partai: PBB

  • Pidato Prabowo Soal Akui Israel jika Palestina Merdeka Disebut Sejalan dengan Solusi Dua Negara
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 September 2025

    Pidato Prabowo Soal Akui Israel jika Palestina Merdeka Disebut Sejalan dengan Solusi Dua Negara Nasional 24 September 2025

    Pidato Prabowo Soal Akui Israel jika Palestina Merdeka Disebut Sejalan dengan Solusi Dua Negara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pakar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, pidato Presiden Prabowo Subianto di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berbicara soal kemungkinan Indonesia mengakui Israel masih sejalan dengan solusi dua negara untuk kemerdekaan Palestina.
    Hikmahanto beralasan, dalam pidato tersebut, Prabowo jelas-jelas menyebut syarat mutlak pengakuan Indonesia terhadap Israel, yakni kemerdekaan Palestina itu sendiri.
    “Presiden juga mengecam Israel meski tidak menyebut nama. Namun, Presiden menyampaikan bahwa Israel akan diakui apabila Palestina diakui terlebih dahulu. Ini masih in line dengan
    Two States Solution
    ,” kata Hikmahanto saat dihubungi
    Kompas.com
    , Rabu (24/9/2025).
    Hikmahanto juga memberikan pandangan terkait pidato Prabowo yang disampaikan memiliki pesan mendalam, khususnya terkait pandangan yang berseberangan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
    Prabowo dengan tegas menyebut PBB adalah lembaga yang diperlukan untuk perdamaian dunia, sedangkan
    “Bila di-kontra dengan pidato Trump, ini seperti pro dan kontra. Karena Trump menyebutkan PBB tidak berguna, namun sebaliknya,” tutur dia.
    Tidak hanya itu, pandangan yang berlawanan antara Prabowo dan Trump juga terlihat dalam isu krisis iklim.
    “Trump mengatakan
    climate change
    dan isu lingkungan hoaks, sementara Presiden mengatakan
    real
    ,” kata Hikmahanto.
    Diberitakan, Presiden Prabowo Subianto berpidato di Sidang Majelis ke-80 PBB pada Selasa (23/9/2025) malam.
    Ini adalah kali pertama Prabowo sebagai Presiden Republik Indonesia (RI) berbicara di forum internasional tersebut.
    Dalam forum tersebut, Prabowo menyatakan bahwa Indonesia mendukung penuh
    two state solution
    dalam menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel.
    Prabowo menegaskan, Palestina harus segera merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara.
    “Saya ingin kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina. Kita harus memiliki Palestina yang merdeka. Namun kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan serta keamanan Israel,” ujar Prabowo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mahfud MD Blak-blak Soal Terima Tawaran Istana untuk Bantu Reformasi Polri, Masuk Posisi Apa?

    Mahfud MD Blak-blak Soal Terima Tawaran Istana untuk Bantu Reformasi Polri, Masuk Posisi Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD menerima tawaran dari istana melalui Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya untuk membantu pelaksanaan Reformasi Polri.

    Hal itu dia sampaikan di podacst Youtube pribadinya @Mahfud MD Official, Selasa (23/9/2025). Dia menegaskan akan membantu pemerintah jika dirasa sanggup untuk dikerjakan. 

    “Saya bantu itu urusan Polri, Reformasi Polri,” katanya dalam podcast tersebut. 

    Mulanya Teddy mengabari Mahfud pada 15 September 2025. Kala itu Mahfud sedang mengajar di Yogyakarta sehingga tidak bisa bertemu. Pertemuan baru terlaksana pada 16 September, sore. 

    Lalu, Mahfud rencananya akan bertemu Prabowo di Istana Negara pada 19 September atau hari Jumat minggu lalu. Namun pertemuan batal karena Prabowo harus menghadiri sidang PBB.

    Mahfud menyampaikan bahwa tidak ada pembahasan mengenai posisi atau jabatan di Komite Reformasi Polri. 

    “Tetapi tidak bicara posisi ya. Saya ingin membantu, membantu tetapi juga ngasih bahan,” jelasnya.

    Saat dirinya menjabat sebagai Menkopolhukam, dia sudah mengetahui hal-hal yang harus diperbaiki dalam struktural Polri, sehingga hanya perlu waktu yang singkat untuk membenahi berbagai permasalahan.

    Dia menyebut ada tiga aspek dalam menegakan hukum. Pertama, isinya atau aturannya. Kedua, struktur atau aparatnya. Ketiga, kultur atau budaya. Kendati berdasarkan temuannya, Polri hanya memiliki masalah kultural.

    “Polisi ini kehilangan kultur, budaya pengabdian. Nah sehingga enggak banyak yang perlu dirombak karena aturan apapun yang dicari di Polri yang bagus itu gimana sih? Sudah ada semua di Undang-Undang,” terangnya

    Salah satu aspek yang perlu dibenahi adalah kuktur. Dia menjelaskan saat ini masyarakat telah melegitimasi polisi sebagai pihak yang kerap memeras dan membengking ketika ada masalah.

    Dia mengaku tidak masalah dan telah mengetahui risiko mendapatkan cibiran dari publik saat menerima bantuan tersebut. 

