partai: PBB

  • Lebihi Waktu, Pidato Prabowo soal Gaza tetap disimak penuh peserta KTT

    Lebihi Waktu, Pidato Prabowo soal Gaza tetap disimak penuh peserta KTT

    ANTARA – Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (SMU PBB) di New York, Amerika Serikat, Senin (22/9). Prabowo menyampaikan pidato terkait isu Palestina dan solusi dua negara di Markas PBB New York.
    (Yogi Rachman/Kuntum Khaira Riswan/Satrio Giri Marwanto/I Gusti Agung Ayu N)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Serapan pajak melambat akibat kontraksi PPh badan dan PPN

    Serapan pajak melambat akibat kontraksi PPh badan dan PPN

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyampaikan penurunan realisasi penerimaan pajak sebesar 5,1 persen dengan nilai sebesar Rp1.135,4 triliun per Agustus 2025, disebabkan oleh kontraksi setoran pajak penghasilan (PPh) badan serta pajak pertambahan nilai (PPN).

    “Kalau netto, angkanya setara 54,7 persen dibandingkan dengan outlook. Dibandingkan Agustus, penerimaan netto kita negatif 3,8 persen,” kata Anggito dikutip dari konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Selasa.

    Menurut Anggito, kinerja PPh badan bila ditinjau secara bruto mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,5 persen. Namun akibat adanya restitusi, maka realisasi netto PPh badan terkontraksi 8,7 persen dengan nilai Rp194,20 triliun.

    Sementara realisasi serapan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) turun baik secara bruto maupun netto. Secara bruto, penerimaan PPN dan PPnBM melambat tipis sebesar 0,7 persen. Namun secara netto, kontraksi cukup besar yakni 11,5 persen dengan realisasi Rp416,49 triliun, yang disebabkan oleh restitusi.

    Di sisi lain, PPh orang pribadi dan pajak bumi dan bangunan (PBB) mengalami pertumbuhan signifikan.

    PPh orang pribadi tumbuh 39,1 persen secara netto dengan nilai Rp15,91 triliun. Sedangkan realisasi PBB melonjak 35,7 persen dengan nilai Rp14,17 triliun.

    Anggito pun memaparkan realisasi penerimaan pajak sektoral secara bruto guna menunjukkan kinerja penerimaan sebelum restitusi.

    “Penerimaan bruto kami tarik sebelum dikurangi dengan restitusi, yang merupakan suatu proses administrasi dari penarikan ataupun pengeluaran untuk restitusi secara umum,” jelas Anggito.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gelombang Baru Pengakuan Palestina, Sekadar Simbol atau Titik Balik?

    Gelombang Baru Pengakuan Palestina, Sekadar Simbol atau Titik Balik?

    Jakarta

    Inggris, Kanada, dan Australia masuk ke dalam daftar negara Barat yang telah mengakui negara Palestina, disusul Portugal pada Minggu (21/09) malam. Perdana Menteri Keir Starmer dan Mark Carney mengumumkan langkah tersebut tak lama sebelum dimulainya debat Majelis Umum PBB di New York. Negara-negara Barat lain, seperti Prancis dan Belgia juga berencana mengikuti langkah itu, meskipun telah diperingatkan oleh Israel.

    Pada Senin (22/09), Majelis Umum PBB mengadakan pertemuan puncak khusus mengenai perang di Jalur Gaza. Ini merupakan kelanjutan dari proyek diplomatik yang dipimpin Prancis dan Arab Saudi untuk mendorong kebangkitan solusi dua negara, di mana Israel dan Palestina hidup berdampingan, sebagai satu-satunya jawaban atas konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

    Dalam pertemuan pada Senin itu, beberapa negara menyatakan bergabung dengan lebih dari 145 anggota PBB yang telah mengakui negara Palestina. Negara-negara tersebut termasuk Prancis, Belgia, Luksemburg, dan Malta.

    Sebagian besar deklarasi pengakuan kedaulatan Palestina baru-baru ini oleh negara-negara Eropa muncul sebagai respons terhadap kampanye militer Israel yang terus berlangsung di Gaza. Hingga kini, perang telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, meskipun peneliti internasional memperkirakan jumlah korban jauh lebih tinggi. Pekan lalu, Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina menerbitkan laporan yang menyimpulkan bahwa Israel sedang melakukan genosida di Gaza.

