partai: PDIP

  • Hasto Kristiyanto: Kasus Harun Masiku Ibarat Tilang di Jalanan

    Hasto Kristiyanto: Kasus Harun Masiku Ibarat Tilang di Jalanan

    Jakarta, Beritasatu.com – Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dengan tersangka Harun Masiku sebenarnya sangat sederhana. Dalam pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025), Hasto menganalogikan kasus ini seperti seseorang yang terkena tilang di jalan.

    “Konstruksi kasus Harun Masiku ini sebenarnya sangat sederhana. Meski tidak sepenuhnya tepat, dapat dianalogikan dari seseorang yang terkena tilang di perempatan jalan karena diindikasikan melanggar aturan lalu lintas,” ungkap Hasto.

    Menurutnya, kasus ini bermula dari upaya Harun Masiku mendapatkan hak sebagai anggota DPR pada 2019. Namun, Hasto menuding ada pihak di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memanfaatkan situasi tersebut untuk mencari keuntungan pribadi. Mantan anggota KPU Wahyu Setiawan, diketahui telah menjalani proses hukum terkait kasus ini.

    Dalam analoginya, Hasto Kristiyanto menjelaskan situasi yang sering terjadi saat seseorang terkena tilang, yaitu negosiasi dapat terjadi akibat ketimpangan otoritas. “Seseorang bisa ditilang lalu merasa tidak berdaya, dan kemudian bernegosiasi dengan polisi dengan otoritas kekuasaan lebih tinggi sehingga cenderung terjadi kesepakatan di bawah tangan,” ujarnya.

    Hasto menghadapi dakwaan terkait perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap demi meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR periode 2019-2024 melalui mekanisme PAW.

    Dalam dakwaan pertama, Hasto diduga melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Sementara dakwaan kedua menyebutkan Hasto melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Kasus ini masih terus bergulir, dengan Hasto Kristiyanto meminta agar majelis hakim mempertimbangkan pembatalan dakwaan dan memulihkan nama baiknya.

  • Gelar Aksi di Depan PN Jakpus, Aktivis PDIP Minta Hasto Dibebaskan

    Gelar Aksi di Depan PN Jakpus, Aktivis PDIP Minta Hasto Dibebaskan

    Jakarta, Beritasatu.com – Ratusan aktivis sayap PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), menggelar aksi menuntut pembebasan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dari dakwaan hukum.

    Aksi massa ini berlangsung di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada sidang kedua kasus Hasto, Jumat (21/3/2025).

    Sekjen PDIP Hasto didakwa dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku serta dugaan perintangan penyidikan.

    Koordinator aksi yang juga Ketua DPD Repdem DKI Jakarta Jimmy Fajar alias Jimbong menilai, kasus yang menjerat Hasto merupakan bentuk kriminalisasi dan menunjukkan tanda-tanda adanya tekanan politik dalam sistem hukum saat ini.

    “Kasus ini hanyalah kriminalisasi dan upaya daur ulang. KPK telah kehilangan independensinya karena terlihat memaksakan kasus ini,” ujar Jimbong, yang juga dikenal sebagai aktivis 98.

    Sidang tersebut juga dihadiri sejumlah fungsionaris DPP PDIP, antara lain Jarot Saiful Hidayat, Ahmad Basarah, dan Yuke, serta mantan wali kota Solo Rudy FX. Ketua Umum Repdem Wanto Sugito yang juga turut hadir dalam persidangan.

    Dalam persidangan, Hasto menyatakan keberatannya terhadap dakwaan yang dijatuhkan kepadanya. Ia menilai ada ketidakjelasan dalam unsur pidana yang dituduhkan serta ketidaktepatan dalam penerapan hukum.

    “Jelas ada keraguan mendasar dalam pembuktian dakwaan yang diajukan Penuntut Umum, baik dari sisi kejelasan unsur pidana maupun penerapan hukum terhadap terdakwa. Sesuai prinsip in dubio pro reo, setiap keraguan yang muncul harus ditafsirkan untuk kepentingan terdakwa,” ujar Sekjen PDIP Hasto saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025). 

