partai: PBB

  • AS Cabut Visa Presiden Kolombia Usai Ikut Aksi Pro-Palestina di New York

    AS Cabut Visa Presiden Kolombia Usai Ikut Aksi Pro-Palestina di New York

    New York

    Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan akan mencabut visa Presiden Kolombia Gustavo Petro. Washington menuding Petro telah melakukan “tindakan menghasut” selama berpartisipasi dalam aksi pro-Palestina di jalanan kota New York pekan ini.

    Insiden itu terjadi saat Petro sedang berada di New York untuk menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    “Sebelumnya hari ini, Presiden Kolombia @petrogustavo berdiri di jalanan NYC (Kota New York) dan mendesak tentara AS untuk tidak mematuhi perintah dan menghasut kekerasan,” sebut Departemen Luar Negeri AS dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (27/9/2025).

    “Kami akan mencabut visa Petro karena tindakannya yang sembrono dan menghasut,” tegas pernyataan Departemen Luar Negeri AS yang dirilis pada Jumat (26/9) waktu setempat.

    Via akun media sosialnya, Petro membagikan video dirinya berbicara dalam bahasa Spanyol kepada kerumunan besar menggunakan megafon pada Jumat (26/9), dengan penerjemahnya kemudian menyampaikan komentarnya yang menyerukan “negara-negara di dunia” untuk menyumbangkan tentara bagi angkatan bersenjata yang “lebih besar daripada Amerika Serikat”.

    “Itulah sebabnya, dari sini di New York, saya meminta semua tentara di militer Amerika Serikat untuk tidak mengarahkan senapan mereka kepada kemanusiaan. Tidak mematuhi perintah Trump! Patuhi perintah kemanusiaan!” kata Petro pada saat itu.

    Sumber dari kantor kepresidenan Kolombia mengonfirmasi kepada AFP bahwa Petro dalam perjalanan pulang ke Bogota pada Jumat (26/9) malam.

    Petro sebelumnya mengatakan dirinya juga memiliki kewarganegaraan Italia, dan tidak memerlukan visa untuk memasuki AS.

    Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB, Petro mengecam keras pemerintahan Trump dan menyerukan penyelidikan kriminal atas serangan-serangan AS terhadap kapal-kapal yang dituduh mengangkut narkoba dari Venezuela.

    Petro mengatakan bahwa “anak-anak muda miskin” yang tidak bersenjata tewas dalam serangan tersebut — totalnya lebih dari selusin orang. Namun Washington menegaskan tindakan itu merupakan bagian dari operasi antinarkoba AS di area lepas pantai Venezuela.

    Tonton juga Video: Presiden Kolombia Demo di PBB, Desak Kirim Pasukan Bantu Palestina

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Khawatirkan Invasi AS, Venezuela Gelar Latihan Darurat

    Khawatirkan Invasi AS, Venezuela Gelar Latihan Darurat

    Caracas

    Venezuela akan menggelar latihan darurat untuk kesiapsiagaan bencana pada Sabtu (27/9) waktu setempat, di tengah kekhawatiran invasi Amerika Serikat (AS). Negara ini berada dalam kondisi siaga tinggi menyusul pengerahan militer AS di perairan lepas pantainya beberapa waktu terakhir.

    Presiden Venezuela Nicolas Maduro, seperti dilansir AFP, Sabtu (27/9/2025), sedang mempertimbangkan untuk mengaktifkan kekuatan darurat yang dimilikinya.

    Maduro menyerukan digelarnya latihan darurat itu pada Kamis (25/9) waktu setempat, beberapa jam setelah gempa bumi mengguncang negara tersebut. Situasi ini terjadi saat banyak warga Venezuela resah oleh rentetan serangan mematikan AS terhadap kapal-kapal pengangkut narkoba yang diklaim milik Venezuela.

    Presiden Donald Trump telah mengerahkan delapan kapal perang AS dan sebuah kapal selam bertenaga nuklir ke perairan Karibia bagian selatan sebagai bagian dari rencana yang diklaim untuk memerangi perdagangan narkoba.

    Maduro, yang dituduh memimpin kartel narkoba, mencurigai AS sedang mengupayakan pergantian rezim di Caracas.

    Ribuan warga Venezuela bergabung dengan milisi sipil sebagai respons atas seruan Maduro untuk memperkuat pertahanan negara. Banyak orang yang mengikuti pelatihan senjata yang digelar di barak militer dan area permukiman.

    Semakin menambah ketegangan, wilayah barat Venezuela diguncang serangkaian gempa bumi pada Rabu (24/9) dan Kamis (25/9) waktu setempat, dengan gempa paling kuat tercatat berkekuatan Magnitudo 6,3 namun tidak memicu kerusakan besar atau korban jiwa.

    Maduro merujuk pada “ancaman” AS ketika dia menyerukan latihan militer yang dimulai pada Sabtu (27/9) pagi, sekitar pukul 09.00 waktu setempat, untuk menguji “kesiapan rakyat terhadap bencana alam atau konflik bersenjata apa pun”.

    Sekolah-sekolah dan rumah sakit, sebut Maduro, akan ikut serta “untuk bersiap menghadapi keadaan apa pun”.

    Beberapa waktu terakhir, pasukan AS telah menghancurkan setidaknya tiga kapal yang diduga mengangkut narkoba di Karibia, hingga menewaskan lebih dari selusin orang dalam tindakan yang dikecam oleh para pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai “eksekusi di luar hukum”.