    Israel dan sekutu utamanya, Amerika Serikat, menolak laporan tersebut, termasuk laporan lain yang kritis terhadap Israel, serta mengecam rencana untuk mengakui Palestina sebagai negara, dengan menyatakan bahwa tindakan itu merupakan sebuah “hadiah untuk teror”, merujuk pada serangan 7 Oktober 2023 terhadap Israel yang dipimpin kelompok militan Hamas, yang menewaskan hampir 1.200 orang dan memicu kampanye militer Israel di Gaza.

    Sekadar “teater politik”

    Bahkan, para pendukung Palestina mengatakan pengakuan terhadap negara Palestina bisa jadi tidak cukup jika tidak disertai tindakan.

    “Negara-negara Barat memeluk gestur simbolis, sementara rakyat Palestina tetap tanpa keadilan ataupun kenegaraan, hanya kesenjangan yang semakin melebar antara realitas yang dijalani dan pertunjukan internasional,” ujar Ines Abdel Razek, Direktur Advokasi untuk Palestine Institute for Public Diplomacy, yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat yang diduduki, dalam tulisan bulan Agustus untuk lembaga pemikir Palestina, Al Shabaka.

    Ada juga kekhawatiran mengenai bagaimana Israel akan bereaksi terhadap gelombang baru pengakuan ini, tulis Richard Gowan, Direktur PBB untuk lembaga think tank International Crisis Group, minggu ini dalam jurnal kebijakan Just Security yang berbasis di AS.

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu… memiliki rekam jejak panjang dalam menentang anggota PBB lainnya,” tulis Gowan. “Salah satu skenario yang mengkhawatirkan para diplomat adalah bahwa Netanyahu, yang pekan lalu menyatakan bahwa ‘tidak akan ada negara Palestina’, dapat merespons proses pengakuan ini dengan mengumumkan rencana untuk secara resmi mencaplok bagian-bagian wilayah Palestina dalam pidatonya.”

    Apakah pengakuan bisa membawa perdamaian?

    Sudah jelas bahwa pengakuan negara Palestina saja tidak akan menghentikan perang Israel di Gaza.

    “Pengakuan adalah pengganti keliru untuk boikot dan langkah-langkah hukuman yang seharusnya diambil terhadap negara yang melakukan genosida,” tulis kolumnis Gideon Levy di surat kabar Israel, Haaretz, pada bulan Agustus. “Pengakuan adalah basa-basi kosong. … Ini tidak akan menghentikan genosida, yang tidak akan berhenti tanpa langkah nyata dari komunitas internasional.”

    Faktanya, seperti yang ditunjukkan oleh para ahli hukum, isu ini sebenarnya terpisah. Apakah Palestina merupakan negara atau bukan, hukum internasional sudah mewajibkan negara lain untuk melakukan segala yang mereka bisa untuk menghentikan genosida yang dicurigai sedang berlangsung.

    Peningkatan status diplomatik

    Apa yang bisa dilakukan oleh pengakuan negara Palestina adalah memperkuat seruan untuk gencatan senjata dalam struktur diplomatik, birokratis, dan hukum internasional yang sudah ada.

    Dalam edisi musim gugur 2025 jurnal akademik The Cairo Review of Global Affairs, analis politik Mesir Omar Auf menunjukkan bahwa pejabat Palestina sebelumnya telah mencoba untuk mengaksesi Konvensi Jenewa pada 1989, tetapi ditolak oleh Swiss karena, menurut Swiss, ada “ketidakpastian” mengenai eksistensi negara Palestina.

    Pada Agustus, Nomi Bar-Yaacov, seorang negosiator perdamaian dari Geneva Centre for Security Policy, mengatakan kepada DW bahwa pengakuan “tidak mengubah apa pun secara langsung, tetapi itu memberi Palestina posisi tawar yang jauh lebih tinggi dalam negosiasi, karena ketika Anda bernegosiasi antarnegara, itu tidak sama dengan negosiasi antara negara dan negara yang tidak diakui (atau) entitas.”

    Pengakuan bilateral dapat dianggap sebagai bentuk peningkatan status diplomatik. Negara-negara yang mengakui, katakanlah Prancis atau Belgia, harus meninjau kembali hubungan mereka dengan Palestina, serta menilai kewajiban hukum mereka terhadapnya. Oleh karena itu, hal ini juga dapat menyebabkan peninjauan kembali hubungan mereka dengan Israel, menurut mereka.

    Namun, pengakuan tersebut harus disertai langkah nyata, kata Hugh Lovatt, peneliti kebijakan senior untuk program Timur Tengah dan Afrika Utara di European Council on Foreign Relations (ECFR), kepada DW.