  • Eksepsi Hasto Kristiyanto Sebut Kasus Harun Masiku Tekanan Politik

    Eksepsi Hasto Kristiyanto Sebut Kasus Harun Masiku Tekanan Politik

    Jakarta, Beritasatu.com –  Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP)Hasto Kristiyanto, mengajukan eksepsi atau nota keberatan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025). Dalam eksepsinya, Hasto mengeklaim bahwa kasus Harun Masiku kerap digunakan sebagai instrumen tekanan politik terhadap dirinya.

    “Kasus Harun Masiku selalu menjadi instrumen penekan yang ditujukan kepada saya,” ujar Hasto Kristiyanto dalam sidang tersebut.

    Hasto menilai bahwa dinamika politik nasional sering memengaruhi naik turunnya pemberitaan kasus Harun Masiku.

    Menurut Hasto Kristiyanto, pemberitaan mengenai kasus Harun Masiku cenderung meningkat ketika PDIP mengambil sikap politik yang berseberangan. “Kasus Harun Masiku selalu cenderung naik seiring dengan dinamika politik dan sikap kritis PDI Perjuangan,” ungkapnya.

    Hasto juga mengungkapkan bahwa tekanan terhadap dirinya semakin meningkat setelah wawancaranya dengan Connie Rahakundini di Akbar Faizal Uncensored. Dalam wawancara tersebut, ia sempat menyatakan bahwa dirinya bisa diproses hukum jika terus bersikap kritis.

    Hingga akhirnya, ia mendapatkan informasi bahwa dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap terkait upaya memasukkan Harun Masiku ke DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

    “Akhirnya, pada 24 Desember 2024, satu minggu setelah pemecatan sejumlah kader partai, saya ditetapkan sebagai tersangka. Informasi ini bahkan bocor ke media sebelum diumumkan secara resmi,” ujarnya.

    Dalam persidangan, Hasto Kristiyanto didakwa dengan dua pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dan KUHP, yaitu:
    Dakwaan pertama, Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP (Perintangan penyidikan atau obstruction of justice)
    Dakwaan kedua, Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP (Suap dalam proses PAW DPR).

    Sidang lanjutan akan menentukan apakah eksepsi yang diajukan Hasto Kristiyanto akan diterima atau ditolak oleh majelis hakim. Kasus ini menjadi sorotan karena berkaitan dengan dinamika politik nasional menjelang Pemilu 2024 dan dugaan intervensi terhadap proses hukum.

  • Nota Keberatan Hasto Kristiyanto Seret Nama Jokowi

    Nota Keberatan Hasto Kristiyanto Seret Nama Jokowi

    loading…

    Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sampaikan dalam nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (21/3/2025). Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengaku sering mendapat tekanan menjelang dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu ia sampaikan dalam nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Menurutnya, tekanan tersebut lantaran dirinya kerap kali menyampaikan sikap PDIP atas peristiwa atau dinamika politik yang terjadi, salah satunya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023. Hasto melanjutkan, tekanan semakin meningkat usai dirinya bersama Connie Rahakundini Bakrie tampil di Podcast Akbar Faizal Uncensored.

    “Terlebih pada periode 4-15 Desember 2024 menjelang pemecatan Bapak Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan setelah mendapat laporan dari Badan Kehormatan Partai,” kata Hasto membacakan eksepsinya.

    Hasto menjelaskan, dalam kurun waktu itu ia ditemui seseorang yang yang mengaku sebagai pejabat negara. Orang tersebut meminta Hasto membatalkan pemecatan.

    “Ada utusan yang mengaku dari pejabat negara, yang meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan, atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap,” ujarnya.

    Pemecatan terhadap sejumlah kader PDIP tetap dilakukan. Hasto kemudian menyatakan dirinya ditetapkan tersangka seminggu pascapemecatan yang dimaksud.

