partai: PDIP

  • Soekarno Run 2025″ siap hentak Solo, pimpinan PDIP”turun gunung

    Soekarno Run 2025″ siap hentak Solo, pimpinan PDIP”turun gunung

    Jakarta (ANTARA) – Kota Solo siap dihentak oleh ribuan pasang kaki dalam gelaran akbar bertajuk “Soekarno Run Solo 2025” pada Minggu, karena itu sederetan nama besar pimpinan dari DPP PDI Perjuangan ikut ‘turun gunung’ ke Solo.

    Pimpinan PDIP yang “turun” antara lain Komaruddin Watubun (Ketua DPP bidang Kehormatan Partai), Djarot Saiful Hidayat (Ketua DPP bidang Ideologi dan Kaderisasi), Ronny Talapessy (Ketua DPP bidang Reformasi Hukum), serta Yoseph Aryo Adhi Dharmo (Wakil Sekretaris Jenderal).

    “‘Soekarno Run’ ini adalah cara kita merayakan semangat Bung Karno, agar kita senantiasa berdiri di atas kaki sendiri,” kata Komaruddin Watubun dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Minggu.

    Politikus yang akrab disapa Bang Komar itu mengatakan “Soekarno Run” digelar di Bulan Juni. Di bulan ini Soekarno lahir (6 Juni), wafat (21 Juni), dan Hari Lahir Pancasila juga diperingati setiap 1 Juni.

    Dia memuji gelora semangat warga Solo “menunjukkan bahwa api nasionalisme dan kecintaan pada tanah air tak pernah padam di Kota Budaya ini”.

    Sedangkan Djarot Saiful Hidayat menyatakan ajang lomba lari ini suatu bentuk implementasi nyata ajaran Bung Karno.

    “Peringatan Bulan Bung Karno melalui ‘Soekarno Run’ bukan sekadar seremonial. Ini adalah perwujudan gotong royong dan kebersamaan dalam semangat Pancasila,” kata Djarot.

    Pewarta: Abdu Faisal
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Legislator Minta Pemerintah Tinjau Ulang Status 4 Pulau Aceh Masuk Sumut

    Legislator Minta Pemerintah Tinjau Ulang Status 4 Pulau Aceh Masuk Sumut

    Jakarta

    Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP, Romy Soekarno, meminta pemerintah pusat untuk meninjau ulang keputusan mengenai status empat pulau yang ditetapkan masuk wilayah Sumatera Utara. Romy mengatakan pulau itu bukan hanya terkait batas wilayah, melainkan keadilan warga Aceh.

    “Saya sangat menyesalkan terbitnya Kepmendagri Nomor 300.2.2‐2138 Tahun 2025 tanggal 25 April 2025 yang menyatakan keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Ini bukan hanya soal batas wilayah, tapi menyangkut kedaulatan dan keadilan bagi masyarakat Aceh,” ujar Romy Soekarno kepada wartawan Sabtu (14/6/2025).

    Romy menilai keputusan itu harus dikaji ulang dengan mempertimbangkan sejumlah aspek. Menurutnya, keputusan itu dapat berpotensi menimbulkan konflik horizontal antar daerah.

    “Saya mendukung penuh langkah-langkah yang telah diambil oleh Pemerintah Aceh, termasuk pengumpulan bukti historis dan advokasi hukum terhadap keputusan tersebut. Pemerintah pusat tidak boleh mengabaikan aspirasi masyarakat Aceh yang merasa dirugikan,” lanjutnya.

    Dia pun berharap Kementerian Dalam Negeri dapat membuka ruang dialog dan mediasi terbuka antara Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Di mana, hal itu dapat difasilitasi oleh Kemendagri, Komisi II DPR RI, serta lembaga terkait lainnya.

    Selain itu, kata dia, juga diperlukan membentuk Tim Mediasi Nasional. Nantinya, tim itu melibatkan DPR RI, Kemendagri, Kemenkumham, ahli sejarah, perwakilan Aceh-Sumut.

    Untuk diketahui, Kemendagri menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil masuk ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Pemerintah Aceh mengaku akan memperjuangkan perubahan status agar keempat pulau itu dikembalikan ke Tanah Rencong.

    Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Status administratif ini tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan pada 25 April 2025.

    Gubernur Sumut Bobby Nasution sudah menjumpai Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem di Aceh untuk membahas soal pulau itu. Bobby menawarkan untuk mengelola bersama empat pulau yang ditetapkan oleh Kemendagri masuk wilayah Sumut.