    Saat ini, menurut laporan NBC yang mengutip empat sumber yang memahami diskusi tersebut, para pejabat militer AS sedang menyusun opsi untuk menargetkan para pengedar narkoba di dalam perbatasan Venezuela.

    Serangan semacam itu, sebut laporan NBC, bisa terjadi “dalam beberapa minggu ke depan”, meskipun Trump belum menyetujuinya.

    Lihat juga Video: Tentara Israel Mulai Invasi Darat ke Lebanon!

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Palestina Sebut Pidato Netanyahu di PBB ‘Penuh Kebohongan’

    Palestina Sebut Pidato Netanyahu di PBB ‘Penuh Kebohongan’

    Ramallah

    Otoritas Palestina mengecam pidato Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Palestina menyebut pidato Netanyahu itu “dipenuhi dengan kebohongan dan kepalsuan”.

    “Itu merupakan pidato orang yang kalah, pemimpin yang putus asa yang sekali lagi berupaya menggalang kekuatan negara Barat yang semakin menjauhkan diri dari negara yang melakukan genosida, dengan menggunakan rasa takut sebagai satu-satunya argumennya,” kata Direktur Departemen Urusan Eropa pada Kementerian Luar Negeri Palestina, Adel Atieh, seperti dilansir AFP, Sabtu (27/9/2025).

    “Pidato ini tidak menunjukkan visi maupun perspektif: pidato tersebut hanya mencerminkan isolasi yang semakin meningkat, terburu-buru untuk maju, dan kecemasan dari kekuatan yang menyadari dia berada di pihak yang salah dalam sejarah,” sebutnya.

    Pidato Netanyahu di PBB ini disampaikan beberapa hari setelah Inggris, Prancis, dan beberapa negara Barat lainnya mengakui negara Palestina. Dalam pidatonya, dia mengkritik negara-negara Barat karena mengakui negara Palestina dan berjanji akan terus melanjutkan serangan Israel terhadap Jalur Gaza.

    “Israel tidak akan membiarkan Anda memaksakan negara teroris kepada kami,” kata Netanyahu dalam pidatonya di markas besar PBB di New York.

    “Kami tidak akan melakukan bunuh diri nasional karena Anda tidak memiliki nyali untuk menghadapi media yang bermusuhan dan massa antisemitisme yang menuntut darah Israel,” tegasnya.

    Netanyahu, yang menentang negara Palestina selama beberapa dekade, mencemooh dukungan Barat untuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan menyebut Otoritas Palestina “korup sampai ke akar-akarnya”.

    “Otoritas Palestina korup sampai ke akar-akarnya. Mereka tidak menggelar pemilu selama 20 tahun. Mereka menggunakan buku teks yang sama dengan Hamas. Buku teks yang persis sama. Mereka mengajari anak-anak mereka untuk membenci orang Yahudi dan menghancurkan negara Yahudi.” ucapnya.

    Pidato Netanyahu juga disiarkan lewat pengeras suara yang dipasang di area perbatasan Israel dan di dalam wilayah Jalur Gaza. Dalam pidatonya, dia menyampaikan pesan untuk para sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza.

    “Kami tidak melupakan Anda. Bahkan sedetik pun. Rakyat Israel bersama Anda. Kami tidak akan goyah, dan kami tidak akan beristirahat, hingga kami membawa Anda semua pulang,” kata Netanyahu dalam bahasa Ibrani dalam pidatonya, seperti dilansir The Times of Israel.

    Tonton juga Video: Netanyahu Klaim Memberi Makanan ke Warga Gaza, Tapi Dicuri Hamas

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Paradoks Jokowi di Panggung Global: Antara Citra dan Realitas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 September 2025

    Paradoks Jokowi di Panggung Global: Antara Citra dan Realitas Nasional 27 September 2025