    “Akhirnya pada tanggal 24 Desember 2024, yakni satu minggu setelah pemecatan para kader partai pada pagi harinya dibocorkan terlebih dahulu ke media, pada sore menjelang malam, saya ditetapkan sebagai tersangka,” ucapnya.

    (rca)

  • Hasto Kristiyanto Sebut Nama Jokowi dalam Eksepsi, Bongkar Intimidasi Jelang Pemecatan Kader PDIP 

    Hasto Kristiyanto Sebut Nama Jokowi dalam Eksepsi, Bongkar Intimidasi Jelang Pemecatan Kader PDIP 

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 21 Maret 2025. Dalam eksepsinya, ia menyeret nama Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi). 

    Awalnya, Hasto mengaku sejak Agustus 2023, telah menerima berbagai intimidasi dan tindakan tersebut semakin kuat dirasakannya pada masa-masa setelah Pemilu Kepala Daerah Tahun 2024. Kemudian, ia menyebut puncak intimidasi kepadanya terjadi pada hari-hari menjelang proses pemecatan kader-kader partai yang masih memiliki pengaruh kuat di kekuasaan.

    “Atas sikap kritis di atas, kasus Harun Masiku selalu menjadi instrumen penekan yang ditujukan kepada saya. Hal ini nampak dari monitoring media, dimana kasus Harun Masiku selalu cenderung naik seiring dengan dinamika politik dan sikap kritis PDI Perjuangan,” kata Hasto. 

    Lebih lanjut, Hasto menuturkan, tekanan terhadapnya semakin meningkat pada periode 4-15 Desember 2024 menjelang pemecatan Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan setelah mendapat laporan dari Badan Kehormatan Partai. Bahkan pada periode itu, ia menyebut ada utusan dari pejabat negara yang meminta agar dirinya mundur dari kursi sekjen PDIP dan tidak boleh melakukan pemecatan terhadap Jokowi. 

    “Meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan, atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap,” ucap Hasto. 

    Ancaman tersebut menjadi kenyataan karena pada 24 Desember 2024 atau satu pekan setelah pemecatan para kader partai termasuk Jokowi, Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    “Bertepatan dengan malam Natal ketika kami sedang merencanakan ibadah Misa Natal setelah hampir selama 5 tahun tidak bisa merayakan Natal bersama keluarga lengkap,” ucap Hasto. 

    Menurut Hasto, tekanan yang sama juga pernah terjadi pada partai politik lain yang berujung pada penggantian pimpinan partai dengan menggunakan hukum sebagai instrumen penekan.

    “Bahkan proses penetapan tersangka terhadap saya diwarnai pula oleh aksi demonstrasi oleh kelompok masyarakat yang tidak dikenal, aksi pemasangan spanduk yang menyerang partai serta rekayasa gugatan untuk menggugat keabsahan kepemimpinan partai,” ucap Hasto.

    Jaksa Dakwa Hasto Suap Wahyu Setiawan Rp600 Juta 

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. 

    Hasto Kristiyanto Juga Didakwa Rintangi Penyidikan 

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. 

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.  

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto. 

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Hasto Kristiyanto Tiba di Ruang Sidang Tipikor, Bacakan Nota Keberatan

    Hasto Kristiyanto Tiba di Ruang Sidang Tipikor, Bacakan Nota Keberatan

    loading…

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tiba di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025). Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto tiba di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

    Hasto memasuki ruang sidang untuk menghadiri sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi.

    Pantauan SindoNews di lokasi, Hasto tiba di Ruang Hatta Ali sekira pukul 09.10 WIB dengan mengenakan kemeja putih dibalut dengan jas hitam.

    Setibanya di ruang sidang, pendukung Hasto yang sudah menunggu langsung menyambutnya dengan meneriakkan merdeka. Hingga berita ini ditulis, Hasto sedang membacakan eksepsinya.

    Pendukung Kenakan Rompi Oranye
    Ruang sidang Hatta Ali dipenuhi pendukung Hasto. Pada pukul 09.52 WIB kursi pengunjung ruang sidang sudah dipenuhi simpatisan Sekjen PDIP.

