partai: PDIP

  • PDIP Gabung Kabinet Prabowo? Golkar: Konsolidasi Politik Makin Kuat

    PDIP Gabung Kabinet Prabowo? Golkar: Konsolidasi Politik Makin Kuat

    Jakarta, Beritasatu.com – Isu mengenai reshuffle kabinet di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto semakin santer terdengar. Partai Golkar pun menanggapi kemungkinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bergabung dalam barisan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mendukung pemerintahan Prabowo Subianto.

    Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham mengungkapkan, partainya menyambut positif jika PDIP memutuskan bergabung secara formal dalam Kabinet Merah Putih Prabowo. Menurutnya, hal ini sejalan dengan ajakan Presiden Prabowo yang sejak awal menegaskan Indonesia adalah rumah besar yang harus dirawat bersama.

    “Kalau PDIP gabung, bagi Partai Golkar Alhamdulillah. Ini juga sejalan dengan arahan dari Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia. Jika PDIP bergabung, tentu akan lebih mudah dalam membangun sinergi demi kepentingan bangsa,” ujar Idrus di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Konsolidasi Politik Lebih Kuat Jika PDIP Gabung Koalisi

    Idrus menambahkan, PDIP adalah partai pemenang pemilu legislatif 2024 dan memiliki kekuatan politik yang besar di parlemen. Jika PDIP resmi bergabung, maka konsolidasi politik di parlemen untuk mendukung program-program kerja pemerintahan Prabowo akan semakin kuat.

    “PDIP punya basis massa yang besar dan kekuatan parlemen yang solid. Kalau bergabung, tentu akan memperlancar pembahasan program-program kerja nasional yang telah dirumuskan  Presiden Prabowo melalui Asta Cita,” tambahnya.

    Reshuffle Kabinet Prabowo Jadi Wacana Hangat

    Isu reshuffle kabinet Prabowo memang tengah menjadi perbincangan di kalangan elite politik. Idrus Marham menegaskan reshuffle adalah prerogatif presiden. Namun ia meyakini Presiden Prabowo akan mengevaluasi kinerja menteri secara objektif.

    “Jika ada menteri yang tidak memenuhi target atau bahkan tersandung kasus hukum, saya yakin Pak Prabowo akan mengambil tindakan tegas demi menjaga marwah pemerintahan. Beliau pasti tidak akan mengorbankan masa depan bangsa hanya demi melindungi satu-dua orang,” ujar Idrus.

    PDIP Bergabung, Politik Indonesia 2025 Lebih Stabil?

    Wacana PDIP bergabung ke dalam kabinet dinilai banyak kalangan akan membawa stabilitas politik. Apalagi, Prabowo Subianto dikenal sebagai pemimpin yang terbuka terhadap masukan dari siapa pun, termasuk mantan presiden dan rival politiknya.

    “Pak Prabowo juga terbuka mendengarkan masukan dari mantan-mantan presiden seperti Ibu Megawati, Pak SBY, dan Pak Jokowi, sebagai bagian dari pembangunan bangsa yang lebih baik,” pungkas Idrus.

    Dengan semakin kuatnya koalisi pemerintahan jika PDIP jadi bergabung, reshuffle kabinet dinilai hanya tinggal menunggu waktu. Rakyat Indonesia tentu berharap komposisi kabinet yang baru akan lebih solid dan siap mewujudkan janji-janji pembangunan Prabowo ke depan.

  • Hakim Singgung Sumber Uang Suap Harun Masiku dari Djoko Tjandra

    Hakim Singgung Sumber Uang Suap Harun Masiku dari Djoko Tjandra

    GELORA.CO – Majelis Hakim yang mengadili perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan terdakwa Hasto Kristiyanto selaku Sekjen DPP PDIP menyinggung soal sumber uang suap yang berasal dari pengusaha Djoko Soegiarto Tjandra.

    Awalnya, Hakim Anggota 2, Sigit Herman Binaji mendalami keterangan saksi Wahyu Setiawan selaku mantan Komisioner KPU yang mendengar percakapan antara dua kader PDIP, yakni Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri.