    Paradoks Jokowi di Panggung Global: Antara Citra dan Realitas
    Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com – Instagram: @ikhsan_tualeka
    KABAR
    bahwa Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, resmi bergabung sebagai anggota “Global Advisory Board Bloomberg New Economy” sontak memancing atensi publik.
    Kedengarannya memang megah. 
    Kompas.com
    , 22 September 2025, bahkan menurunkan berita dengan judul “Jokowi Ditunjuk Jadi Dewan Penasehat Global Bloomberg New Economy”.
    Ulasannya menarik, dengan menempatkan Jokowi sejajar dengan tokoh-tokoh yang ikut menentukan arah percakapan dunia.
    Namun, apakah betul demikian?
    Jika mau ditelisik lebih jauh, penunjukan ini lebih banyak bicara atau didasarkan soal citra ketimbang substansi.
    Mari kita letakkan kursi ini pada konteks yang tepat. “Bloomberg New Economy” bukanlah satu forum strategis pengambilan keputusan global.
    Jangan sampai membayangkannya seperti PBB, bukan pula setingkat G20, bahkan tidak setara dengan World Economic Forum di Davos.
    Bloomberg New Economy
    lebih menyerupai satu klub eksklusif, diinisiasi oleh media keuangan raksasa, dengan agenda diskusi besar, tapi tanpa kewajiban nyata untuk melahirkan kesepakatan.
    Kehadirannya boleh di kata lebih banyak untuk pencitraan. Sebuah panggung yang mempertemukan elite bisnis, politik, dan akademisi dalam kemasan prestisius.
    Dengan kata lain, posisi ini tidak lebih dari kursi kehormatan, bukan ruang pengaruh strategis.
    Penunjukan Jokowi jelas membawa simbolisme, tapi tidak otomatis menambah bobot diplomasi Indonesia di pentas internasional.
    Lalu, apa yang sebenarnya membuat Jokowi menarik bagi forum seperti ini? Jawabannya terletak pada satu hal: stabilitas dalam paradoks.
    Sepuluh tahun ia memimpin, Indonesia mengalami ledakan pembangunan infrastruktur, sekaligus lonjakan utang negara yang luar biasa, hingga lebih dari tiga kali lipat.
    Uniknya, di tengah beban fiskal yang meningkat tajam, Indonesia tetap menjaga peringkat
    investment grade
    dan kepercayaan pasar.
    Dari perspektif pasar global, ini prestasi. Bisa menambah utang tanpa menimbulkan gejolak.
    Namun, jika kita menengok dari dalam negeri, narasi ini penuh kontradiksi atau paradoks. Utang yang melonjak itu tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
    Faktanya, banyak proyek infrastruktur justru menyisakan beban fiskal dan masalah sosial, mulai dari pembengkakan biaya, dampak lingkungan, hingga ketidakmerataan manfaat.
    Kereta cepat Whoosh adalah contoh nyata yang tak terbantahkan. Proyek ini menghadapi utang besar mencapai sekitar Rp 116 triliun (7,2 miliar dollar AS), yang sebagian besar berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB).
    Beban bunga tahunan dari utang ini diperkirakan mencapai Rp 2 triliun. Hal ini menyebabkan kerugian yang terus berlanjut bagi konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang pada semester I 2025 mencapai sekitar Rp 1,6 triliun.
    Itu baru satu proyek. Belum lagi kalau kita mau bahas soal Ibukota Nusantara (IKN), Bandara Kertajati, LRT Sumatera Selatan dan sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) lainnya yang terkesan tanpa perencanaan yang jelas dan lebih mengakomodasi kepentingan elite atau oligarki.
    Lebih jauh dan dampak jangka pendeknya, Jokowi memang meninggalkan warisan stabilitas ekonomi, tetapi dengan harga mahal. Salah satunya adalah penyusutan kualitas demokrasi.
    Laporan berbagai lembaga internasional menunjukkan penurunan indeks demokrasi, pelemahan peran oposisi, dominasi oligarki, hingga berkurangnya ruang kebebasan sipil.
    Pemilu 2024 menjadi puncak dari paradoks itu. Stabilitas politik yang dipuji pasar global justru lahir dari praktik yang bagi banyak pihak dinilai sebagai manipulasi aturan dan rekayasa kekuasaan.
    Ironi kemudian muncul ketika figur dengan catatan telah berkontribusi bagi demokrasi yang kian suram di negaranya sendiri justru diangkat sebagai penasihat global.
    Pertanyaan mendasar pun patut diajukan: apakah dunia benar-benar membutuhkan model kepemimpinan yang menukar demokrasi dengan stabilitas fiskal?
    Jika ya, maka kita sedang berjalan ke arah yang keliru—menormalisasi otoritarianisme pragmatis sebagai jalan keluar bagi negara berkembang, yang kemudian meninggalkan cacat bawaan.
    Perbandingan dengan pemimpin lain bisa mempertegas ironi ini. Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, misalnya, aktif dalam berbagai forum internasional pasca-jabatannya, tetapi kontribusinya jelas, berbagi pengalaman dalam kebijakan luar negeri dan reformasi institusional.
    Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pendahulu Jokowi, juga kerap diundang ke forum global, terutama terkait isu demokrasi, perdamaian, dan perubahan iklim—tema yang memang ia dorong selama satu dekade pemerintahannya.
    Bahkan sosok seperti Mahathir Mohamad di Malaysia yang sudah sangat sepuh, masih terus mengisi forum global. Ia memang diakui di berbagai forum internasional karena gagasan politik luar negerinya yang kritis terhadap Barat.
    Dibandingkan itu semua, posisi Jokowi tampak berbeda. Ia tidak dikenal karena gagasan besar, visi global, atau terobosan diplomatik, melainkan karena kemampuannya menjaga keseimbangan politik domestik sambil mengelola fiskal yang berat.
    Artinya, dalam konteks ini yang dijual bukanlah visi dunia, melainkan trik teknokratis. Yaitu bagaimana menambah utang luar negeri tanpa kehilangan legitimasi politik di dalam negeri.
    Forum seperti
    Bloomberg New Economy
    tentu saja menyukai narasi semacam ini. Namun sekali lagi, itu tidak otomatis menjadikan Jokowi tokoh berpengaruh secara strategis. Karena yang dirayakan adalah citra, bukan substansi.
    Indonesia memang bisa berbangga bahwa nama presidennya diundang ke panggung global. Namun kebanggaan itu sebaiknya tidak menutup mata bahwa pencapaian yang dipuji dunia sering kali adalah sisi yang problematis di dalam negeri.
    Kursi di
    Bloomberg New Economy
    lebih tepat dibaca sebagai refleksi paradoks Jokowi sendiri. Ia barangkali stabil di mata pasar, tapi meninggalkan demokrasi yang rapuh di Tanah Air.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pidato Netanyahu di PBB Disiarkan via Pengeras Suara ke Gaza, Untuk Apa?