  • 7
                    
                        Pidato Prabowo di Sidang PBB Dianggap Berani Menantang Argumen Trump
                        Nasional

    7 Pidato Prabowo di Sidang PBB Dianggap Berani Menantang Argumen Trump Nasional

    Pidato Prabowo di Sidang PBB Dianggap Berani Menantang Argumen Trump
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan, pidato Presiden RI Prabowo Subianto dalam debat Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berani menentang argumen dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
    Hal ini terlihat dari pernyataan Prabowo yang menyebut lembaga seperti PBB sangat berguna untuk mewujudkan perdamaian dunia.
    “Bila di-kontra dengan pidato Trump, ini seperti pro dan kontra. Karena Trump menyebut PBB tidak berguna, namun sebaliknya Prabowo,” kata Hikmahanto saat dihubungi Kompas.com, Rabu (24/9/2025).
    Hikmahanto mengatakan, pidato Prabowo memiliki substansi yang bagus sehingga memberikan arah pada Majelis Umum PBB.
    Selain itu, dia juga menyebut pidato itu dibawakan dengan cemerlang dalam bahasa Inggris dengan pelafalan dan penekanan yang baik.
    Selain soal kelembagaan PBB, Prabowo juga disebut menentang pandangan Trump soal isu perubahan iklim.
    “Trump mengatakan
    climate change
    dan isu lingkungan hoaks, sementara Presiden (Prabowo) mengatakan
    real,
    ” tuturnya.
    Terakhir, Prabowo mengecam Israel meskipun tidak secara eksplisit menyebut nama negara zionis tersebut.
    “Namun Presiden menyampaikan bahwa Israel akan diakui apabila Palestina diakui terlebih dahulu, ini masih
    in line
    dengan
    two state solution
    ,” kata Hikmahanto.
    Sebagai informasi, Prabowo mendapat urutan ke-3 berpidato dalam Sidang Majelis Umum ke-80 PBB di Markas PBB, New York, Amerika Serikat (AS), kemarin.
    Sejumlah isu diangkat Kepala Negara, utamanya soal perdamaian dunia hingga dukungan kemerdekaan Palestina.
    Dalam forum tersebut, Prabowo tampak berapi-api dan penuh semangat saat menyampaikan pidatonya di hadapan Majelis Umum PBB.
    Terdapat delapan momen Prabowo terpantau sampai menghentakkan tangannya ke meja mimbar yang ada di Markas PBB.
    Ada juga delapan kali tepuk tangan dari para petinggi dan delegasi negara lain yang terdengar saat Prabowo berpidato dalam forum tersebut, termasuk standing ovation di akhir pidato Prabowo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siapa Matikan Eskalator Saat Trump Tiba di PBB? Ternyata Ini Pemicunya

    Siapa Matikan Eskalator Saat Trump Tiba di PBB? Ternyata Ini Pemicunya

    New York

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan telah memecahkan penyebab eskalator tiba-tiba berhenti saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump menaikinya jelang Sidang Umum PBB. Menurut PBB, peristiwa itu terjadi karena juru kamera Trump diduga tak sengaja memicu sistem keamanan aktif.

    Dilansir Reuters, Rabu (24/9/2025), Trump sempat bercanda tentang insiden tersebut dalam pidatonya kepada para pemimpin dunia pada hari Selasa (23/9) waktu setempat. Dia juga mengungkit teleprompternya tidak berfungsi.

    “Inilah dua hal yang saya dapatkan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, eskalator yang buruk dan teleprompter yang buruk,” katanya kepada 193 anggota Majelis Umum PBB yang disambut tawa.

    Namun, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt tidak menanggapi peristiwa eskalator berhenti mendadak saat Trump tiba itu dengan santai. Dia mengatakan PBB harus menyelidiki peristiwa itu.

    “Jika seseorang di PBB dengan sengaja menghentikan eskalator saat Presiden dan Ibu Negara sedang melangkah, mereka harus dipecat dan segera diselidiki,” tulisnya di X.

    Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan pihaknya telah mengecek apa yang menyebabkan eskalator mati tak lama setelah Trump dan ibu negara AS, Melania, menaiki eskalator itu. Dia menyebut sistem pusat eskalator menunjukkan eskalator itu ‘berhenti setelah mekanisme pengaman bawaan pada anak tangga sisir di puncak eskalator terpicu’.

    Dia mengatakan juru kamera Trump saat itu menaiki eskalator dengan cara berjalan mundur sambil merekam kedatangan Trump bersama Melania. Dia menyebut situasi itu diduga membuat sistem pengamanan otomatis tak sengaja aktif.

    “Juru kamera mungkin secara tidak sengaja mengaktifkan fungsi pengaman. Mekanisme pengaman ini dirancang untuk mencegah orang atau benda secara tidak sengaja tersangkut dan tersangkut atau tertarik ke roda gigi,” kata Dujarric dalam sebuah pernyataan.

    Gedung Putih tidak segera menanggapi permintaan komentar atas temuan PBB tersebut. Mengenai teleprompter, Trump mengatakan kepada Majelis Umum ‘Saya hanya bisa mengatakan bahwa siapa pun yang mengoperasikan teleprompter ini berada dalam masalah besar’.

    Namun, seorang pejabat PBB mengatakan Gedung Putih telah mengoperasikan teleprompternya sendiri. Setelah Trump selesai berbicara, Presiden Majelis Umum PBB Annalena Baerbock berkata ‘Teleprompter PBB berfungsi dengan sempurna’.