    “Tadi saya mendengar saudara menerangkan pernah mendengar percakapan antara Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri dari PDIP, bahwa uang-uang yang saudara terima itu bersumber dari terdakwa Hasto Kristiyanto, itu di mana dan kapan?” tanya Hakim Anggota 2, Sigit Herman Binaji kepada saksi Wahyu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2025.

    Wahyu kembali menjelaskan bahwa dirinya mendengar percakapan Donny dan Saeful ketika di ruang merokok di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan ketika ditangkap pada Januari 2020 lalu.

    “Bukan uang-uang pak, jadi pada waktu itu dialognya uang operasional yang tahap pertama,” kata Wahyu.

    Selanjutnya, Hakim Sigit menyinggung soal adanya pemberitaan terkait pemeriksaan yang dilakukan tim penyidik KPK kepada Djoko Tjandra.

    “Ini sedikit menyimpang, tapi ada kaitannya ya. Saya baca di media, mungkin sudah nggak asing lagi bahwa Djoko S Tjandra pengusaha itu diperiksa. Bahwa di katanya di media ini, bahwa dia juga salah satu ditanya apakah uang Harun Masiku itu dari Djoko S Tjandra, saudara tahu nggak berita itu?” tanya Hakim Sigit.

    Wahyu menjawab bahwa dirinya juga membaca terkait pemberitaan tersebut. Hakim selanjutnya meminta pendapat Wahyu mengenai hal dimaksud.

    “Saudara sebagai seorang politik, yang saudara pahami seperti itu apa dimungkinkan, seorang pengusaha kemudian membayari gitu lah, mungkin nggak?” tanyanya lagi.

    “Saya tidak bisa memberikan penjelasan tentang itu Yang Mulia, karena KPU justru syaratnya adalah bukan anggota partai politik Yang Mulia. Jadi kami bertujuh bukan politisi,” jawab Wahyu menutup.

  • Wahyu Setiawan Ternyata Pernah Minta Rp50 Juta Ganti Biaya Ngopi

    Wahyu Setiawan Ternyata Pernah Minta Rp50 Juta Ganti Biaya Ngopi

    GELORA.CO – Mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengaku pernah meminta uang Rp50 juta ke kader PDIP untuk mengganti uang nongkrong dan ngopi bersama dua kader PDIP lainnya saat membahas soal pergantian caleg terpilih PDIP Dapil Sumsel 1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Hal itu terungkap dalam sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto dengan saksi Wahyu Setiawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2025.

    Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dwi Novantoro mendalami saksi Wahyu terkait adanya komunikasi dengan Agustiani Tio Fridelina yang merupakan kader PDIP yang juga mantan anggota Bawaslu.

    “Saudara saksi pernah menghubungi Agustiani Tio Fridelina untuk meminta transfer uang, pernah meminta uang?” tanya Jaksa Dwi.

    Wahyu pun mengakui bahwa dirinya pernah meminta ditransfer uang kepada Tio.

    “Pada waktu itu minta 50 pak, iya (Rp50 juta)” kata Wahyu.

    Jaksa Dwi selanjutnya mendalami alasan tujuan Wahyu meminta uang Rp50 juta kepada Tio.

    “Pada waktu itu ada kebutuhan, saya mengeluarkan uang pribadi sekitar Rp50 juta. Ya beberapa kali ngopi, nongkrong. Saya pernah ngopi dengan Pak Donny, Saeful,” jawab Wahyu.

    Sebelumnya, Wahyu Setiawan juga menyebut bahwa dirinya didekati oleh anak buah terdakwa Hasto, yakni Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah untuk membantu pengurusan pergantian caleg terpilih dari PDIP Dapil Sumsel 1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Hal itu terungkap ketika Jaksa Moch Takdir Suhan membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi Wahyu nomor 13 poin c. Di sana, Wahyu menyatakan bahwa anak buah dari Hasto di antaranya Donny, Agustiani Tio, Saeful Bahri mendekatinya untuk membantu PDIP agar membuat Harun Masiku terpilih menjadi anggota DPR periode 2019-2024 menggantikan Riezky Aprilia.

    “Ketiganya menyampaikan bahwa terdapat dana operasional yang tidak terbatas. Ini saya bacakan dari BAP. Demikian saudara saksi sampaikan pada saat penyidikan. Kami butuh penegasan lagi makna dana operasional tidak terbatas ini maksudnya apa yang saksi pahami?” tanya Jaksa Takdir.