    (amw/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Profil Denny Cagur, Komedian yang Kini Duduk di Kursi Komisi X DPR RI

    Profil Denny Cagur, Komedian yang Kini Duduk di Kursi Komisi X DPR RI

    Jakarta, Beritasatu.com – Denny Cagur adalah sosok yang tak asing di dunia hiburan Tanah Air. Namun kini, namanya sempat menjadi perbincangan setelah berhasil meraih kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

    Siapa sangka, komedian yang dikenal dengan goyangan khasnya ini kini mengemban amanah sebagai anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP. Lantas, bagaimana perjalanan kariernya hingga sukses menuju Senayan?

    Profil Denny Cagur

    Lahir di Bandung pada 29 Agustus 1977 dengan nama lengkap Denny Wahyudi yang kemudian akrab dipanggil Denny Cagur ini tumbuh dan menempuh pendidikan di Jakarta.

    Ia menyelesaikan pendidikan dasar di SD Pekayon (1984-1990), lalu melanjutkan ke SMP Negeri 184 (1990-1993) dan SMA Negeri 98 Jakarta (1993-1996).

    Kecintaannya pada dunia pendidikan membawanya kuliah di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), mengambil jurusan pendidikan tata niaga. Saat kuliah, Denny tak ragu bekerja sampingan sebagai guru les untuk membantu ekonomi keluarga. Inilah yang membentuk karakter tangguh dan pekerja keras dari seorang Denny Cagur.

    Awal Karier di Dunia Hiburan

    Nama Denny mulai mencuat ketika ia tergabung dalam grup lawak Cagur, bersama Narji dan Bedu (kemudian digantikan oleh Wendy). Nama ‘Cagur’ sendiri merupakan singkatan dari ‘calon guru’, mencerminkan latar belakang pendidikan mereka yang berasal dari UNJ.

    Karier Denny Cagur di layar kaca semakin moncer ketika ia tampil sebagai presenter acara-acara populer seperti Mamamia Show, Dahsyat, Comedy Project, dan berbagai program hiburan lainnya. Ia juga dikenal lewat gaya khasnya, termasuk Goyang Bang Jali yang sempat viral dan digemari masyarakat luas.

    Langkah ke Dunia Politik

    Denny Cagur mulai menunjukkan ketertarikannya di dunia politik pada tahun 2020 dengan bergabung ke Partai Amanat Nasional (PAN). Namun kemudian ia memutuskan pindah ke PDIP dan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2024.

    Bersama PDIP, Denny mencalonkan diri dari daerah pemilihan Jawa Barat II dan berhasil meraih 58.043 suara. Hasil ini mengantarkannya menjadi anggota DPR RI untuk periode 2024-2029, dan saat ini duduk di Komisi X yang membidangi pendidikan, olahraga, sains, dan teknologi.

    Langkah Denny Cagur dari panggung hiburan ke kursi parlemen bukan sekadar perubahan karier, tapi juga cerminan dari semangat pengabdian. Dengan latar belakang sebagai pendidik dan seniman, Denny berharap bisa membawa perspektif segar ke dalam dunia politik, khususnya dalam isu-isu pendidikan dan kebudayaan.

  • Sebut Penilaian Kader PSI Sesat, Ferdinand PDIP: Jokowi Seharusnya Jadi Napi, Bukan Dianggap Nabi

    Sebut Penilaian Kader PSI Sesat, Ferdinand PDIP: Jokowi Seharusnya Jadi Napi, Bukan Dianggap Nabi

    FAJAR.CO.ID — Politikus PDI Perjuangan Ferdinand Hutahaean memberikan kritikan pedas pada politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menganggap Jokowi pantas menyandang nabi. Ferdinand menilai Jokowi seharusnya menjadi napi, bukan dianggap nabi.

    Sebelumnya, politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedy Nur Palaka menilai Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) pantas menyandang status nabi.

    Penilaian tanpa dasar itu pun dinilai Ferdinand dapat menyesatkan publik.

    “Jadi, ini nalarnya sudah rusak Dedy Nur Palakka ini, overkultus dan itu menyesatkan ke masyarakat,” kata Ferdinand dilansir dari jpnn.com, Jumat (13/6).