    Bukan hanya sekadar hadir di ruang sidang, mereka juga mengenakan pakaian yang seragam berupa rompi oranye.

    Di belakang rompi tersebut, tertulis Hasti tahanan politik. Setidaknya, terdapat 17 pendukung Hasto yang mengenakan rompi oranye di dalam ruang sidang.

    Bukan hanya di dalam, pendukung Hasto yang mengenakan rompi oranye juga terlihat di luar ruang sidang.

    Untuk perintangan penyidikan, Hasto didakwa dengan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

    Sedangkan untuk suap, didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    (shf)

  • Hasto Kristiyanto Bacakan Nota Keberatan atas Dakwaan Jaksa

    Hasto Kristiyanto Bacakan Nota Keberatan atas Dakwaan Jaksa

    loading…

    Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto tiba di Ruang Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025). Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto tiba di Ruang Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025). Ia menghadiri sidang beragendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi.

    Pantauan di lokasi, Hasto tiba di Ruang Hatta Ali sekitar pukul 09.10 WIB dengan mengenakan kemeja putih dibalut dengan jas hitam.

    Setibanya di ruang sidang, pendukung Hasto yang sudah menunggu langsung menyambutnya dengan meneriakkan Merdeka. Hingga berita ini ditulis, Hasto sedang membacakan eksepsinya.

    Pendukung Hasto di Ruang Sidang Kenakan Rompi Oranye

    Ruang Sidang Hatta Ali dipenuhi pendukung Hasto. Pada pukul 09.52 WIB kursi pengunjung ruang sidang sudah dipenuhi simpatisan Sekjen PDIP.

    Bukan hanya sekadar hadir di ruang sidang, mereka juga mengenakan pakaian yang seragam berupa rompi oranye. Di belakang rompi tersebut, tertulis Hasto tahanan politik.

    Setidaknya, terdapat 17 pendukung Hasto yang mengenakan rompi oranye di dalam ruang sidang. Bukan hanya di dalam, pendukung Hasto yang mengenakan rompi oranye juga terlihat di luar ruang sidang.

    Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan, Hasto didakwa dengan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

    Sedangkan kasus dugaan suap, dia didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    (rca)

  • UU TNI Tutup Celah Dwifungsi ABRI

    UU TNI Tutup Celah Dwifungsi ABRI

    PIKIRAN RAKYAT – Pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh DPR RI melalui rapat paripurna pada Kamis, 20 Maret 2025, menuai berbagai respons.

    Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP, Tubagus Hasanuddin, menegaskan bahwa revisi ini justru memperkuat profesionalisme TNI dan menutup rapat celah dwifungsi ABRI.

    “Komisi I DPR dan Pemerintah akhirnya menyepakati untuk membawa naskah revisi UU TNI ke rapat paripurna guna persetujuan Tingkat II. Kritik dan protes terhadap dinamika proses revisi UU TNI adalah sesuatu yang lazim dalam sistem demokrasi kita dan memang diperlukan.

    “Kekhawatiran publik atas kembalinya dwifungsi ABRI era Orba yang digaungkan dalam kritik/protes tersebut juga hal yang lumrah,” kata TB Hasanuddin dalama keterangan tertulis yang diterima Pikiran-Rakyat.com.

    Dua Poin Utama Revisi UU TNI

    Menurut TB Hasanuddin, ada dua poin utama yang menjadi kunci dalam revisi UU TNI ini:

    1. Penutupan Celah Dwifungsi ABRI

    Menurutnya, revisi ini tidak mengubah jati diri TNI sebagai tentara profesional yang tidak berpolitik, tidak berbisnis, dan tunduk pada kebijakan politik negara, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 butir d.

    “Hal ini tercermin dari tidak ada perubahan sama sekali mengenai jati diri TNI sebagai tentara profesional yang tidak berpolitik, tidak berbisnis, dan tunduk pada kebijakan politik negara seperti yang termaktub dalam Pasal 2 butir d,” terangnya.