    Wahyu pun mengaku bahwa dirinya memahami bahwa terdapat anggaran operasional yang besar dalam pengurusan pergantian caleg terpilih dimaksud.

    “Saya memahaminya ada anggaran operasional yang besar. Itu tafsir saya saja. Tapi yang menyampaikan ada dana operasional tak terbatas kan bukan saya, sehingga saya tidak mengetahui konteks persisnya apa. Tapi kalau Penuntut Umum menanyakan tafsir saya ya saya menafsirkan berarti ada uang besar,” pungkas Wahyu.

    Dalam sidang ini, tim JPU KPK juga menghadirkan 1 orang saksi lainnya, yakni mantan Ketua KPU Arief Budiman. Sedangkan 1 orang saksi lainnya tidak hadir, yakni Agustiani Tio Fridelina.

  • Golkar Minta Isu Matahari Kembar Dihentikan – Page 3

    Golkar Minta Isu Matahari Kembar Dihentikan – Page 3

    Sebelumnya, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengingatkan agar tidak ada matahari kembar di dalam pemerintahan Prabowo Subianto. Peringatan ini disampaikannya menanggapi kunjungan para menteri kabinet Presiden Prabowo Subianto ke Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Solo.

    Beberapa menteri yang mendatangi Jokowi adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang datang pada Selasa, (8/4/2025). Berselang satu hari, Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan juga menemui Jokowi.

    Kemudian hari ini, giliran Menteri Kelautan dan Perikanan (KPP) Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mendatangi mantan politikus PDIP itu.

    “Yang pertama tentu silaturahmi tetap baik, tapi yang kedua tidak boleh ada matahari kembar,” kata Mardani, saat dikonfirmasi, Jumat (11/4/2025).

    Meski begitu, Mardani yakin, Prabowo tak akan tersinggung jika para menterinya bertemu dengan Jokowi.

    “Bagaimanapun presiden kita Pak Prabowo, dan Pak Prabowo sudah menunjukkan determinasinya, kapasitasnya, komitmennya, dan saya pikir Pak Prabowo juga tidak tersinggung ketika ada menterinya yang ke Pak Jokowi,” ujar Mardani.

    Namun, dia kembali menegaskan, jangan sampai ada matahari kembar. Sebab, satu matahari saja dalam keadaan berat.

    “Yang jadi pesan saya cuma satu, jangan ada matahari kembar. Satu matahari saja lagi berat, apalagi kalau dua gitu,” ucap Mardani.

  • Kelakar Hasto Usai Sidang di PN Tipikor : Maaf Baru Belajar jadi Terdakwa

    Kelakar Hasto Usai Sidang di PN Tipikor : Maaf Baru Belajar jadi Terdakwa

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto berkelakar soal dirinya masih belajar menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Hasto memang kerap diingatkan oleh hakim ketika diberikan kesempatan bicara setelah pemeriksaan saksi.

    Misalnya, saat sesi Hasto diberikan kesempatan untuk menyanggah keterangan dari saksi yang dihadirkan, yakni Wahyu Setiawan dan Arief Budiman. Namun, Hasto juga menyampaikan tanggapannya pada sesi tersebut.

    “Jadi ini pertama, masih belajar sebagai terdakwa hahaha,” ujar Hasto usai menjalani sidang di PN Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

    Dia menambahkan bahwa persidangan dalam agenda perdana pemeriksaan saksi itu berjalan dengan baik. Sebab, seluruh pihak baik itu jaksa, penasihat hukum hingga saksi diberikan untuk menyampaikan keterangannya.

    “Jadi, mengikuti persidangan dan ternyata banyak belajar tentang bagaimana kami semua baik dri jpu maupun PJ dan juga saya, selaku terdakwa diberikan kesempatan juga untuk menyampaikan keberatan,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, jaksa penuntut umum menghadirkan tiga saksi, yakni eks Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman.

    Selain Arief, Eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dan mantan Anggota Bawaslu RI Agustiani Tio Fridelina juga turut dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara yang menyeret Hasto.

    Hanya saja, jaksa menyebut bahwa hanya dua saksi yang terkonfirmasi hadir. Pasalnya, saksi Agustiani Tio ini tidak mengkonfirmasi kehadirannya.