    “Pengakuan bukanlah sebuah kebijakan, itu adalah sebuah pembuka. Pekerjaan sebenarnya dimulai pada hari berikutnya,” ujar Anas Iqtait, dosen ekonomi politik Timur Tengah di Australian National University, pada bulan Agustus dalam Akfar, yang diterbitkan oleh Middle East Council on Global Affairs yang berbasis di Doha.

    “Sebuah penegasan penting”

    Memang benar bahwa pengakuan sangat simbolis, Lovatt mengakui. “Namun, simbolisme tidak selalu buruk. Mengingat negara-negara yang melakukan pengakuan, khususnya Prancis dan Inggris, ini merupakan penegasan penting atas hak-hak Palestina dan penentuan nasib sendiri, hak untuk hidup bebas dari pendudukan, hak atas kenegaraan, dan sebagainya.”

    Namun, tindakan simbolis harus disertai langkah nyata, tambahnya.

    Dalam konferensi pers di Brussels, Belgia pada Rabu (17/09), Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mendorong negara-negara anggota untuk meningkatkan tarif atas beberapa barang Israel dan menjatuhkan sanksi terhadap pemukim serta dua politisi senior Israel. Ini adalah langkah-langkah yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh para ahli ECFR. Sumber di Brussels mengatakan kepada DW bahwa Italia, yang sebelumnya menentang penghentian pendanaan ilmiah UE untuk Israel, mungkin akan segera mencabut penolakannya.

    “Bahkan tiga tahun yang lalu, pengakuan mungkin sudah cukup,” kata Lovatt. “Namun, saya pikir karena semuanya telah berubah begitu drastis dalam hal opini publik dan politik sejak 2023, sekarang bukan lagi pertanyaan antara pengakuan (Palestina) atau tindakan lain.”

    Saat ini, berbagai langkah sedang dijalankan secara bersamaan, ujar Lovatt, dan itu mencerminkan bagaimana opini publik di seluruh spektrum politik telah berubah sejak 2023.

    “Pengakuan seharusnya dilihat sebagai arah perjalanan,” kata Lovatt. “Mungkin kita tidak sampai ke sana besok, tetapi arah jalannya sudah jelas.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Rizki Nugraha

    Lihat Video ‘Presiden Abbas: Hamas Harus Serahkan Senjata ke Otoritas Palestina’:

    (ita/ita)

  • Presiden sampaikan sikap Indonesia jika Israel akui Palestina

    Presiden sampaikan sikap Indonesia jika Israel akui Palestina

    ANTARA – Presiden Prabowo Subianto mendesak berbagai negara untuk turut mengakui kedaulatan Palestina, sebagaimana telah dilakukan sejumlah negara baru-baru ini seperti Prancis, Inggris, dan Kanada. Dalam pidatonya di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Presiden menegaskan bahwa Indonesia siap mengambil sikapnya sendiri demi perdamaian abadi.
    (Aria Cindyara/Fathur Rochman/Satrio Giri Marwanto/I Gusti Agung Ayu N)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Memaknai kehadiran Presiden Prabowo di Sidang Umum PBB

    Memaknai kehadiran Presiden Prabowo di Sidang Umum PBB

    Jakarta (ANTARA) – Pidato Presiden Prabowo pada Sesi Debat Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, bukan sekadar acara protokoler tahunan. Bagi seorang pemimpin dunia, ia membawa makna strategis dan simbolis yang sangat dalam, baik untuk posisi Indonesia di panggung global, juga khususnya bagi Presiden Indonesia yang baru saja menjabat.

    Forum ini merupakan panggung diplomasi multilateral yang paling strategis dan bergengsi. Kehadiran seorang presiden di Sidang Umum PBB memiliki makna yang jauh melampaui sekadar menyampaikan pidato, ia adalah sebuah pernyataan politik, sebuah momentum untuk membentuk narasi, meneguhkan gerakan diplomasi dan sebuah kesempatan langka untuk memperjuangkan kepentingan nasional di hadapan seluruh dunia.

    Tampil di hadapan 193 negara sebagai kepala negara yang diakui secara internasional akan memperkuat legitimasi dan wibawanya di mata rakyat Indonesia. Ini menunjukkan bahwa dunia menerima dan menghormati hasil proses demokrasi Indonesia dan kepemimpinannya. Inilah yang kemudian kita namakan sebagai gerakan sistematis mengonsolidasikan legitimasi dan otoritas domestik

    Di tengah dunia yang penuh gejolak (perang, ketegangan geopolitik, resesi), kehadiran pemimpin dari negara demokrasi terbesar ketiga di dunia yang relatif stabil dan ekonominya mulai tumbuh adalah pesan yang kuat. Indonesia hadir bukan sebagai sumber masalah, tetapi sebagai bagian dari solusi dan penjaga stabilitas.