    Pidato Netanyahu di PBB Disiarkan via Pengeras Suara ke Gaza, Untuk Apa?

    Gaza City

    Sistem pengeras suara militer Israel telah menyiarkan pidato Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dalam forum Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke wilayah Jalur Gaza. Operasi yang belum pernah terjadi sebelumnya ini langsung memicu kontroversi dan kemarahan.

    Juru bicara pemerintah Israel, seperti dilansir The Guardian, Sabtu (27/9/2025), menyebut penggunaan pengeras suara untuk menyiarkan pidato Netanyahu di Sidang Umum PBB itu sebagai “bagian dari upaya diplomasi publik”.

    “Sebagai bagian dari upaya diplomasi publik, kantor Perdana Menteri telah memerintahkan unsur-unsur sipil, bekerja sama dengan Angkatan Bersenjata Israel, untuk memasang pengeras suara di belakang truk-truk di sisi wilayah Israel di perbatasan Gaza sehingga pidato bersejarah Perdana Menteri Netanyahu di Majelis Umum PBB dapat didengar di Jalur Gaza,” demikian pernyataan juru bicara pemerintah Israel.

    Selain sistem pengeras suara, kantor Netanyahu menyebut bahwa militer Israel telah mengambil alih telepon-telepon warga Gaza dan sejumlah anggota Hamas untuk menyiarkan pidato tersebut. Namun tidak ada bukti dari dalam wilayah Jalur Gaza bahwa hal ini benar-benar terjadi.

    “Perdana Menteri telah mengimbau para penduduk Gaza dan menegaskan bahwa perang dapat segera berakhir setelah para sandera dipulangkan, Hamas dilucuti senjatanya, dan Jalur Gaza mengalami demiliterisasi … (dan) menekankan bahwa siapa pun yang melakukannya akan hidup, sementara yang tidak, akan diburu,” sebut pemerintah Israel dalam pernyataannya.

    Laporan media lokal Israel, yang mengutip pernyataan para perwira militer Israel, menyebut sejumlah tentara diperintahkan sejak Kamis (25/9) malam untuk memasang pengeras suara di dalam Jalur Gaza dan di area perbatasan. Pada Jumat (26/9) pagi, sejumlah tentara Israel di wilayah Jalur Gaza dikerahkan untuk melindungi pengeras suara tersebut.

    Surat kabar The Times of Israel, dengan mengutip juru bicara militer, melaporkan bahwa kampanye siaran itu bertujuan untuk membantu memulangkan 50 sandera yang masih ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza.

    Pengeras suara dipasang pada salah satu truk yang diparkir di dekat perbatasan Israel-Gaza pada Jumat (26/9) waktu setempat Foto: Rami Amichay/Reuters

    Pidato Netanyahu yang disampaikan dalam Sidang Umum PBB pada Jumat (26/9) waktu AS berlangsung pada pukul 16.00 sore di Palestina dan Israel. Dalam pidatonya, dia mengkritik negara-negara Barat karena mengakui negara Palestina dan berjanji akan melanjutkan serangan Israel terhadap Jalur Gaza.

    Netanyahu juga sempat membahas soal penggunaan pengeras suara di Jalur Gaza untuk menyiarkan pidatonya di PBB. Dia mengatakan dirinya ingin berbicara dalam bahasa Ibrani kepada para sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza.

    “Kini, hadirin sekalian, saya ingin melakukan sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelumnya — saya ingin berbicara langsung dari forum ini kepada para sandera melalui pengeras suara. Saya telah mengelilingi Gaza dengan pengeras suara yang besar yang terhubung dengan mikrofon ini dengan harapan para sandera terkasih kita akan mendengar pesan saya,” ucapnya

    “Para pahlawan pemberani kita — Ini Perdana Menteri Netanyahu, berbicara langsung kepada Anda dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami tidak melupakan Anda. Bahkan sedetik pun. Rakyat Israel bersama Anda. Kami tidak akan goyah, dan kami tidak akan beristirahat, hingga kami membawa Anda semua pulang,” kata Netanyahu dalam bahasa Ibrani dalam pidatonya, seperti dilansir The Times of Israel.

    Penggunaan Pengeras Suara Siarkan Pidato Netanyahu Tuai Kritikan

    Pemasangan pengeras suara oleh personel militer Israel baik di dalam Jalur Gaza maupun di area perbatasan itu menuai kritikan. Sejumlah sumber militer Israel, seperti dikutip Channel 12 dan dilansir Anadolu Agency, menyebut langkah semacam itu “dapat menimbulkan risiko operasional bagi para tentara, yang harus meninggalkan posisi pertahanan untuk memasang pengeras suara”.

    “Ini ide gila, tidak ada yang mengerti apa manfaat militernya,” kritik seorang perwira senior militer Israel, seperti dikutip harian Haaretz.

    Seorang sumber Israel lainnya mengatakan kepada Haaretz bahwa langkah tersebut merupakan bagian dari “perang psikologis”.