    “Sedianya tiga orang saksi yang akan kami hadirkan, namun sampai dengan saat ini, yang sudah terkonfirmasi hadir itu dua orang. Yang satu belum konfirmasi kehadiran,” tutur jaksa.

  • DPRD Sebut Gubernur Terbitkan Pergub Baru, Syarat Usia Daftar PPSU Jakarta Bisa Sampai 58 Tahun

    DPRD Sebut Gubernur Terbitkan Pergub Baru, Syarat Usia Daftar PPSU Jakarta Bisa Sampai 58 Tahun

    TRIBUNJAKARTA.COM – Sejumlah Anggota DPRD dari PDIP mengungkapkan, Gubernur Jakarta, Pramono Anung telah menandatangani Peraturan Gubernur (Pergub) baru yang memuat soal syarat menjadi petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU).

    Kabar ini menambah informasi soal lowongan menjadi petugas PPSU yang dinanti para pencari kerja.

    Dalam keterangaan resminya pada Senin (14/4/2025) Anggota DPRD Jakarta, Hardiyanto Kenneth membeberkan, ada tiga poin yang menjadi sorotannya soal syarat mendaftar petugas PPSU.

    Kenneth menyebut, pada Pergub baru tersebut, syarat menjadi petugas PPSU minimal ijazah SD, usia bisa sampai 55-58 tahun, dan kontraknya minimal 3 tahun.

    Ia menambahkan, menurutnya lowongan petugas PPSU harus memprioritaskan warga Jakarta.

    “Kesempatan bekerja ini harus diprioritaskan bagi warga Jakarta yang memiliki KTP Jakarta,” ujar Kenneth.

    Berdasarkan temuan Kenneth di lapangan, proses penerimaan Petugas PPSU di kelurahan pada tahun-tahun sebelumnya banyak menerima yang ber-KTP daerah.

    “Sehingga bisa mengurangi peluang bagi Warga Jakarta untuk bisa bekerja menjadi Petugas PPSU,” tutur Politikus PDIP itu.

    Senada dengan Kenneth, Anggota DPRD Jakarta yang juga dari Fraksi PDIP, Brando Susanto, juga mendukung terobosan rekrutmen PPSU ala Gubernur Pramono.

    Menurutnya, tiga syarat yang memudahkan pencari kerja di Jakarta itu mendukung upaya Pramono yang ingin menata kebersihan Jakarta lebih baik.

    “Inisiatif Gubernur Pramono Anung dan Wagub Rano Karno dalam menata Jakarta lewat pasukan warna-warni yang ditambah jumlahnya dan ditingkatkan kinerjanya patut mendapatkan apresiasi sebagai langkah positif Jakarta menuju kota global,” ujar Brando, dalam keterangan resmi di laman DPRD Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Brando berkomitmen mendukung Pergub tersebut dan mengusulkan agar dipertajam lagi untuk memberantas Pungli (pungutan liar) dalam proses rekrutmen.

    “Kalau bisa dipertajam dalam proses rekrutmennya. Karena masih ada selentingan-selentingan di masyarakat, mau masuk PPSU harus bayar Rp 20-25 juta per orang,” tutur dia.

    “Alhasil yang bayar tidak akan kerja maksimal karena menganggap sudah setor pada atasan,” tambah Brando.

    Kasus seperti itu, sambung Brando, harus diberantas. Inspektorat atau siapapun harus pasang telinga dan cari oknum-oknum seperti itu.

    “Kalau ketemu yang kedapatan Pungli dalam proses rekrutmen PPSU, harus diberikan sanksi tegas dan pegawainya tersebut langsung saja diberhentikan,” ucap dia.

    Selain itu, Brando juga menyampaikan keinginan masyarakat Jakarta untuk menikmati lingkungan bersih dan sehat.

    “Jakarta hari ini mobilitas dan aktivitasnya sudah 24 jam, maka wajib pelayanan kebersihan dan kesehatan lingkungan mensupport 24 jam perilaku masyarakat di Kota Global Jakarta,” imbuh dia.

    Brando menyebut, mengurus Jakarta adalah 24 jam sesuai janji dan komitmen Pemprov DKI terhadap rakyat Jakarta, maka saat ini pemerintah menunaikan janji tersebut.