    Mantan politikus Partai Demokrat itu menilai Jokowi tidak pantas dianggap sebagai nabi. Terlebih lagi, jika menilik perbuatan mantan gubernur Jakarta itu selama memimpin Indonesia.

    “Jokowi itu tidak pantas sebagai seorang nabi, justru Jokowi itu seharusnya menghadapi proses hukum karena dianggap patut diduga banyak sekali pelanggaran, penyimpangan dilakukan,” lanjutnya.

    Menurut Ferdinand, Jokowi pantas menghadapi proses hukum, apalagi OCCRP sebagai lembaga internasional terkait kejahatan terorganisasi pernah memasukkan nama Jokowi sebagai finalis pemimpin dunia terkorup.

    Menurut Ferdinand, beberapa hal itu yang mendasari Jokowi tidak layak menyandang status nabi.

    “OCCRP memasukkannya (Jokowi, red) sebagai pemimpin terkorup di dunia. Finalis pimpinan terkorup,” ujar dia.

    Sebelumnya, kader PSI Dedy Nur Palakka yang menyebut Presiden ketujuh RI Jokowi memenuhi syarat untuk menjadi seorang nabi.

  • Balas Tuduhan Kubu Hasto, KPK: Ahli Tak Bisa Diintervensi

    Balas Tuduhan Kubu Hasto, KPK: Ahli Tak Bisa Diintervensi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tuduhan dari kubu terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang menyebutkan para ahli yang dihadirkan jaksa KPK diintervensi dan digiring oleh narasi penyidik dalam memberikan analisis atas kasus dugaan suap pengurusan PAW anggota DPR 2019-2024 dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. KPK memastikan, ahli yang dihadirkan di persidangan tetap independen dan menggunakan keahlian dalam memberikan analisis dan pandangan.

    “Persidangan itu kan ruangan terbuka dan sudah disumpah bahwa apa yang disampaikan tidak ada intervensi dan itu memang sudah sesuai dengan keahlian ataupun pengetahuan yang dimiliki oleh ahli tersebut,” ujar juru bicara KPK Budi Prasetyo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

    Apalagi, kata Budi, pandangan ahli tetap akan dinilai majelis hakim apakah relevan atau tidak dan layak atau tidak untuk mendukung pembuktian perkara Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.

    “Tentu semua keterangan yang disampaikan oleh ahli, hakim akan melihat seperti apa dalam mendukung pembuktian dari perkara ini,” tandas Budi.

    Sebelumnya, Kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, menilai keterangan ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Frans Asasi Datang dalam perkara Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, sangat berbahaya. Pasalnya, kata Ronny, saksi yang dihadirkan jaksa KPK tersebut hanya bersifat asumsi tanpa dasar fakta yang kuat.

    Hal ini disampaikan Ronny seusai sidang lanjutan kasus suap pengurusan pergantian antarawaktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025) malam.

    Ronny menilai seharusnya ahli yang dimintai pendapat dalam persidangan bersikap objektif, netral, dan mengacu pada fakta hukum. Menurut dia, ahli bukan sekadar melakukan analisis berdasarkan ilustrasi atau informasi yang disodorkan sepihak oleh penyidik.

    “Keterangan ahli hari ini hanya asumsi. Kalau seperti ini, bahaya, karena bisa mempidanakan orang sembarangan tanpa dasar yang kuat,” ujar Ronny.

    Ronny juga mempertanyakan netralitas ahli yang tidak memperhitungkan seluruh konteks persidangan secara utuh. Apalagi, Frans mengakui bahwa keterangannya hanya didasarkan pada dokumen dari penyidik, bukan hasil observasi terhadap fakta-fakta persidangan.

  • Beathor Ungkap Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Sebut Dicetak di Pasar Pramuka buat Pencalonan Pilgub DKI 2012

    Beathor Ungkap Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Sebut Dicetak di Pasar Pramuka buat Pencalonan Pilgub DKI 2012

    GELORA.CO –  Isu mengenai dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi sorotan publik.

    Politisi senior PDIP, Beathor Suryadi, memicu perhatian setelah mengungkap bahwa Andi Widjajanto, mantan Gubernur Lemhannas dan tokoh PDIP, pernah melihat langsung dokumen ijazah milik Jokowi yang kini diyakini tidak asli.

    Dalam keterangannya kepada wartawan pada Jumat, 13 Juni 2025, Beathor menyebut bahwa Andi melihat dokumen tersebut saat proses pencalonan Jokowi untuk Pilpres 2014.