    Pasal 39 yang melarang prajurit aktif menjadi anggota partai politik, berpolitik praktis, berbisnis, dan mengikuti pemilu tetap dipertahankan.

    Pasal 47 ayat 1 yang mengharuskan prajurit aktif TNI yang menduduki jabatan sipil untuk mengundurkan diri atau pensiun juga tidak berubah.

    2. Limitasi, Bukan Ekspansi Militer

    Lebih lanjut, ia menyebut jika penambahan 5 instansi negara yang dapat diduduki oleh prajurit aktif dalam Pasal 42 ayat 2 merupakan bentuk limitasi (pembatasan), bukan ekspansi militer di jabatan sipil.

    Lima instansi tambahan tersebut (pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung) merupakan institusi yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan lain untuk merekrut prajurit aktif.

    “Penambahan 5 instansi negara yang dapat diduduki oleh prajurit aktif dalam pasal 42 ayat 2 sejatinya adalah bentuk limitasi (pembatasan) terhadap pos-pos yang dapat diisi oleh prajurit aktif,” sambungnya.

    Kelima instansi tersebut memiliki keterkaitan dengan sektor pertahanan atau kemampuan teknis kemiliteran.

    Prajurit TNI aktif di lembaga/institusi negara di luar 15 instansi yang telah ditentukan wajib mengundurkan diri/pensiun jika ingin tetap menduduki jabatan sipil.

    “Setelah revisi UU TNI disahkan oleh DPR, maka prajurit TNI aktif di lembaga/institusi negara (termasuk BUMN, Bulog, Kemenhub dan lain lain ) diluar 15 instansi tersebut wajib mengundurkan diri/pensiun jika ingin tetap menduduki jabatan sipil.

    “Dengan demikian, tidak ada penambahan jumlah Kementerian/lembaga yang dapat diisi prajurit aktif TNI dan tidak ada perubahan terhadap pasal-pasal yang selama ini melarang praktik dwifungsi TNI,” lanjutnya.

    Memastikan Kepastian Hukum dan Profesionalisme TNI

    Revisi UU TNI memberikan kepastian hukum yang lebih kuat untuk menjaga profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara.

    Revisi ini memperjelas batasan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, sehingga menutup celah bagi praktik dwifungsi ABRI.

    “Revisi UU TNI justru memberikan kepastian hukum yang lebih kuat untuk menjaga profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara,” tutupnya.

    Mari kita kawal implementasi revisi UU TNI untuk memastikan profesionalisme TNI dan mencegah kembalinya dwifungsi ABRI.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • UU TNI: Daftar 16 Peran TNI dalam Operasi Militer Selain Perang

    UU TNI: Daftar 16 Peran TNI dalam Operasi Militer Selain Perang

    Bisnis.com, JAKARTA – Perluasan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) yang telah disetujui menjadi undang-undang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (PP).

    “Itu nanti diatur dalam PP dan InsyaAllah jangan sampai terjadi ada operasi militer, ini kan hanya untuk antisipasi dan mitigasi,” kata Ketua DPR Puan Maharani usai pengesahan UU TNI di gedung parlemen, Kamis (21/3/2025).

    Ketua DPP PDIP itu menekankan bahwa ketentuan tersebut dimasukkan dalam RUU TNI sebagai bentuk antisipasi apabila situasi tertentu terjadi.

    Di mana, dalam RUU TNI yang telah disetujui menjadi undang-undang, terdapat perluasan cakupan tugas pokok TNI dalam OMSP dari semula 14 tugas menjadi 16 tugas.

    Penambahan dua tugas pokok baru OMSP itu meliputi membantu dalam menanggulangi ancaman siber dan membantu dalam melindungi; dan menyelamatkan warga negara, serta kepentingan nasional di luar negeri.