    Prabowo datang bukan hanya sebagai pemimpin Indonesia, tetapi juga sebagai representasi dari suara negara-negara berkembang atau Global South Countries, ASEAN, dan dunia Muslim yang moderat. Pidatonya menjadi instrumen untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan menengah yang dapat menjembatani kepentingan berbagai blok negara. Tentunya ini akan menggerek status Indonesia sebagai middle power dan global swing state.

    Bagi Prabowo, Sidang Umum PBB 2025 menjadi debut globalnya yang paling resmi, meski sebelumnya telah menghadiri forum APEC di Peru, G20 dan BRICS di Brazil, serta ASEAN Summit di Malaysia.

    Lima tahun ke belakang, dunia internasional mengenalnya sebagai Menteri Pertahanan RI dengan pendirian yang tegas. Kini, Prabowo tampil sebagai kepala negara dari negara demokrasi terbesar ketiga dan kekuatan ekonomi utama G20.

    Pidato pertamanya di mimbar PBB adalah kesempatan untuk mentransformasi persepsi internasional dari figur militer menjadi seorang negarawan global yang visioner. Kehadirannya memberikan legitimasi dan pengakuan de facto dari komunitas internasional terhadap kepemimpinannya, memperkuat posisinya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

    Mimbar Sidang Umum PBB adalah medium terbaik untuk mendemonstrasikan komitmen Indonesia pada politik luar negeri “bebas dan aktif”, bukan hanya dalam retorika, tetapi dalam tindakan. Di tengah polarisasi global akibat isu Palestina, perang Rusia-Ukraina, ketegangan AS-China, dan krisis lainnya, dunia menanti posisi dan peran nyata Indonesia.

    Prabowo dapat menggunakan kesempatan ini untuk menegaskan bahwa Indonesia tidak akan masuk dalam blok manapun, tetapi aktif menjadi jembatan perdamaian dan penengah konflik.

    Dengan menyampaikan pesan perdamaian, keadilan, dan kerja sama dari podium yang sama yang pernah digunakan oleh Bung Karno, puluhan tahun lalu, Prabowo dapat menghubungkan diri dengan tradisi besar diplomasi Indonesia, sekaligus menawarkan sudut pandang Indonesia untuk menyelesaikan masalah global.

    Sidang Umum PBB adalah “pasar dunia” bagi kepentingan nasional. Bagi Indonesia, setidaknya ada tiga kepentingan utama yang bisa diperjuangkan.

    Pertama, kepentingan politik. Dukungan untuk Palestina adalah prinsip dasar diplomasi Indonesia. Pidato di Sidang Umum PBB adalah momentum, tidak hanya mengulang komitmen, tetapi untuk menggalang dukungan internasional yang lebih konkret, mungkin dengan menawarkan inisiatif perdamaian baru atau mengecam ketidakadilan yang terus berlangsung. Ini juga peluang memperkuat kepemimpinan Indonesia di ASEAN dan memperjuangkan isu-isu kawasan, seperti di Laut China Selatan.

    Kedua, kepentingan ekonomi. Forum ini adalah ajang soft diplomacy ekonomi yang sangat efektif. Pertemuan bilateral dengan para pemimpin negara dan CEO perusahaan global di sela-sela sidang dapat digunakan untuk mempromosikan investasi, terutama dalam proyek strategis nasional, seperti hilirisasi industri, pembangunan infrastruktur dan transisi energi.

    Prabowo dapat mempresentasikan Indonesia sebagai tujuan yang stabil dan menjanjikan di tengah gejolak ekonomi global.

    Ketiga, kepentingan strategis. Isu-isu, seperti perubahan iklim, krisis pangan, dan tata kelola keuangan global, adalah perhatian seluruh bangsa. Dengan menyuarakan solusi dan komitmen Indonesia, Prabowo dapat memosisikan Indonesia bukan hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang aktif membentuk arsitektur global yang lebih adil. Ini sejalan dengan visinya untuk membawa Indonesia menjadi negara yang disegani.

    Nilai praktis terbesar dari kehadiran Prabowo ke Sidang Umum PBB di New York terletak pada pertemuan-pertemuan di sela-sela sidang. Dalam beberapa hari, seorang presiden dapat bertemu dengan ratusan pemimpin dunia yang hampir mustahil dijumpai dalam waktu singkat di tempat lain.