    Namun, dokumen itu diduga hasil cetakan ulang tahun 2012, saat Jokowi mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta.

    “Andi saat itu belum sadar kalau dokumen yang dilihatnya adalah cetakan tahun 2012. Itu dipakai Jokowi saat mendaftar ke Pilgub DKI,” ungkap Beathor.

    Beathor bahkan mengklaim bahwa dokumen tersebut dicetak di kawasan Pasar Pramuka, Salemba, Jakarta, oleh tim inti Jokowi yang berasal dari Solo.

    Tim ini disebut terdiri atas nama-nama seperti David, Anggit, dan Widodo, yang kemudian bekerja sama dengan kader PDIP DKI seperti Dani Iskandar, Indra, dan Yulianto.

    “Untuk memenuhi berkas pendaftaran ke KPUD DKI, mereka mengerjakan dokumen itu di pojok Pasar Pramuka,” jelasnya.

    Sosok Widodo disebut sebagai aktor utama dalam pembuatan dokumen tersebut.

    Namun, menurut Beathor, Widodo telah menghilang sejak nama Bambang Tri, penulis buku kontroversial terkait ijazah Jokowi, mencuat ke publik.

    “Widodo sudah tidak bisa dilacak. Tapi keterangan dari Dani Iskandar sangat kuat bahwa proses itu memang terjadi,” lanjutnya.

    Beathor juga menyebut bahwa Andi Widjajanto sempat kaget ketika melihat foto yang digunakan pada seluruh ijazah Jokowi tampak seragam dan identik.

    Padahal, menurutnya, tiap jenjang pendidikan seharusnya memiliki foto yang berbeda.

    “Andi harus berani buka suara. Kalau tidak, ini akan menjadi beban sejarah,” tegas Beathor.

    Ia menambahkan, bila dugaan ini terbukti benar, maka Universitas Gadjah Mada (UGM) akan mendapat tekanan moral besar, dan Bareskrim Polri harus segera turun tangan menyelidiki lebih lanjut.

    Beathor juga mengungkap bahwa proses koordinasi untuk melengkapi berkas pendaftaran Jokowi berlangsung di sebuah rumah di Jalan Cikini No. 69, Menteng, Jakarta Pusat.

    Di lokasi tersebut, tim dikabarkan membahas strategi memenuhi persyaratan administrasi ke KPUD DKI Jakarta.

    “Fakta pertemuan itu nyata, dan tidak bisa terus-menerus ditutupi,” kata Beathor.

    Pernyataan ini kembali mengguncang dunia politik nasional dan bisa berdampak besar pada sejarah perpolitikan Indonesia. Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Andi Widjajanto, PDIP, maupun pihak Joko Widodo mengenai tudingan tersebut.***

  • Gibran Terancam Dimakzulkan, Mahfud MD Ungkap 4 Nama Pengganti: AHY, Puan, Ganjar, Anies

    Gibran Terancam Dimakzulkan, Mahfud MD Ungkap 4 Nama Pengganti: AHY, Puan, Ganjar, Anies

    GELORA.CO – Langit politik nasional kembali diselimuti awan gelap.

    Polemik soal posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kini semakin menguat dan tak lagi sekadar jadi obrolan di belakang layar.

    Sorotan publik makin tajam usai munculnya desakan pemakzulan secara terbuka dari para jenderal purnawirawan TNI.

    Isu ini seolah mengonfirmasi bahwa stabilitas politik pemerintahan belum benar-benar kokoh, meskipun Presiden Prabowo baru saja mulai menjalankan masa kepemimpinannya.

    Bukan hanya isu integritas, tuduhan soal cacat konstitusional dalam proses pencalonan Gibran pun kembali diangkat ke permukaan.

    Situasi ini membuka ruang spekulasi yang lebih luas mengenai siapa sosok yang mungkin akan menggantikan posisi Gibran jika skenario pemakzulan benar-benar terjadi.

    Mantan Menko Polhukam yang juga pakar hukum tata negara, Mahfud MD, ikut bersuara menanggapi isu yang tengah bergulir kencang ini.

    Dalam kanal YouTube pribadinya, Mahfud mengungkap bahwa apabila Gibran dimakzulkan, Presiden Prabowo memiliki kewenangan konstitusional untuk mengusulkan dua nama pengganti ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

    “Ini sudah diatur secara konstitusional. Jika Wapres berhalangan tetap atau dimakzulkan, maka MPR akan memilih dari dua nama yang diajukan Presiden,” tegas Mahfud.