    Simak Video ‘Canda Trump Puji Pidato Prabowo: Bagaimana Jika Kamu Marah? Tak Mudah’:

    Halaman 2 dari 2

    (haf/imk)

  • Puluhan Warga Malang Laporkan Mafia Tanah ke Polda Jatim, Sertifikat Ganda Jadi Sorotan

    Puluhan Warga Malang Laporkan Mafia Tanah ke Polda Jatim, Sertifikat Ganda Jadi Sorotan

    Surabaya (beritajatim.com) – Puluhan warga Desa Ngajum, Kecamatan Balesari, Kabupaten Malang, berbondong-bondong mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Timur, Rabu (25/9/2025) siang. Mereka melaporkan dugaan tindakan sewenang-wenang mafia tanah dengan didampingi advokat senior, Masbuhin. Laporan itu teregister dengan Nomor: LP/B/1197/VIII/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR.

    Masbuhin menegaskan mafia tanah merupakan ancaman serius karena tidak hanya merugikan kepemilikan pribadi, tetapi juga menggangu stabilitas hukum, ekonomi, dan sosial.

    “Praktik mereka tidak hanya berdampak pada kepemilikan tanah secara perorangan, tetapi juga menggangu stabilitas hukum, ekonomi dan sosial, seperti yang dialami puluhan warga,” ujarnya di Mapolda Jatim, Rabu (25/9/2025).

    Kasus ini bermula dari tanah perkebunan tebu yang dikuasai warga Ngajum sejak 30 tahun lalu dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) terbitan Kantor Pertanahan Kabupaten Malang sejak 1994. Warga juga rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Namun pada 2024, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Malang menerbitkan SHM atas nama orang lain di lahan yang sama, memunculkan indikasi sertifikat ganda.

    “Contohnya warga atas nama Tarimin, dia sudah menguasai dan memiliki lahan perkebunan sejak tahun 1993, dengan Sertifikat Hak Milik No. 603, dengan luas 4.630 m2, tiba-tiba diatas tanah perkebunan dia sekarang ini, muncul dan terbit Sertifikat Hak Milik Baru dari BPN Kabupaten Malang pada tanggal 31 Juli 2024, Sertifikat No. 01049, atas nama : MSE, dengan mengabungkan luas tanah milik 3 warga termasuk Tarimin,” beber Masbuhin.

    Contoh lain, SHM No. 173 atas nama Soekari Poerwanto yang telah dijual kepada Sri Rahayu sejak 2013 dengan akta jual beli PPAT No. 134/2013. Namun, pada 2024 kembali diterbitkan SHM baru No. 02148 atas nama MDZ. “Masih banyak lagi modus-modus kejahatan serupa dan memiliki pola yang sama,” tambah Masbuhin.

    Menurutnya, dugaan praktik mafia tanah ini dilakukan dengan memalsukan dokumen untuk sertifikasi melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), serta berkolusi dengan oknum aparat atau pejabat terkait.

    Sejauh ini, sekitar 20 warga dengan total lahan 15 hektar telah melapor, namun diperkirakan ada 30 warga lainnya yang juga menjadi korban. “Mafia tanah tersebut telah mempergunakan cara-cara untuk merebut atau mengklaim tanah milik warga ini secara ilegal dengan modus operandi pemalsuan dokumen,” tegas Masbuhin.

    Firma hukum Masbuhin & Partners telah ditunjuk warga Malang untuk membongkar kasus ini. Tim advokat bahkan sudah turun ke lapangan pada 19 September 2025 guna melakukan identifikasi dan verifikasi.

    Usai laporan masuk, Polda Jatim langsung memulai pemeriksaan saksi secara cepat. “Sehingga harapan kami jajaran penyidik Ditreskrimum Polda Jatim segera dapat membongkar kasus mafia tanah yang meresahkan warga Malang, dan bisa menyeret pihak-pihak yang menjadi Dader (pelaku utama), Doen Pleger (penyuruh), Medepleger (turut melakukan), dan Medeplichtige (pembantu), termasuk sponsorship (pendana alias bandarnya),” pungkas Masbuhin. [uci/beq]

  • 100.000 HP Jahat ‘Kepung’ Gedung PBB, New York Terancam Lumpuh

    100.000 HP Jahat ‘Kepung’ Gedung PBB, New York Terancam Lumpuh

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pasukan pengamanan Presiden Amerika Serikat membongkar upaya mengacaukan sistem komunikasi di Kota New York selama berlangsungnya Sidang Umum PBB.

    Menurut Politico, paspampres AS yang dikenal sebagai US Secret Service menemukan jaringan telekomunikasi tersembunyi yang terpasang di penjuru kota New York. Jaringan tersembunyi itu mampu membuat seluruh BTS lumpuh dan mengganggu panggilan telepon darurat 911.

    Infrastruktur di balik jaringan tersembunyi terdiri dari lebih dari 300 server SIM dan lebih dari 100.000 kartu SIM, yang berlokasi di area radius 35 KM dari markas PBB. Penyelidik dari Secret Services menyatakan sistem itu mampu mematikan seluruh layanan seluler di New York. Infrastruktur itu bisa mengirim 30 juta SMS dalam semenit.

    Server yang ditemukan berfungsi seperti HP. Mereka bisa difungsikan untuk mengirim SMS dan melakukan panggilan telepon secara massif sehingga jaringan seluler kewalahan.

    Pejabat pemerintah AS menyatakan temuan oleh Secret Services menandakan ancaman baru yang “tak kasat mata” di saat kota New York dipenuhi oleh diplomat dan pemimpin negara. Jaringan itu terungkap dalam upaya penyelidikan oleh Secret Services tas ancaman telekomunikasi dengan target pejabat tinggi pemerintah.