    Membangun jejaring ini sangat berharga untuk membangun hubungan pribadi yang seringkali menjadi kunci dalam menyelesaikan masalah diplomatik atau kesepakatan dagang di masa depan.

    Bagi Prabowo, ini adalah kesempatan emas untuk tidak hanya memperkenalkan diri, namun lebih dari itu untuk membangun kepercayaan dan menciptakan aliansi-aliansi strategis baru untuk Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional

    Bagi Prabowo, kehadirannya di Sidang Umum PBB adalah keharusan strategis. Ini lebih dari sekadar kewajiban protokoler, ini adalah investasi politik dan ekonomi untuk masa jabatannya. Pidato di podium hijau PBB adalah pengumuman resmi kepada dunia bahwa Indonesia di bawah kepemimpinannya siap memainkan peran yang lebih besar dan lebih vokal dalam percaturan global.

    Keberhasilan memanfaatkan momen ini bukan diukur dari sambutan atas pidatonya, tetapi dari seberapa efektif ia dapat menerjemahkan kehadiran simbolis itu menjadi legitimasi politik, kemitraan strategis, dan keuntungan nyata bagi rakyat Indonesia.

    Kegagalan untuk tampil dengan kuat di panggung ini bukanlah sebuah opsi, karena dunia akan melihat dan menarik kesimpulannya sendiri tentang tempat Indonesia di bawah kepemimpinan yang baru.

    Konteks historis

    Kehadiran Presiden Indonesia di Sidang Umum PBB bukanlah sekadar kunjungan kerja biasa. Tradisi ini telah berevolusi menjadi ritual diplomatik yang sarat makna, sebuah pernyataan resmi pertama di panggung global yang menandakan arah politik luar negeri seorang pemimpin baru.

    Dari Soekarno hingga Prabowo, setiap kehadiran mencerminkan semangat zaman eranya, sekaligus visi sang pemimpin terhadap peran Indonesia di dunia. Kehadiran Presiden Indonesia di Sidang Umum PBB selalu menjadi momen strategis untuk memproyeksikan suara, kedaulatan, dan kepentingan nasional Indonesia di panggung global. Setiap era kepemimpinan membawa motivasi dan isu yang berbeda, mencerminkan dinamika politik domestik dan geopolitik global pada masanya.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Prabowo bertemu Sekjen PBB bahas penyelesaian konflik Palestina

    Prabowo bertemu Sekjen PBB bahas penyelesaian konflik Palestina

    New York, Amerika Serikat (ANTARA) – Pertemuan bilateral Presiden RI Prabowo Subianto dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres membahas sejumlah hal, termasuk penyelesaian konflik yang terjadi di Palestina.

    Sebagaimana keterangan yang diterima, pertemuan kedua pemimpin digelar tertutup di lantai 27 Gedung Sekretariat PBB, New York, Amerika Serikat, Senin (22/9) waktu setempat.

    Setibanya di lokasi pertemuan, Presiden Prabowo disambut langsung oleh Sekjen PBB Guterres. Setelahnya kedua pemimpin melakukan sesi foto bersama.

    Pertemuan tersebut berlangsung setelah Presiden Prabowo menyampaikan pidato pada High-Level International Conference for the Peaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of the Two-State Solution atau Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai atas Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara.

    Menurut Menteri Luar Negeri Sugiono, dalam pertemuan tersebut Presiden Prabowo menekankan pentingnya solidaritas global dalam menjaga stabilitas dan perdamaian dunia.

    Kepala Negara juga mendorong upaya bersama pembangunan berkelanjutan dan memperkuat peran negara berkembang dalam sistem multilateral.

    “Dalam pertemuan tersebut, beliau menyampaikan bahwa Indonesia tetap pada komitmennya untuk mendukung sistem multilateral dan tetap percaya bahwa PBB merupakan sebuah organisasi yang harus diperkuat dalam rangka menjaga kedamaian atas dunia,” ujar Menlu.

    Selain itu, kedua pemimpin membahas sejumlah isu strategis, antara lain komitmen Indonesia dalam mendukung penyelesaian damai konflik Palestina melalui solusi dua negara dan mendukung penuh upaya PBB dalam menjalankan mandatnya.

    Presiden Prabowo juga menegaskan kesiapan Indonesia untuk berkontribusi pada misi perdamaian, khususnya terkait situasi di Gaza.

    “Kemudian menyampaikan juga dukungan dan support kepada PBB dalam rangka menjalankan tugas-tugasnya dan termasuk juga dalam kaitannya dengan situasi yang ada di Gaza jika perdamaian dan gencatan senjata tercapai, Indonesia menyampaikan kehendak dan dukungannya dalam rangka mengirimkan pasukan perdamaian di sana,” ucap Sugiono.