    Menariknya, Mahfud menyebut empat nama kuat yang menurutnya berpeluang besar masuk bursa calon Wakil Presiden pengganti Gibran.

    Empat tokoh tersebut ialah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Puan Maharani, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.

    AHY dinilai sebagai figur muda yang mewakili kekuatan Demokrat dalam koalisi, meski Mahfud menyebut ia belum menjadi figur sentral.

    Sementara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo dari PDIP disebut bisa menjadi pilihan ideal jika Prabowo ingin menjaga keseimbangan politik pasca-pemilu.

    Namun, penyebutan nama Anies Baswedan sontak mengejutkan publik.

    Pasalnya, Anies merupakan lawan politik utama Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 dan saat ini tak berada dalam struktur partai politik mana pun.

    Mahfud menyebut peluang Anies kecil, namun tak menutup kemungkinan jika kompromi besar menjadi jalan yang dipilih Prabowo.

    “Kalau ingin membangun keseimbangan politik, bisa jadi Puan atau Ganjar. Yang dari PDIP-lah,” ungkap Mahfud sambil memberi isyarat soal kemungkinan arah kompromi politik yang tengah dipertimbangkan.

    Ketegangan politik makin meruncing setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI resmi mengirimkan surat desakan pemakzulan ke tiga lembaga tinggi negara: DPR, MPR, dan DPD.

    Surat tersebut bertanggal 26 Mei 2025 dan ditandatangani oleh empat nama besar dari kalangan militer:

    – Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi

    – Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan

    – Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto

    – Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto

    Dalam pernyataan mereka, para purnawirawan ini menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran sebagai cawapres, yang disebut cacat secara hukum karena diputus oleh pamannya sendiri, Anwar Usman.

    Lebih jauh, mereka juga mempertanyakan kapasitas dan kelayakan Gibran sebagai mantan Wali Kota Solo yang dianggap minim pengalaman serta belum teruji dalam panggung nasional.

    “Dengan pengalaman yang terbatas dan latar belakang pendidikan yang diragukan, sangat naif bagi negara ini memiliki Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas,” tegas mereka dalam surat tersebut.

    Skenario pemakzulan ini menjadi ujian besar pertama bagi kepemimpinan Prabowo.

    Jika langkah ini berlanjut, maka pemilihan calon Wapres pengganti akan menjadi titik krusial yang bisa mengubah arah politik nasional dalam waktu cepat.

    Apakah ini pertanda munculnya koalisi baru?

    Ataukah ini hanyalah strategi tekanan dari pihak-pihak yang ingin merebut kembali pengaruh?

    Yang jelas, publik kini sedang menyaksikan babak baru dalam dinamika kekuasaan di Republik ini, dan nama Gibran kini berada di tengah pusaran badai yang belum tahu kapan akan reda.***

  • KPK Minta Gaji Kepala Daerah Dinaikkan, Politisi PDIP: Korup karena Ongkos Politik, Bukan Gaji Rendah

    KPK Minta Gaji Kepala Daerah Dinaikkan, Politisi PDIP: Korup karena Ongkos Politik, Bukan Gaji Rendah

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Usulan KPK mengenai kenaikan gaji Kepala Daerah demi mencegah praktik korupsi mendadak menjadi perbincangan publik belakangan ini.

    Hal ini juga tidak lepas dari isu sebelumnya mengenai gaji hakim yang dinaikkan Presiden Prabowo hingga 280 persen. Latar belakangnya sama, demo menghindari kecurangan.

    Menanggapi hal tersebut, Politisi PDIP, Ferdinand Hutahaean mengatakan bahwa usulan KPK tidak layak untuk dijadikan bahan pertimbangan.

    Dikatakan Ferdinand, masalah gaji bukan pemicu utama terjadinya praktik korupsi di kalangan pejabat.

    “Kalau kita bandingkan dengan negara lain, dengan negara yang gajinya hampir sama dengan kita, tapi mereka takut korupsi,” ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Jumat (13/6/2025).

    Meskipun demikian, Ferdinand tidak menampik bahwa gaji juga bisa menjadi salah satu pemicu. Namun, menurutnya bukan paling utama.

    “Tapi yang paling kendala di kita, menyebabkan korupsi liar di mana-mana adalah biaya politik yang tinggi,” sebutnya.