    “Ini bisa melumpuhkan menara BTS, sehingga orang-orang tak bisa berkomunikasi. Anda tak bisa mengirim SMS, atau menggunakan HP Anda. Bersamaan dengan berbagai peristiwa lain terkait Sidang Umum PBB, bayangkan saja. Ini bisa jadi bencana,” kata Matt McCool dari Secret Service.

    Namun, pejabat pemerintah menyatakan mereka tidak menemukan bukti jaringan itu dibangun untuk mengganggu berjalannya Sidang Umum PBB.

    Analisis forensik, jelas McCool, masih dalam tahap sangat awal. Namun, ia menduga jaringan digunakan oleh pelaku untuk mengirim pesan rahasia ke kelompok kejahatan, kartel kriminal, atau kelompok teroris.

    “Kami harus melakukan forensik 100.000 HP, yaitu semua panggilan telepon, semua SMS, apapun terkait komunikasi,” katanya.

    Agen yang menemukan lokasi itu melaporkan sederet rak dan server yang bertumpuk berbaris penuh dengan kartu SIM. Selain lebih dari 100.000 kartu SIM sudah aktif, agen juga menemukan masih banyak perangkat yang belum “dihidupkan.” McCool menyatakan infrastruktur tersebut masih punya kapasitas untuk ditingkatkan hingga 3 kali lipat.

    “Misi pelindungan Secret Service adalah pencegahan. Penyelidikan ini menunjukkan potensi penjahat yang bisa mengancam objek perlindungan kami. Kami akan selidiki, lacak, dan bongkar,” kata Direktur Secret Service Sean Curran.

    Kepala negara dan pemerintahan dari 150 negara beserta ratusan perwakilan dan diplomat sedang berada di New York untuk mengikuti KTT Sidang Umum PBB yang dijadwalkan berlangsung dari 23-27 September 2025, dan rangkaian acara di sekitarnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Perubahan Iklim adalah Tipuan Terbesar

    Perubahan Iklim adalah Tipuan Terbesar

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memanfaatkan forum Majelis Umum PBB untuk menyampaikan pandangannya soal perubahan iklim, migrasi, hingga peran PBB sebagai lembaga internasional.

    Dalam pidatonya yang berdurasi hampir satu jam, Trump menyebut gagasan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia sebagai “penipuan terbesar sepanjang masa”. Ia juga mengatakan bahwa energi terbarukan merupakan sebuah “lelucon”.

    Penolakan Trump terhadap perubahan iklim bertentangan dengan konsensus ilmiah yang diterima banyak pihak bahwa bahan bakar fosil dan perubahan iklim akan memiliki dampak menghancurkan bagi lingkungan dan manusia.

    Trump juga menuduh negara-negara lain melanggar aturan soal polusi, meski Amerika Serikat sendiri masih menjadi salah satu pencemar terbesar di dunia.

    Bahas migrasi hingga pertanyakan peran PBB

    Presiden AS itu kembali mengkritik kebijakan migrasi dengan perbatasan terbuka. “Imigrasi dan biaya tinggi dari energi hijau yang katanya ramah lingkungan sedang menghancurkan sebagian besar dunia bebas dan planet kita. Negara-negara yang menjunjung kebebasan mulai memudar,” kata Trump.

    “Kita butuh perbatasan yang kuat dan sumber energi tradisional jika ingin menjadi hebat kembali,” ujarnya saat menutup pidato yang berlangsung hampir satu jam, jauh melebihi batas waktu 15 menit yang diberikan untuk setiap pembicara.

    Trump juga mempertanyakan tujuan keberadaan PBB, dengan mengatakan bahwa lembaga tersebut memiliki “potensi besar” yang belum terwujud.

    Dalam rangkaian pernyataan yang mencakup kebugaran fisik dirinya dan istrinya, kepemilikan properti, serta desain interior, Trump juga melontarkan candaan soal teleprompter yang sempat macet di tengah pidato.

    Iran hingga negara sekutu tak luput dari kritik Trump

    Trump mengecam Iran sebagai “sponsor utama terorisme dunia”, dan menyalahkan Teheran atas berakhirnya kesepakatan nuklir yang sebenarnya ia tinggalkan di masa jabatan pertamanya.

    Ia juga menyerukan agar Hamas membebaskan sandera Israel yang diyakini masih ditahan di Gaza, seraya menambahkan bahwa “perang di Gaza harus dihentikan.” Namun, ia mengkritik negara-negara Barat yang baru-baru ini mengakui negara Palestina, dengan menyebut langkah tersebut sebagai “hadiah” untuk Hamas.

    Trump juga menuding Cina dan India mendanai perang di Ukraina karena masih menjalin bisnis dengan Rusia, serta mengkritik sekutu Eropa yang masih membeli minyak dan gas dari Rusia.

    Ia menyebut “migrasi tak terkendali” sebagai masalah terbesar saat ini, dan menuduh PBB mendanainya, meski tidak memberikan bukti atas klaim tersebut.

    Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Felicia Salvina, Tezar Aditya

    Editor: Hani Anggraini

    (ita/ita)

  • Pidato Lengkap Prabowo di Sidang Majelis Umum ke-80 PBB, Dukungan Tegas untuk Perdamaian

    Pidato Lengkap Prabowo di Sidang Majelis Umum ke-80 PBB, Dukungan Tegas untuk Perdamaian

    Presiden Prabowo berbicara pada sesi pertama Debat Umum dengan posisi istimewa yakni urutan ketiga. Sebuah posisi strategis yang menempatkan Indonesia berdampingan dengan dua negara besar, Brasil dan Amerika Serikat. Brasil, yang sejak 1955 selalu membuka sidang sebagai tradisi diplomatik, tampil di urutan pertama. Amerika Serikat, sebagai tuan rumah, mendapat giliran kedua. Tepat setelah keduanya, Presiden Prabowo berdiri membawa suara Indonesia ke hadapan dunia.

