiyah 2012-2016, Ulfa Mawardi mengatakan pesantren harus bisa bertransformasi dari ruang ibadah ke ruang peradaban, dari penjaga tradisi keagamaan menjadi arsitek masa depan.

    “Momentum Pesantren (tradisional) mampu membaca relasi antara media, agama dan kebudayaan,” kata dia.

    Selain itu, Ulfa juga berharap, Pesantren sebagai laboratorium yang melahirkan ulama dengan 3 dimensi.

    “Spritualitas islam (iman dan adab), rasionalitas pengetahuan yang mencerahkan dan Kemanusiaan sosial progresif (berkemajuan),” tutur dia.

    Sementara, sejarahwan Asvi Warman Adam memandang momentum Hari Santri ini, untuk mengingat kembali peran besar kalangan santri dan ulama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Salah satu tonggak sejarah yang lahir dari kalangan pesantren adalah Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 di Surabaya.

    Pasalnya, peran penting Resolusi Jihad tersebut sempat dihilangkan dari penulisan sejarah resmi Indonesia, khususnya selama masa Orde Baru.

    “Selama Orde Baru tidak pernah ditulis di sejarah Indonesia, ada aspek yang lain, yang membuat rakyat Surabaya berjuang, yaitu resolusi jihad yang dikeluarkan KH Hasyim Asy’ari. Sepanjang 30 tahun tidak pernah disinggung, tidak pernah ditulis sejarah Indonesia, baru era reformasi ini baru diungkapkan,” jelas dia.

    Karenanya, dari niatan pemerintah sekarang yang ingin menulis ulang sejarah, perlu dikawal agar peran KH Hasyim Asy’ari dan Resolusi Jihad ini tetap dimasukkan.

    “Sekarang, pemerintah sedang membuat buku sejarah nasional yang baru, kita perlu mengawasi bahwa ini bisa dimasukkan ini, Resolusi Jihad itu dicatat dalam sejarah,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hasto beberkan peran Bung Karno sebagai pendekar bangsa Islam

    Hasto beberkan peran Bung Karno sebagai pendekar bangsa Islam

    Dengan spirit Resolusi Jihad dan dukungan negara-negara Asia Afrika, kalau Bung Karno masih hidup, peristiwa seperti Gaza tidak akan pernah terjadi

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membeberkan fakta sejarah mengenai dampak global dari Resolusi Jihad 1945 dan peran mendalam Presiden Pertama RI Soekarno atau yang akrab disapa Bung Karno, dalam membangun solidaritas dunia Islam.

    Tidak lupa Hasto menjelaskan keputusan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) 1965 yang mengukuhkan Bung Karno sebagai Pendekar Kemerdekaan dan Pahlawan Islam, sebuah gelar yang kerap terlupakan dalam narasi sejarah.

    “Dalam perjuangannya melawan Belanda, Bung Karno banyak mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yang membangkitkan semangat. Inilah yang ingin kita luruskan dari sejarah: Bung Karno dan Islam,” kata Hasto di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu.

    Hal itu disampaikan Hasto dalam acara peringatan Hari Santri 2025 bertema Santri Berjuang: Ajaran Bung Karno, Warisan Kemerdekaan dan Kontribusi Generasi Muda di Sekolah Partai Lenteng Agung.

    Hasto menceritakan bagaimana konsultasi Bung Karno dengan KH Hasyim Asy’ari tentang hukum membela tanah air yang melahirkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945.

    Resolusi itu menegaskan bahwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah kewajiban agama bagi setiap muslim, dan menjadikan penjajah sebagai musuh agama dan bangsa.

    “Hebatnya, Resolusi Jihad ini terdengar juga oleh pendiri Pakistan, Muhammad Ali Jinnah. Dia pun mengeluarkan resolusi serupa, yang mengakibatkan sekitar 600 tentara muslim membelot dari tentara Inggris untuk membela Indonesia yang baru merdeka. Banyak dari mereka yang gugur sebagai syuhada,” ujar Hasto.

    Untuk menghormati pengorbanan tersebut, lanjut Hasto, Bung Karno kemudian membangun Masjid Syuhada pada saat Ibu Kota berada setelah ibu kota berada di Yogyakarta.

    “Kebetulan sopir Bung Karno pada saat ditangkap Belanda juga bernama Syuhada,” ujarnya.

    Peristiwa ini, tegasnya, menunjukkan bagaimana pertemuan antara agama dan nasionalisme melahirkan kekuatan yang mampu menghadapi pemenang Perang Dunia II.

    Hasto juga menegaskan bahwa pemahaman keIslaman Bung Karno sangatlah lengkap. Proklamator Republik Indonesia itu berguru pada pemikiran tokoh-tokoh Islam dunia seperti Sayyid Jamaluddin al-Afghani, Arabi Pasha, Mustafa Kamil, dan Muhammad Abduh.

    Pemahaman inilah yang mendasari kebijakan luar negeri Bung Karno yang membela bangsa-bangsa tertindas. Pasca Konferensi Asia Afrika (KAA), Bung Karno aktif mendukung perjuangan kemerdekaan negara-negara Islam.

    “Bung Karno menyewakan rumah di Jalan Serang, Menteng, Jakarta untuk pejuang-pejuang dari Aljazair, Maroko, Tunisia, dan Sudan. Bahkan, untuk membebaskan Aljazair, Bung Karno menyelundupkan senjata yang seharusnya untuk Irian Barat, karena lebih memprioritaskan pembebasan bangsa-bangsa terjajah,” papar Hasto.

    Karena kontribusinya inilah, Bung Karno dianugerahi gelar sebagai “pendekar dan pembebas bangsa Islam”.

    Komitmen ini, kata Hasto, menjadi fondasi ideologis dan historis bagi PDIP hingga kini, termasuk dalam sikap tegas menolak kedatangan Israel dan mendukung penuh Palestina.

    “Dengan spirit Resolusi Jihad dan dukungan negara-negara Asia Afrika, kalau Bung Karno masih hidup, peristiwa seperti Gaza tidak akan pernah terjadi,” tegasnya.

    Hasto juga menyoroti koneksitas spiritual dan politik antara Bung Karno dan putrinya, Megawati Soekarnoputri. Dia mencontohkan, saat menyusun kabinet 2014, Megawati mengingatkan presiden terpilih untuk memahami kesadaran historis ini dan mengembalikan kekuatan ekonomi rakyat, termasuk dari kalangan Muhammadiyah dan NU.

    “Semangat inilah yang diteladankan Bung Karno dan dilanjutkan oleh Ibu Megawati. Semangat inilah yang harus kita hidupkan kembali, terutama dalam memaknai perjuangan membangun Indonesia yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian,” tutur Hasto.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.