    “Jikalau terjadi akan dilaksanakan hal seperti itu, namun jika tidak jangan sampai terjadi, dan itu hanya penambahannya itu adalah untuk siber dan penyelamatan warga negara di luar negeri jika dibutuhkan,” ujarnya.

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono mengatakan bahwa aturan terkait perluasan cakupan tugas pokok TNI dalam OMPS akan mengikuti aturan terkait fungsi dilaksanakannya operasi tersebut.

    “Kalau mengenai OMSP itu ada aturannya sesuai dengan fungsinya,” kata Dave di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

    Dia pun menyebut DPR RI akan ikut mengawasi pelaksanaan OMSP melalui fungsi pengawasan dalam rapat-rapat kerja Komisi I DPR bersama TNI selaku mitra kerja dari komisi yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen itu.

    “Hasilnya pasti akan dilaporkan pada saat rapat-rapat kerja dengan DPR. Sesuai dengan fungsinya kan DPR memiliki fungsi membuat anggaran, fungsi pengawasan, dan juga fungsi legislasi,” kata dia.

    Adapun terkait perluasan cakupan tugas pokok TNI dalam OMSP dari semula 14 tugas menjadi 16 tugas termaktub dalam Pasal 7 RUU TNI.

    Berikut 16 tugas pokok TNI dalam OMSP

    1. Mengatasi gerakan separatis bersenjata;
    2. Mengatasi pemberontakan bersenjata;
    3. Mengatasi aksi terorisme;
    4. Mengamankan wilayah perbatasan;
    5. Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
    6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
    7. Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
    8. Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
    9. Membantu tugas pemerintahan di daerah;
    10. Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang; 11. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
    12. Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
    13. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan;
    14. Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan; 15. Membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber;
    16. Membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.

  • Top 3 News: DPR Resmi Sahkan RUU TNI di Tengah Penolakan – Page 3

    Top 3 News: DPR Resmi Sahkan RUU TNI di Tengah Penolakan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi undang-undang atau UU TNI. Itulah top 3 news hari ini.

    Rapat paripurna pengesahan digelar pada Kamis 20 Maret 2025, dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani dan didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco, Adies Kadir dan Saan Mustopa.

    Awalnya, Puan mempersilakan pimpinan Komisi I DPR RI Utut Adianto menyampaikan laporannya terkait pembahasan tingkat 1 RUU TNI. Selanjutnya ia menanyakan persetujuan anggota terkait RUU tersebut menjadi UU.

    Sementara itu, tanggal pelaksanaan Idulfitri 1446 H selalu menjadi sorotan utama bagi umat Islam di Indonesia. Tahun ini, perbedaan metode penetapan antara Muhammadiyah dan pemerintah kembali menjadi perhatian publik.

    Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah resmi menetapkan Lebaran Idul Fitri 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Pengumuman ini sudah disampaikan beberapa waktu lalu saat Muhammadiyah menetapkan awal Ramadhan 1446 H.

    Menurut Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, M Sayuti, keputusan ini berdasarkan metode hisab hakiki wujudul hilal. Sementara pemerintah menggabungkan metode hisab dan rukyatul hilal.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga menahan advokat PDIP, Donny Tri Istiqomah (DTI) yang telah ditetapkan sebagai tersangka bersamaan dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap Pergantian Antarwaktu (PAW) mantan caleg PDIP, Harun Masiku (HM).

    Padahal Hasto telah ditahan KPK sejak beberapa waktu lalu. Bahkan, Sekjen PDIP itu telah diseret ke meja hijau untuk menjalani persidangan.

    Terkait hal ini, Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, pihaknya belum menahan DTI karena masih dalam proses penyidikan berbarengan dengan Harun Masiku yang saat ini masih dalam perburuan.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Kamis 20 Maret 2025:

    Rapat Kerja Kementerian Pertahanan dan Komisi I DPR membahas RUU TNI di hotel mewah menuai protes. Tak cuma menuai kritik soal efisiensi, draft usulan RUU TNI juga dinilai berbahaya karena tidak senapas dengan penghapusan dwifungsi militer.