    Dalam pertemuan tersebut, Presiden Prabowo didampingi oleh Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, serta Wakil Tetap RI untuk PBB di New York Umar Hadi.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB turut didampingi oleh Deputy Secretary-General Amina Mohammed, Under-Secretary-General for Policy Executive Office of the Secretary-General (EOSG) Guy Ryder, Under-Secretary-General for Political and Peacebuilding Affairs Rosemary DiCarlo, Director, Sustainable Development Unit, EOSG Karima El Korri, serta Political Unit, EOSG Hirofumi Goto.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Memaknai kehadiran Presiden Prabowo di Sidang Umum PBB

    Prabowo disambut tepuk tangan saat tegaskan kemerdekaan Palestina

    “Kita harus menjamin kenegaraan Palestina, tetapi Indonesia juga menyatakan bahwa setelah Israel mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina, Indonesia akan segera mengakui negara Israel dan kami akan mendukung segala jaminan keamanan bagi Israel,”

    Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto disambut tepuk tangan dari para kepala negara dan delegasi yang hadir mengenai dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina, yang disampaikannya dalam pidato di KTT Solusi Dua Negara di Markas Besar PBB.

    Presiden Prabowo yang berbicara di hadapan pemimpin dunia, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron, menyatakan sikap Indonesia yang akan mengakui Israel sebagai negara, setelah Israel mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina.

    “Kita harus menjamin kenegaraan Palestina, tetapi Indonesia juga menyatakan bahwa setelah Israel mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina, Indonesia akan segera mengakui negara Israel dan kami akan mendukung segala jaminan keamanan bagi Israel,” kata Presiden Prabowo dalam pidatonya yang disambut tepuk tangan para hadirin di Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai atas Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Selasa dini hari.

    Dalam sambutannya, Kepala Negara menyampaikan keprihatinan mendalam atas tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung di Gaza.

    Presiden Prabowo mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil, terutama pada perempuan dan anak-anak, ancaman kelaparan dan bencana kemanusiaan yang terjadi di depan mata.

    Presiden menegaskan bahwa tanggung jawab historis masyarakat internasional bukan hanya menyangkut masa depan Palestina, tetapi juga masa depan Israel dan kredibilitas PBB itu sendiri.

    “Oleh karena itu, Indonesia kembali menegaskan komitmennya terhadap solusi dua negara dalam masalah Palestina. Hanya solusi dua negara inilah yang akan membawa perdamaian,” tegas Presiden

    Presiden turut menyampaikan pentingnya Deklarasi New York yang dianggap telah memberikan jalur damai dan adil menuju perdamaian.

    Menurut Prabowo, pengakuan kenegaraan harus membawa arti perdamaian sejati bagi semua pihak.

    “Kami mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil tak berdosa, oleh karena itu, Indonesia sekali lagi menegaskan kembali komitmennya terhadap solusi dua negara dalam masalah Palestina. Hanya solusi dua negara inilah yang akan membawa perdamaian,” kata Prabowo.

    Di akhir sambutan, Prabowo kembali menegaskan bahwa pengakuan kemerdekaan terhadap Palestina adalah bentuk persatuan. Pidato ini mempertegas posisi Indonesia sebagai negara yang berkomitmen pada perdamaian dan kemanusiaan.

    Sikap tersebut juga konsisten dengan perjalanan Indonesia yang terus menawarkan solusi dua negara untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina, sehingga kemerdekaan Palestina merupakan jalan menuju kedamaian.

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Trump Akan Gelar Pertemuan dengan Pemimpin Negara Muslim, Termasuk RI

    Trump Akan Gelar Pertemuan dengan Pemimpin Negara Muslim, Termasuk RI

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mengadakan pertemuan multilateral dengan sejumlah pemimpin negara-negara Muslim di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Negara-negara tersebut adalah Qatar, Arab Saudi, Indonesia, Turki, Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab dan Yordania. Demikian disampaikan Gedung Putih pada hari Senin (22/9) waktu setempat.

    Dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (23/9/2025), pertemuan tersebut akan digelar pada hari Selasa (23/9) waktu setempat di sela-sela pertemuan Majelis Umum PBB di New York untuk membahas cara-cara mengakhiri perang di Gaza.

    Pertemuan tersebut akan berlangsung beberapa hari sebelum Trump menjamu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada 29 September mendatang.