    Kehadiran Presiden Prabowo di podium Majelis Umum PBB menandai babak baru diplomasi Indonesia. Sepuluh tahun terakhir, Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan pidato secara daring saat pandemi Covid-19, sementara selebihnya Indonesia diwakili Wakil Presiden maupun pejabat setingkat menteri. Kini, dengan tampil langsung, Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam forum global yang sarat makna simbolik dan politis.

    Posisi pidato Presiden Prabowo juga menorehkan sejarah tersendiri. Sebelumnya, Presiden Soekarno pernah berpidato di urutan ke-46, Presiden Soeharto di urutan ke-61, dan Presiden Megawati Soekarnoputri di urutan ke-17. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tercatat tiga kali berpidato dengan urutan 20, 21, dan 16, sementara Presiden Joko Widodo dua kali hadir secara daring di urutan ke-16. Kini, Presiden Prabowo menempati urutan ke-3—salah satu posisi paling awal dan paling bergengsi yang pernah diraih Indonesia di forum PBB.

    Di hadapan para pemimpin dunia yang hadir di ruang sidang Majelis Umum PBB, Presiden Prabowo membuka pidato perdananya dengan penuh penghormatan. Kepala Negara menekankan pentingnya persaudaraan universal di tengah perbedaan bangsa dan agama.

    “Sungguh suatu kehormatan besar bagi saya untuk berdiri di General Assembly Hall yang agung ini, di antara para pemimpin yang mewakili hampir seluruh umat manusia. Kita berbeda ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul bersama sebagai satu keluarga. Kita di sini pertama dan terutama sebagai sesama manusia — masing-masing diciptakan setara, dianugerahi hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan,” ujar Presiden Prabowo.

    “Bismillahirrahmanirrahim,

    Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

    Shalom, Salve, Om swastiastu,

    Salam kebajikan, Rahayu, rahayu.

    His Excellency, Mr. Antonio Guterres, Secretary General of the United Nations. Her Excellency, Madame Annalena Baerbock, President of the United Nations General Assembly.

    His Excellency, Mr. Morses Abelian, Under-Secretary-General for General Assembly and Management. Excellencies, Heads of States, Heads of Governments, Distinguished Delegates, Ladies and Gentlemen,

    It is indeed a great honor to stand in this august General Assembly Hall, among leaders who represent almost all of humanity.

    We differ in race, religion, and nationality, yet we gather together as one human family. We are here first and foremost as fellow human beings — each created equal, endowed with unalienable rights to life, liberty, and the pursuit of happiness.

    The words of the U.S. Declaration of Independence have inspired democratic movements across continents — including the French Revolution, the Russian Revolution, the Mexican revolutions, the Chinese Revolution, and Indonesia’s own struggle and journey to freedom.

    It also gave birth to the Universal Declaration of Human Rights adopted by the UN in 1948. “All men are created equal” was the creed that opened the way to unprecedented global prosperity and dignity. And yet, in our own era of scientific and technological triumphs — an era capable of ending hunger, poverty, and environmental ruin — we also continue to face today’ s grave dangers, challenges, and uncertainties. Human folly, fueled by fear, racism, hatred, oppression, and apartheid, threatens our common future.

    My country knows this pain. For centuries, Indonesians lived under colonial domination, oppression, and slavery. We were treated less than dogs in our own homeland. We Indonesians know what it means to be denied justice and what it means to live in apartheid, to live in poverty, and to be denied equal opportunity. We also knew what solidarity can do. 

    In our struggle for independence, in our fight to overcome hunger, disease, and poverty, the United Nations stood with Indonesia and gave us vital assistance. Decisions made here based on human solidarity — by the Security Council and this Assembly — gave Indonesia international legitimacy, opened doors, and supported our early development through the UN Children’s Fund (UNICEF), the UN Food and Agriculture Organization (FAO), the World Health Organization (WHO) and many, many other United Nations institutions.

    And because of that, Indonesia today stands today on the cusp of shared prosperity and greater equality and dignity.

    Madam President, excellencies,

    Our world is driven by conflict, injustice, and deepening uncertainty. Every day we witness suffering, genocide, and a blatant disregard for international law and human decency.

    In the face of these challenges, we must not give up, as the United Nations’s Secretary General said, “we cannot give up”. We cannot surrender our hopes or our ideals. We must draw closer, not drift apart. Together we must strive to achieve our hopes, our dreams.

    The UN was born from the ashes of the Second World War that claimed scores of millions of lives. It was created to secure peace, security, justice, and freedom for all. We remain committed to internationalism, multilateralism, and to every effort that strengthens this great institution.

    Today, Indonesia is nearer than ever before to meeting the Sustainable Development Goals of ending extreme poverty and hunger — because years ago this very chamber chose to listen and uphold social and economic justice. We will never forget. And today we must never be silent while Palestinians are denied that same justice and legitimacy in this very Hall.

    Excellency’s, Thucydides warned: “The strong do what they can, the weak suffer what they must.” We must reject this doctrine. The UN exists to reject this doctrine. We must stand for all, the strong and the weak. Right cannot be right. Right must be right.