    Ferdinand kemudian memberikan gambaran, biaya demokrasi di Indonesia yang terbilang sangat tinggi. Untuk maju menjadi Kepala Daerah harus menggelontorkan uang miliaran rupiah.

    “Bahkan kalau di kota besar, harus mengeluarkan ratusan miliar. Dari mana kembalinya duit itu kalau tidak mengambil bagian dari cawe-cawe APBD,” Ferdinand menuturkan.

    Mantan calon DPR RI ini menilai, jika memang pemerintah ingin serius menuntaskan korupsi, maka ongkos politik yang harus dikurangi.

    “Harus ditangani dulu, bagaimana kita menciptakan demokrasi yang murah. Sehingga yang berkualitas nanti akan terpilih,” imbuhnya.

  • Debat Panas di Sidang Kasus Suap Harun Masiku, Hasto Berang dengan Keterangan Ahli Bahasa

    Debat Panas di Sidang Kasus Suap Harun Masiku, Hasto Berang dengan Keterangan Ahli Bahasa

    JAKARTA – Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Frans Asisi Datang menjawab sejumlah keberatan yang disampaikan langsung oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Frans menegaskan dirinya bukan saksi fakta, tetap sebagai ahli bahasa yang menganalisis percakapan antara Hasto dan sejumlah pihak terkait, berdasarkan ilustrasi dan keterangan penyidik KPK.

    Hal ini disampaikan Frans dalam lanjutan kasus suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 12 Juni malam.

    Awalnya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Rios Rahmanto meminta Hasto memberikan tanggapan atas analisa dan pandangan Frans Asisi Datang selaku ahli bahasa.

    “Saya ada beberapa keberatan, Yang Mulia,” kata Hasto.

    Hasto mengaku keberatan dengan keterangan ahli yang dinilai rancu terkait ilustrasi sebagai latar belakang dan dasar analisa konteksnya. Kedua, Hasto juga keberatan dengan analisa dan kesimpulan ahli Frans soal sosok ‘Bapak’ dalam komunikasi antara satpam PDIP Nurhasan dengan Harun Masiku.

    Menurut Hasto, analisa ahli Frans soal kata ‘Bapak’ yang merujuk pada dirinya, telah dipengaruhi oleh ilustrasi dari penyidik.

    “Keberatan dengan keterangan saksi bahwa ‘Bapak’ sebagai pihak ketiga dalam komunikasi antara Nurhasan dan Harun Masiku itu adalah Hasto Kristiyanto, karena dipengaruhi pendapat saksi ahli yang dipengaruhi oleh ilustrasi dari penyidik,” kata Hasto.

    Merespons keberatan Hasto, Frans menegaskan dirinya tetap pada keterangan, analisa dan kesimpulan yang telah disampaikan sebelumnya. Termasuk, sosok ‘Bapak’ dalam percakapan antara Harun Masiku dan Nurhasan adalah Hasto Kristiyanto.

    “Ya, saya tetap pada keterangan saya tadi,” tegas Frans.

    Frans mengatakan dirinya adalah ahli yang fokus menganalisis percakapan antara Hasto dengan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus suap dan perintangan penyidikan. Frans pun mengaku bahwa dirinya bukanlah saksi fakta.

    “Karena yang diberikan kepada saya atau sebagai bidang yang saya, itu bidang bahasa begitu. Jadi saya bukan saksi yang melihat fakta persidangan, bukan,” tandas Frans.

    Hasto lalu menyampaikan keberatan lain terkait sikap netralitas ahli. Dia menilai, sebagai ahli, Frans seharusnya bersikap netral dan melihat konteks dengan melakukan pemeriksaan terhadap keterangan-keterangan yang lain untuk mendukung konteks, yang disampaikan oleh pihak-pihak terkait, termasuk dalam persidangan yang terbuka untuk umum.

    Mendengar keberatan Hasto, Frans kembali menegaskan pendapatnya tetap sesuai dengan analisis linguistik yang dilakukan berdasarkan dokumen yang diberikan penyidik.

    “Ya, masih sesuai dengan pendapat saya,” kata Frans.

    Hasto juga menyampaikan keberatan terkait interpretasi terhadap singkatan ‘SS’ yang dikaitkan dengan tempat tinggal dirinya. “Selanjutnya keberatan bahwa dikatakan SS itu menggambarkan tempat tinggal saya dan rumah singgah, padahal itu adalah rumah aspirasi. Semua bisa tinggal di sana,” ucapnya.