    “Kita sudah janji sama rakyat, ngurusin masyarakat 24 jam, sekarang ditagih komitmennya. Para calon Pekerja pasukan warna-warni silakan melamar dengan niat kerja karena kesempatannya sudah terbuka lebar. Semoga ini bermanfaat dan berdampak nyata bagi kemajuan Jakarta dan masyarakatnya,” tambah Brando.

    Pantauan TribunJakarta di laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Provinsi DKI Jakarta, Pergub yang dimaksud Kenneth dan Brando belum diunggah.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Muncul dalam Fakta Persidangan Hasto, KPK Pertanyakan Mengapa Penyidik tak Panggil Megawati

    Muncul dalam Fakta Persidangan Hasto, KPK Pertanyakan Mengapa Penyidik tak Panggil Megawati

    GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkoordinasi dengan penyidik untuk mengetahui alasan tidak dipanggilnya Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, saat proses penyidikan kasus Suap PAW KPU terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kala itu.

    Langkah ini untuk merespons fakta persidangan Hasto terkait eks caleg PDIP, Harun Masiku, yang mengintervensi Arief Budiman saat menjabat sebagai Ketua KPU agar mengabulkan permintaan agar dirinya lolos menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024. Intervensi itu dilakukan oleh Harun dengan menunjukkan fotonya bersama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

    “Tentunya berkoordinasi dengan penyidik apabila pertanyaannya mengapa pada saat proses penyidikan tidak dilakukan pemanggilan,” kata Jubir KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025).

    Tessa menjelaskan, ia perlu mengetahui keterangan penyidik secara utuh terkait alasan Harun menunjukkan foto Megawati sehingga keterangan itu dapat disampaikan kepada publik. “Saya perlu melihat dulu secara real untuk bisa memberikan tanggapan yang proper,” ucapnya.

    Dalam persidangan hari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkapkan bahwa eks caleg PDIP, Harun Masiku, mengintervensi Arief Budiman ketika menjabat sebagai Ketua KPU agar mengabulkan permintaan agar dirinya lolos menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024. Intervensi itu dilakukan oleh Harun dengan menunjukkan fotonya bersama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

    Awalnya, jaksa penuntut Wawan Yunarwanto mengonfirmasi Arief Budiman terkait pertemuannya dengan Harun di ruang kerja Arief di Kantor KPU RI. Arief dihadirkan sebagai saksi dalam sidang untuk Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, terdakwa kasus dugaan suap PAW anggota DPR dan perintangan penyidikan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Jaksa kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Arief Budiman nomor 21, saat diperiksa kembali oleh penyidik KPK pada 15 Januari 2025. Dalam BAP tersebut, disebutkan bahwa Harun Masiku masuk ke ruang kerja Arief bersama seseorang yang tidak dikenal, tanpa undangan dan tanpa jadwal pertemuan yang ditentukan oleh pihak KPU.

    Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar September 2019 itu, Harun meminta bantuan Arief agar dirinya dapat diloloskan sebagai anggota DPR melalui surat PDIP. “Selanjutnya saudara Harun Masiku dan rekannya memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk meminta tolong agar permohonan yang secara formal telah disampaikan PDIP melalui surat nomor 2576/X/DPP/VIII/2019 kepada KPU dapat dibantu untuk direalisasikan,” kata jaksa membacakan.

    Isi surat tersebut memuat permintaan agar KPU melaksanakan permohonan PDIP berdasarkan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa partai memiliki hak untuk menentukan kader terbaik dalam pengisian PAW kursi legislatif. Pada saat itu, Harun dimaksudkan untuk menggantikan Nazaruddin Kiemas yang telah meninggal dunia.

    Setelah itu, menurut jaksa Wawan, Harun menunjukkan fotonya bersama Megawati dan mantan Ketua MA, Hatta Ali, sebagai bentuk intervensi agar Arief mengabulkan permintaan tersebut. “Foto-foto yang di dalamnya terdapat gambar saudara Harun Masiku dengan saudara Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI Perjuangan, dan gambar saudara Harun Masiku dengan saudara Muhammad Hatta Ali selaku Ketua Mahkamah Agung. Itu yang disampaikan ya?” tanya jaksa kepada Arief.