    Pertemuan ini juga akan berlangsung di tengah gelombang pengakuan Negara Palestina oleh negara-negara Barat dan ancaman Israel untuk membalas dengan mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki.

    Trump juga akan mengadakan serangkaian pertemuan penting di PBB minggu ini, dimulai dengan pembicaraan bilateral dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan para pemimpin dari Ukraina, Argentina, dan Uni Eropa, kata juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt.

    (ita/ita)

  • China Sebut Two State Solution Palestina Masih Butuh Kesepakatan Global

    China Sebut Two State Solution Palestina Masih Butuh Kesepakatan Global

    Jakarta

    Pemerintah China menyampaikan solusi dua negara demi mencapai perdamaian di Palestina masih membutuhkan konsensus global. Hal ini menyusul pengakuan oleh Inggris, Kanada dan Australia terhadap status Palestina.

    “Solusi dua negara harus tetap menjadi penyelesaian, yang membutuhkan lebih banyak konsensus global dan tidak ada tindakan sepihak yang mengikis fondasi solusi dua negara tersebut,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing dilansir Antara, Selasa (23/9/2025).

    “Mengakhiri konflik lebih awal dan mencapai perdamaian abadi merupakan hal yang diinginkan rakyat Palestina, Israel dan publik di seluruh Timur Tengah. Ini juga merupakan tugas mendesak bagi komunitas internasional,” tambah Guo Jiakun.

    Gaza, menurut Guo Jiakun, adalah milik rakyat Palestina dan merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah Palestina.

    “China percaya bahwa menghadapi situasi saat ini, gencatan senjata komprehensif di Gaza harus diupayakan dan bencana kemanusiaan harus diatasi dengan urgensi yang maksimal,” kata Guo Jiakun.

    Negara yang memiliki pengaruh khusus terhadap Israel perlu mengambil tanggung jawab, lanjut Guo Jiakun tanpa menyebut negara tertentu.

    “Prinsip ‘Palestina memerintah Palestina’ harus dipatuhi dan hak-hak nasional Palestina yang sah dijamin dalam pengaturan tata kelola dan rekonstruksi pascakonflik. China siap bekerja sama dengan komunitas internasional untuk tetap berkomitmen pada gencatan senjata di Gaza, dengan tegas mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan kembali hak-hak nasional mereka yang sah,” tegas Guo Jiakun.

    Diketahui, pada Minggu (21/9) lalu, tiga negara mengakui Palestina sebagai negara. Pertama ialah Perdana Menteri Inggris Keir Starmer yang mengumumkan negara tersebut secara resmi mengakui negara Palestina menjelang Sidang Umum PBB.

    “Menghadapi kengerian yang semakin meningkat di Timur Tengah, kami bertindak untuk menjaga kemungkinan perdamaian dan solusi dua negara,” kata Starmer dalam sebuah pernyataan video.

    Kedua, Perdana Menteri Kanada Mark Carney, mengumumkan bahwa Kanada secara resmi mengakui negara Palestina, dan berjanji untuk bermitra dalam membangun perdamaian antara Palestina dan Israel.

    “Kanada mengakui Negara Palestina dan menawarkan kemitraan kami dalam membangun janji masa depan yang damai bagi Negara Palestina dan Negara Israel,” tulis Carney di akun X, menjelang Sidang Umum PBB.

    Ketiga, Australia juga secara resmi mengakui kenegaraan Palestina berdasarkan pernyataan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese.

    “Terhitung hari ini, Minggu, 21 September 2025, Persemakmuran Australia secara resmi mengakui Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat,” kata Albanese dalam sebuah pernyataan yang dibagikan di akun X.

    Albanese mengatakan bahwa dengan langkah tersebut, Australia “mengakui aspirasi sah dan lama rakyat Palestina untuk memiliki negara mereka sendiri.”

    Sebelumnya, Prancis, Belgia, Luksemburg, Malta, Portugal, Andorra, dan San Marino mengumumkan rencana serupa untuk mengakui Palestina di Sidang Umum PBB. Hingga kini, sekitar 150 negara telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat.

    Halaman 2 dari 2

    (fca/fca)

  • Prabowo Desak Semua Negara Akui Palestina Saat di PBB: Damai Sekarang, Damai Segera

    Prabowo Desak Semua Negara Akui Palestina Saat di PBB: Damai Sekarang, Damai Segera

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden RI Prabowo Subianto mendesak negara lain untuk segera mengakui negara Palestina sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian abadi di Timur Tengah.

    Hal ini disampaikan dalam pidato di High-level International Conference on the Peaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of Two-State Solution di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Selasa (23/9/2025) dini hari WIB.