    Atas keberatan tersebut, Frans mengatakan bahwa keterangannya didasarkan pada informasi yang diperoleh dari penyidik.

    “Saya mengikuti keterangan yang disampaikan oleh penyidik,” pungkas Frans.

    Dalam sidang kasus Hasto Kristiyanto ini, jaksa KPK sudah menghadirkan empat ahli termasuk Frans Asisi Datang. Tiga ahli lain yang sudah hadir dalam sidang Hasto, adalah ahli teknologi informasi dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian Syahbuddin, ahli forensik dari KPK Hafni Ferdian, dan ahli pidana dari UGM Muhammad Fatahillah Akbar.

    Selain itu, jaksa KPK sudah menghadirkan kurang lebih 15 saksi dari berbagai profesi dan latar belakang. Termasuk, penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan saksi kunci eks kader PDIP Saeful Bahri.

    Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa memberikan uang suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020.

    Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Hasto pun dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Fraksi PDIP Minta Pemkab Bondowoso Konsisten Jalankan RPJMD

    Fraksi PDIP Minta Pemkab Bondowoso Konsisten Jalankan RPJMD

    Bondowoso (beritajatim.com) — Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Kabupaten Bondowoso menyampaikan pandangan umum mereka dalam rapat paripurna DPRD yang digelar Jumat pagi.

    Dalam penyampaiannya, Fraksi PDIP menekankan pentingnya optimalisasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bondowoso Tahun 2025–2029 dan mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam konsistensi kebijakan anggaran.

    Pandangan umum yang disampaikan Juru Bicara Fraksi PDIP, Sofi Indriasari menyoroti sejumlah isu krusial mulai dari lemahnya koordinasi antar OPD, perencanaan pembangunan yang kurang menyentuh kebutuhan strategis daerah, hingga ketidaksesuaian antara RPJMD dan arah belanja APBD.

    “RPJMD adalah penjabaran dari visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih. Sudah seharusnya kepala OPD dan jajarannya bekerja secara gotong royong sebagai tim yang solid, mengesampingkan ego sektoral yang selama ini kerap menjadi penghambat implementasi program-program strategis,” tegas Sofi.

    Fraksi PDIP juga meminta pemerintah lebih konsisten dalam menjalankan RPJMD sebagai dokumen sah dan hasil kesepakatan bersama.

    Mereka menilai belanja APBD tahunan kerap kali menyimpang dari kebijakan strategis RPJMD, bahkan digunakan untuk program yang menguras anggaran namun minim manfaat langsung bagi masyarakat.

    Dalam sektor infrastruktur, Fraksi PDIP menuntut perhatian lebih terhadap kondisi jalan dan meminta alokasi anggaran pemeliharaan melalui UPTD pelaksana agar tidak ada lagi infrastruktur terbengkalai.

    “Prioritaskan pembangunan jalan, jembatan, air bersih, dan listrik di wilayah tertinggal dan pedesaan, dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan dan material lokal,” kata Sofi.

    Tak hanya itu, Fraksi PDIP juga mengajukan berbagai rekomendasi kebijakan strategis lainnya seperti:

    – Pemberdayaan UMKM dan ekonomi kreatif melalui pelatihan, kemudahan akses pembiayaan, hingga pembentukan ekosistem inkubasi bisnis;
    – Peningkatan sektor pariwisata berkelanjutan yang melibatkan masyarakat lokal dan menghindari overtourism;
    – Pengelolaan sampah berbasis TPS 3R serta penguatan peran masyarakat dan swasta dalam tata kelola persampahan;
    – Penataan kawasan kumuh dan pengembangan wisata desa melalui kolaborasi multipihak dan penguatan peran BUMDes serta Pokdarwis;
    – Peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan distribusi tenaga medis ke wilayah terpencil, layanan digitalisasi kesehatan, dan pengoperasian Puskesmas 24 jam.

    Mengakhiri pandangannya, Fraksi PDIP menyampaikan bahwa seluruh masukan tersebut bertujuan agar pembangunan Bondowoso lima tahun ke depan benar-benar membawa perubahan signifikan yang menyentuh langsung kebutuhan rakyat.

    “Merdeka!” tutup Sofi Indriasari dengan semangat, mewakili Fraksi PDIP. (awi/but)