    Arief membenarkan adanya pertemuan tersebut. Menurutnya, ruang kerjanya memang selalu terbuka bagi siapapun yang ingin menemuinya. Namun, Arief mengaku tidak mengetahui alasan Harun menunjukkan foto-foto tersebut. Ia menyatakan tidak merasa terintervensi dan tidak menyimpan foto-foto itu.

    “Enggak tahu, Pak. Saya sih, ruangan saya kan selalu terbuka, dan saya bisa menerima siapa pun tamu-tamu yang datang, ya. Baik teman-teman dari daerah, teman-teman partai politik, anggota DPR, itu biasa saja masuk. Dan untuk hal-hal yang bersifat formal-formal begitu biasanya saya minta kirimkan saja suratnya secara resmi ke kantor,” jelas Arief.

    “Nah, kalau Pak Harun Masiku menunjukkan foto itu ya saya nggak tahu maksudnya apa. Tapi bagi saya kan biasa saja itu, saya juga tidak membawa, menerima, mengoleksi hal-hal yang semacam itu,” sambungnya.

    Dalam perkara ini, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

    Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020. Ia juga disebut meminta stafnya, Kusnadi, untuk membuang ponsel saat Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Juni 2024.

    Selain itu, Hasto didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan secara bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui Agustiani Tio.

    Menurut jaksa, suap itu diberikan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme PAW.

    Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Sidang Hasto Kristiyanto, Ini Kesaksian Mantan Ketua KPU Arief Budiman soal Suap dan Perintangan Penyidikan

    Sidang Hasto Kristiyanto, Ini Kesaksian Mantan Ketua KPU Arief Budiman soal Suap dan Perintangan Penyidikan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang mendudukkan Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4).

    Sidang kali ini menghadirkan saksi untuk dimintai keterangan. Salah satu saksi yang dihadirkan adalah Mantan Ketua KPU, Arief Budiman.

    Dalam kesaksianhnya, Arief mengungkap bahwa tidak mengatahui dakwaan jaksa tentang suap atau perintangan penyidikan. Hal demikian terungkap saat kuasa hukum Hasto, Patra M Zein mempertanyakan langsung ke Arief saat persidangan.

    Awalnya, Patra bertanya soal kemungkinan KPU melanggar prosedur dalam proses pergantian calon anggota DPR terpilih yang diajukan PDIP. “Enggak ada. Enggak ada,” jawab Arif dalam persidangan, Kamis.

    Patra kemudian kembali bertanya soal kemungkinan terjadinya pelanggaran prosedur dalam pergantian calon anggota DPR terpilih yang diajukan PDI Perjuangan. “Enggak ada,” demikian Arief menjawab.

    Patra mengaku bertanya demikian karena persoalan yang menyeret Hasto bermula dari penentuan caleg terpilih. “Ya, yang ditanyakan ini, kan, asal muasalnya, prosesnya, yang dimasukkan dalam dakwaan. Maka, saya tanya, ada enggak KPU melanggar prosedur,” tanya Patra.

    Arief masih berkata dengan jawaban yang sama dengan menganggap tak ada kesalahan prosedur dalam pergantian caleg terpilih dari PDIP.

    Patra bahkan kembali mempertegas pertanyaan soal kemungkinan tidak ada kesalahan prosedur, baik untuk calon anggota terpilih maupun prosedur pergantian antarwaktu (PAW) dari PDIP. “Enggak ada yang dilanggar,” jawab Arief.

  • Sidang Hasto, Eks Komisioner KPU Bongkar Lobi-lobi Atur Penetapan Anggota DPR

    Sidang Hasto, Eks Komisioner KPU Bongkar Lobi-lobi Atur Penetapan Anggota DPR

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Terpidana Wahyu Setiawan mengungkap lobi-lobi dalam perkara dugaan suap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto dalam penetapan anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hal tersebut diungkap Wahyu saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara Hasto di PN Tipikor, Jakarta Pusat pada Kamis (17/4/2025).

    Kala itu, Wahyu yang menjabat Komisioner KPU membenarkan ada komunikasi antara Anggota Bawaslu, Eks Caleg PDIP Agustiani Tio Fridelina dan Tim Hukum PDIP, Donny.