    Lihat juga Video: Pakai ‘Sound Horeg’, Pidato Netanyahu di PBB Disiarkan ke Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Pengamat Nilai Sikap PDIP dan Ganjar Tolak Timnas Sepakbola Israel Visioner

    Pengamat Nilai Sikap PDIP dan Ganjar Tolak Timnas Sepakbola Israel Visioner

    Surabaya (beritajatim.com) – Pengamat Politik dan Sosial, Abdul Khodir, Ph.D, menilai sikap PDIP yang disuarakan Ganjar Pranowo pada 2023 terkait penolakan Timnas Israel untuk bermain di Indonesia merupakan hal yang visioner. Apalagi, dunia saat ini mengarahkan dukungan pada Palestina, meski saat itu sikap tersbeut memicu gelombang sentimen negatif terutama di media sosial.

    Kodir menilai langkah PDIP bukanlah keputusan emosional, melainkan refleksi dari sejarah panjang solidaritas Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina. Namun, opini publik saat itu lebih banyak dipengaruhi logika pragmatis yang berusaha memisahkan olahraga dan politik.

    “Keputusan PDIP dan Ganjar saat itu berakar pada prinsip anti-kolonialisme dan solidaritas kemanusiaan. Sayangnya, sentimen publik bergerak negatif karena narasi yang berkembang di media sosial menganggap penolakan itu merugikan citra Indonesia dan prestasi olahraga nasional,” ujar Abdul Kodir, Sabtu (27/9/2025).

    Dosen Universitas Negeri Malang ini menjelaskan, kritik yang meluas bahkan berdampak langsung pada elektabilitas Ganjar sebagai calon presiden dari PDIP. Sejumlah survei menunjukkan adanya penurunan dukungan publik yang signifikan.

    “Banyak pihak melihat keputusan ini sebagai politisasi olahraga. Dalam perspektif sosiologi politik, ini menunjukkan betapa kuatnya logika instan publik digital, di mana isu moral seringkali dikalahkan oleh narasi jangka pendek, termasuk nasionalisme yang dikaitkan dengan prestasi olahraga,” jelasnya.

    Namun, situasi kini berbalik seiring perkembangan geopolitik dunia. Dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang juga dihadiri Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini, dukungan internasional terhadap pengakuan Palestina semakin menguat.

    “Solidaritas global terhadap Palestina kini menjadi sikap kolektif dunia. Hal ini menunjukkan bahwa posisi PDIP dan Ganjar di masa lalu justru selaras dengan arah sejarah,” ungkap Abdul Kodir.

    Menurutnya, jika melihat ke belakang, sikap PDIP dan Ganjar dapat dianggap visioner karena berdiri pada prinsip yang kini diakui secara luas. Konsistensi tersebut kini memperoleh pembenaran dari perkembangan opini internasional.

    “Episode ini memberi pelajaran penting bahwa keberanian partai dan pemimpin politik untuk berpijak pada nilai kemanusiaan bisa saja menghadapi ujian elektoral. Namun, seiring waktu, kesadaran kolektif dunia akan bergeser dan mengakui posisi yang benar secara moral,” tegasnya.

    Abdul Kodir menambahkan, dinamika ini menunjukkan bahwa politik nilai kerap berhadapan dengan opini publik yang cair dan mudah dipengaruhi sentimen pragmatis. Meski sempat membayar mahal secara politik, sikap PDIP kini dinilai selaras dengan arus global yang mendukung Palestina.

    “Keberanian PDIP dan Ganjar saat itu mungkin dianggap tidak populer, tapi kini tampak sebagai langkah yang konsisten dengan nilai-nilai kemanusiaan yang diperjuangkan bangsa ini sejak awal kemerdekaan,” pungkas alumnus FISIP Unair ini. [asg/beq]

  • Negara Palestina Akan Jadi ‘Bunuh Diri Nasional’ bagi Israel

    Negara Palestina Akan Jadi ‘Bunuh Diri Nasional’ bagi Israel

    New York

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan pidato penuh amarah dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (26/9) waktu setempat. Netanyahu menuduh para pemimpin Eropa, yang mengakui negara Palestina, telah mendorong Israel ke dalam “bunuh diri nasional”.

    Netanyahu dalam pidatonya, seperti dilansir AFP, Sabtu (27/9/2025), bersumpah untuk mencegah terbentuknya negara Palestina. Dia menyebut pengakuan yang diberikan beberapa negara Eropa untuk negara Palestina sama saja memberi imbalan kepada kelompok Hamas.

    Netanyahu, yang pidatonya disiarkan sebagian melalui pengeras suara militer Israel di Jalur Gaza, menegaskan dirinya akan “menyelesaikan pekerjaan” melawan Hamas, bahkan ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru saja mengatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata telah tercapai.

    Beberapa hari setelah Inggris, Prancis, dan beberapa negara Barat lainnya mengakui negara Palestina, Netanyahu mengatakan negara-negara itu telah mengirimkan “pesan yang sangat jelas bahwa membunuh orang Yahudi ada untungnya”.

    “Israel tidak akan membiarkan Anda memaksakan negara teroris kepada kami,” kata Netanyahu dalam pidatonya di markas besar PBB di New York.

    “Kami tidak akan melakukan bunuh diri nasional karena Anda tidak memiliki nyali untuk menghadapi media yang bermusuhan dan massa antisemitisme yang menuntut darah Israel,” tegasnya.

    Serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 lalu telah memicu serangan mematikan Tel Aviv terhadap Jalur Gaza.

    Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, yang merupakan rival Hamas telah mengutuk serangan tersebut dan mengecam antisemitisme dalam pidatonya di Sidang Umum PBB pada Kamis (25/9), yang dia sampaikan secara virtual setelah AS menolak visanya.

    Netanyahu, yang menentang negara Palestina selama beberapa dekade, mencemooh dukungan Barat untuk Abbas dan menyebut Otoritas Palestina “korup sampai ke akar-akarnya”.

    Namun pejabat Kementerian Luar Negeri Palestina, Adel Atieh, menyebut pidato Netanyahu sebagai “pidato orang yang kalah”.

    Netanyahu tidak menyinggung isu aneksasi atau pencaplokan Tepi Barat, yang diserukan oleh beberapa anggota kabinetnya sebagai cara untuk mematikan prospek berdirinya negara Palestina.

    Trump, yang biasanya mendukung teguh Netanyahu, telah melontarkan peringatan tentang pencaplokan Tepi Barat saat mengajukan rencana perdamaian untuk Jalur Gaza yang akan mencakup perlucutan senjata Hamas dalam pertemuan dengan pemimpin negara Arab dan Muslim pekan ini.

    Di Ruang Oval Gedung Putih, Trump bahkan secara terang-terangan menegaskan dirinya tidak akan mengizinkan Israel mencaplok Tepi Barat.

    Namun dalam pidatonya, Netanyahu melontarkan pujian untuk Trump, yang akan ditemuinya pada Senin (29/9) pekan depan di Gedung Putih.

    Pidato Netanyahu di Sidang Umum PBB ini diwarnai aksi walkout massal oleh para delegasi berbagai negara. Aksi protes juga digelar di area Times Square, New York, menyerukan penangkapan Netanyahu.

    Tonton juga Video: Pakai ‘Sound Horeg’, Pidato Netanyahu di PBB Disiarkan ke Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Bangun Tanggul Laut Raksasa Tak Mungkin Andalkan APBN!

    Bangun Tanggul Laut Raksasa Tak Mungkin Andalkan APBN!

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak mungkin menopang seluruh proses pembangunan proyek tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall di jalur Pantai Utara Jawa (Pantura).

    “Skema pembiayaannya harus kredibel, karena ini besar sekali, tidak mungkin kita mengandalkan APBN. Fiskal kita selalu ada batas dan ada prioritas yang harus dipenuhi,” kata AHY saat ditemui wartawan di Travoy Hub, Jakarta Timur, dikutip Sabtu.

    Di sisi lain, menurutnya pembangunan proyek ini menjadi sangat penting karena jalur Pantura yang membentang melintasi lima provinsi menghadapi ancaman serius berupa penurunan muka tanah dan banjir rob.

    “Jumlahnya banyak saudara-saudara kita yang tinggal di pantai utara. Belum lagi berbicara banyak kawasan industri strategis dan kawasan ekonomi khusus yang juga harus dilindungi,” terangnya.

    “Oleh karena itu tidak berlebihan jika Bapak Presiden Prabowo Subianto juga melakukan langkah-langkah yang cepat dan strategis termasuk dengan membentuk badan otorita pengelola Pantura,” sambung AHY.

    Di sisi lain, total biaya pembangunan Giant Sea Wall ini diperkirakan mencapai US$ 80 miliar atau sekitar Rp 1.300 triliun. Total waktu pengerjaan yang dibutuhkan untuk membangun proyek ini diperkirakan antara 15-20 tahun.

    Untuk itu AHY turut mengundang pihak swasta maupun investor asing untuk menanamkan modal sebesar-besarnya di proyek ini. Hingga kini ia mengaku terus berkomunikasi dan menjajaki peluang investasi proyek dengan berbagai pihak.

    “Kita sedang berkomunikasi dengan berbagai pihak dalam dan luar negeri untuk menarik investasi yang juga kredibel,” ucap AHY.

    Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto sempat menyinggung rencananya untuk membangun tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall dalam pidatonya di Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Ia mengatakan proyek ini diinisiasi karena adanya perubahan iklim global yang membuat permukaan air laut naik 5 cm di setiap tahunnya. Hal itu menjadi ancaman besar bagi Indonesia.

    “Untuk ini, kami terpaksa membangun giant sea wall sepanjang 480 kilometer. Mungkin akan memakan waktu 20 tahun, tetapi kami tidak punya pilihan. Kami harus mulai sekarang,” ujarnya.

    (igo/fdl)

  • Hadapi Tantangan Penyempitan Lahan, Jakarta Perlu Tata Ruang yang Lebih Berkelanjutan – Page 3

    Hadapi Tantangan Penyempitan Lahan, Jakarta Perlu Tata Ruang yang Lebih Berkelanjutan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Jakarta menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan tata ruang kota. Dengan luas wilayah 661,5 km² dan populasi lebih dari 10 juta jiwa pada April 2024 (BPS), kebutuhan ruang semakin mendesak.

    Penyempitan lahan di Jakarta terjadi akibat berbagai faktor. Selain pertumbuhan penduduk, kondisi alam seperti banjir rob, abrasi, dan penurunan muka tanah turut memperburuk situasi. Alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan permukiman maupun komersial, ditambah praktik spekulasi tanah, semakin menekan ketersediaan ruang yang layak.