    Indonesia is today one of the largest contributors to United Nation Peacekeeping Forces. We believe in the United Nations, we will continue to serve where peace needs guardians — not with just words, but with boots on the ground. If and when the Security Council and this Great Assembly decide, Indonesia is prepared to deploy 20,000 or even more of our sons and daughters to secure peace in Gaza or elsewhere, in Ukraine, in Sudan, in Libya, everywhere when the peace needs to be enforced, peace needs to be guarded, we are ready.

    We will take our share of the burden, not only with our sons and daughters. We are also willing to contribute financially to support the great mission to achieve peace by the United Nations.

    Madam President, excellencies,

    I propose to this assembly a message of hope and optimism — grounded in action and execution. Today we heard the speech of Madam President, the President of the United Nations General Assembly. It is true what she said. Without the International Civil Aviation Organization, will we be here today? Will we sit in this great Hall? Without the United Nations, we cannot be safe. No country can feel secure. 

    We need the United Nations, and Indonesia will continue to support the United Nations. Even though we still struggle, but, we know the world needs a strong United Nations.

    The world’s population is growing. Our planet is under strain. Food, energy, and water insecurity haunt many nations. We choose to answer these challenges directly at home and to help abroad whenever we can.

    This year, we recorded the highest rice production and grain reserves in our history. We are now self‑sufficient in rice and we have exported rice to other nations in need, including providing rice to Palestine. We are building resilient food supply chains, strengthening farmer productivity, and investing in climate‑smart agriculture to ensure food security for our children and for the children of the world. We are confident, in a few years time, Indonesia will be the granary of the world.

    As the world’s largest island state, we testify before you that we are already experiencing the direct consequences of climate change, particularly the threat of rising sea levels. The sea level on the north coast of our capital city is increasing by 5 centimeters every year. Can you imagine in ten years? In twenty years? For this, we are forced to build a giant sea wall, 480 kilometres in length. It will take us maybe 20 years, but we have no choice. 

    We have to start now. Therefore we choose to confront climate change — not by slogans, but by immediate steps. We are committed to meeting our 2015 Paris Agreement obligations.

    We aim to achieve net zero emission by 2060 and we are confident we can achieve net zero emission much earlier. We aim to reforest more than 12 million hectares of degraded land, to reduce forest degradation, and to empower local communities with quality green jobs for the future.

    Indonesia is shifting decisively from fossil fuel based development towards renewable based development. From next year, most of our additional power generation capacity will come from renewables. Our goal is clear: To lift all of our citizens out of poverty and make Indonesia a hub for solutions to food, energy, and water security.

    Madam President, excellencies,

    We live in a time when hatred and violence can seem like the loudest voices. But beneath this loud noise lies a quieter truth: that every person longs to be safe, to be respected, to be loved, and to leave a better world to their children. Our children are watching. They are learning leadership not from textbooks, but from our choices.

    Today, still, a catastrophic situation in Gaza is unfolding before our eyes. At this very moment, the innocent are crying for help, are crying to be saved. Who will save them? Who will save the innocent? Who will save the old and the women? Millions are facing danger at this very moment, as we sit here, they are facing trauma, and irreparable damage to their bodies, they are dying of starvation. Can we remain silent? Will there be no answer to their screams? Will we teach them that the human family can rise to the challenge?

    Madam President, we must act now. Many speakers have said that. We must stand for multilateral order where peace, prosperity, and progress, are not the privilege of a few but the right of all.

    With a strong United Nations, we can build a world where the weak do not suffer what they must, but live the justice they deserve. Let us continue humanity’s great journey of ideals — the selfless aspirations that created the United Nations.

    Let us use science to uplift, not use science to destroy. Let rising nations help others to lift themselves. I am convinced that the leaders of the great world civilisations: Civilisations of the West, of the East, of the North, of the South. Leaders of America, Europe, of India, China, the Islamic world, the whole world. I am convinced they will rise to their role demanded by history. We are all hopeful that the leaders of the world will show great statesmanship, great wisdom, restraint, and humility, overcome hate, overcome suspicion.

    Madam President, Distinguished Delegates,

    We are greatly heartened by the events of the last few days, where significant leading countries of the world have chosen to side with history—the path of the moral high ground, path of rectitude, path of justice, humanity, and to shun hatred, to overcome suspicion, and to avoid the use of violence. The use of violence will beget violence. Not one country can bully the whole community of the human family. 

    We may be weak individually, but the sense of oppression, of injustice, has proven in the history of mankind, will unite with a strong force that will overcome this oppression, this injustice.

    To close, I would like to reiterate again Indonesia’s complete support for the Two-State Solution in Palestine. We must have an independent Palestine, but we must also recognize and guarantee the safety and security of Israel. Only then can we have real peace: peace without hate, peace without suspicion.

    The only solution is this two-state solution. Two descendants of Abraham must live in reconciliation, peace, and harmony. Arabs, Jews, Muslims, Christians, Hindus, Buddhists, all religions. We must live as one human family. Indonesia is committed to being part of making this vision a reality.

    Is this a dream? Maybe. But this is the beautiful dream we must work toward together. Let us continue humanity’s journey of hope, a journey started by our forefathers, a journey that we must complete.

    Thank you. Terima kasih.

    Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

    Shalom, Om shanti shanti shanti om.

    Namo Budaya.

    Thank you very much.

    May God bless us all, may peace be upon us.

    Thank you very much.”

    “Yang Mulia, para kepala negara, kepala pemerintahan, para delegasi yang terhormat, hadirin sekalian

    Sungguh merupakan suatu kehormatan besar bagi saya untuk berdiri di Aula Sidang Umum bulan Agustus ini di antara para pemimpin dan perwakilan yang mewakili hampir seluruh umat manusia. 