    “Terkait dengan upaya itu tadi an ada komunikasi antara saudara, Tio, Saiful, dan Donny. Apakah ada terkait uang yg disiapkan untuk memuluskan pengurusan tersebut?” tanya Jaksa.

    “Ada,” jawab Wahyu.

    Kemudian, Wahyu menjelaskan bahwa pembuka pembicaraan itu disampaikan oleh Tio. Kala itu, kata Wahyu, Tio menyampaikan adanya dana operasional untuk mengatur penetapan anggota DPR tersebut.

    Dalam hal ini, Wahyu mengaku lupa terkait berapa besaran dana operasional tersebut. Dia mengakui bahwa dalam dana itu Wahyu hanya menerima Rp150 juta.

    “Saya lupa persisnya pak karena saya hanya menerima Rp150-an [Rp150 juta],” tutur Wahyu. 

    Kemudian, jaksa memperlihatkan bukti elektronik yang memperlihatkan bahwa Wahyu sempat berkomunikasi dengan Tio yang sudah menyiapkan uang Rp750 juta. 

    “Nah baik, ini ditanyakan yg atas ini Tio yang biru ini Saudara. ‘Mas, ops nya, 750 [Rp750 juta], cukup mas?’ betul itu ya?”

    “Betul,” jawab Wahyu.

    Dari bukti elektronik itu, Wahyu kemudian meminta agar dana operasional itu sebaiknya mencapai 1.000 juta atau Rp1 miliar. Terkait hal ini, Wahyu menekankan bahwa hal itu merupakan iseng.

    Sebab, dia mengetahui bahwa pengaturan ini tidak dapat dilaksanakan. Di samping itu, Wahyu menekankan bahwa dalam kepengurusan itu tidak ada kesepakatan yang dicapai.

    “Dari transaksi ini, setelah Rp750 juta, Rp1 miliar, 1.000 ya, Rp900-an juta, deal-nya berapa untuk pengurusan itu? Yang disepakati akhirnya berapa?” ujar Jaksa.

    “Tidak ada deal. Karena setelah ngopi saya di situ menjelaskan bahwa ini tidak mungkin dapat dilaksanakan,” ungkap Wahyu.

  • Denny Siregar: Negara Lain Perang Dagang, Indonesia Perang Ijazah

    Denny Siregar: Negara Lain Perang Dagang, Indonesia Perang Ijazah

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sutradara film Sayap-sayap Patah, Denny Siregar, mendadak menyinggung soal suasana Indonesia yang terus dihebohkan oleh isu keaslian ijazah mantan Presiden Jokowi.

    Denny merasa heran. Pasalnya, negara-negara lain saat ini fokus pada perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).

    Sebut saja China, sempat dikabarkan bahwa tarif impor produk China ke AS dikenakan tarif 125 persen. Sebaliknya, produk AS ke China dikenakan tarif 84 persen.

    Sementara, Indonesia beberapa waktu terakhir sedang disibukkan oleh perbedaan keaslian ijazah ayah Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming.

    “Negara lain sedang perang dagang, Indonesia sedang perang ijazah,” kata Denny di X @DennySiregar7 (17/4/2025).

    Sebelumnya, Politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean, kembali menanggapi polemik soal keaslian ijazah Presiden ke-7 RI, Jokowi.

    Hal ini tidak lepas setelah beredarnya foto lawas saat Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.

    Dalam foto kunjungan ke PT Sritex Sukoharjo bertanggal 20 September 2006, tertulis nama “Drs. Jokowi Widodo”, yang berbeda dengan gelar “Ir.” yang selama ini disandang Jokowi saat mengikuti kontestasi pemilihan presiden.

    Ferdinand menilai polemik ini makin runyam dan tak kunjung menemukan kejelasan karena tidak dibawa ke jalur hukum.

    “Bagi saya sekarang persoalan ijazah pak Jokowi ini sudah menjadi semakin runyam,” ucapnya.

    Ia justru menilai Jokowi tengah memanfaatkan momen ini untuk tetap berada di sorotan publik.

    “Saya melihat pak Jokowi memanfaatkan situasi ini untuk tetap dirinya ada di dalam framing media. Selalu muncul ke permukaan,” sebutnya.