    Kondisi tersebut membawa dampak luas, mulai dari permukiman yang semakin padat, berkurangnya ruang terbuka hijau, hingga meningkatnya harga tanah dan properti yang membuat akses terhadap hunian layak semakin sulit. Dari sisi lingkungan, penyempitan lahan juga berkontribusi pada meningkatnya polusi, berkurangnya daerah resapan air, serta tingginya risiko banjir.

    Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan strategi yang tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pengaturan pemanfaatan lahan secara bijak. Salah satu instrumen yang memiliki peran penting adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Melalui kebijakan yang adil dan proporsional, PBB dapat mendorong pemanfaatan tanah agar tidak hanya menjadi objek spekulasi, melainkan benar-benar dimanfaatkan secara produktif.

    Di Jakarta, penerapan PBB dibedakan antara objek hunian dan non-hunian. Dasar perhitungan PBB untuk hunian hanya sebesar 40% dari NJOP, sementara untuk non-hunian sebesar 60% dari NJOP. Skema ini dirancang untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan pemilik tanah, kebutuhan pembangunan, dan keberlanjutan tata ruang kota.

    Selain itu, manfaat PBB juga kembali kepada masyarakat melalui pembangunan ruang publik dan fasilitas umum, seperti taman kota yang asri serta layanan transportasi umum yang lebih baik. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memberikan insentif bagi warga, di antaranya pembebasan PBB 100% untuk rumah tapak dengan NJOP hingga Rp2 miliar, khusus bagi wajib pajak orang pribadi, yang berlaku untuk satu objek pajak.

    Tak hanya itu, warga juga mendapat potongan 5% apabila melunasi PBB sebelum 30 September 2025, yang sekaligus menjadi batas akhir pembayaran PBB-P2 tahun ini. Partisipasi masyarakat dalam membayar PBB tepat waktu bukan sekadar kewajiban, melainkan bentuk kontribusi nyata dalam membangun Jakarta yang lebih tertata, adil, dan berkelanjutan.

     

    (*)

  • Trump Ganti Gertak Rusia, Bagaimana Reaksi Ukraina?

    Trump Ganti Gertak Rusia, Bagaimana Reaksi Ukraina?

    Washington DC

    Mendadak nada Presiden Amerika Serikat Donald Trump berubah soal invasi Rusia di Ukraina. Tidak lagi menampakkan rasa kagum pada kekuatan otoriter Vladimir Putin, dia malah menulis Ukraina bisa merebut kembali semua wilayahnya, “dan mungkin lebih dari itu,” tulisnya di platform Truth Social.

    Pernyataan mengejutkan itu datang setelah pidato Trump di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa di New York, AS, yang juga ditandai pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

    “Saya memahami sepenuhnya situasi militer dan ekonomi Ukraina serta Rusia,” tulis Trump.

    “Saya pikir Ukraina, dengan dukungan Uni Eropa, bisa berjuang dan merebut kembali seluruh wilayah dalam bentuk aslinya. Dengan waktu, kesabaran, dan bantuan finansial dari Eropa – terutama NATO – pemulihan wilayah yang menjadi asal mula perang ini bukanlah hal yang mustahil. Kenapa tidak? Rusia sudah berperang tanpa arah selama tiga setengah tahun, perang yang seharusnya bisa dimenangkan oleh kekuatan militer sejati dalam waktu kurang dari seminggu.”

    Trump mengulangi pandangan itu dalam pertemuan lanjutan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Dia menyebut Rusia berisiko menjadi “macan kertas”, karena keberhasilan militernya terbatas meski telah menelan banyak korban jiwa. Namun, dia juga mengakui bahwa perang ini kemungkinan masih akan berlangsung lama.

    Zelensky: “Kita lihat nanti”

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyambut pernyataan Trump dengan optimisme terbatas. Dalam wawancara dengan Fox News, dia menyebut unggahan Trump sebagai kejutan kecil yang menggembirakan.

    “Saya melihat sinyal yang sangat positif bahwa Trump dan Amerika akan berdiri di pihak kami hingga perang usai. Kita akan lihat, tapi semoga Tuhan memberkati ini menjadi kenyataan,” ujarnya.

    Pada Februari lalu, pertemuan keduanya di Oval Office berakhir ricuh di depan kamera. Saat itu, Zelensky mencoba menjelaskan posisi Ukraina dalam mempertahankan diri dengan segala cara dari agresi Rusia, namun akhirnya justru diminta meninggalkan Gedung Putih.

    Kini, Trump justru menyampaikan kekagumannya kepada Zelenksy. “Dia pria pemberani yang berjuang dalam sebuah perang sengit,” demikian pernyataan resmi Gedung Putih yang dikutip dari akun X milik presiden AS.

    Respons beragam di Ukraina

    Retorika baru Trump menuai berbagai respons dari kalangan politik Ukraina. Penasehat Kantor Kepresidenan Ukraina, Mykhailo Podolyak, menduga perubahan sikap itu karena Trump menyadari bahwa “Putin telah benar-benar menghancurkan reputasinya sendiri.”

    “Trump semula berharap bahwa kedekatannya dengan Putin akan membantunya menemukan solusi untuk konflik besar yang melanda seluruh Eropa. Dia ingin tampil sebagai pemimpin kuat Amerika dalam proses itu. Tapi sekarang dia sadar, itu semua ilusi,” ujar Podolyak kepada Deutsche Welle.