    “Hanya solusi dua negara ini yang akan mengarah pada perdamaian. Kita harus menjamin kenegaraan bagi Palestina. Namun, Indonesia juga menyatakan bahwa begitu Israel mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina, Indonesia akan segera mengakui Negara Israel dan kami akan mendukung semua jaminan untuk keamanan Israel,” tegas Prabowo.

    Prabowo juga menegaskan pentingnya kredibilitas PBB dalam menyelesaikan persoalan Palestina. Ia mengatakan bahwa pengakuan kenegaraan harus diiringi dengan peluang nyata menuju perdamaian yang adil dan abadi.

    “Pengakuan harus berarti peluang nyata menuju perdamaian abadi. Ini harus menjadi perdamaian nyata untuk semua pihak, untuk semua pihak yang terlibat. Yang Mulia, kami memuji negara-negara terkemuka di dunia yang telah mengambil langkah berprinsip ini. Prancis, Kanada, Australia, Inggris, Portugal, dan banyak negara terkemuka lainnya di dunia telah mengambil langkah di sisi yang benar dari sejarah,” lanjutnya.

    Orang nomor satu di Indonesia itu pun mengajak negara-negara lain untuk ikut melakukan hal yang sama, mengakui negara Palestina sebagai langkah yang benar di sisi sejarah.

    “Pengakuan Negara Palestina adalah langkah yang benar di sisi sejarah yang benar. Kepada mereka yang belum bertindak, kami katakan sejarah tidak menunggu,” tegas Prabowo.

    Sebagai bentuk komitmen nyata, Prabowo menyatakan kesiapan Indonesia untuk turut serta menjaga perdamaian dengan menyediakan pasukan perdamaian di bawah mandat PBB.

    “Kami siap mengambil bagian kami dalam perjalanan menuju perdamaian ini. Kami bersedia menyediakan pasukan penjaga perdamaian,” ujarnya.

    Pidato tersebut ditutup dengan seruan penuh harapan agar dunia segera menghentikan kekerasan dan membuka jalan bagi perdamaian yang abadi.

    “Damai. Perdamaian sekarang. Perdamaian segera. Kita butuh perdamaian,” pungkas Prabowo.

    Sekadar informasi, Konferensi yang dipimpin bersama oleh Prancis dan Arab Saudi ini menjadi salah satu forum penting bagi komunitas internasional untuk meneguhkan kembali komitmen global terhadap solusi dua negara, sekaligus menggalang dukungan nyata bagi implementasinya. Indonesia hadir dengan peran sentral sebagai salah satu anggota core group yang mengawal proses perdamaian tersebut.

    Bagi Indonesia, keikutsertaan dalam forum ini bukan sekadar kehadiran formal. Kehadiran Presiden Prabowo di ruang sidang Majelis Umum PBB menegaskan posisi Indonesia yang konsisten memperjuangkan kemerdekaan dan pengakuan terhadap Negara Palestina.

    Palestina Butuh Dukungan Internasional

    Prabowo mengatakan dengan dukungan internasional yang luas, posisi Palestina diharapkan semakin kuat dalam memperjuangkan perdamaian yang adil, bermartabat, dan sesuai dengan prinsip hukum internasional.

    Konferensi dibuka dengan pidato dari lima tokoh, yakni Presiden Prancis Emmanuel Macron, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan Al Saud, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, Presiden SMU PBB ke-80 Annalena Baerbock, serta Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang menyampaikan pidato secara langsung dari Palestina melalui video.

    Presiden Prabowo mendapat kesempatan berbicara pada urutan ke-5 dari total 33 negara dan organisasi internasional yang diundang memberikan pandangan. Kepala Negara menyampaikan pernyataannya setelah Yordania, Turkiye, Brasil, dan Portugal.

    Jumlah pembicara dalam forum ini dibatasi hingga 33, dengan prioritas diberikan kepada negara-negara core group yang memiliki peran krusial dalam mengawal proses implementasi solusi dua negara, termasuk Indonesia.

    Kehadiran Presiden Prabowo Subianto di antara para pemimpin dunia mencerminkan tekad Indonesia untuk terus mengawal isu Palestina hingga terwujud solusi yang damai, permanen, dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Palestina. 

    Para Pemimpin Dunia juga menegaskan dukungan bagi implementasi penuh New York Declaration menuju terwujudnya Two-State Solution. Sebagai anggota Core Group, Indonesia berperan penting dalam penyusunan dokumen yang telah disahkan oleh Majelis Umum PBB ini