    Kita berbeda ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul bersama hari ini sebagai satu keluarga manusia. Kita di sini, pertama dan terutama, sebagai sesama manusia, masing-masing diciptakan setara, dianugerahi hak-hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan.

    Kata-kata Deklarasi Kemerdekaan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menginspirasi gerakan-gerakan demokrasi di seluruh benua, termasuk Revolusi Prancis, Revolusi Rusia, Revolusi Meksiko, Revolusi China, dan perjuangan serta perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan. Deklarasi ini juga melahirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948, “Semua manusia diciptakan setara.”

    Deklarasi ini membuka jalan menuju kemakmuran dan martabat global yang belum pernah terjadi sebelumnya, namun, di era kejayaan ilmu pengetahuan dan teknologi kita sendiri, sebuah era yang mampu mengakhiri kelaparan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan.  

    Kami juga terus menghadapi tantangan dan ketidakpastian yang serius dan berbahaya saat ini, kebodohan manusia yang dipicu oleh rasa takut, rasisme, kebencian, penindasan, dan apartheid mengancam masa depan kita bersama.

    Nyonya Presiden, Yang Mulia,

    Kita hidup di masa ketika kebencian dan kekerasan mungkin terdengar paling keras, tetapi di balik kebisingan ini terdapat kebenaran yang lebih tenang bahwa setiap orang mendambakan rasa aman, dihormati, dicintai, dan mewariskan dunia yang lebih baik kepada anak-anak mereka. Anak-anak kita sedang menyaksikan. Mereka belajar kepemimpinan, bukan dari buku teks, tetapi dari pilihan kita.

    Saat ini, situasi bencana di Gaza masih terbentang di depan mata kita. Saat ini, orang-orang tak berdosa menangis minta tolong. Menangis untuk diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka? Siapa yang akan menyelamatkan orang tak berdosa? Siapa yang akan menyelamatkan para lansia dan perempuan. Jutaan orang menghadapi bahaya saat ini, sementara kita duduk di sini. Mereka menghadapi trauma. Mereka menghadapi kerusakan yang tak tergantikan pada tubuh mereka. Mereka sekarat karena kelaparan.

    Bisakah kita tetap diam? Akankah jeritan mereka tak terjawab? Akankah kita mengajari mereka bahwa umat manusia dapat bangkit menghadapi tantangan ini?

    Nyonya Presiden, kita harus bertindak sekarang.  Banyak pembicara telah menyatakan bahwa kita harus memperjuangkan tatanan multilateral, di mana perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan bukanlah hak istimewa segelintir orang, melainkan hak semua orang. Dengan persatuan bangsa yang kuat, kita dapat membangun dunia di mana kaum lemah tidak menderita apa yang seharusnya mereka derita, melainkan hidup dalam keadilan yang pantas mereka dapatkan.

    Kita mungkin lemah secara individu, tetapi rasa penindasan, rasa ketidakadilan, telah membuktikan dalam sejarah umat manusia bahwa rasa ketidakadilan ini, rasa penindasan ini, akan bersatu menjadi kekuatan yang kuat yang akan mengatasi penindasan ini, yang akan mengatasi ketidakadilan ini.

    Sebagai penutup, saya ingin kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina.

    Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita dapat memiliki kedamaian sejati, kedamaian sejati, dan tidak ada lagi kebencian dan kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah ini, solusi dua negara, dua keturunan Abraham harus hidup dalam rekonsiliasi, damai, dan harmoni.

    Arab, Yahudi, Muslim, Kristen, Hindu, Buddha, semua agama, kita harus hidup sebagai satu keluarga manusia. Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian dalam mewujudkan visi ini. Apakah ini mimpi? Mungkin, tetapi inilah mimpi indah yang harus kita perjuangkan bersama. 

    Mari kita bekerja menuju tujuan mulia ini.  Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia, sebuah perjalanan yang telah dimulai oleh para leluhur kita, sebuah perjalanan yang harus kita selesaikan.

    Terima kasih. Wassalamualaikum.”

  • Berlangsung Tertutup, Pertemuan Trump-Pemimpin Muslim Fokus Bahas Gaza

    Berlangsung Tertutup, Pertemuan Trump-Pemimpin Muslim Fokus Bahas Gaza

    New York

    Pertemuan yang digelar tertutup antara para pemimpin negara Muslim dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump fokus membahas upaya mengakhiri perang yang terus berkecamuk di Jalur Gaza dan mewujudkan gencatan senjata permanen di daerah kantong Palestina tersebut.

    Pertemuan yang digelar pada Selasa (23/9) waktu setempat, di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sedang berlangsung di New York, AS, itu dihadiri oleh para pemimpin dari Uni Emirat Arab, Qatar, Arab Saudi, Mesir, Yordania, Turki, Pakistan, dan Indonesia.

    Dalam foto yang dirilis Reuters terlihat Presiden Indonesia Prabowo Subianto, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Raja Yordania Abdullah II, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan, dan para pemimpin lainnya hadir dalam pertemuan itu.

    Laporan kantor berita Uni Emirat Arab, WAM, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (24/9/2025), menyebut bahwa gencatan senjata permanen di Jalur Gaza dan pembebasan semua sandera dibahas dalam pertemuan tersebut.

    Langkah-langkah untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Jalur Gaza yang terus dilanda perang juga dibahas sebagai prioritas dalam pertemuan itu.