    Dia menyebut hal paling penting dari perubahan retorika ini adalah kesiapan AS menjual lebih banyak senjata ke negara-negara Eropa melalui NATO. “Itu semua harus sampai ke medan tempur,” katanya.

    Podolyak juga berterima kasih atas tekanan AS terhadap Eropa untuk menghentikan sanksi setengah hati terhadap Rusia — yang sudah mencapai 18 paket — dan beralih pada larangan nyata, termasuk sanksi sekunder kepada negara-negara yang masih membeli energi dari Rusia. Menurutnya, tekanan ekonomi adalah satu-satunya cara yang efektif untuk membuat Kremlin menghentikan perang.

    Namun tak semua pihak di Ukraina optimistis. Oleksiy Honcharenko dari oposisi “Solidaritas Eropa” memperingatkan bahwa pernyataan Trump bisa menimbulkan harapan palsu.

    “Itu bukan bantuan nyata. Dia hanya ingin mencuci tangan dari konflik ini. Trump tak bicara soal kemenangan Ukraina. Ia bilang: ‘Urus sendiri dengan Uni Eropa. Semoga sukses.’”

    Anggota fraksinya, Volodymyr Ariev, juga menyarankan rakyat Ukraina agar tidak memupuk ilusi.

    “Posisi Trump pada dasarnya tak berubah. Dia hanya mengulangi yang sudah kita tahu: Ukraina bisa menang kalau punya cukup senjata, dan perang akan terus berlangsung.”

    Ariev menambahkan, baru jika Trump dan Eropa mengirim lebih banyak senjata dan menjatuhkan sanksi berat, barulah bisa dibicarakan perubahan kondisi perang. “Untuk saat ini, kita harus bertahan dan mengandalkan kekuatan pertahanan sendiri.”

    Jaroslav Zhelezniak dari oposisi Partai “Holos” bahkan lebih singkat. “Apa yang baru dari ucapan Trump dan apa artinya bagi kita? Tidak ada. Apa yang bisa kita harapkan setelah ini? Juga tidak ada.”

    Dari kubu pemerintah, nada yang sama terdengar. Danylo Hetmantsev dari Partai “Diener des Volkes” menyebut Trump akhirnya sadar bahwa Rusia tak menginginkan perdamaian. Tapi dia menilai pernyataan Trump soal perang yang akan berlangsung lama adalah skenario buruk.

    “Itu berarti bahkan Trump, yang dulu percaya ia bisa cepat mengakhiri perang dan meraih Hadiah Nobel Perdamaian, kini tak yakin lagi bisa melakukannya,” tulisnya di Telegram.

    Kenapa sekarang?

    Direktur Pusat Riset Sosial “Ukrainian Meridian”, Dmytro Lewus, percaya perubahan retorika Trump adalah hasil dari kerja keras diplomatik Ukraina dan mitra-mitra Eropanya. Kyiv bersikukuh pada posisinya. Kunjungan Zelensky ke Washington bersama para pemimpin Uni Eropa dan NATO disebutnya sebagai keberhasilan Ukraina.

    Rusia juga turut mempengaruhi Trump, menurut Lewus. Meski mendapat berbagai bentuk konsesi, Moskow tetap bersikeras pada posisinya, bahkan menuntut Kyiv menyerah. Sikap arogan Rusia itu, katanya, bisa jadi membuat Trump kecewa.

    Namun Oleksandr Kraiev, pakar Amerika Utara dari Ukrainian Prism, skeptis. “Ini hanya diplomasi burung beo dari Trump. Dia hanya mengulangi apa yang baru-baru ini dia dengar. Dia bertemu delegasi Eropa dan Ukraina, lalu mengatakan apa yang ingin kita dengar. Dalam bukunya pun Trump menulis, katakan pada orang apa yang ingin mereka dengar untuk mencapai kesepakatan.”

    Kraiev menambahkan, Trump saat ini menuntut Eropa memberlakukan sanksi pada China, India, dan negara-negara lain yang berpihak pada Rusia, sementara dirinya sendiri hanya ingin tampil sebagai mediator.

    “Jadi, ini langkah yang benar dan positif, tapi tetap didasari kepentingannya sendiri.”

    Pendapat senada datang dari Taras Beresovets – mantan jurnalis yang kini menjadi perencana strategi politik dan personel militer. Dia menduga retorika baru Trump soal Ukraina lebih berkaitan dengan perubahan taktik Amerika terhadap China.

    “Pernyataan itu lebih merupakan upaya menaikkan taruhan, bukan terhadap Moskow, melainkan terhadap Beijing. Saya yakin parade militer di Tiananmen mengesankan Trump, dan kini ia justru memprovokasi musuh yang sebenarnya dia anggap utama. Karena itu sikapnya berubah. Tapi, bisa jadi dua hari lagi Trump berubah pikiran lagi. Kita tak perlu bereuforia, tapi juga tak perlu putus asa,” tulisnya di Telegram.

    Diadaptasi dari bahasa Ukraina oleh Markian Ostaptschuk
    Disadur oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    Lihat juga Video: Macron Sepakat dengan Trump di Sidang PBB, Desak Rusia Akhiri Perang

    (nvc/nvc)