    “Diskusi tersebut berfokus pada upaya mengakhiri perang berdarah yang sedang berlangsung di Gaza, mencapai gencatan senjata yang berkelanjutan dan langgeng, mengamankan pembebasan semua sandera dan tahanan, serta mengambil langkah-langkah tegas untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang semakin memburuk yang dihadapi warga sipil di Jalur Gaza,” demikian dilaporkan oleh kantor berita WAM.

    Pernyataan resmi soal isi pembahasan pertemuan tertutup itu belum dirilis ke publik. Setelah pertemuan itu selesai digelar, Trump mengatakan bahwa pertemuan tersebut “sangat sukses”, tanpa memberikan detail lebih lanjut.

    Sementara Erodgan, seperti dilansir Anadolu Agency, menyebut pertemuan itu sebagai “pertemuan yang sangat produktif dan positif”. Disebutkan juga oleh Erdogan bahwa pertemuan tersebut “sangat membuahkan hasil”.

    Saat berbicara kepada wartawan di New York usai pertemuan tersebut, Erdogan mengatakan bahwa deklarasi bersama dari pertemuan itu akan dipublikasikan. Dia mengatakan dirinya merasa “puas” dengan hasil pertemuan itu, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.

    Trump, pada awal pertemuan ketika wartawan diperbolehkan meliput, menyebut pertemuan tersebut sebagai “pertemuan paling penting”. Dia juga mengatakan bahwa pertemuan ini dihadiri “semua pemain besar kecuali Israel, tetapi itu akan menjadi yang berikutnya” — tampaknya merujuk pada pertemuan dirinya dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pekan depan.

    Simak juga Video ‘Trump Sindir Negara yang Akui Palestina di PBB: Hadiah Bagi Hamas’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Wacana Pengakuan Israel oleh Presiden Prabowo, Ini Respons Akademisi UNAIR

    Wacana Pengakuan Israel oleh Presiden Prabowo, Ini Respons Akademisi UNAIR

    Bisnis.com, SURABAYA – Pengajar Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Probo Darono Yakti memandang ucapan Presiden Prabowo Subianto mengenai pengakuan kedaulatan atas Israel yang tertuang dalam solusi dua negara (two states solutions), tak sejalan dengan Pembukaan UUD 1945.

    Seperti diketahui, ucapan Presiden Prabowo tersebut dilontarkannya dalam pidato di hadapan Majelis Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, Selasa (23/9/2025).

    Alih-alih melontarkan ucapan mengenai rencana pengakuan kedaulatan atas Israel, Probo menyebutkan bahwa seharusnya Presiden Prabowo dapat fokus untuk menyelesaikan pekerjaan rumah besar dalam perjuangan untuk memasukkan Palestina sebagai negara anggota tetap dari PBB dan organisasi-organisasi turunannya.

    “Yang diperlukan oleh Indonesia adalah bukan retorika atau janji-janji kosong, tapi merupakan satu langkah konkret untuk memastikan bahwa keanggotaan [Palestina di PBB] ini diraih terlebih dahulu. Sebaiknya kita jangan terlalu banyak melakukan manuver politik yang tidak terlalu penting, apalagi kemudian sampai mengumbar janji akan mengakui kedaulatan Israel,” ungkap Probo saat dihubungi Bisnis, Rabu (24/9/2025).

    Probo bahkan menyebut bahwa manuver yang dilontarkan Presiden Prabowo tersebut sebagai semacam diplomasi model ijon. Menurutnya, Indonesia belum tahu hasil yang didapatkan dari langkah tersebut, tapi sudah memanen duluan dampaknya. Hal tersebut menurutnya sangat berbahaya bagi Indonesia kedepannya di dalam perjuangan terhadap Palestina.

    “Ini akan jelas arahnya menuju ke pragmatisme politik luar negeri Indonesia karena sampai saat ini juga enggak ada dasar yang jelas terkait dengan diplomasi Indonesia itu mau dibawa ke mana,” paparnya.

    Probo juga menyatakan, secara moral pernyataan Presiden Prabowo tersebut sudah bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Ia menyebut, negara Israel saat ini berdiri di atas tanah yang dirampas dari bangsa Palestina.

    “Lalu, mengapa kita secara serta-merta mengakui Israel sebagai negara berdaulat? Selama ini memang diplomasi dan politik luar negeri Indonesia ini dilakukan dengan full improvisasi, lebih kepada intuisi-intuisi dari personal Presiden Prabowo terhadap dunia internasional, sehingga ini yang membuat check and balance di dalam politik luar negeri Indonesia sangat-sangat minim,” tegasnya. 

    Untuk itu, Probo pun kemudian mendorong kepada pemerintah untuk tetap berada dalam jalur perjuangan Global South serta menggunakan medium lain, seperti kerjasama negara-negara Islam, untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan terhadap Palestina. 

    “Kenapa tidak menggunakan cara-cara itu untuk melakukan pressing terhadap negara-negara yang ada di PBB. Dalam beberapa waktu terakhir negara-negara maju seperti Australia, Inggris, Selandia Baru, dan mungkin beberapa negara persemakmurannya lainnya juga akan satu persatu mendukung dan mengakui kedaulatan Palestina,” jelasnya.

    Apabila tidak ada langkah konkret selanjutnya yang dijalankan atau bahkan mengambil sikap yang kontradiktif, Probo menyebut bahwa Indonesia akan dipandang sebagai negara yang oportunis negara dan tidak sepenuhnya berjuang terhadap penindasan yang saat ini masih berlangsung di banyak negara, khususnya Palestina.